Anda di halaman 1dari 28

ETIKA DAN METODE BELAJAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Hadits Tarbawi


Dosen pengampu:
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.

Disusun oleh:
Kelompok 10

Muzayanah 11150110000088
Khoerullutfi Yanti 11190110000059
Ilham Ramadhan 11190110000101
Laela Septiana 11190110000048

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020 M/1442 H
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Faktor Hereditas dalam Psikologi Pendidikan

Kami ucapkan terimakasih kepada Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. selaku
dosen pengampu matakuliah Hadits Tarbaawi yang telah membimbing kami
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Semoga
makalah ini selain untuk memenuhi tugas yang diberikan kepada kami, juga dapat
menjadi pegangan pembaca. Kami juga berharap kepada pembaca agar tidak
terpaku pada makalah ini dengan mencari sumber yang lain untuk menambah
wawasan pembaca.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Terlepas dari semua itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu, segala saran dan kritik dari pembaca
kami butuhkan agar dapat memperbaiki makalah ini. kami berharap semoga
makalah tentang Hadits Etika dan Metode Belajar ini dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca.

Rumah masing-masing, 25 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................................
i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................


iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................


1

A. Latar Belakang ............................................................................................


1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................
2
C. Tujuan .........................................................................................................
2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................


3

A. Taat Kepada Allah dan Rasul ..................................................................... 3


B. Bertanya dan Menghargai Perbedaan ........................................................
10
C. Belajar Bersama ........................................................................................
14
D. Tekun Belajar ............................................................................................
18

BAB III PENUTUP .............................................................................................


23

iii
A. Kesimpulan ...............................................................................................
23
B. Saran ......................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................


25

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mencari ilmu adalah perjalanan mulia. Karena kemuliaan orang yang


menuntut ilmu diangkat derajaatnya oleh Allah SWT sebgaimana firman-
Nya dalam QS. al-Mujadilah (58): 11. Allah menjanjikan beberapa derajat
yang tinggi bagi mereka yang berilmu dan beriman baik di dunia maupun di
akhirat. Ayat di atas menjelaskan bahwa ilmu yang terangkat derajatnya
adalah ilmu yang disertai iman atau iman yang disertai ilmu.

Ilmu yang dapat memperkuat keimanan atau iman yang dapat


diperkuat dengan keilmuan. Untuk memperoleh ilmu yang disertai dengan
iman yang tinggi itu perlu diusahakan sejak dini dengan cara mendekatkan
diri kepada Allah SWT baik melalui etika yang baik, maupun melalui moral,
perilaku, perbuatan, dan ucapan yang baik pula..

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, etika adalah ilmu tentang


apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
1
(akhlak). Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama Islam yang
bertujuan menumbuhkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan
pengetahuan serta penghayatan peserta didik tentang agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang berkembang dalam hal keimanan dan
ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.2 Melihat hal ini, betapa pentingnya
etika belajar

1
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/etika diakses pada tanggal 22 Novemver 2020 pukul
20.42 WIB.
2
Abdul Majid dan Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; konsep dan
implementasi kurikulum 2004, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006) cet. Ke-3, hlm.135.

1
2

yang harus dimiliki peserta didik dan dalam makalah ini akan dibahas
bagaimana hadits-hadits yang berkaitan dengan etika belajar.

B. Rumusan Masalah
1. Seperti apa hadis tentang taat kepada Allah dan Rasul dan bagaimana
hubungan hadis tersebut dengan pendidikan modern, serta analisisnya
dengan paradigma modern?
2. Seperti apa hadis tentang bertanya dan menghargai perbedaan dan
bagaimana hubungan hadis tersebut dengan pendidikan modern, serta
analisisnya dengan paradigma modern?
3. Seperti apa hadis tentang belajar bersama dan bagaimana hubungan
hadis tersebut dengan pendidikan modern, serta analisisnya dengan
paradigma modern?
4. Seperti apa hadis tentang tekun belajar dan bagaimana hubungan hadis
tersebut dengan pendidikan modern, serta analisisnya dengan paradigma
modern?

C. Tujuan
1. Menjelaskan hadis tentang taat kepada Allah dan Rasul dan hubungan
hadis tersebut dengan pendidikan modern, serta analisisnya
menggunakan paradigma modern.
2. Menjelaskan hadis tentang bertanya dan menghargai perbedaan dan
hubungan hadis tersebut dengan pendidikan modern, serta analisisnya
menggunakan paradigma modern.
3. Menjelaskan hadis tentang belajar bersama dan hubungan hadis tersebut
dengan pendidikan modern, serta analisisnya menggunakan paradigma
modern.
4. Menjelaskan hadis tentang tekun belajar dan hubungan hadis tersebut
dengan pendidikan modern, serta analisisnya menggunakan paradigma
modern.
‫‪BAB II‬‬
‫‪PEMBAHASAN‬‬

