Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang
Agama bukan hanya sekedar lambang kesalehan umat atau topik dalam
kitab suci umat beragama, namun secara konsepsional kehadiran agama semakin
di tuntut aktif untuk mengajukan cara-cara paling efektif dalam memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi umat manusia.Tuntutan yang demikian itu akan
mudah dijawab oleh kita sebagai kalangan intelektual muslim dan siapa saja
tatkala kita sebagai muslim memahami “agama kita sendiri “. Bukan hanya
sekedar pemahaman dengan pendekatan lain, yang secara konseptual dapat
memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan umat. Adapun yang
dimaksud dengan pendekatan disini adalh cara pandangan paradigma yang
terdapat dalam suatu bidang ilmu pengetahuan yang selanjutnya digunakan
dalam memahami agama.
Islam telah menjadi kajian yang menarik banyak minat blakangan ini
studi islam pun ikut berkembang. Islam tidaklagi di dipahami dalam pengertian
historis dan doktrin, tetapi menjadi fenomena yang kompleks. Islam tidak hanya
terdiri dari rangkaaian petunjuk formal tentang bagaimana seseorang memaknai
kehidupannya. Islam telah menjadi sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas
politik,ekonomi, dan bagian perkembangan dunia. Mengkaji dan mendekati
islam, tidak mungkin hanya dari satu aspek, tetapi dibutuhkan metode dan
pendekatan multidisipliner. Studi agama termasuk islam, seperti yang disebutkan
diatas dilakukan dengan menggunakan berbagai macam ilmu untuk
menyelesaikan suatu masalah yang ada di era ini, untuk itu penulis membuat
suatu penjelasan mengenai pendekatan multidisipliner dalam ruang lingkup
pendidikan islam melalui beberapa pendekatan yaitu pendektan sejarah dan
antropologi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan Multidisipliner ?
2. Apakah Pendekatan Multidisipliner dalam Pendidikan Islam ?
C. Rumusan Tujuan
1. Mengetahui pengertian Multidisipliner.
2. Mengetahui Pendekatan Multidisipliner dalam pendidikan islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Multidisipliner
Pendekatan Multi disipliner yang berarti kerjasamaantara ilmu
pengetahuan yang masing-masingtetap berdiri sendiri dan metode sendiri-
sendiri. Disebutu juga bahwa multidisipliner adalah interkoneksi antara
suatu ilmu dengann ilmu yang lainya namun masing-masing bekerja
berdasar disiplin dan metode masing-masing.1Multidisipliner seorang hakim
harus juga mempelajari suatu atau beberapa disiplin ilmu lainnya di luar ilmu
hukum. Dengan perkataan lain, di sini hakim membutuhkan verifikasi dan
bantuan dari disiplin ilmu yang berbeda-beda.2
Pendekatan untuk melakukan pemecahan masalah yang menggunakan
dua ilmu atau lebih secara umum atau arti luas disebut juga dengan pendekatan
interdisipliner atau pendekatan multidisipliner yang sering pula ditulis
pendekatan interdisipliner/multidisipliner.3Sementara multidisipliner berarti
kerjasama antara ilmu pengetahuan yang masing-masing tetap berdiri sendiri dan
dengan metode sendirisendiri.4 Disebut juga bahwa multidisipliner adalah
interkoneksi antar satu ilmu dengan ilmu lain namun masing-masing bekerja
berdasar kan disiplin dan metode masing-masing.5
Dari beberapa penjelasan di atas mengenai pendekatan penulis dapat
menyimpulkan bahwa yang dimaksud multidisipliner adalah penggabungan
beberapa disiplin untuk bersama-sama mengatasi masalah tertentu.

