Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian metode dalam studi islam


Ditinjau dari segi bahasa metode berasal dari bahasa Yunani “methodos” kata
ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “metha” yang berarti melalui/melewati dan
“hodos” yang berarti jalan/cara.1 Dalam bahasa Inggris, istilah metode dan cara sudah
tidak asing lagi Diterjemahkan dengan metode dan cara ke dalam bahasa Arab, kata
methodi diungkapkan dengan beberapa kata seperti at-thoriqoh, al manhaj dan al
wasilah. Thoriqoh berarti jalan, al manhaj berarti sistem dan al wasilah berarti
perantara. Dengan arti metode adalah Thoriqoh. Maka metode memiliki arti yakni
suatu jalan yang di lalui untuk mencapai suatu tujuan.2
Selanjutnya jika kata metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam,
dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama
pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi
Islami. Selain itu metode dapat pula membawa arti sebagai cara untuk memahami,
menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai
dengan perkembangna zaman. Inilah pengertian-pengertian metode yang dapat
dipahami dapat dipahami dari berbagai pendapat yang dibuat para ahli.

Dari pendekatan kebahasaan tersebut nampak bahwa metode lebih


menunjukkan kepada jalan dalam arti jalan yang bersifat non fisik. Yakni jalan dalam
bentuk ide-ide yang mengacu kepada cara yang mengantarkan seseorang untuk
sampai pada tujuan yang ditentukan. Namun demikian, secara terminologis atau
istilah kata metode bisa membawa kepada pengretian yang bermacam-macam sesuai
dengan konteksnya.
B. Metode klasik dalam studi islam

Studi Islam masa klasik dimulai sejak tahun 650 hingga 1250 M. Namun
sebelumnya, Nabi Muhammad SAW telah melakukannya untuk membimbing para
sahabat. Tema studi Islam pada masa itu seputar ajaran Islam yang diturunkan oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, terutama soal akidah dan ibadah.

Secara umum akidah masyarakat Arab pada waktu itu politeisme, karena
mengakui banyak tuhan atau berhala. Nabi Muhammad SAW mengajarkan mereka
untuk berakidah tauhid, yakni meyakini dan menyatakan Allah SWT Yang Maha Esa.
Belakangan ilmu bidang ini disebut dengan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, dan Ilmu
Ushuluddin.
1
Abudin Nata, Op. Cit. 91
2
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM (Semalang : RaSAIL Media Group, 2008) 7
Dengan pergeseran akidah dari politeisme ke monoteisme ini membuat
orientasi ibadah juga berubah. Dari mengharap ridha banyak tuhan kepada mengharap
ridha dari Allah SWT semata. Dilakukan secara oral maupun verbal. Diekspresikan
secara dzahir atau menampakkannya dengan jelas, maupun batin atau
menyembunyikannya dalam hati.

Berdasar sumber sejarah di Timur dan di Barat, Nabi Muhammad SAW lahir
di Mekah pada tahun 570 M. Beliau terakhir dari klan Bani Hasyim, yakni salah satu
bagian dari suku Quraish yang paling dominan di Mekah. Pada tahun 610 M, para
sejarawan menandai masa kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, ketika
beliau menerima wahyu pertama.

Secara keselurahan studi Islam dibawah bimbingan Nabi Muhammad SAW


berlangsung selama 23 tahun. Rinciannya, selama 13 tahun dilakukan di Mekah,
dimana Nabi SAW mengalami tantangan berat dari penduduknya. Berbeda dengan di
Mekah, ketika tinggal 10 tahun di Madinah, studi Islam berkembang dan mendapat
respons positif.

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, studi Islam dilanjutkan oleh para
sahabat seperti Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, dan
Ali bin Abi Thalib. Pada masa inilah al-Qur’an dikodifikasi, tepatnya pada masa
Utsman bin Affan. Sejak saat itu, studi Islam bersumber dari al-Qur’an yang dianggap
paling otentik.