‫‪A. Taat kepada Allah dan Rasul‬‬


‫‪1. Hadis terkait taat kepada Allah dan Rasul‬‬

‫ص‪G‬لّى هللاُ‬ ‫ت َعلَى رس‪GG‬و ِل هَّللا َ‬ ‫ال‪ :‬لَ َّما نَ‪GG‬زَ لَ ْ‬‫عَن أَبِي هريرةَ رضي هَّللا عنه قَ َ‬
‫ض َوإِ ْن تُبْ‪ُ GG‬دوا َم‪GG‬ا فِي‬ ‫ت َو َم‪GG‬ا فِي اأْل َرْ ِ‬ ‫اوا ِ‬ ‫وس‪GG‬لَّم‪{ :‬هَّلِل ِ َم‪GG‬ا فِي َّ‬
‫الس‪َ GG‬م َ‬ ‫َعلَيْ‪ِ GG‬ه َ‬
‫ب‬‫ص ‪G‬حا ِ‬ ‫ك َعلَى أَ ْ‬ ‫اس ْب ُك ْم بِ ِه هَّللا ُ} [البقرة‪ ]284 :‬ا ْشتَ َّد ذل ‪َ G‬‬ ‫أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَو تُ ْخفُوهُ ي َُح ِ‬
‫وس‪G‬لَّم ثُ َّم‬ ‫ص‪G‬لّى هللاُ َعلَيْ‪ِ G‬ه َ‬ ‫صلّى هللاُ َعلَ ْي ِه و َسلَّم فأَتوْ ا َر ُس‪G‬ول هَّللا َ‬ ‫َرسُول هَّللا َ‬
‫ق‪:‬‬ ‫‪G‬ول هَّللا ُكلِّفَنَ‪GG‬ا ِمنَ األَعم‪GG‬ا ِل َم‪GG‬ا نُ ِطي‪ُ G‬‬ ‫ب َر ُكوا َعلَى ال‪GG‬رُّ َكب فَق‪GG‬الُوا‪ :‬أَيْ رس‪َ G‬‬
‫ك هَ ‪ِ G‬ذ ِه اآليَ ‪G‬ةُ َوال‬ ‫‪G‬زلت عل ْي ‪َ G‬‬‫الص ‪G‬دقةَ َوقَ ‪َ G‬د أُ ْن‪ْ G‬‬ ‫الص ‪G‬يام َو َّ‬ ‫الص ‪G‬الَةَ َو ْال ِجه‪GG‬ا َد َو ِّ‬ ‫َّ‬
‫وس‪G‬لَّم‪ " :‬أَتُري ‪ُ G‬دونَ أَ ْن تَقُولُ‪GG‬وا َك َم‪GG‬ا‬ ‫صلّى هللاُ َعلَ ْي‪ِ G‬ه َ‬ ‫نُ ِطيقُهَا‪ .‬قا َل رسو ُل هَّللا َ‬
‫ال أَ ْه‪ُ G‬ل ْال ِكت‪GG‬ابَين ِم ْن قَبْل ُك ْم‪َ :‬س‪ِ G‬م ْعنَا َوعص‪GG‬ينَا بَ‪GG‬لْ قُول‪GG‬وا‪ :‬س‪ِ G‬معْنا َوأَطَ ْعنَ‪GG‬ا‬ ‫قَ َ‬
‫ت بِهَ‪GG‬ا أَ ْل ِس ‪G‬نتهُ ْم أَنَ‪GG‬ز َل‬ ‫مصي ُر "فَلَ َّما ا ْقت ََرأَهَا ْالقَو ُم َو َذلّ ْ‬ ‫ُغ ْفرانَك َربَّنَا َوإِلَ ْيكَ ْال ِ‬
‫هَّللا تَ َعالَى في إِ ْثرهَا‪{ :‬آ َمنَ ال َّرسُو ُل بِ َما أُ ْن ِز َل إِلَ ْي ِه ِم ْن َربِّ ِه َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ ُك‪ٌّ GG‬ل‬
‫ق بَ ْينَ أَ َح ٍد ِم ْن ُر ُسلِ ِه َوقَالُوا َس‪ِ G‬م ْعنَا‬ ‫آ َمنَ بِاهَّلل ِ َو َمالئِ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه ال نُفَ ِّر ُ‬
‫ك‬ ‫َوأَطَ ْعنَا ُغ ْف َرانَكَ َربَّنَا َوإِلَ ْي َ‬
‫مصي ُر‬‫}ال ِ‬ ‫ْ‬
‫فَلَ َّما فَ َعلُوا َذلِكَ نَ َسخَ هَا هللاُ تَ َعالَى فَأ َ ْن َز َل هللاُ َع َّز َو َج َّل {اَل يُ َكلِّ ُ‬
‫ف هللاُ نَ ْف ًس ‪G‬ا إِاَّل‬
‫ت َربَّنَ‪GG‬ا اَل تُؤَ ِخ‪ْ G‬ذنَا إِ ْن ن َِس ‪G‬ينَا أَوْ‬ ‫ت َو َعلَ ْيهَ‪GG‬ا َم‪GG‬ا ْكت ََس ‪G‬بَ ْ‬ ‫ُو ْس ‪َ G‬عهَا لَهَ‪GG‬ا َم‪GG‬ا َك َس ‪G‬بَ ْ‬
‫{ربَّنَا َواَل تَحْ ِملْ َعلَ ْينَا إصْ رًا َك َم‪GG‬ا َح َم ْلتَ ‪G‬هُ َعلَى الَّ ِذ ْينَ ِم ْن‬ ‫ال نَ َع ْم َ‬ ‫أَ ْخطَأْنَا} قَ َ‬
‫‪G‬ف َعنَّا‬ ‫{وا ْع‪ُ G‬‬ ‫{ربَّنَا َواَل تُ َح ِّم ْلنَا َما اَل طَقَ‪G‬ةَ لَنَ‪GG‬ا بِ‪ِ G‬ه} قَ‪GG‬ا َل نَ َع ْم َ‬ ‫قَ ْبلِنَا} قَا َل نَ َع ْم َ‬
‫ص‪G‬رْ نَا َعلَى ْالقَ‪GG‬وْ ِم ْال َك‪GG‬افِ ِر ْينَ } قَ‪GG‬ا َل نَ َع ْم‬ ‫َوا ْغفِرْ لَنَا َوارْ َح ْمنَا أَ ْنتَ َموْ اَل نَ‪GG‬ا فَا ْن ُ‬
‫(مسلم)‬

‫‪3‬‬
4

2. Terjemah hadis

Dari Abu Huarirah r.a berkata: Ketika turun kepada Rasulullah


SAW ayat Al-Qur’an (al-Baqarah (2) : 284): Kepunyaan Allahlah
segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika
kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunykannnya, niscaya Allah akan membuat perhitungan
dengan kamu tentang perbuatanmu itu.... Para sahabat merasa sangat
cemas karenanya. Maka mereka pergi menghadap kepada Rasulullah
SAW kemudian berlutut di hadapan Beliau seraya berkata: “Ya
Rasulullah kami telah dibebani tugas-tugas yang kami mampu
melaksankannya, yaitu shalat, puasa, jihad dan sedekah (zakat). Lalu
ayat ini diturunkan kepada engkau, sedangkan kami tidak mampu
melaksanakannya”. Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kamu ingin
berkata seperti yang dikatakan dua ahli kitab sebelum kamu (Yahudi
dan Nasrani) yaitu perrkataan: “Kami mendengar dan kami melanggar
dan kami durhaka (tidak taat)?”. Akan tetapi katakanlah: “Kami
mendengar dan kami taat, ampunilah dosa kami wahai Tuhan kami dan
Engkaulah tempat kembali kami”. Setelah mereka membacanya, mulut
mereka tidak beribicara apa-apa lagi. Lalu Allah menurunkan ayat
berikutnya al-Baqarah (2): 285: Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an
yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-
orang yang beriman..., “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali”.

Setelah mereka melakukannya, Allah menasakh (menghapus


hukum) ayat tersebut dengan menurunkan ayat (al-Baqarah (2): 286):
“Allah tidak membebani seorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yan
dikerjakannua. (mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau bersalah”. Allah menjawab: “Ya”. Ya
5

Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang


berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum
kami”. Allah menjawab: “Ya”. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri
maalah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
penolong kami, maka tolonglah kami terhadapa kaum yang kafir”.
Allah menjawab: “Ya”. (HR. Muslim)

3. Kosa kata (mufrodat)

a. ‫فا ْشتَ َّد‬ = Keberatan atau tidak mampu mengamalkan.


