Anda di halaman 1dari 10

Tipologi Budaya Penginyongan dalam Religi, Tradisi dan Seni

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam Dan Lokal
Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

Kelompok 10
1. Muhammad Nuh Hilal Khamdi (224110203060)
2. Muhammad Dicky Maulana (224110203062)
3. Alverani Isna (22411020306)
4.
PROGRAM STUDI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt karena atas limpahan karunia, rahmat,
dan hidayah-Nya yang berupa kesehatan, sehingga makalah yang berjudul “Pengantar Akidah
Akhlak” dapat terselesaikan. Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok matakuliah akidah
akhlaq, kami berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan
maupun segi penyusunan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangunkan, kami
terima dengan senang hati demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi para pembacanya, atas perhatian dan kesempatan yang diberikan
untuk membuat makalah ini kami ucapkan terimakasih.

Purwokerto 15 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
SAMPUL ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................. 1
C. Tujuan...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 3
A. Pengertian Penginyongan
B. Pengenyingan dakam Religi
C. Penginyongan dalam Tradisi……………………………………
D. Pengenyingoan dalam Seni

BAB III PENUTUP........................................................................................


A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada prinsipnya kebudayaan Banyumas merupakan bagian tak terpisahkan dari


kebudayaan Jawa, namun dikarenakan kondisi dan letek geografis yang jauh dari pusat
kekuasaan keraton. Dengan demikian latar belakang kehidupan dan pandangan
masyarakat Banyumas sangat dijiwai oleh semangat kerakyatan yang mengakibatkan
pada berbagai sisi budaya Banyumas dapat dibedakan dari budaya Jawa (kearaton). Jiwa
dan semangat kerakyatan kebudayaan Banyumas telah membawanya pada penampilan
(perilaku) yang jika dilihat dari kacamata budaya keraton terkesan kasar dan rendah.
Kebudayaan Banyumas berlangsung dalam pola kesederhanaan, yang dilandasi
semangat kerakyatan, cablaka (transparancy) explosure (terbuka) dan dibangun dari
kehidupan masyarakat yang berpola kehidupan tradisional-agraris. Kecenderungan
demikian karena disebabkan wilayah Banyumas merupakan wilayah pinggiran dari kerajaan-
kerajan besar (Jogyakarta, Surakarta). Hal demikian mengakibatkan
perkembangan kebudayaannya secara umum berlangsung lebih lambat dibanding dengan
kebudayaan negarigung keraton.
Bahasa penginyongan dari kata Inyong (saya) merupakan bahasa ibu asli Jawa
Banyumasan. Penggunaan bahasa ibu memang sangat penting bagi masyarakat daerah, sebab
menunjukkan suatu ciri khas tersendiri dari budaya daerah tersebut. Dimulai dari kebiasaan
sehari-hari mengenal budaya termasuk dalam berbahasa ini merupakan tanggungjawab
masyarakat dan generasi muda sebagai pewaris budaya dan kebudayaan sangat penting untuk
mempertahankan penggunaan bahasa ibu. Bahasa ibu merupakan aset yang melekat pada setiap
daerah, sehingga penggunaan bahasa ibu dianggap memiliki peran penting. Sekarang ini
penggunaan bahasa dialek Banyumasan khususnya sudah mulai luntur penggunaannya, dan tentu
saja ini menjadi tugas generasi penerus untuk terus memakai dan melestarikan bahasa ibunya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Penginyongan?
2. Apa Tradisi dan Seni penginyongan?

C. TUJUAN
1. Memahami pengertian penginyongan
2. Memahami Tradisi dan Seni penginyongan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penginyongan

Penginyongan adalah sebuah istilah / kata yang umumnya di gunakan oleh orang
Banyumas dalam keseharian untuk menceritakan atau menggambarkan tentang dirinya.
Kata ini memiliki dasar inyong yang berarti saya atau aku. Penginyoongan sendiri
mempresentasikan orang-orang atau bahasa atau budaya yang berasal dari wilayah
Banyumas.