1
Khoirudin nasution, Pengantar Studi Islam(Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2016), hlm. 247
2
Yudha Bahkti Ardhiwisastra, Penafsiran dan Konstruksi Hukum (Bandung: Alumni, 2000), hlm.
12.
3
Setya Yuwana Sudikan , Pendekatan Interdisipliner, Multidisipliner, dan Transdisipliner Dalam
Studi Sastra (UniversitasNegeri Surabaya)
4
A.G.M. Van Melsen, Ilmu Pengatahuan, hlm. 59
5
Kaelan, Metode Penelitian Agama, hlm. 19-20.
B. Pendekatan Multidisipliner dalam Pendidikan Islam
1. Pendidikan Islam (Sebuah Definisi)
Sebelum membahas lebih detail tentang pendidikan Islam dalam
pendekatan multidisipliner yaitu dari pendekatan historis (sejarah),
antropologi, dan sosiologi. Dengan pendefinisian tersebut akan
tercipta satu konsepsi dan persepsi tentang pendidikan dan pendidikan
Islam yang intepretable, karena tergantung penekanan
pendefinisiannya. Hal pertama dilakukan dalam memberi definisi
tersebut adalah memaparkan definisi dari tokoh-tokoh yang
selanjutnya penulis menyimpulkan pendapat para tokoh tersebut untuk
mendapatkan definisi dari pendidikan Islam sebagai tema sentral dari
pembahasan ini.6
Sedangkan pendidikan Islam menurut Endang Saifuddin Anshori,
seperti yang dikutip oleh Azyumardi Azra, adalah proses bimbingan
(pimpinan, tuntutan, usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan
jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi dan sebagainya) dan raga
objek didik dengan bahan-bahan tertentu pada jangka waktu tertentu
dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi
tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.7Sedangkan
Muhammad S. A. Ibrahimy, sebagaimana yang di kutip oleh Syaiful
dalam Laporan Penelitiannya, memberikan definisi bahwa pendidikan
Islam adalah: Islamic education in the true sense of learn, is a system
of education wich enables a man to lead his life according of the
islamic ideology, so that he may easily mould his life accordence with
tenets of Islam. Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam
merupakan suatu sistem pendidikan yang membimbing peserta didik

6
Tabrani ZA,islamic studies dalam pemdekatan multidisipliner, vol.ii,no.02,may2014;jurnal
ilmiah peruadeum
7
Azra, Azyumardi (2002), Pendidikan Islam: Tradisi Dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.
pada perkembangan jiwa dan raganya yang berideologi pada ajaran
Islam yaitu al-Qur‟an dan hadist.8

2. Pendidikan Islam Dalam Pendekatan Sejarah


Kata “sejarah” menunjukkan makna yang cukup beragam.
Beberapa referensi meyebutkan bahwa sejarah mengandung arti
pengetahuan-pengetahuan tentang perkembangan keadaan alam
secara keseluruhan. Termasuk di dalamnya benda-benda angkasa,
bintang-bintang dan bumi serta apa-apa yang bergerak di atasnya
yaitu perbuatan manusia. Menurutnya ilmu sejarah adalah ilmu
yang sangat luar biasa yang mempunyai tujuan dan makna yang
mendalam karena ilmu ini memberi informasi kepada manusia
tentang keadaan umat dan perilaku umat masa lalu, sehingga
persoalan dunia dan agama tidak akan sempurna tanpa pemahaman
yang mendalam akan ilmu sejarah.

Terkait dengan sejarah, ada beberapa terminologi yang berkaitan


dengan istilah ini . Terminologi tersebut antara lain :

1) Filsafat Sejarah. Yaitu sebuah studi filosofis tentang sejarah


manusia dan berusaha untuk merekam dan menginterpretasikannya.

2) Historisity atau Historicality adalah terminologi yang digunakan


dalam tradisi fenomenologi dan hermeneutika (mulai Dilthey,
Husserl sampai Heidegger) untuk mengindikasikan sebuah
tampilan yang esensial tentang eksistensi manusia.
3) Historisisme adalah sebuah doktrin yang menyatakan bahwa
pengetahuan tentang manusia adalah sebuah karakter historis yang
tidak bisa direduksi dan bahwa sebuah perspektif ahistoris tidak
dapat digunakan untuk memahami komunitas masyarakat.