b. ‫ب َر ُكوا َعلَى الرُّ َكب‬ = Berdiri, duduk atau berdiam di atas lutut.
c. ‫ُكلِّفَنَا‬ = Kami dibebani
d. ‫ق‬ ُ ‫نُ ِطي‬ = Kami mampu.
e. ‫أَ ْه ُل ْال ِكتابَين‬ = Dua ahlli kitab yaitu Yahudi dan Nasrani.
f. ‫ا ْقتَ َرأَهَا = قَ َرأ‬ = Membaca.
g. ‫ت‬ ْ ّ‫َذل‬ = Terhina, lancar, dan mudah.
h. ْ َ
‫ = لسان ج أل ِسنَتُهُ ْم‬Lisan mereka, bacaan.
4. Hubungan hadis dengan pendidikan modern
Hadits di atas mengggambarkan bagimana kepatuhan para sahabat
kepada Allah dan Rasul-Nya ketika mendengar ayat-ayat Al-Qur’an
diturunkan kepada mereka atau ketika mendengar petunjuk-petunjuk dari
Rasul. Tetapi ketika turun ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2): 284 yang
menjelaskan bahwa Allah akan memperhitungkan (hisab amal) segala
ucapan manusia termasuk yang masih tersembunyi dalam hati mereka
merasa keberatan dan beterus terang kepada Nabi bahwa mereka tidak
mampu mengamalkan ayat tersebut. Hadits di atas menjelaskan ketaatan
para sahabat ketika turun wahyu dari Allah SWT dan sekaligus menjadi
Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) QS. A-Baqarah (2): 284-
286.
Berikut adalah paparan secara kronolgis yang merupakan tahapan
kepatuhan para sahabat dalam mengamlakan wahyu terutama ayat
tersebut:
6

a. Kepatuhan para sahabat


Para shabat adalah generasi paling patuh kepada Rasul. Apapun
perintah dan larangan yang datang dari Allah dan Rasul-Nya mereka siap
melaksanakan. Suatu contoh ketika datang ayat Al-Qur’an surat al-
Maidah (5): 90 tentang keharaman minuman keras (al-khamr) dalam
banyak riwayat Imam Ahmad yang disebutkan dalam tafsir Ibn Katsir, di
antara sahabat ada yang sedang minum minuman keras begitu sampai
informasi tentang keharamannya langsung dimuntahkan dari mulutnya
dan seterusnya. Begitu kepatuhan para sahabat terhadap segala wahyu
yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Begitu kepatuhan mereka sangat
tinggi kepada Allah dan Rasul-Nya.
b. Sikap keberatan sahabat terhadap ayat 284
Para sahabt merasa keberatan ketika turun ayat 284 surat al-
Baqarah. Mereka menghadap Nai duduk berlutu untuk menyampaikan isi
hatinya bahwa mereka tidak kuat atau keberatan mengamalkan ayat
tersebut. mereka mampu melakssanakan perintah-perintah lain seperti
shalat, puasa, jihad, dan sedekah, tetapi yang satu itu mereka tidak
mampu yakni perhitungan (hisab) kata hati atau yang terlintas dalam hati
dan belum dilakukan.
Duduk berlutut ini menurut Abu Abdillah al-Mazari dimaksudkan
untuk mencari kasih sayang. Dalam kondisi sulit dan menghadapi
persoalan yang memberatkan ini tentunya hanya Rasul yang bisa
memecahkan persoalan. Sikap sahabt ini tentunya sikap yang terbaik,
karena ketika menghadapi suatu persoalan atau kesulitan selalu
berkomunikasi dengan Nabi SAW dan mengatakan apa adanya secara
transparan.

c. Nabi SAW memantapkan keimanan mereka


Sikap para sahabat yang merasa keberatan turunnya ayat 284 surat
al-Baqarah ditanggapi Nabi dengan sabdanya: “Apakah kalian akan
7

berkata seperti apa yang dikatakan dua ahli kitab sebelum kalian yakni
Yahudi dan Nasarani?” orang-orang Yahudi dan Nasrani ketika datang

dari Tuhannya mereka berkata: ‫“ – َس ِم ْعنَا َوعصينَا‬Kami mendengar dan


kami tidak patuh”. Akan tetapi katakanlah: ‫ ِمعْنا َوأَطَ ْعنَا‬G‫“ – َس‬Kami
mendengar dan kami taat”. Lantas mereka segera mengatakannya.
Demikianlah petunjuk Rasulullah dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi para sahabat yang menekankan pada
kepatuhan terlebih dahulu yakni mendengar dan patuh. Kalau seseorang
itu dasarnya mau mendengar dan patuh apa pun yang disampaikan
kepadanya kiranya dapat diterima dan dilaksanakan. Berbeda dengan
orang yang tidak patuh hanya mendengar belaka dan tidak mematuhinya.
Inilah diantara ciri-ciri orang beriman sebagaimana imannya para sahabat
begitu mendengar perintah atau larangan dari Allah dan Nabi-Nya segera
mendengar, memerhatikan dan mematuhinya.
d. Nabi meringankan beban mereka
Setelah ayat di atas lancer dan dirasa sudah tidak dirasa berat maka
turunlah ayat berikutnya QS. al-Baqarah (2): 285 yang menjelaskan
keadaan orang-orang yang beriman adalah mengimani kepada Allah,
malaikat, para rasul dan kitab-kitab suci. Mereka berkata: “Kami
mendengar dan kami taat, ketika datang wahyu dari Allah SWT.
Setelah mereka melaksanakannya datanglah ayat berikutnya 286
yang menaskh (menghapus) apa yang mereka rasakan berat, bahwa Allah
membebani seseorang diluar kemampuan sebagai manusia, Allah juga
tidak mengambil tindakan perbuatan karena lupa atau bersalah, mereka
tidak dibebani suatu beban yang tidak ada kemampuan melaksanakannya.
Allah yang menciptakan manusia tentunya lebih mengetahui
kapasitas kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas dan beban
yang diberikannya. Demikian juga, Allah Maha Mengetahui esensi dan
segala hikmah yang terkandung dalam tugas-tugas tersebut. Karena
keimanan mereka mendorong ungkapan “kami mendengar dan kami
8

patuh”, inilah kemudian Allah dengan kasih sayang-Nya


menghapuskannya dengan ayat berikutnya tersebut yakni meringankan
beban yang semula dirasa berat. Ayat di atas sekalipun bentuknya berdoa
tetapi maknanya adalah menghapus tuntutan kata hati yang belum
direalisasikan dalam bentuk kerja nyata.
Demikian kepatuhan seseorang yang intinya bergantung kepada
keimanan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika seseorang
sungguh-sungguh beriman, maka menjadi kuat pula kepatuhannya,
demikian juga sebaliknya. Penanaman keimanan menjadi sangat penting
dalam kehidupan orang-orrang mukmin. Segala keraguan, keberatan dan
kemaslahatan dapat dibasmi dengan keimanan tersebut sehingga
terungkap dengan sendirinya kalimat: “Kami mendengar dan kami taat”.
Tidak seperti ungkapan orang-orang yang beriman: “Kami mendengar
dan kami duhaka”.3
Beberapa sifat kepribadian kesantrian dalam kitab Ta’lim sebagai
upaya atau model pembelajaran untuk mengimbangi model rasional
yakni model akhlak dan etika yang sesuai dengan kaidah ajaran Islam.
Penuntut ilmu hendaklah berusaha menanamkan cinta dan taat kepada
Allah, Rasul, ulama atau kyai dan guru. 4 Pentingnya mendekatakan diri
kepada Allah bagi penuntut ilmu untuk memperoleh kemanfaatan ilmu.
Hal ini juga sejalan dengan tugas bagi pendidik menurut Al-Ghazali
adalah mengikuti jejak Rasulullah dengan memberikan teladan bagi
peserta didik juga selalu berusaha mendekatakan peserta didikny kepada
Allah dan memberikan kasih sayang pada peseta didik.
5. Menganalisis kandungan hadis dengan paradigma modern
Imam ar-Razi berpendapat penggalan ayat 284 telah dihapus
(nasakh) oleh ayat 286 “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya”., ayat 286 yang dianggap menasakh itu
bentuknya khabar (pemberitaan), bukan berbentuk ayat hukum.