Metode studi Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan para sahabat adalah
metode bayani atau ijtihadi. Metode ini bersifat menjelaskan atau menerangkan.
Misalnya, ayat al-Qur’an yang satu dijelaskan dengan ayat al-Qur’an yang lain.
Terkadang juga dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri yang kemudian
dikenal dengan al-Hadits.

Pada masa kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah, metode studi Islam


berkembang dari metode bayani ke metode burhani, irfani, dan jadali. Bahkan dalam
rumpun ilmu pengetahuan alam di dunia Islam pada klasik berkembang juga metode
ijbari. Metode burhani adalah cara memperoleh ilmu pengetahuan dengan melakukan
observasi.

Sedangkan metode irfani adalah cara memperoleh ilmu pengetahuan dengan


pengamatan intuisi melalui proses mujahadah dan riyadhah. Berbeda dengan metode
burhani dan metode irfani, yakni metode jadali atau filsafat. Dalam metode ini, ilmu
pengetahuan diperoleh dengan berpikir secara mendalam, sistematik, radikal,
universal, dan spekulatif.

Artinya pada masa Umayyah dan Abbasiyah, pendekatan studi Islam


berkembang dari cara berpikir deduktif-normatif (metode bayani) kepada cara berpikir
induktif empiris (metode burhani dan ijbari). Studi al-Qur’an, misalnya, didedikasikan
untuk merespons realitas sosial dan politik yang akhirnya menimbulkan spesialisasi
ilmu Asbabun Nuzul.

Namun sayang, studi Islam hari ini cenderung deduktif dengan menggunakan
metode bayani, jadali, dan irfani saja. Padahal metode bayani dan burhani sudah
berkembang sejak abad klasik Islam (abad 7 sampai dengan abad 13 M). Oleh karena
itu, studi Islam masa kini harus bergeser dari deduktif-normatif kepada induktif
empirik, seperti masa klasik.3

C. Metode modern dalam studi islam

Kata Modern dalam bahasa latin disebut modernus, dari akar kata modo yang
berarti sekarang. Sedangkan dalam bahasa Perancis disebut moderne yaitubaru saja,
atau model baru. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata modern berarti sikap,
cara berfikir dan cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.4Dalam bahasa
Indonesia, kata “modern” sering dipakai karena dianggap mempunyai kedekatan
makna dalam pembaharuan. Bisa dikatakan sebagai kebalikan dari “lama, kolot atau
semacamnya.” Zaman modern salah satunya ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, yang dicapai umat manusia di jagad raya ini.5

Kata tersebut pertama kali di gunakan pada abad ke-5 M. Tujuannya untuk
memisahkan kondisi kekinian saat itu yang sudah memasuki era kekristenan (era
baru kristus), dari masa lalu dengan era paganisme (era lama kegelapan). Peradaban
tersebut lahir dari dunia barat, yang mana terkenal dengan sebutan dunia-tanpa-
batas.6Tepatnya muncul di Inggris pada abad ke-18, yang dikenal sebagai Revolusi
Industri. Mula-mula proses ini menyebar ke wilayah-wilayah yang memiliki
kebudayaan yang sama dengan Inggris, yaitu Eropa dan Amerika Utara. Kemudian
meluas ke kawasan yang memiliki kebudayaan yang berbeda, seperti Asia, Afria,
dan Amerika Latin.7

3
Yakin, Syamsul. 2021, studi islam masa klasik, (UIN Syarif hidayatullah, Jakarta, 2021)
4
Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 751.