8
Saiful (1999), Tujuan Pendidikan Islam: Tinjauan Kritis Atas Pemikiran Muhammad „Athiyah
Al-Abrasyi, (Laporan Penelitian), STAIN Jember.
4) Historisis. Metode ini dipakai dan diperkenalkan oleh Muhammad
Arkoun. Dia mengatakan bahwa perspektif historisis adalah suatu
uraian yang membatasi diri pada penetapan urutan kronologis dan
realitas fakta-fakta apapun dalam kaitan dengan analisis teks.
Memahami pendekatan sejarah, tidak bisa dipisahkan dari
beberapa terminologi tersebut. Sejarah memfokuskan diri pada
manusia dengan segala entitas dan perilakunya. Bahwa manusia
adalah makhluk yang hidup dalam ruang dan waktu tertentu.
Dengan demikian pendekatan kesejarahan memerlukan metode
ataupun tujuan yang faktual yang hanya mungkin dilakukan
dengan ilmu sosial dan humaniora.9
Sejarah merupakan rekonstruksi masa lalu, yaitu
merekonstruksi apa saja yang sudah dipikirkan, dikerjakan,
dikatakan, dirasakan, dan dialami manusia. Namun, perlu
ditegaskan bahwa membangun kembali masa lalu bukan untuk
kepentingan masa lalu itu sendiri. Sejarah mempunyai
kepentingan masa kini dan, bahkan, untuk masa yang akan datang.
Oleh karenanya, orang tidak akan belajar sejarah karena tidak
akan ada gunanya. Kenyataannya, sejarah terus di tulis, di semua
peradaban dan di sepanjang waktu. Hal ini, sebenarnya cukup
menjadi bukti bahwa sejarah itu sangat urgen.10
Namun dalam sejarah konvensional yang banyak
dideskripsikan adalah pengalaman manusia yang menyangkut
tentang sistem perpolitikan, peperangan dan juga terdistorsi pada
tataran bangun jatuhnya suatu kekuasaan seperti dinasti, khilafah
atau kerajaan. sebaliknya dalam sejarah harus ada upaya
rekonstruksi masa lalu yang berhubungan dengan totalitas
pengalaman manusia. Maka dengan konsep tersebut, sejarah
mempunyai batas-batas definisi yang longgar dibandingkan
9
Walim, “Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam”. Jurnal Peradaban dan Hukum Islam. Vol 2,
No.1 ( Maret 2019), h.8.
10
Kuntowijoyo (1995). Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
dengan definisi-definisi ilmu sosial lainnya. Sejarah dapat
didefinisikan dengan politik masa lalu, ekonomi masa lalu,
masyarakat masa lalu ataupun sebagai sains atau ilmu
pengetahuan masa lalu. Namun kebanyakan sejarah sosial
khususnya tentang pendidikan masih berkutat pada pembahasan
tentang sejarah ekonomi yang menyangkut tentang aspek
kehidupan manusia.
Kuntowijoyo berpendapat bahwa sejarah sosial mempunyai
hubungan erat dengan sejarah ekonomi, sehingga menjadi
semacam sejarah sosial ekonomi. Walaupun demikian, ada
beberapa tema yang berkaitan dengan sejarah sosial. Ada
pengertian bahwa sejarah sosial yang mencakup berbagai aspek
kehidupan manusia kecuali masalah-masalah berkaitan masalah
politik11
Dari deskripsi di atas, kita bisa memetakan definisi dari
sejarah pendidikan atau terspesifikasi pada pendidikan Islam.
Substansi dan tekanan dalam sejarah pendidikan itu bermacam-
macam tergantung kepada maksud dari kajian itu: mulai dari
tradisi pemikiran dan para pemikir besar dalam pendidikan, tradisi
nasional, sistem pendidikan beserta komponen-komponennya,
sampai pada pendidikan dalam hubungannya dengan sejumlah
elemen problematis dalam perubahan sosial atau kestabilan,
termasuk keagamaan, ilmu pengetahuan (sains), ekonomi, dan
gerakan-gerakan sosial.
Sehubungan dengan itu semua John E. Talbott (1992: 210)
mengungkapkan bahwa sejarah pendidikan erat kaitannya dengan
sejarah intelektual dan sejarah sosial. Maka dalam pengkajian
pendidikan Islam melalui pendekatan sejarah, banyak para pakar
pendidikan Islam menggunakan pola pemikiran rasionalistik-