3
Abdul Majid Khon, Hadits Tarbawi, ( Jakarta : Prenadamedia Group, 2018), hal.302-307.
4
Ibid, hlm.307
9

Di hari kiamat nanti Allah akan meng-hisab amalan hati yang


selama ini coba kita sembunyikan seperti keraguan terhadap agama,
kemunafikan, pendustaan (lain di bibir, lain di hati) dan lain sebagainya.
Adapun jika seorang hamba berbicara dengan hatinya untuk melakukan
kemaksiatan namun dia tidak mengerjakannya maka dia dimaafkan atas
itu, dengan dalil hadist Sahih Bukhari-Muslim yang berbunyi: “bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:5:

‫لم‬GG‫ه وس‬GG‫لى هللا علي‬GG‫ قال رسول هللا ص‬:‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال‬
‫ا‬GGَ‫إ ِ ْن َع ِملَه‬G َ‫ ِه ف‬G ‫ا َعلَ ْي‬GGَ‫يِّئَ ٍة فَاَل تَ ْكتُبُوه‬GG‫ ِدي بِ َس‬G ‫ إِ َذا هَ َّم َع ْب‬:‫ز وجل‬GG‫ال هللا ع‬GG‫ق‬
‫ا‬GGَ‫إ ِ ْن َع ِملَه‬G َ‫نَةً ف‬G ‫ا َح َس‬GGَ‫ا فَا ْكتُبُوه‬GGَ‫نَ ٍة فَلَ ْم يَ ْع َم ْله‬G ‫يِّئَةً َوإِ َذا هَ َّم بِ َح َس‬G ‫ا َس‬GGَ‫فَا ْكتُبُوه‬
‫فَا ْكتُبُوهَا َع ْشرًا‬

Dari Abu Hurairah r.a bekata: Rasuslullah SAW bersabda Allah


berfirman, “Apabila hamba-Ku berniat untuk melakukan suatu
perbuatan yang buruk, maka janganlah kalian (para malaikat)
mencatatkan hal itu terhadapnya; dan jika dia mengerjakannya, maka
catatkanlah hal itu sebagai satu keburukan. Apabila dia berniat hendak
mengerjakan suatu kebaikan dan ia tidak mengerjakannya, maka
catatkanlah hal itu sebagai satu kebaikan; dan jika dia mengerjakannya,
maka catatkanlah hal itu pahala sepuluh kebaikan.”
Dalam pembahsan hadits yang sudah disebutkan, terdepat pelajaran
yang dapat kita petik diantaranya:6
a. Kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya secara abosulut tidak ada
batas tertentu.
b. Kepatuhan dan ketaatan hanya didasarkan kepada keimanan
seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika ada iman pasti ada
kepatuhan dan jika tidak ada iman maka tidak ada pula kepatuhan.
c. Allah memuliakan umat Nabi Muhammad SAW dengan
memberikan keringanan beban yang tidak seperti umaat sebelumnya.

5
https://nadirhosen.net. diakses pada tanggal 23 November 2020 pukul 09.12 WIB.
6
Abdul Majid Khon, Op Cit, hal.308.
10

d. Kondisi para sahabat sangat mematuhi hukum syara’ yang


diturunkan kepada mereka. Dalam pendidikan Islam
e. Kata hati yang belum direalisasikan dalam bentuk perbuatan atau
perkataan tidak ada tuntutan, tetapi dalam hal kebaikan sudah
dihargai pahala sebgai kemurahan Allah kepada umat Nabi
Muhammad SAW.

B. Bertanya dan Menghargai Perbedaan


1. Hadis terkait bertanya dan menghargai perbedaan

‫ت َعلَى‬ ُ ‫ َر ْأ‬Gَ‫ا َل ق‬GGَ‫ل ق‬G ٍ G‫ُور قَا َل َح َّدثَنَا أَبُو َج ْعفَ ِر ب ُْن نُفَ ْي‬ ٍ ‫أَ ْخبَ َرنِي َع ْمرُو ب ُْن َم ْنص‬
‫س‬ٍ ‫َم ْعقِ ِل ْب ِن ُعبَ ْي ِد هَّللا ِ ع َْن ِع ْك ِر َمةَ ْب ِن خَ الِ ٍد ع َْن َس ِعي ِد ْب ِن ُجبَي ٍْر ع َْن اب ِْن َعبَّا‬
‫ا‬GGَ‫و َرةً فَبَ ْين‬G ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ُس‬ َ ِ ‫ب قَا َل أَ ْق َرأَنِي َرسُو ُل هَّللا‬ ٍ ‫ع َْن أُبَ ِّي ب ِْن َك ْع‬
‫ت لَهُ َم ْن‬ ُ ‫ف قِ َرا َءتِي فَقُ ْل‬ ُ ِ‫ْت َر ُجاًل يَ ْق َر ُؤهَا يُ َخال‬ ُ ‫أَنَا فِي ْال َم ْس ِج ِد َجالِسٌ إِ ْذ َس ِمع‬
‫ار ْقنِي‬G ِ Gَ‫ت اَل تُف‬ ُ ‫لَّ َم فَقُ ْل‬G ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس‬ َ ِ ‫ُّورةَ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ َ ‫َعلَّ َمكَ هَ ِذ ِه الس‬
‫ول هَّللا ِ إِ َّن‬
َ G‫ا َر ُس‬GGَ‫ت ي‬ ُ ‫هُ فَقُ ْل‬Gُ‫لَّ َم فَأَتَ ْيت‬G‫ ِه َو َس‬G‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬ َ ‫َحتَّى نَأْتِ َي َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
ُ ‫لَّى هَّللا‬G‫ص‬ َ ِ ‫و ُل هَّللا‬G‫ا َل َر ُس‬GGَ‫و َر ِة الَّتِي َعلَّ ْمتَنِي فَق‬G‫الس‬ ُّ ‫را َءتِي فِي‬G َ Gِ‫ الَفَ ق‬G‫ َذا َخ‬Gَ‫ه‬
‫لَّ َم‬G‫ ِه َو َس‬G‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬G‫ص‬ َ ِ ‫و ُل هَّللا‬G‫ا َل لِي َر ُس‬GGَ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ا ْق َر ْأ يَا أُبَ ُّي فَقَ َر ْأتُهَا فَق‬
‫لَّى‬G ‫ص‬ َ ِ ‫و ُل هَّللا‬G ‫ال لِل َّرج ُِل ا ْق َر ْأ فَقَ َرأَ فَخَ الَفَ قِ َرا َءتِي فَقَا َل لَهُ َر ُس‬ َ َ‫أَحْ َس ْنتَ ثُ َّم ق‬
ُ‫ا أُبَ ُّي إِنَّه‬GGَ‫لَّ َم ي‬G ‫ ِه َو َس‬G ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬ َ ِ ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَحْ َس ْنتَ ثُ َّم قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫رَّحْ َم ِن‬G‫د ال‬GG‫و َع ْب‬GGُ‫ا َل أَب‬GGَ‫اف ق‬G ٍ G‫اف َك‬ ٍ G‫ُف ُكلُّه َُّن َش‬ ٍ ‫آن َعلَى َس ْب َع ِة أَحْ ر‬ ُ ْ‫أُ ْن ِز َل ْالقُر‬
‫ْس‬ َ ‫َم ْعقِ ُل ب ُْن ُعبَ ْي ِد هَّللا ِ لَي‬
)‫ (رواه النسائ‬.ِّ‫ك ْالقَ ِوي‬ َ ِ‫بِ َذل‬
2. Terjemah hadis