5
Ruchman Basori, The Founding Father; Pesantren Modern Indonesia, Jejak Langkah KH. A. Wahid Hasyim, (Jakarta: Inceis,
2008), hlm. 11.
6
Winarno Surakhmad, dkk, Mengurai Benang Kusut Pendidikan: Globalisasi dan Tantangannya Untuk Reformasi Pendidikan
Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 40.
7
Rikza Chamami, Pendidikan Neomodernisme; Telaah pemikiran fazlur Rahman, (Semarang: Walisongo Press, 2010), hlm.
41.
Karakteristik yang umum dari modern yaitu aspek-aspek sosio-demografis
dari masyarakat, dan aspek-aspek sosio-demografis ini digambarkan dengan istilah
gerak sosial (social mobility), yaitu suatu proses dimana unsur-unsur sosial
ekonomis dan psikologis dari masyarakat mulai menunjukkan peluang-peluang
kearah pola-pola baru melalui bersosialisasi dan pola-pola peri-kelakuan, yang
berwujud pada aspek-aspek kehidupan modern seperti mekanisasi, mass media
yang teratur, urbanisasi, peningkatan pendapatan perkapital dan sebagainya.
Perubahan itu berupa paham, pikiran, keyakinan, etika lama dibarukan sesuai
dengan situasi dan kondisi masyarakat. Perubahan yang mengarah dari sikap statis
menjadi dinamis, jumud ke kritis, dari keterbelakangan kea rah kemajuan,
mengedepankan rasio, dan lain sebagainya.8

Pengaruh modernisasi terselubung kekuatan didalamnya, dimana kekuatan


tersebut mampu berperan dalam proses kelangsungan globalisasi ini. Menurut
H.A.R Tilaar kekuataan itu dinamakan catur santika saruka atau empat kekuatan
dunia yang antara lain, kerjasama regional dan internasional, demokrasi dan
semakin meningkatnya kesadaran akan HAM serta pemberdayaan masyarakat,
kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi, serta identitas Bangsa dan
Internasionalisme. Dari keempat kekuatan tersebut tergantung pada mutu sumber
daya manusianya. Dan hal tersebut disebabkan akan adanya penyelenggaraan
pendidikan secara lebih baik. 9

D. Pengertian Pendekatan dalam studi islam

Kata “pendekatan”, termasuk dalam konteks studi Islam, pada umumnya


secara bahasa dinamakan dengan madkhal dalam istilah Arab dan approach dalam
bahasa Inggris. Di luar dua term tersebut, sebenarnya ada sejumlah istilah lain,
yang juga sudah begitu popular dalam tradisi ilmiah, yang bermakna relatif sama
(mirip) dan menunjuk pada tujuan yang hampir sama pula dengan pendekatan,
yaitu: theoretical framework, conceptual framework, perspective, point of view
(sudut pandang) dan paradigm (paradigma). Tegasnya, semua istilah itu dapat
diartikan sebagai “cara memandang dan cara menjelaskan suatu gejala atau
peristiwa”.1 Lebih jauh dijelaskan oleh Khoiruddin Nasution bahwa menyangkut

8
Ruchman Basori, The Founding Father, hlm.13.
9
Winarno Surakhmad, dkk., Mengurai Benang Kusut Pendidikan, hlm.47.
makna pendekatan masih diperdebatkan dan melahirkan dua kategori lagi. Pertama,
dan masih dibagi pula atas dua hal: pendekatan diartikan sebagai “dipandang atau
dihampiri dengan” dan “cara menghampiri atau memandang fenomena (budaya
dan atau sosial)”. Jika diartikan sebagai “dipandang dengan” maka keberadaan
pendekatan itu lebih merupakan suatu “paradigma”, dan kalau dimaknai sebagai
“cara memandang atau menghampiri” maka keberadaan pendekatan lebih
merupakan suatu “perspektif” atau “sudut pandang”. Kedua, pendekatan dapat pula
bermakna sebagai suatu “disiplin ilmu”, sehingga ketika dikatakan “studi Islam
dengan pendekatan sosiologi, misalnya, maka maknanya adalah menstudi atau
mengkaji Islam dengan menggunakan disiplin ilmu sosiologi itu, dan implikasinya
mestilah pendekatan di sini menggunakan teori atau teori-teori dari disiplin ilmu
sosiologi yang dijadikan sebagai sebuah pendekatan itu. Dengan menggunakan
pendekatan sosiologi tersebut berarti fenomena sosial studi Islam didekati dengan
sebuah teori atau teori-teori sosiologi.

