(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah Hadits Tarbawi)
Disusun oleh:
Kelompok 10
2020 M/1442 H
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah milik Allah SWT, Tuhan semesta alam Yang
Maha Luas Ilmu-Nya, karena dengan Rahmat-Nya penulisan makalah yang
berjudul “Etika dan Metode Belajar” ini dapat berjalan lancar.
Makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
melaksanakan tugas Hadits Tarbawi. Banyak pihak yang telah memberi
bantuan, dorongan dan motivasi selama proses penyusunan makalah ini
berlangsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini pemakalah mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan membantu sehingga
makalah ini bisa selesai dengan baik.
Pemakalah menyadari sepenuhnya akan segala keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan yang pemakalah miliki, sehingga dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan hasilnya masih jauh dari
kesempurnaan, namun demikian pemakalah telah berusaha maksimal agar
mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan kemampuan yang penulis
miliki.
Semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan, diganti dengan
kebaikan yang jauh lebih besar dari Allah SWT. Akhir kata, semoga
penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya, dan
bagi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................4
C. Belajar Bersama.......................................................................................15
D. Tekun Belajar...........................................................................................20
A. Simpulan..................................................................................................24
B. Saran……………………………........………………………………….25
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pekerjaan mencari ilmu adalah pekerjaan mulia. Karena kemuliaannya
orang yang menuntut ilmu diangkat derajatnya oleh Allah SWI sebagaimana
firman-Nya dalam QS. al-Mujaadilah (58): 11, Allah menjanjikan beberapa
derajat yang tinggi bagi mereka yang berilmu dan beriman baik di dunia
maupun di akhirat. Ayat di atas menjelaskan bahwa ilmu yang terangkat
derajatnya adalah ilmu yang disertai iman atau iman yang disertai ilmu, IImu
yang dapat memperkuat keimanan atau iman yang diperkuat dengan keilmuan.
Untuk memperoleh ilmu yang disertai iman yang tinggi itu perlu diusahakan
sejak dini dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SW'T baik melalui
etika yang baik, maupun melalui moral, perilaku, perbuatan, dan ucapan yang
baik pula. Etika itu baik berhubungan dengan Allah maupun 1 berhubungan
dengan yang terkait dengan ilmu seperti guru, buku, dan ilmu itu sendiri.
1
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi Hadis-hadis Pendidikan, (Jakarta: Penada Media Group,
2012), h. 296.
al- Tha’alum karya al-Zarnujiy, kitab Ihya Ulum al-Din karya al- Ghazaliy
dan lain-lain.
B. Rumusan Masalah
Didalam pembuatan makalah ini ada permasalah yang akan ditinjau
dan dijadikan bahan penerangan dalam makalah ini, yaitu:
1. Kosakata
2. Terjemahan
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Ketika turun kepada Rasulullah SAW ayat Al-
Qur’an (al Baqarah (2): 284). Kepunyaan Allahlah segala apa yang ada di
langit dan apa yang ada di Bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di
dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya,niscaya Allah akan membuat
perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Para sahabat merasa
sangat cemas karenanya. Maka mereka pergi menghadap kepada Rasulullah
SAW kemudian berlutut dihadapan beliau seraya berkata: “Iya Rasulullah,
kami telah dibebani tugas tugas yang kami mampu melaksanakannya, yaitu
shalat, puasa, jihad, dan sedekah(zakat).” Lalu ayat ini diturunkan kepada
engkau, sedangkan kami tidak mampu melaksanakannya”. RasulullahSAW
bersabda :”Apakah kamu ingin berkata seperti yang dikatakan dua ahli kitab
sebelum kamu (Yahudi dan Nasrani) yaitu perkataan : Kami mendengar dan
kami durhaka (tidak taat)? Akan tetapi katakanlah: Kami mendengar dan kami
taat, ampunilah dosa kami wahai Tuhan kami dan kepada engkaulah tempat
kembali kami”. Setelah mereka membacanya, mulut mereka tidak berbicara
apa apa lagi. Lalu Allah menurunkan ayat berikutnya al Baqarah(2): 285:
Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari
tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.., “Ampunilah kami ya
Tuhan kami dan kepada engkaulah tempat kembali”.