Telah mengabarkan kepadaku Amr bin Manshur dia berkata; Telah


menceritakan kepada kami Abu Ja'far bin Nufail dia berkata; Saya telah
membacakan kepada Ma'qil bin Ubaidullah dari Ikrimah bin Khalid dari
Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas dari Ubay bin Ka'ab dia berkata,

"Rasulullah ‫ﷺ‬ pernah membacakan suatu surat


kepadaku, dan tatkala aku sedang duduk di masjid tiba-tiba aku
mendengar seorang lelaki membaca dengan bacaan yang berbeda dengan
11

bacaanku, maka aku bertanya kepadanya, Siapa yang mengajari bacaan

surat ini? ' ia menjawab, 'Rasulullah ‫ﷺ‬ " Aku lalu


berkata, 'Jangan pergi dariku hingga kita datang kepada Rasulullah

‫ﷺ‬ " . Lalu aku mendatangi Rasulullah dan berkata,

'Wahai Rasulullah ‫ﷺ‬ , orang ini membaca sebuah


surat dengan bacaan yang berbeda dengan bacaan yang engkau ajarkan
kepadaku'. Kemudian beliau bersabda, 'Wahai Ubay, bacalah'. Lalu

akupun membacanya. Rasulullah ‫ﷺ‬ bersabda


kepadaku, 'Bacaanmu baik. Kemudian beliau bersabda kepada laki-laki
tersebut, 'Bacalah'. Ia pun membacanya dan beliau bersabda kepada laki-
laki tersebut, 'Bacaanmu baik. Lalu beliau bersabda; 'Wahai Ubay, Al-
Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf (dialek), dan semuanya benar dan
mencukupi'." Abu Abdurrahman berkata; Ma'qil bin Ubaidullah
orangnya lemah. (HR. Al-Nasa’i, No. 931)7

3. Kosa kata (mufrodat)

a. ‫ف‬ ُ ِ‫يُ َخال‬ = Berbeda, menyalahi


b. ‫فَبَ ْينَا‬ = Suatu ketika
c. ‫ار ْقنِي‬ ِ َ‫اَل تُف‬ = Jangan engkau berbeda dengan aku
d. َ‫أَحْ َس ْنت‬ = Bagus kamu
e. ‫ُف‬ ٍ ‫َس ْب َع ِة أَحْ ر‬ = Tujuh huruf
f. ٍ ‫َش‬
‫اف‬ = Benar
g. ‫اف‬ٍ ‫َك‬ = Cukup

4. Hubungan hadis dengan pendidikan modern


Hadis di atas menceritakan tentang perbedaan cara membaca al-
Qur’an yang terjadi di antara sahabat. Hadis tersebut diriwayatkan oleh
Ubai bin Ka’ab r.a. bahwa ia diajari membaca al-Qur’an oleh Nabi SAW.

7
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi: Hadis-hadis Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2012),
hal. 309-310.
12

Rasulullah membacakan al-Qur’an Ubai mendengarkan bacaan beliau


kemudian mengikutinya. Cara mengajar yang dilakukan oleh Rasulullah
adalah beliau membacakannya terlebih dulu didepan para sahabat
kemudian para sahabatnya mendengarkan dan menirukan bacaan beliau.
Metode belajar yang tergambar dalam hadis di atas adaah metode
pengajaran yang paling baik dan metode tersebut dikenal dengan metode
al-Sama’. Dengan metode tersebut murid dapat dengan persis menirukan
bacaan sang guru. Setelah metode ini dilakukan maka selanjutnya adalah
metode al-Qari’ah, murid membaca dan guru mendengarkan bacaan
muridnya. Jika terjadi kesalahan dalam bacaan murid, maka guru akan
meluruskan dan membenarkan bacaan muridnya.
Suatu ketika Ubai yang sedang duduk di masjid mendengar bacaan
seorang sahabat yang berbeda bacaannya pada ayat dan surat yang sama
dan kemudian terjadilah sebuah percakapan antara kedua sahabat
tersebut. Kemudian mereka menemui Rasulullah untuk menanyakan
bacaan tersebut dan beliau menyuruh keduanya untuk membaca ayat itu
lalu beliau memuji bacaan kedua sahabat itu bahwa bacaan mereka
bagus.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat digarisbawahi dalam
konteks etika seorang pelajar adalah:
a. Bertanya ketika tidak tahu.
Banyak sekali dalam hadis yang menjelaskan bahwa para sahabat baik
laki-laki maupun perempuan jika menghadapi suatu masalah atau
mereka tidak mengetahuinya selalu bertanya dan bertanya kepada
Rasulullah.
Seperti dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim menganjurkan murid
bertanya kepada guru dengan memelihara etika. Bahkan menampilkan
pendapat Ibnu Abbas ketika ditanya:
“Dengan apa Anda mendapatkan ilmu? Ia menjawab: Dengan lisan
banyak bertanya dan akal banyak berpikir.”8

8
Ibid, hal. 313.
13

b. Menghargai perbedaan
Setelah Ubai dan sahabatnya mendapat penjelasan dari Rasulullah
bahwa kedua bacaan yang berbeda itu benar semua. Bacaan Ubai
benar dan bacaan temannya juga benar. Akhirnya mereka menerima
dua kebenaran itu dan memahami bahwa kebenaran itu tidak mesti
satu, bisa jadi dua dan tiga, dan seterusnya dalam masalah khilafiyah.
Dengan demikian mereka tidak fanatik dalam satu pendapat tetapi
toleransi dan menghargai pendapat yang lain itu. Mereka menyadari
bahwa perbedaan itu sebagai rahmat boleh memilih salah satunya
mana yang sesuai dengan kondisinya.9
5. Menganalisis kandungan hadis dengan paradigma modern
Hadis di atas memberitahu bahwa Nabi SAW mengajarkan kepada
para sahabat cara membaca al-Qur’an secara langsung. Namun pada
suatu ketika terjadi perbedaan bacaan di antara sahabat dan mereka
mendatangi Nabi untuk bertanya mana yang benar di antara bacaan
mereka. Para sahabat sangat memerhatikan apa yang datang dari Nabi
dan apabila ada yang tidak dipahami oleh mereka atau adanya perbedaan
di antara mereka, maka mereka tidak segan-segan untuk bertanya kepada
beliau.