Orang-orang Banyumas yang berada di perantauan rajin membentuk paguyuban-


paguyuban Banyumasan dan kata penginyongan biasanya di pakai sebagai salah satu
identitas paguyuban-paguyuban tersebut. Dengan kretiria itu maka yang disebut wong
Banyumas itu bukanlah yang hanya orang-orang yang kini tinggal menetap menjadi
penduduk di wilayah Banyumas bekas Karisidenan Bnyumas ( empat wilayah kabupaten
Banyumas: Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara dan Cilacap) saja.

Kebudayaan Banyumas berlangsung dalam pola kesederhanaan, yang di landasi


semangat kerakyatan, cablaka (transparency) explosure (terbuka) dan di bangun
darikehidupan masyarakat yang berpola demikian karena di sebabkan wilayah
kehidupan tradisional-agraris. Kecenderungan demikian karena di sebabkan wilayah
Bnyumas merupakan wilayah pinggir dari kerajaan-kerajaan besar (jogja, Surakarta).
orang Jawa memiliki pandangan yang sudah pasti mengenai kebudayaan Banyumas selain
memiliki bentuk-bentuk organisasi sosial kuna yang khas, juga memiliki logat Banyumas yang
berbeda (Koentjaraningrat, 1994:25).

B. Penginyongan dalam Religi


Kehidupan Religi Agama adalah merupakan unsur yang paling penting di dalam
kehidupan manusia untuk membentuk jati diri sipemeluknya. Masyarakat di wilayah Kabupaten
Banyumas secara mayoritas memeluk agama Islam, dan selebihnya beragama Kristen, Budha,
dan Hindu. Hal ini bisa dilihat dari sarana peribadatan yang ada. Data dari kantor agama
Kabupaten Banyumas tahun 2003, yang tercatat, seperti Masjid sebanyak 1.385, Musholla 302,
Langgar 5.087, Gereja Katholik 11, Gereja Kristen 85, Vihara 17, dan Pura 3. Semua tempat
peribadatan tersebut tersebar di 29 wilayah kecamatan, yang masing-masing kecamatan
jumlahnya tidak sama.
Namun demikian, kegiatan religi yang dilakukan masyarakat Banyumas masih
memadukan budaya yang sudah dimiliki sebelumnya dimana dapat dikategorikan sebagai wujud
sinkretisme. Sinkretisme adalah pencampuran antara Islam dengan unsur-unsur lokal (Ulil
Abshar Abdalla, 2002:458). Hal ini sependapat dengan Ahimsa Putra (2001:355), bahwa
sinkretisme pada prinsipnya merupakan hasil yang dicapai dari proses untuk mengolah,
menyatukan, mengkombinasikan dan menyelaraskan dua sistem atau lebih, yang berlainan atau
bahkan berlawanan sehingga terbentuk sistem prinsip baru dan menjadikan berbeda dengan
prinsip sebelumnya.
Dalam kehidupan sosial, masyarakat Banyumas akrab sekali dengan foklor yang sangat
dipengaruhi oleh ajaran animisme-dinamisme dan perkembangan Islam abangan. Kepercayaan
terhadap takhayul, kekuatan-kekuatan supranatural yang melingkupi hidup manusia dan
kepercayaan tentang ketuhanan menggambarkan pencampuran antara sistem kepercayaan dan
ajaran agama. Contoh konkrit yang dapat dijumpai dalam mantramantra tradisional. Seorang
berjalan ditempat-tempat yang angker pada tengah hari atau sendekala, akan mengucapkan
mantra tradisional “humilah millahum mbah putune bade/ajeng liwat”, “cempe-cempe
undangena barat gedhe tek upahi jangan tempe”.

C. Penginyongan dalan Tradisi


1. Slametan
Bagi orang jawa, slametan yang di laksanakan secara turun menurun, ada;ah
sebuah proses mistik, yang mana merupakan tahap awal dari proses dalam pencarian
keselamatan(slamet), yang kemudian di ikuti pleh mayoritas orang Jawa untuk menuju
tahap yang paling akhir, kesatuan kepada Tuhan.
Slametan merupakan bentuk penerapan sosio-religius orang jawa, praktek
perjamuan yang dilaksanakan bersama-sama dengan para tetangga, sanak keluarga,
temen dan sahabat. Biasanya manusia Jawa sangat menganggap penting tiga hal di bawah
ini:
1. Saat kelahiran
2. Saat perkawinan
3. Saat kematian

Slametan yang di laksanakan biasanya berkaitan dengan tata ucapan dari tiga hal atau
fase di atas. Dapat dikatakan bahwa tradisi Slametan adalah hal yang perlu dilakukan
untuk bersedekah dan dapat di gunakan sebagai simbolis penolak bala bagi keluarga yang
mengadakan Salametan.