Setelah mereka melakukannya, Allah menasakh (menghapus hukum) ayat
tersebut dengan menurunkan ayat (al Baqarah (2): 286): “Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa ): “Ya Tuhan kami, janganlah
engkau hokum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Allah menjawab:
”Ya”. Ya Tuhan kami, janganlah engkau bebankan kepada kami beban yang
berat sebagaimana engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum
kami”. Allah menjawab : “Ya”:”Ya Tuhan kami janganlah engkau pikulkan
kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami,
ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. Allah menjawab: “Ya”. (HR.
Muslim).
Untuk lebih mudah memahami Hadis yang panjang di atas berikut ini
dipaparkan secara kronologis yang merupakan tahapan kepatuhan para sa
habat dalam mengamalkan wahyu ter utama ayat tersebut:
Para sahabat adalah generasi yang paling patuh kepada Rasu diantara
sekian banyak generasi yang ada. Apa pun perintah dan larangan yang datang
dari Allah dan Rasul-Nya mereka siap melaksanakan. Suatu contoh ketika
datang ayat Al- Qur 'an al-Maaidah (5) : 90 tentang keharaman minuman keras
(al-Khamr) dalam banyak riwayat Imam Ahmad yang disebutkan dalam tafsir
Ibn Katsir. Di antara sahabat ada yang sedang berjualan minuman keras begitu
sampai informasi tentang keharaman khamr, langsung khamr dituang dan
dibuang. Di antara mereka ada yang sedang minum khamr begitu sampai
informasi tentang keharamannya lansung dimuntahkan dari mulutnya dan
seterusnya. Begitu kepatuhan para saha bat terhadap segala wahyu yang
datang dan Allah dan Rasul-Nya, Begitu kepatuhan mereka sangat tinggi
kepada Allah dan Rasul-Nya.
Para sahabat merasa keberatan ketika turun QS. Al Baqarah (2): 284
yang menjelaskan bahwa Allah akan memperhitungkan segala ucapan
manusia termasuk yang masih tersembunyi dalam hati. Mereka menghadap
Nabi duduk berlutut untuk menyampaikan ketidaksanggupan karena hanya
Rasul yang bisa memecahkan persoalan tersebut.
Sikap para sahabat yang merasa keberatan turunnya ayat 284 surat al-
Bagarah ditanggapi Nabi dengan sabdanya: "Apakah kalian akan berkata
seperti apa yang dikatakan dua ahli kitab sebelum kalian yakni Yahudi dan
Nasrani?" Orang-orang Yahudi dan Nasrani Ketika datang perintah dari
Tuhannya mereka berkata: "Kami mendengar dan kamti tidak patuh".
Akan tetapi katakanlah: - "Kami mendengar dan kami taat'. Lantas
mereka segera mengatakannya.
ُون َ ِين إِ َذا ُدعُوا إِلَى هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه لِ َيحْ ُك َم َب ْي َن ُه ْم أَنْ َيقُولُوا َسمِعْ َنا َوأَ َطعْ َنا ۚ َوأُو ٰلَ ِئ
َ ك ُه ُم ْال ُم ْفلِح َ ان َق ْو َل ْالم ُْؤ ِمن
َ إِ َّن َما َك
Setelah ayat diatas sudah dibaca dengan lancer sudah tidak dirasa berat
maka turunlah ayat berikutnya QS al Baqarah ayat 285 yang menjelaskan
keadaan orang orang yang beriman adalah yang mengimani Allah, malaikat,
para rasul dan kitab-kitab suci.
َوا َّتقُوا هَّللا َ ۖ َوي َُعلِّ ُم ُك ُم هَّللا ُ ۗ َوهَّللا ُ ِب ُك ِّل َشيْ ٍء َعلِي ٌم
Dan takwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.
Ilmu ini juga disebut ilmu laduni sebagaimana hrman-Nya QS. al-Kahfi
(18):65:
َو َعلَّمْ َناهُ مِنْ لَ ُد َّنا عِ ْلمًا
Dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
Syair al-Syaf'i di atas juga dikutip oleh al-Zarnujiy dalam kitab Ta’lim
al-Muta’alim.4 Hal ini menunjukkan adanya kesamaan antara pemikiran al-
Syaf'i, Muhammad Ali al- Shabuni dan al-Zarnujiy tentang perlunya
pendekatan kepada Allah bagi para penuntut ilmu atau para santri untuk
memperoleh ilmu yang bermanfaat.