Hadis di atas apabila dihubungkan dengan pendidikan modern,


maka dapat dijadikan sebagai panduan. Etika yang harus dimiliki oleh
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran ketika ada yang tidak
dimengerti maka sepatutnya untuk bertanya kepada gurunya. Begitu pun
jika ada perbedaan yang terjadi, maka sebaiknya tidak dijadikan sebagai
sebuah pemisah atau permasalahan. Akan tetapi kita perlu menghargai
perbedaan tersebut.

Dari penjelasan hadis diatas maka ada beberapa pelajaran yang


dapat dipetik dari hadis tersebut, yaitu:10

9
Ibid.
10
Ibid, hal. 316
14

a. Perlunya berguru dalam belajar membaca al-Qur’an dan dalam


mencari ilmu, karena membaca al-Qur’an tergolong ilmu riwayah.
b. Guru sebagai narasumber dalam pembelajaran.
c. Anjuran murid bertanya kepada guru ilmu yang belum dipahami atau
ketika menghadapi suatu keraguan dalam kebenaran asal dengan
memelihara kesopanan.
d. Murid menghargai pendapat orang lain yang berbeda dengan
menjunjung tinggi persaudaraan.

C. Belajar Bersama
1. Hadis terkait belajar bersama

ِ‫وْ ُل هللا‬G‫ا َل َر ُس‬GGَ‫االَ ق‬GGَ‫ا ق‬GG‫ َي هللاُ َع ْنهُ َم‬G‫ض‬ ِ ‫ ِع ْي ٍد َر‬G‫َوع َْن أَبِ ْي هُ َري َْرةَ َوع َْن أَبِي َس‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم الَ يَ ْق ُع ُد قَوْ ٌم يَ ْذ ُكرُوْ نَ هللاَ إِالَّ َحفَّ ْتهُ ُم ال َمالَئِ َكةُ َو َغ ِشيَ ْتهُ ُم‬ َ
‫لِ ٌم) وفي‬G ‫ َدهُ ( َر َواهُ ُم ْس‬G ‫ت َعلَ ْي ِه ُم ال َّس ِك ْينَةُ َو َذ َك َرهُ ُم هللاُ فِ ْي َم ْن ِع ْن‬ ْ َ‫الرَّحْ َمةُ َونَ َزل‬
ُ‫ونَه‬G ‫َار ُس‬ َ ‫اب هَّللا ِ َويَتَد‬G
َ Gَ‫ت هَّللا ِ يَ ْتلُونَ ِكت‬ ِ ‫ت ِم ْن بُيُو‬ ٍ ‫رواىة َو َما اجْ تَ َم َع قَوْ ٌم فِى بَ ْي‬
‫ت َعلَ ْي ِه ُم ال َّس ِكينَةُ َوغ َِشيَ ْتهُ ُم الرَّحْ َمةُ َو َحفَّ ْتهُ ُم ْال َمالَئِ َكةُ َو َذ َك َرهُ ُم‬ ْ َ‫بَ ْينَهُ ْم إِالَّ نَزَ ل‬
ُ ‫هَّللا‬
ُ‫فِي َم ْن ِع ْن َده‬11

2. Terjemah hadis

Dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhuma, mereka


berdua berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
‘Tidaklah suatu kaum duduk berdzikir (mengingat) Allah, melainkan
mereka dikelilingi oleh para malaikat, diliputi oleh rahmat, diturunkan
sakinah (ketenangan), dan mereka disebut oleh Allah di hadapan
malaikat yang ada di sisi-Nya." (HR. Muslim, no. 2700). Dalam satu
riwayat “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah
membaca Kitabullah dan saling mengajarkan satu dan lainnya melainkan
akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), akan dinaungi rahmat,

11
Ibid.
15

akan dikeliling para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di


sisi makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya.

3. Kosa kata (mufrodat)

a. ‫قَوْ ٌم‬ = kaum, orang banyak laki-laki maupun perempuan


b. َ‫ = يَ ْذ ُكرُوْ ن‬mereka berdzikir, ingat kepada Allah
c. ‫َحفَّ ْتهُ ُم‬ = mereka dikepung
d. ‫َو َغ ِشيَ ْتهُ ُم‬ = mereka ditutup, diliputi
e. ُ‫ = ال َّس ِكينَة‬ketenangan

4. Hubungan hadis dengan pendidikan modern


Dalam hadits diatas, kata “kaum” maksudnya orang banyak
minimal tiga orang laki-laki atau perempuan. Mereka duduk berkumpul
di suatu rumah dari rumah-rumah Allah. “berzikir kepada
Allah”/“Mereka membaca kitab Allah dan mempelajari antara mereka”
maksudnya adalah mengingat Allah (secara luas: membaca Al-Qur’an
atau membaca tahlil, tahmid, tasbih, sholawat, dll. Secara sempit :
membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya).
Majelis dzikir sangat dianjurkan dalam Islam. Dalam majelis dzikir
terdapat banyak manfa’at dan keutamaan, diantaranya adalah yang sudah
disebutkan dalam hadits bahwa suatu majelis ilmu akan dikelilingi
malaikat dan mendapatkan rahmat, dikabulkan do’anya serta akan
mendapatkan ketenangan dalam hatinya (sakinah).
Makna belajar bersama adakalanya mempelajari Al-Qur’an secara
bersama-sama atau memahami maknanya. Memahami kandungan Al-
Qur’an dalam perkembangan berikutnya terbagi beberapa bidang, dalam
bidang hukum, ibadah dan muamalah biasanya disebut fikih dalam
bidang keimanan biasanya disebut tauhid dan dalam bidang bersikap dan
bertingkah laku disebut akhlak, ayat-ayat tentang alam disebut kawniyah
dan seterusnya. Kajian tersebut perlu adanya kerja sama dari berbagai
16

bidang sesuai dengan keahliannya.12 Hadis ini menyebutkan keutamaan


orang yang berzikir dan belajar bersama:
a. Dikepung para malaikat
Dalam kitab Dalil al-Farihin Syarah Riyadh al Shalihin disebutkan
bahwa maksud dari kata “al malaikat” adalah para malaikat yang
bertugas ikut zikir, atau malaikat yang bertugas membawa rahmat
dan berkah dating ke bumi untuk mengagungkan dan hormat kepada
mereka. Atau malaikat ikut berjubel bersama mereka yang berzikir
sehingga tidak ada tempat bagi setan untuk mengganggu.
b. Diliputi rahmat
Mereka diliputi rahmat dari berbagai segi dan arah secara
menyeluruh.Menurut Syeikh ‘Alan, rahmat maksudnya adalah
kebaikan, karunia dan pemberian nikmat.
c. Diturunkan ketenangan
Ketenangan (sakinah) diberikan Allah kepada mereka. Hadis ini
sama dengan firman Allah QS al Fath (48): 4, “Dialah yang telah
menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka
(yg sudah ada)”
d. Disebut-sebut Allah
Nama mereka disebut karena mereka dibanggakan Allah behwa
mereka adalah orang-orang yang berzikir kepada Allah dan
mencintai-Nya. Sifat kebanggaan dihadapan makhluk adalah derajat
yang sangat tinggi sebagaimana kedudukan zikir yang memiliki
derajat yang tinggi pula. Allah berfirman dalam QS al Ankabuut
(29): 45. “Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih
besar.”