2. Tradisi Mitoni ( Tujuh Bulanan)


Dlam tradisi Jawa, mitoni merupakaj rangkaian upacara siklus hidupyang sampai
saat ini masih dilakukan oleh sebagiaan masyarakat Jawa. Upacara mitoni ininmeruoakan
suatu adat kebiasaan atau suatu upacara yang di lakukan pada bulan ke-7 masa kehamilan
pertama seorang perempuan dengan tujuan agar embrio dalam kandungan dan ibu yang
mengandung senantiasa memperoleh keselamatan.
Selain itu, tedapat suatu aspek solidaritas primordial terutama adalah adat istiadat yang
secara turun menurun dilesta kelompok sosialnya. Mengabaikan adat istiadat akan
mengakibatkan celaan dan nama buruk bagi keluarga yang bersangkutan dimata
kelompok social masyarakatnya.

C. Tradisi Seni Penginyongan


Di daerah Banyumasan terdapat berbagai kesenian yang sejak lama tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat. Pertumbuhanaya mengalami pasang surut
sesuai perkembangan zaman. Faktor politik, agama, teknologi, budaya dan lain-lainsangat
memepengaruhi gelombang perkembanganya di antaranya:
1. Jemblung atau Dhalamg Jemblung
Jemblung atau lebih di kenal dengan istilah Dhalang Jemblung adalah salah satu
kesenian rakyat Banyumas yang mengendalikan kemahiran berturut.
2. Dagelan Bnyumasan
Dagelan Banyumasan adalah suatu kesenian lawak yang menggunakan dialek dan
gaya Banyumasaan. Dagelan tidak selalu merupakan kesenian yang berdiri sendiri, tetapi
bisa juga muncul pada berbagai kesenian sebagai selingan. Seperti Dagelan yang
dibawakan oleh seorang dhalang jemblung atau dhalang wayang kulit. Atau juga
pertunjukan kesenian begalan.
3. Begalan
Begalan adalah suatu jenis kesenian yang merupakan bagian upacara adat
perkawinan di daerah Banyumas. Upacara perkawinan yang di sertai begalan biasanya
dilakukan apabila pasangan pengantin terdiri dari anak bungsu dan anak sulung,
terutama kalua yang bungsu atau sulung dari pihak perempuan. Begalan berasal dari kata
begal dan akhiran an, artinya perampasan atau perampokan di tengah jalan.Jadi kesenian
begalan adalah suatu adegan yang menggambarkan seorang yang sedang membawa
barang-barang kebutuhan hidup dirampas di tengah jalan. Dengan iringan gendhing-
gendhing Banyumasan mereka melakukan dialog-dialog yang cukup seru dan penuh
banyolan, sindiran (kritik) dan nasehat-nasehat.
4. Lenger Calung
Calung atau lengger Calung adalah suatu tarian-tarian gambyong yang diiringi
gamelan Banyumasan. Karena itu ada penyebutanya Gambyong Banyumasan. Tarian ini
mempunyai dasar tari bedhaya serimpi yang diramu dengan tari golek dan iringan lagu
Banyumasan. Gerrak tarinya tampak jauh lebih lincah. Grup lengger calung ini
berkembang di empat kabupaten di bekas Karisidenan Banyumas.
5. Gending Banyumasan
Pada tahun-tahun belakangan ini gendhing-gendhing Banyumasan di gemari lagi
oleh masyarakat Banyumas. Baik yang ada di daerah Banyumas sendiri atay yang di
perantauan. Bahkan lagi masyarakat perantauaan terdengarnya alunan gending
Banyumas merupakan pembuluh rindu ataupun obat Pelepas Lelah.

Anda mungkin juga menyukai