1. Kosakata
2. Terjemahan
“Dari Ubai bin Ka’ab berkata: Rasulullah SAW telah membacakan kepadaku
suatu surat. Kemudian ketika aku duduk di masjid dan mendengarnya seorang
laki-laki membacanya berbeda dengan bacaanku, maka aku katakana
kepadanya: Siapa yang mengajarkan engkau surat ini? Ia menjawab:
“Rasulullah SAW” Aku berkata: Kalau begitu jangan berbeda dengan
bacaanku, sehingga kami dating kepada Rasulullah. Aku dating dan bertanya:
Ya Rasulullah! Orang ini berbeda bacaannya dengan bacaanku pada surat
yang engkau ajarkan kepadaku. Maka Rasul bersabda: “Hai Ubai baca!” Aku
pun membacanya. Beliau memujiku: “Bagus kamu” Kemudian beliau
bersabda kepada seorang laki-laki tersebut: “Baca!” Ia membaca yang berbeda
dengan bacaanku. Beliau juga memujinya: “Bagus kamu” Kemudian beliau
bersabda: “Hai Ubai! Sesungguhnya Al-Quran diturunkan atas tujuh huruf
semuanya benar dan cukup.” (HR. an Nasa’i)5
5
HR. an-Nasa’I, kitab: al-Iftitah, Bab: Jami’ ma ja’a fi al-Qur’an, nomor hadits 931.
kepada Nabi. Demikian juga ketika mereka tidak paham sesuatu agama, atau
mengalami kesulitan memahami wahyu dan lain-lain.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ubai bin Ka' ab ta, bahwa ia diajari
membaca Al-Qur'an oleh Nabi SAW. Ka' ab berkata:
Banyak sekali dalam Hadis yang menjelaskan bahwa para sahabat laki-
laki maupun perempuan jika menghadapi suatu masalah atau mereka tidak
mengetahuinya selalu bertanya dan bertanya. Adapun Hadis yang mencela
orang banyak pertanyaan karena tujuannya menyeleweng seperti yang terjadi
pada Bani Israil. Rasulullah SAW bersabda pada Hadis yang diriwayatkan
Abu Hurairah:
َفإِ َذا َن َه ْي ُت ُك ْم َعنْ َشىْ ٍء، اخ ِتالَف ِِه ْم َعلَى أَ ْن ِب َيائ ِِه ْم
ْ ان َق ْبلَ ُك ْم ِبس َُؤال ِِه ْم َو
َ ك َمنْ َك َ َ إِ َّن َما َهل، دَ عُونِى َما َت َر ْك ُت ُك ْم
َوإِ َذا أَ َمرْ ُت ُك ْم ِبأ َ ْم ٍر َفأْ ُتوا ِم ْن ُه َما اسْ َت َطعْ ُت ْم، َُفاجْ َت ِنبُوه
b. Menghargai perbedaan
6
Burhan al-Din l-Zarnujiy, Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum, Editor : Marwan Qabbaniy,
(Beirut: al-Maktab al-Islamiy, 1996), h. 96.
Setelah Ubai dan sahabatnya mendapat penjelasan dari Rasulullah
bahwa kedua bacaan yang berbeda itu benar semua. Bacaan Ubai benar dan
bacaan temannya juga benar. Mereka menerima dua kebenaran itu dan
memahami bahwa kebenaran itu tidak mesti satu, bisa jadi dua dan tiga, dan
seterusnya dalam masalah khilafiyah. Dengan demikian mereka tidak fanatik
dalam satu pendapat tetapi toleran dan menghargai pendapat lain itu, Mereka
menyadari bahwa perbedaan itu sebagai rahmat boleh memilih salah satunya
mana yang sesuai dengan kondisinya. Bahkan Rasulullah memperjelas
perbedaan itu dengan sabdanya:
"Hai Ubai! Sesungguhnya Al- Qur'an diturunkan atas tujuh huruf semuanya
benar dan cukup."
a. Tujuh bahasa Arab dalam satu makna. Tujuh itu Quraisy, Hudzayl, Tsaqif,
Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman.
b. Tujuh Bahasa Arab Al-Qur'an diturunkan.
c. Tujuh bentuk kata: amar (perintah), nahi (Jarangan), wa’ad (janji), wa'id
(ancaman), jadal (perdebatan), gashash (cerita), dan
matsal(perumpamaan),
d. Tujuh Perubahan yang diperselisihkan:
1) Perubahan kata benda dari mufrad (tunggal), tatsniyah (dua), jamak
(ban-yak), mudzakkar (Ik.) dan muannats (pr.).