5. Menganalisis kandungan hadis dengan paradigma modern

12
Ibid, hal.319
17

Hadits ini menunjukkan keutamaan berkumpul dalam majelis


dzikir. Orang yang berdzikir dan berada dalam majelis ilmu akan
mendapatkan ketenangan hati dan kekhusyu’an, serta kembali kepada
Allah. Maksud diliputi oleh rahmat adalah mereka dekat dengan rahmat
atau kasih sayang Allah. Kemudian, dikelilingi oleh para malaikat
sebagai bentuk pemuliaan kepada mereka dan tanda pekerjaan mereka
disukai atau diridhai. Mereka disebut pada sisi makhluk yang mulia,
maksudnya mereka disanjung-sanjung oleh kelompok makhluk yang
mulia yang lebih baik dari mereka yaitu di sisi para malaikat. Al-jaza’
min jinsil ‘amal, artinya balasan sesuai dengan amal perbuatan. Siapa
yang berdzikir (mengingat) kepada Allah, maka Allah membalas dengan
mengingat-Nya.
Pelajaran yang dipetik dari hadits:13
a. Anjuran model belajar bersama,muzakarah bersama,diskusi
bersama,dan zikir bersama.
b. Keutamaan zikir bersama,berdiskusi,muzakarah dan belajar bersama.
c. Orang yang belajar bersama ,berdiskusi,muzakarah dan berzikir
bersama dijaga para malaikat,mendapatkan rahmat dan ketenangan.
d. Banyak kelebihan belajar bersama yang dapat dirasakan dalam
pendidikan minimal menambah kegairahan dalam pembelajaran.

D. Tekun Belajar
1. Hadis terkait tekun belajar

: ‫ا َل‬GGَ‫لَّ َم ق‬G‫ ِه َو َس‬G‫صلَّى هّٰللا ُ َعلَ ْي‬ ‫هّٰللا‬


َ ِ ‫ض َي ُ َع ْنهُ َما أَ َّن َرسُو َل‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫ع َْن اب ِْن ُع َم َر َر‬
‫ا‬GGَ‫ َد َعلَ ْيه‬Gَ‫ ِة إِ ْن عَاه‬Gَ‫ ِل ْال ُم َعقَّل‬Gِ‫ب اإْل ِ ب‬ َ ‫ ِل‬Gَ‫رْ آ ِن َك َمث‬GGُ‫ب ْالق‬
ِ ‫ا ِح‬G‫ص‬ ِ ‫اح‬ِ G‫ص‬ َ ‫ ُل‬Gَ‫إِنَّ َما َمث‬
‫أَ ْم َس َكهَا‬
)‫ت (متفق عليه‬ ْ َ‫َوإِ ْن أ‬
ْ َ‫طلَقَهَا َذهَب‬
2. Terjemah hadis

13
Ibid, hal. 322
18

Dari Ibnu Umar r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:


“Sesungguhnya perumpamaan pemilik (menguasai) Al-Qur’an itu adalah
seperti menguasai seekor unta yang terikat, bila ia memerhatikannya
maka ia akan tetap tertahan dan bila ia membiarkannya, maka lepaslah
ia” (HR. Muttafaq alaih)

3. Kosa kata (mufrodat)

a. ‫ب ْالقُرْ آ ِن‬
ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َ
= Teman Al-Qur’an atau pemiliknya di sini
dimaksudkan pembaca, penghafal Al-Qur’an.

b. ‫عَاهَ َد َعلَ ْيهَا‬ = Berhati-hati, memerhatikan, dan merawat

c. ‫اإْل ِ بِ ِل ْال ُم َعقَّلَ ِة‬ = Unta yang diikat dengan tali

d. ‫أَ ْم َس َكهَا‬ = Maksudnya dipegang dan terus menerus dipegang

e. ‫طلَقَهَا‬ْ َ‫أ‬ = Melepaskannya, tidak mengikat

4. Hubungan hadis dengan pendidikan modern

Rasulullah SAW menegaskan perlunya kesungguhan dalam


memelihara ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an atau memelihara Al-
Qur’an itu sendiri baik dengan cara menghafal ayat-ayatnya, ataupun dari
segi pemahaman dan pengamalannya. Karena memelihara Al-Qur’an
merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam. Pada hadits diatas,
Rasulullah SAW menggambarkan sulitnya membaca dan menghafal Al-
Qur’an. Namun demikian kegiatan menghafal Al-Qur’an adalah suatu
kegiatan yang mulia dan merupakan keharusan bagi umat Islam, terutama
dibaca dalam rakaat Sholat.

Kata ‫ ; إِنَّ َما‬sesungguhnya berfungsi sebagai peringkas kata (adat al-


hasr). Artinya perumpamaan orang yang membaca atau menghafal Al-
19

Qur’an seperti menguasai unta. Yang tentunya perumpamaan ini


mengundang perhatian para pendengarnya bagaimana perumpamaan itu
terjadi dan bagaimana titik temu antara dua hal yang dibuat
perumpamaan tersebut.

Maksud dari pemilik Al-Qur’an adalah pembaca tulisan mushaf Al-


Qur’an atau pembaca di luar kepala, yakni penghafal Al-Qur’an.
Seseorang yang membaca Al-Qur’an secara rutin akan lancar lisannya
dan mudah bacaannya. Sebaliknya, jika seseorang tidak pernah membaca
Al-Qur’an atau pernah membacanya tetapi kemudian ditinggalkannya
maka lisannya menjadi sulit dan berat membacanya. Demikian juga
hafalan seseorang jika diulang-ulang dan dirawat dengan baik, maka
hafalannya akan terjaga dengan baik, maka hafalannya akan terjaga
dengan baik dan tidak terlupakan. Tetapi jika seseorang penghafal Al-
Qur’an tidak mengulang-ulang hafalannya, maka hafalan orang tersebut
tidak terjaga dengan baik dan dengan mudah hafalan tersebut terlupakan.

Perumpamaan pembaca atau penghafal Al-Qur’an seperti


menguasai seekor unta. Unta dijadikan perumpaan karena karakter
binatang unta adalah binatang ternak yang sangat cepat larinya dan jika
sudah lari sagat sulit ditangkap kembali titik temu antara dua hal tersebut
adalah sama-sama sulit ditangkap, kalau sudah dapat tertangkap
hendaknya diikat dengan tali yang kuat. Unta yang telah dapat dikuasai
hendaknya diikat dengan tali yang kuat agar tidak lepas, demikian juga
dengan seseorang yang telah hafal Al-Qur’an hendaknya diikat dengan
cara mengulang-ulang hafalan siang dan malam, dibuat tadarus atau
dibaca baik di dalam sholat maupun di luar sholat agar hafalannya tetap
terjaga dengan baik dan tidak terlupakan.