11
Huda, Nor (2007). Islam Nusantara: Sejarah Intelektual Islam di Indonesia, Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
fenomenologik untuk memahami pesan sejarah pendidikan Islam.
Seperti halnya dengan Ibnu Khaldun yang kapasitasnya sebagai
seorang pemikir. Ibnu Khaldun memiliki watak yang luar biasa
yang walaupun kadang terasa kurang baik. Dalam hal ini
Muhammad Abdullah Enan melukiskan kepribadian Ibnu
Khaldun yang istimewa itu dengan mencoba memperlihatkan ciri
psikologik Ibnu Khaldun, walaupun diakuinya secara moral ini
tidak selalu sesuai. Menurutnya ia melihat dalam diri Ibnu
Khaldun terdapat sifat angkuh dan egoisme, penuh ambisi, tidak
menentu dan kurang memiliki rasa terima kasih. Namun di
samping sifatsifatnya yang tersebut di atas dia juga mempunyai
sifat pemberani, tabah dan kuat, teguh pendirian serta tahan uji. Di
samping memiliki intelegensi yang tinggi, cerdas, berpandangan
jauh dan pandai berpuisi.12
Menurut beberapa ahli, Ibnu Khaldun dalam proses
pemikirannya mengalami percampuran yang unik, yaitu antara
dua tokoh yang saling bertolak belakang, yaitu Al-Ghazali dan
Ibnu Rusyd
AlGhazali dan Ibnu Rusyd bertentangan dalam bidang
filsafat. Ibnu Rusyd adalah pengikut Aristoteles yang setia,
sedangkan Al-Ghazali adalah penentang filsafat Aristoteles yang
gigih. Ibnu Khaldun adalah pengikut AlGhazali dalam
permusuhannya melawan logika Aristoteles, dan pengikut Ibnu
Rusyd dalam usahanya mempengaruhi massa. Ibnu Khaldun
adalah satu-satunya sarjana muslim waktu itu yang menyadari arti
pentingnya praduga dan kategori dalam pemikiran untuk
13
menyelesaikan perdebatanperdebatan intelektual. Barangkali
karena itulah seperti anggapan Fuad Baali (1999: 49) bahwa Ibnu

12
Enan, Muhammad Abdullah (1999). Ibnu Khaldun: His Life and Work. Peterj: Muhammad
Qodari Arif, Jakarta: Kencana.
13
Juwariyah (2004). Ibnu Khaldun Dan Pemikirannya Tentang Filsafat Pendidikan. Skripsi Tidak
Diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Khaldun membangun suatu bentuk logika baru yang realistik,
sebagai upayanya untuk mengganti logika idealistik Aristoteles
yang berpola paternalistik-absolutistik-spiritualistik. Sedangkan
logika realistik Ibnu Khaldun ini berpola pikir relatifistik-
temporalistik-materialistik. Dengan berpola pikir seperti itulah
Ibnu Khaldun mengamati dan menganalisa gejala-gejala sosial
beserta sejarahnya, termasuk juga aspek pendidikan, yang pada
akhirnya tercipta suatu teori kemasyarakatan yang modern. Karya-
karya intelektual Ibnu Khaldun adalah sebagai berikut:14
a. Kitab Muqaddimah, yang merupakan buku pertama dari
kitab al-„Ibar, yang terdiri dari bagian muqaddimah
(pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang
merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut
pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi
begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini adalah gejala-
gejala sosial dan sejarahnya.
b. Kitab al-Ibar, wa Diwan al-Mubtada wa al-Khabar, fi
Ayyam al-Arab wa al-Ajam wa al-Barbar, wa man
Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-Akbar. (Kitab
Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman
Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai
Orangorang Arab, Non-Arab, dan Barbar, serta Raja-raja
Besar yang Semasa dengan Mereka), yang kemudian
terkenal dengan kitab I’ibar, yang terdiri dari tiga buku:
Buku pertama, adalah sebagai kitab Muqaddimah, atau jilid
pertama yang berisi tentang: Masyarakat dan ciri-cirinya
yang hakiki, yaitu pemerintahan, kekuasaan, pencaharian,
penghidupan, keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan
dengan segala sebab dan alasan-alasannya. Buku kedua