2) Perubahan i rab; marfu', manshub, makhfudh, dan majrur.
3) Perubahan tashrif (perubahan kata); fi'il madhi (bentuk lampau), fi'il
muhari (bentuk sedang atau yang dihadapi), mashdar (kata benda), dan
lain-lain,
4) Perubahan mendahulukan dan mengakhirkan kata.
5) Perubahan baca karena penggantian huruf.
6) Perubahan menambah dan mengurang.
7) Perbedaan dialek baca tebal (tafkhim), tipis (tarqiq),izhar, idgham,
hamz, dan tashil.
e. Tujuh lambang kesempurnaan tidak perlu makna lain.
f. Tujuh qiraat yang disebut dengan qira'ah sab'ah.
7
Al-Sundiy, Sunan al-Nasa’iy bi Syarh al-Sundiy,h. 625.
satu kloter jemaah haji Bersama K.H. Idham Khalid. Ketika ditanya, beliau
menjawab hormat kepada Kiai dan seterusnya.
Hadis ini sekalipun tidak shahih dan tidak jelas kualitasnya, tetapi
maknanya sangat baik yakni menyadari perbedaan dan perbedaan itu tidak
menimbulkan fitnah justru sebagai rahmat, yakni kita boleh memilih salah
satu pendapat yang berbeda itu sesuai dengan kondisi yang ada.
C. Belajar Bersama
ُدAا َل اَل َي ْق ُعAAلَّ َم أَ َّن ُه َقA ِه َو َسAلَّى هللاُ َعلَ ْيAص َ ِّ ِهدَا َعلَى ال َّن ِبيAير َة َوأَ ِبي َسعِي ٍد ْال ُخ ْد ِريِّ أَ ْن ُه َما َش َ عن أَ ِبي ه َُر
ر ُه ْم هللاAَ Aكِي َن ُة َو َذ َكAالس َّ ت َعلَي ِْه ْم َ َق ْو ٌم َي ْذ ُكر
ْ َُون هللا َع َّز َو َج َّل إِاَّل َح َّف ْت ُه ْم ْال َماَل ِئ َك ُة َو َغشِ َي ْت ُه ْم الرَّ حْ َم ُة َو َن َزل
،هللا
ِ ابA َ Aُهللا َي ْتل
َ Aون ِك َتA ِ ت ِ وAAت مِنْ ُب ُي َ Aا اجْ َت َمAA َو َم: فِي َمنْ عِ ْن َدهُ (أخرجه مسلم) وفي رواية
ٍ و ٌم فِي َب ْيAْ Aع َقA
َ َو َذ َكA، ُةA َو َح َّف ْت ُه ُم ال َماَل ِئ َك، ُةAيت ُه ُم الرَّ حْ َمAكِي َن ُة َو َغ ِشAالس
ُر ُه ُم هللاA َّ ت َعلَي ِْه ُم َ إِاَّل َن،و َن ُة بينهمAَار ُس
ْ َزلA َ َو َي َتد
ُِف ْي َمنْ عِ ْن َده
1. Kosakata
a. َق ْو ٌم : kaum, orang banyak laki-laki maupun perempuan.
َ َي ْذ ُكر: mereka berdzikir, ingat kepada Allah.
b. ُون
c. َو َح َّف ْت ُه ُم: mereka dikepung.
d. َو َغشِ يت ُه ُم: mereka ditutup, diliputi.
e. ال َّسكِي َن ُة: ketenangan.
