PEMBAHASAN
Studi Islam masa klasik dimulai sejak tahun 650 hingga 1250 M. Namun
sebelumnya, Nabi Muhammad SAW telah melakukannya untuk membimbing para
sahabat. Tema studi Islam pada masa itu seputar ajaran Islam yang diturunkan oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, terutama soal akidah dan ibadah.
Secara umum akidah masyarakat Arab pada waktu itu politeisme, karena
mengakui banyak tuhan atau berhala. Nabi Muhammad SAW mengajarkan mereka
untuk berakidah tauhid, yakni meyakini dan menyatakan Allah SWT Yang Maha Esa.
Belakangan ilmu bidang ini disebut dengan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, dan Ilmu
Ushuluddin.
1
Abudin Nata, Op. Cit. 91
2
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM (Semalang : RaSAIL Media Group, 2008) 7
Dengan pergeseran akidah dari politeisme ke monoteisme ini membuat
orientasi ibadah juga berubah. Dari mengharap ridha banyak tuhan kepada mengharap
ridha dari Allah SWT semata. Dilakukan secara oral maupun verbal. Diekspresikan
secara dzahir atau menampakkannya dengan jelas, maupun batin atau
menyembunyikannya dalam hati.
Berdasar sumber sejarah di Timur dan di Barat, Nabi Muhammad SAW lahir
di Mekah pada tahun 570 M. Beliau terakhir dari klan Bani Hasyim, yakni salah satu
bagian dari suku Quraish yang paling dominan di Mekah. Pada tahun 610 M, para
sejarawan menandai masa kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, ketika
beliau menerima wahyu pertama.
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, studi Islam dilanjutkan oleh para
sahabat seperti Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, dan
Ali bin Abi Thalib. Pada masa inilah al-Qur’an dikodifikasi, tepatnya pada masa
Utsman bin Affan. Sejak saat itu, studi Islam bersumber dari al-Qur’an yang dianggap
paling otentik.
Metode studi Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan para sahabat adalah
metode bayani atau ijtihadi. Metode ini bersifat menjelaskan atau menerangkan.
Misalnya, ayat al-Qur’an yang satu dijelaskan dengan ayat al-Qur’an yang lain.
Terkadang juga dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri yang kemudian
dikenal dengan al-Hadits.
Namun sayang, studi Islam hari ini cenderung deduktif dengan menggunakan
metode bayani, jadali, dan irfani saja. Padahal metode bayani dan burhani sudah
berkembang sejak abad klasik Islam (abad 7 sampai dengan abad 13 M). Oleh karena
itu, studi Islam masa kini harus bergeser dari deduktif-normatif kepada induktif
empirik, seperti masa klasik.3
Kata Modern dalam bahasa latin disebut modernus, dari akar kata modo yang
berarti sekarang. Sedangkan dalam bahasa Perancis disebut moderne yaitubaru saja,
atau model baru. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata modern berarti sikap,
cara berfikir dan cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.4Dalam bahasa
Indonesia, kata “modern” sering dipakai karena dianggap mempunyai kedekatan
makna dalam pembaharuan. Bisa dikatakan sebagai kebalikan dari “lama, kolot atau
semacamnya.” Zaman modern salah satunya ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, yang dicapai umat manusia di jagad raya ini.5
Kata tersebut pertama kali di gunakan pada abad ke-5 M. Tujuannya untuk
memisahkan kondisi kekinian saat itu yang sudah memasuki era kekristenan (era
baru kristus), dari masa lalu dengan era paganisme (era lama kegelapan). Peradaban
tersebut lahir dari dunia barat, yang mana terkenal dengan sebutan dunia-tanpa-
batas.6Tepatnya muncul di Inggris pada abad ke-18, yang dikenal sebagai Revolusi
Industri. Mula-mula proses ini menyebar ke wilayah-wilayah yang memiliki
kebudayaan yang sama dengan Inggris, yaitu Eropa dan Amerika Utara. Kemudian
meluas ke kawasan yang memiliki kebudayaan yang berbeda, seperti Asia, Afria,
dan Amerika Latin.7
3
Yakin, Syamsul. 2021, studi islam masa klasik, (UIN Syarif hidayatullah, Jakarta, 2021)
4
Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 751.
5
Ruchman Basori, The Founding Father; Pesantren Modern Indonesia, Jejak Langkah KH. A. Wahid Hasyim, (Jakarta: Inceis,
2008), hlm. 11.
6
Winarno Surakhmad, dkk, Mengurai Benang Kusut Pendidikan: Globalisasi dan Tantangannya Untuk Reformasi Pendidikan
Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 40.
7
Rikza Chamami, Pendidikan Neomodernisme; Telaah pemikiran fazlur Rahman, (Semarang: Walisongo Press, 2010), hlm.
41.
Karakteristik yang umum dari modern yaitu aspek-aspek sosio-demografis
dari masyarakat, dan aspek-aspek sosio-demografis ini digambarkan dengan istilah
gerak sosial (social mobility), yaitu suatu proses dimana unsur-unsur sosial
ekonomis dan psikologis dari masyarakat mulai menunjukkan peluang-peluang
kearah pola-pola baru melalui bersosialisasi dan pola-pola peri-kelakuan, yang
berwujud pada aspek-aspek kehidupan modern seperti mekanisasi, mass media
yang teratur, urbanisasi, peningkatan pendapatan perkapital dan sebagainya.
Perubahan itu berupa paham, pikiran, keyakinan, etika lama dibarukan sesuai
dengan situasi dan kondisi masyarakat. Perubahan yang mengarah dari sikap statis
menjadi dinamis, jumud ke kritis, dari keterbelakangan kea rah kemajuan,
mengedepankan rasio, dan lain sebagainya.8
8
Ruchman Basori, The Founding Father, hlm.13.
9
Winarno Surakhmad, dkk., Mengurai Benang Kusut Pendidikan, hlm.47.
makna pendekatan masih diperdebatkan dan melahirkan dua kategori lagi. Pertama,
dan masih dibagi pula atas dua hal: pendekatan diartikan sebagai “dipandang atau
dihampiri dengan” dan “cara menghampiri atau memandang fenomena (budaya
dan atau sosial)”. Jika diartikan sebagai “dipandang dengan” maka keberadaan
pendekatan itu lebih merupakan suatu “paradigma”, dan kalau dimaknai sebagai
“cara memandang atau menghampiri” maka keberadaan pendekatan lebih
merupakan suatu “perspektif” atau “sudut pandang”. Kedua, pendekatan dapat pula
bermakna sebagai suatu “disiplin ilmu”, sehingga ketika dikatakan “studi Islam
dengan pendekatan sosiologi, misalnya, maka maknanya adalah menstudi atau
mengkaji Islam dengan menggunakan disiplin ilmu sosiologi itu, dan implikasinya
mestilah pendekatan di sini menggunakan teori atau teori-teori dari disiplin ilmu
sosiologi yang dijadikan sebagai sebuah pendekatan itu. Dengan menggunakan
pendekatan sosiologi tersebut berarti fenomena sosial studi Islam didekati dengan
sebuah teori atau teori-teori sosiologi.