14
Baali, Fuad dan Ali Wardi (1999). Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam. Peterj: Osman
Ralibi, Jakarta: Pustaka Firdaus.
terdiri dari empat jilid, yaitu jilid kedua, ketiga, keempat,
dan kelima, yang menguraikan tentang sejarah bangsa
Arab, generasi-generasi mereka serta dinasti-dinasti
mereka. Di samping itu juga mengandung ulasan tentang
bangsa-bangsa terkenal dan negara yang sezaman dengan
mereka, seperti bangsa Syiria, Persia, Yahudi (Israel),
Yunani, Romawi, Turki dan Franka (orang-orang Eropa).
Kemudian Buku Ketiga terdiri dari dua jilid yaitu jilid
keenam dan ketujuh, yang berisi tentang sejarah bahasa
Barbar dan Zanata yang merupakan bagian dari mereka,
khususnya kerajaan dan negara-negara Maghribi (Afrika
Utara).
c. Kitab al-Ta‟rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa
Ghorban atau disebut al-Ta‟rif, dan oleh orang-orang Barat
disebut dengan Autobiografi, merupakan bagian terakhir
dari kitab al-„Ibar yang berisi tentang beberapa bab
mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis
autobiografinya secara sistematis dengan menggunakan
metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling
berhubungan antara satu dengan yang lain.
3. Pendidikan Islam dalam Pendekatan Antropologi
Tugas utama antropologi adalah studi tentang manusia adalah
untuk memungkinkan kita memahami diri kita dengan memahami
kebudayaan lain. Antropologi menyadarkan kita tentang kesatuan
manusia secara esensial, dan karenannya membuat kita saling
menghargai satu sama lainnya. Pendekatan antropologis dalam
memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami
agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama nampak
akrab dan dekat dengan masalah-masalah manusia dan berupaya
menjelaskan dan memberikan jawabannya.
Pendekatan antropologis adalah sudut pandang atau cara melihat
(paradigma) memperlakukan sesuatu gejala yang menjadi perhatian
dengan menggunakan kebudayaan dari gejala yang dikaji tersebut
sebagai acuan dalam melihat, memperlakukan dan menelitinya.
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan
sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud
praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat dengan
masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan
memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang
digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah
digunakan pula untuk memahami agama.15
Antropologi adalah suatu ilmu yang memahami sifat-sifat semua
jenis manusia secara lebih komprehensif (Williiam A. Haviland, terj.
RG Soekarjo). Antropologi pertama kali dipergunakan oleh kaum
Misionaris dalam rangka penyebaran agama Nasrani dan bersamaan
dengan itu pula berlangsung sistem penjajahan terhadap negara-negara
di luar Eropa. Pada era dewasa ini, antropologi dipergunakan sebagai
suatu hal untuk kepentingan kemanusiaan yang lebih luas. Dengan
demikian, kajian materi antropologi pendidikan, bukan bertujuan
menghasilkan ahli-ahli antropologi melainkan menambah wawasan
ilmu pengetahuan tentang pendidikan melalui perspektif antropologi.
Meskipun berkemungkinan ada yang menjadi antropolog pendidikan
setelah memperoleh wawasan pengetahuan dari mengkaji antropologi
pendidikan. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kedudukan
antropologi pendidikan sebagai sebuah disiplin studi yang tergolong
baru di tambah kata “Islam” sehingga menjadi “antropologi pendidikan
Islam”. Hal ini telah menjadi sorotan para ahli pendidikan Islam, bahwa
hal tersebut merupakan suatu langkah yang ada relevansinya dengan

Dimyati Huda, “Pendekatan Antropologis dalam Studi Islam”. Jurnal Didaktika Religia. Vol 4,
15

No.4 (2016), h.142.


isu-isu Islamisasi ilmu pengetahuan.4 Dengan pola itu, maka
antropologi pendidikan Islam tentunya harus dikategorikan “sama”
dengan ekonomi Islam. Artinya bagaimana bangunan keilmuan yang
ditonjolkan dalam ekonomi Islam muncul juga dalam antropologi
pendidikan Islam, sehingga muncul pula kaidah-kaidah keilmiahannya
yang bersumber dari kitab suci Al-Qur‟an dan dari As Sunah. Seperti
dalam ekonomi Islam (juga Hukum Islam) yang sejak awal
pertumbuhannya telah diberi contoh oleh Nabi Muhammad dan
diteruskan oleh para sahabat. Maka antropologi pendidikan Islam,
kaidah-kaidah keilmiahannya harus juga bersumber atau didasarkan
pada Al-Qur‟an dan As Sunah. Akan tetapi dalam sejarah kebudayaan
Islam belum ada pengakuan terhadap tokoh-tokoh atau pelopor
antropologi yang diakui dari zaman Nabi Muhammad atau sesudahnya.
Pendidikan Agama Islam arahnya dari atas ke bawah, artinya sesuatu
yang dilakukan berupa upaya agar wahyu dan ajaran Islam dapat
dijadikan pandangan hidup anak didik (manusia). Sedangkan
antropologi pendidikan Islam dari bawah ke atas, mempunyai sesuatu
yang diupayakan dalam mendidik anak, agar anak dapat membangun
pandangan hidup berdasarkan pengalaman agamanya bagi
kemampuannya untuk menghadapi lingkungan.16