2. Terjemahan
Dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al- Khudriy r.a. bahwa mereka
menyaksikan Rasulullah SAW bersabda: “Tidak duduk suatu kaum berdzikir
kepada Allah melainkan mereka dikepung oleh para malaikat, maka diliputi
rahmat dan turunlah ketenangan atas mereka dan disebut-sebut didepan
malaikat yang berada di sisi-Nya.”(HR. Muslim), dalam satu riwayat (bagi
Muslim juga dari Abu Hurairah): “Tidak berkumpul suatu kaum di suatu
rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan
mempelajari antara mereka. Melainkan turun atas mereka ketenangan, diliputi
rahmat, dikepung malaikat, dan dan disebut-sebut di hadapan makhluk
(malaikat) di sisi-Nya.”
3. Syarah Hadits
Dua Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Sa' id al-
Khudriy dan Abu Hurairah pada Hadis pertama dan dari Abu Hurairah pada
Hadis kedua. Rasulullah SAW bersabda:
اَل َي ْق ُع ُد َق ْو ٌم
هللا
ِ ت ٍ َو َما اجْ َت َم َع َق ْو ٌم فِي َب ْي
ِ ت مِنْ ُبيُو
8
Zuhairini et al, Metodik Khusus Pendidikan Agama, cet. Ke-7, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981), h. 88-89.
"Tidak berkumpul suatu kaum di suatu rumah dari rumah-rumah Allah."
Kata "kaum” bentuk kata plural (isim jenis jamak) maknanya orang
banyak minimal tiga orang baik laki-laki atau perempuan. Mereka duduk
berkumpul di suatu rumah dari rumah-rumah Allah. Hadis ini menunjukkan
keutamaan zikir atau belajar bersama dengan cara duduk, karena dengan
duduk inilah akan mendapatkan kekhusyukan dalam berzikir dan
mendapatkan ketenangan dalam pembelajaran. Demikian juga tempat berzikir
afdhalnya di rumah Allah atau sesamanya seperti masjid, mushala, majelis
taklim, madrasah , dan pesantren, karena tempat-tempat ini memang dibangun
khusus untuk berzikur atau untuk belajar ilmu.
َ َي ْذ ُكر
ُون هللا َع َّز َو َج َّل
َ ْار ُس ُه القُر
)آن (أخرجه البخاري ِ َان َفيُد
َ ضَ َو َك َن َي ْل َقاهُ فِي ُك ِّل لَ ْيلَ ٍة مِنْ َر َم
“Jibril bertemu dengan Nabi pada setiap malam Ramadhan dan saling
mempelajari Al-Qur'an." (HR.al-Bukhari)
Hadis ini menyebutkan keutamaan orang yang berzikir dan belajar bersama :
b. Diliputi rahmat
c. Diturunkan ketenangan
1. Kondisi hati yang menenangkan. Hati tidak terkejut dan tidak down dan
tidak stres ketika ada terdengar ujian atau bencana menimpa kepadanya,
karena ia mengetahui bahwa segala kejadian yang terjadi adalah
kehendak dan ketentuan Allah, Hatinya tenang dan optimis untuk
mendapatkan janji pahala Allah besok di akhirat.
2. "Al-Sakinah" nama malaikat yang turun ke dalam hati mukmin
membawa kedamaian dan kebaikan.
3. Sakinah diartikan rahmat, ketenangan, ketenteraman, damai, dan lain-
lain. Maksud ketenangan hati karena menerima ketentuan Allah atau
takdir-Nya bukan tenang lawan bergerak yakni diam, tenang justru aktif
tidak pasif.
d. Disebut-sebut Allah
1. Kosakata
ِ ب القُرْ َء
a. ان ِ صا ِح
َ : Teman al-Qur’an atau pemiliknya disini dimaksudkan
pembaca, penghafal al-Qur’an.
b. َعا َه َد َعلَ ْي َها : berhati-hati,memerhatikan, dan merawat.
c. اإْل ِب ِل ْال ُم َع َّقلَ ِة : unta yang diikat dengan tali.
d. أَمْ َس َك َها : maksudnya dipegang dan terus-menerus dipegang.
e. أَ ْطلَ َق َها : melepaskannya, tidak mengikat.