E.   Pendekatan tradisional dalam studi islam


Yang dimaksud dengan tradisional adalah meninjau sesuatu
permaslahan, serta menganalisisnya dengan menggunakan metode analisis
tradisi atau sejarah. Sejarah atau historis adalah studi yang berhubungan
dengan peristiwa - peristiwa atau kejadian – kejadian masa lalu yang
menyebutkan kejadian atau keadaan yang sebenarnya.
Sejarah Memang berhubungan dengan peristiwa – peristiwa masa lalu,
namun peristiwa masa lalu tersebut hanya berati dapat dipahami dari sudut
tinjauan masa kini, dan ahli sejarah dapat benar – benar memahami peristiwa
dan kejadian masa kini hanya dengan petunjuk – petunjuk dari peristiwa dan
kejadian masa lalu tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan mempelajari masa
lalu, orang dapat memahami masa kininya, dan dengan memahami serta
menyadari keadaan masa kini, maka orang dapat menggambarkan masa
depanya. Itulah yang dimaksud dengan perspektif searah. Didalam studi Islam,
permaslahan atau seluk beluk dari ajaran agama Islam dan pelaksanaan serta
perkembanganya dapat ditinjau dan dianalisis dalam kerangka perspektif
kesejahteraan yang demikian itu.
F.  Pendekatan Rasional objektif dalam studi islam
Yang dimaksud dengan hal tersebut adalah meliahat suatu
permasalahan dari sudut tinjauan objektif secara rasional dan berusaha untuk
menjawab dan memecahkan permaslahan itu dengan menggunkan metode
analisis spekulatif. Pada dasarnya rasional objektif adalah berpikiran untuk
memecahkan masalah atau pertanyaan dan menjawab suatu persoalan atau
biasa disebut dengan filsafat.
Namun demikian, tidak semua berfikir untuk memecahkan dan
menjawab permaslahan dapat disebut filsafat. Filsafat dalah berfikir secara
sistematis, radikal, dan universal. Disamping itu, filsafat mempunyai bidang
(objek yang dipikirkan) sendiri, yaitu bidang atau permasalahan yang bersifat
filosofis, yakni bidang yang terletak diantara dunia ketuhanan yang nyata.
Dengan demikian filsafat yang menjembatani kesenjangan antara masalah –
masalah yang bersifat keagamaan semata – mata (teologis) dengan masalah
yang bersifat ilmiah (ilmu pengetahuan).
Cara kerja pendekatan rasional objektif memerlukan bantuan,baik dari
agama maupun ilmu pengetahuan. Namun filsafat tidak mau menerima segala
bentuk otoritas, baik dari agama maupun ilmu pengetahuan.Filsafat selalu
memikirkan kembali atau mempertanyakan segala sesuatu yang datang secara
otoritatif, sehingga mendatangkan pemahaman yang sebenar–benarnya, yang
selanjutnya bisa mendatangkan kebijaksanaan (wisdom). Dan menghilangkan
kesenjangan antara ajaran–ajaran agama Islam dengan ilmu pengetahuan
modern, sebagaimana yang sering dipahami dan menggejala dikalangan umat
Islam selama ini.
G. Perbedaan pendekatan rasional objektif dan tradisional dalam

Berdasarkan dari penjelasan antara dua pendekatan studi islam diatas,


antara pendekatan rasional objektif dan pendekatan tradisional dapat
dibedakan dari sisi sudut pandang serta cara kerjanya, pendekatan tradisional
dalam meninjau suatu permasalahan dan mengatasinya menggunakan metode
analisis tradisi atau sejarah, sedangkan pendekatan rasional objektif
menggunakan kerangka berpikir secara ilmiah dalam meninjau dan mengatasi
suatu permasalahan

Anda mungkin juga menyukai