Hal tersebut juga berlaku untuk ilmu. Hendaknya saat seorang


murid menerima ilmu pengetahuan dari gurunya, baiknya murid tersebut
20

mencatatnya di dalam buku atau dicatat dalam hati. Dicatat dalam buku
yakni ditulis, disimpan, didokumentasikan, dan direkam. Sejalan dengan
penjelasan hadits di atas, bahwasanya ilmu itu akan senantiasa melekat
dan tidak akan hilang dari pemiliknya apabila sering diulang-ulang,
diamalkan, dan diajarkan kepada orang lain. Tetapi sebaliknya, ilmu itu
akan hilang dengan sendirinya apabila pemiliknya tidak pandai menjaga
atau memeliharanya. Rasulullah SAW telah mengibaratkan Al-Qur’an
atau ilmu itu bagaikan binatang buruan, hendaknya pemburu mengikat
atau memasukkan buruannya ke dalam sangkar agar tidak lepas. Begitu
pun dengan ilmu, jika seseorang mendapatkan ilmu maka hendaknya
ilmu itu ditulis, dipahami, diingat-ingat, dimalkan dan diajarkan kepada
orang lain agar ilmu itu semakin melekat pada dirinya dan tersebar ke
seluruh manusia.14

5. Menganalisis kandungan hadis dengan paradigma modern

Dari isi kandungan hadits diatas dapat diketahui bahwasanya


pentingnya menerapkan metode belajar yaitu metode pengulangan.
Metode pengulangan memang dapat dikatakan sebagai metode
tradisional, tetapi dalam praktiknya, metode tersebut tetap dipakai di era
yang modern seperti sekarang ini karena selalu selaras untuk diterapkan
dalam pembelajaran. Jika belajar bertujuan untuk melatih daya-daya yang
dimiliki manusia seperti daya mengamati, menanggap, mengingat,
mengkhayal, merasakan, dan daya berpikir. Maka, dengan melakukan
pengulangan daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya pisau
yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih
dengan pengadaan pengulangan akan menjadi sempurna.15

14
Ibid, hal. 324-327.
15
Afid Burhanuddin, Prinsip-Prinsip Belajar Dan Implikasinya,
https://www.google.com/amp/s/afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/19/prinsip-prinsip-
21

Adapun secara fisiologis ternyata pengulangan akan memperbanyak


dendrit dan mempertebal selaput akson yang keduanya akan memperkuat
jaringan antar sel saraf. Dendrit dan akson adalah serabut-serabut yang
menjadi penghubung antar sel saraf. Hal ini dapat memperkuat daya
memori pada otak sehingga ilmu apapun yang diterima oleh otak
manusia akan mudah diingat .16

Adapun pelajaran yang dapat dipetik dari hadits diatas ialah, sebagai
berikut:17

a. Dorongan sungguh-sungguh mencari ilmu dengan cara membaca,


mencatat atau menulis dari berbagai referensi ilmu pengetahuan yang
bermanfaat.
b. Perintah membaca secara berulang-ulang sehingga lancar, tidak lupa
dan fasih bacaannya.
c. Perintah menghafal Al-Qur’an dan ilmu serta larangan melalaikannya.
d. Perawat Al-Qur’an dan ilmu disamakan dengan perawat unta.
e. Persamaan antara kedua hal tersebut sama-sama merawat dengan baik,
mengikat dengan tali yang kuat agar tidak lepas.
f. Unta aman tidak akan lari jika diikat, demikian juga ilmu dan Al-
Qur’an tidak akan hilang kalau dipelihara dengan baik yakni dicatat,
dipahami, dan diamalkan.

belajar-dan-implikasinya-4/amp/, diakses pada 24 November 2020.


16
Devi eka Setiyani, Poerlunya Pengulangan Aspapun Metode Pembelajarannya,
http://jatengpos.co.id/perlunya-pengulangan-apapun-metode-pembelajarannya/#:~:text=Melalui
%20pengulangan%2C%20siswa%20akan%20memiliki,mempunyai%20kekuatan%20yang
%20luar%20biasa, diakses pada 24 November 2020.
17
Abdul Majid Khon, Op.Cit.,
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Taat beragama, yaitu taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan


melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi segala larangan-Nya yang
disebut dengan bertakwa. Sebagai anak didik kita senantiasa hendaknya
belajar untuk melatih diri sejak kecil untuk patuh dalam beragama.

Banyak bertanya dan menghargai perbedaan merupakan komponen


penting dalam menjalani kehidupan, tidak hanya dalam dunia pendidikan
saja. Solusi terbaik ketika kita tidak mengetahui tentang sesuatu adalah
dengan bertanya kepada seorang ahli dibidangnya. Begitupun dengan
menghargai perbedaan sangat diperlukan karena perbedaan merupakan
rahmat bukan sebuah masalah yang membuat perpecahan.

Belajar bersama merupakan salah satu metode belajar yang digunakan


dan diperintahkan baik dalam membaca al-Qur’an maupun kajian isi
kandungannya. Dengan belajar bersama maka akan mempermudah belajar
karena ada unsur tukar pikiran, diskusi, dan musyawarah.

Perumpamaan orang yang menguasai Al-qur’an atau ilmu seperti


halnya menguasai seekor unta. Jika unta yang sudah dikuasai perlu diikat
dengan kuat agar tidak lepas, maka Al-Qur’an dan ilmu perlu diikat dengan
cara ditulis, dipahami dan diamalkan agar tetap terjaga dengan baik dan
tidak mudah terlupakan. Maka dari itu, amatlah diperlukan sikap tekun
belajar. Yang dikatakan dengan tekun belajar ialah dengan mau membaca
secara berulang-ulang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Semakin
banyak mengulang bacaan suatu ilmu, maka semakin kuat pula ilmu yang
kita pelajari itu melekat dalam ingatan kita.

22
23

B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, penyusun berharap makalah ini dapat
dijadikan referensi untuk makalah-makalah tahun berikutnya dan bisa
membawa manfaat bagi penyusun sendiri maupun para pembaca. Penyusun
juga sangat menerima terhadap saran serta kritikan yang bersifat
membangun supaya penyusun dapat lebih baik lagi kedepannya dalam
membuat makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, Afid. Prinsip-Prinsip Belajar Dan Implikasinya.


https://www.google.com/amp/s/afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/19
/prinsip-prinsip-belajar-dan-implikasinya-4/amp/, diakses pada 24
November 2020.
https://nadirhosen.net. diakses pada tanggal 23 November 2020 pukul 09.12 WIB.
Khon, Abdul Majid. Hadits Tarbawi. Jakarta : Prenadamedia Group. 2018.
Majid, Abdul. dan Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi;
konsep dan implementasi kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya. 2006.
Setiyani, Devi Eka. Poerlunya Pengulangan Aspapun Metode Pembelajarannya.
http://jatengpos.co.id/perlunya-pengulangan-apapun-metode-
pembelajarannya/#:~:text=Melalui%20pengulangan%2C%20siswa%20akan
%20memiliki,mempunyai%20kekuatan%20yang%20luar%20biasa, diakses
pada 24 November 2020.

24

Anda mungkin juga menyukai