2. Terjemahan
3. Syarah Hadits
ْ َوإِنْ أَ ْطلَ َق َها َذ َه َب، Aإِنْ َعا َهدَ َعلَ ْي َها أَمْ َس َك َها
ت
Demikian juga ilmu akan tahan jika ada talinya, bahkan Sebagian
ulama mengumpamakan ilmu seperti binatang buas sebagaimandisebutkan
dalam syair berikut:
َو َت َف ُّك َها َبي َْن ْال َخاَل ئِق َطالِ َق ْة# َفم َِن ْال ُح َما َق ِة اَنْ َتصِ يْدَ غَ َزالَ ًة
Ilmu itu bagaikan binatang buas sedang tulisan bagaikan talinya.
Ragam tali ilmu adakalanya dicatat di buku atau dicatat dalam hati,
dicatat dalam buku yakni ditulis, disimpan, didokumentasikan dan direkam.
Dari penjelasan Hadis di atas, bahwasanya ilmu itu akan senantiasa melekat
dan tidak akan hilang dari pemiliknya apabila sering diulang-ulang diamalkan
dan diajarkan kepada orang lain. Tetapi sebaliknya ilmu akan hilang dengan
sendirinya jika pemiliknya tidak pandai menjaga atau memeliharanya.
Rasulullah telah mengibaratkan A-Qur'an atau ilmu itu bagaikan binatang
buruan yang sulit didapat. Maka ketika mendapatkan binatang buruan
tersebut, hendaknya sang pemburu mengikat atau memasukkan buruannya ke
dalam sangkar agar tidak lepas. Begitu pun dengan ilmu, jika seseorang
mendapatkan ilmu maka hendaknya ditulis, dipahami, diingat-ingat,
diamalkan dan diajarkan kepada orang lain agar ilmu semakin melekat pada
dirinya dan tersebar ke seluruh manusia.
1) Taat beragama, yaitu taat kepada Allah dan Rasul-Nya melaksa perintah-
perintah dan menjauhi segala larangan-Nya yang disebut dengan takwa.
Sebagai anak didik hendaknya melatih dirinya kecil untuk patuh beragama
menjawab segala isi Al- Qur'an dan nah dengan ucapan dan perbuatannya:
“Kami mendeng kami taat, sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat
Ketika mendengar wahyu disampaikan Rasul. IImu datangnya dari Allah
diberikan kepada orang yang patuh kepada-Nya."
2) Banyak bertanya dan menghargai perbedaan. Para sahabat Ketika
menjumpai suatu masalah langsung bertanya kepada Rasulullah SAW
dengan penuh kesopanan Rasulullah sebagai guru yang baik juga
membuka kesempatan tanya jawab kepada siapa saja yang menghadapi
suatu masalah termasuk menyelesaikan complain tentang perbedaan
bacaan Al-Qur'an antarpara sahabat. Rasulullah mengakomodasi dan
membenarkan perbedaan itu dengan jawaban yang bijak: "Sesungguhnya
Al- Qur'an diturunkan atas tujuh huruf semuanya benar dan cukup", Para
sahabat menerima dapat menghargai perbedaan tersebut.
3) Belajar bersama salah satu metode belajar yang diperintahkan baik dalam
membaca Al-Qur'an maupun kajian isi kandungannya. Belajar bersama
mempermudah belajar karena ada unsur tukar pikiran (take and give),
diskusi, mudzakarah dan musyawarah. Banyak keuntungannya di
antaranya turunnya rahmat dari Allah SWT, mendapatkan sakinah dan
dibanggakan di hadapan para malaikat.
4) Tekun atau sungguh-sungguh belajar, tidak boleh mengabaikan ilmu
sedikit pun baik setelah didapat. Memelihara IImu bagaikan memelihara
unta, unta perlu dikat dan diperhatikan jika tidak ia cepat lari,
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hadits Tarbawi. Semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca. Makalah ini
kami buat dengan segenap hati agar para pembaca bisa mengerti dan paham
atas yang kami sampaikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kesalahan,
baik dari segi tulisan maupun pembahasan. Oleh karena itu, kami meminta
saran dan kritik agar bisa memotivasi kami dalam pembuatan makalah
selanjutnya agar bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini. et al. 1981. Metodik Khusu Pendidikan Agama. Cet. ke-7. Malang:
Biro Ilmiah FakultaS Tarbi-yah IAIN Sunan Ampel.