16
Shomad, Abd. Selayang Pandang Tentang Antropologi Pendidikan Islam, dalam www.uin-
suka.info/ejurnal/selayang_pandang_tentang_antropologipendidikan_islam
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
multidisipliner berarti kerjasama antara ilmu pengetahuan yang masing-
masing tetap berdiri sendiri dan dengan metode sendirisendiri.17 Disebut juga
bahwa multidisipliner adalah interkoneksi antar satu ilmu dengan ilmu lain
namun masing-masing bekerja berdasar kan disiplin dan metode masing-
masing.18Dari beberapa penjelasan di atas mengenai pendekatan penulis dapat
menyimpulkan bahwa yang dimaksud multidisipliner adalah penggabungan
beberapa disiplin untuk bersama-sama mengatasi masalah tertentu.
Sebelum membahas lebih detail tentang pendidikan Islam dalam
pendekatan multidisipliner yaitu dari pendekatan historis (sejarah),
antropologi, dan sosiologi. Dengan pendefinisian tersebut akan tercipta
satu konsepsi dan persepsi tentang pendidikan dan pendidikan Islam yang
intepretable, karena tergantung penekanan pendefinisiannya. Hal pertama
dilakukan dalam memberi definisi tersebut adalah memaparkan definisi
dari tokoh-tokoh yang selanjutnya penulis menyimpulkan pendapat para
tokoh tersebut untuk mendapatkan definisi dari pendidikan Islam sebagai
tema sentral dari pembahasan ini.19

17
A.G.M. Van Melsen, Ilmu Pengatahuan, hlm. 59
18
Kaelan, Metode Penelitian Agama, hlm. 19-20.
19
Tabrani ZA,islamic studies dalam pemdekatan multidisipliner, vol.ii,no.02,may2014;jurnal
ilmiah peruadeum
DAFTAR PUSTAKA

A.G.M. Van Melsen, 1985, Ilmu Pengatahuan dan Tanggung Jawab Kita, terj. K.
Bertens. Jakarta: Gramedia,.

Azra, Azyumardi (2002), Pendidikan Islam: Tradisi Dan Modernisasi Menuju


Milenium Baru, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.

Enan, Muhammad Abdullah (1999). Ibnu Khaldun: His Life and Work. Peterj:
Muhammad Qodari Arif, Jakarta: Kencana.

Huda, Nor (2007). Islam Nusantara: Sejarah Intelektual Islam di Indonesia,


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Juwariyah (2004). Ibnu Khaldun Dan Pemikirannya Tentang Filsafat Pendidikan.


Skripsi Tidak Diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner. Yogyakarta:


Paradigma, 2010.

Nasution Khoirudin, 2016, Pengantar Studi Islam, Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada.

Saiful (1999), Tujuan Pendidikan Islam: Tinjauan Kritis Atas Pemikiran


Muhammad „Athiyah Al-Abrasyi, (Laporan Penelitian), STAIN Jember.

Tabrani ZA, Islamic Studies Dalam Pemdekatan Multidisipliner, Vol. II, No. 02,
may 2014: Jurnal Ilmiah Peruadeum

Yudha Bahkti Ardhiwisastra, 2000, Penafsiran dan Konstruksi Hukum.(Bandung:


Alumni,), hlm. 12.

Kuntowijoyo (1995). Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang


Budaya.

Baali, Fuad dan Ali Wardi (1999). Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam.
Peterj: Osman Ralibi, Jakarta: Pustaka Firdaus.
Shomad, Abd. Selayang Pandang Tentang Antropologi Pendidikan Islam, dalam
www.uin-
suka.info/ejurnal/selayang_pandang_tentang_antropologipendidikan_islam

Dimyati Huda, “Pendekatan Antropologis dalam Studi Islam”. Jurnal Didaktika


Religia. Vol 4, No.4 (2016), h.142.

Anda mungkin juga menyukai