Anda di halaman 1dari 17

ETIKA IDEAL ATAU AL-AKHLAK AL-FADILLAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Akhlak

Dosen Pengampu :

Dr. Akhmad Sodiq, MA

Disusun Oleh :

Kelompok VI
Annisa Rahmatus Syifa 11190110000061
Eka Tiara Putri 11190110000092
M. Irsyad Al Syafei 11190110000065
Mutiara Annisa 11190110000045

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020 M / 1414 H

i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb

Segala puji serta syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang telah
memberikan nikmat Iman dan Islam kepada kami semua, tidak lupa shalawat serta salam semoga
tetap tercurah limpahkan kepada baginda alam yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah
membawa umatnya dari zaman jahilliyah sampai dengan zaman Islamiyah seperti sekarang ini.

Alhamdulillah, atas izin Allah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Etika Ideal (Al-Akhlak Al-Fadillah)”. Sebagai pemakalah kami mengucapkan terima kasih
kepada dosen kami Bapak Dr. Akhmad Sodiq, MA dan juga teman-teman sekalian yang telah
memberikan masukan kepada kami dalam pembuatan makalah. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kami dan bagi kita semua, dan semoga senantiasa diberi kemudahan dalam melaksanakan
perkuliahan ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka dari
itu kami mengharap kritik dan saran dari teman-teman sekalian sebagai pembaca, semoga
dengan kritikan yang diberikan dapat membuat kami lebih baik lagi dalam membuat makalah.

Wassalamu’alaikum.wr.wb

Jakarta, 15 April 2020

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................1

C. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Pengertia Etika....................................................................................................3

B. Unsur-unsur Pokok dalam Etika.........................................................................4

C. Konsep Etika Menurut Para Filosof Muslim......................................................5

D. Pengertian Etika Ideal.........................................................................................8

E. Pencabangan Akhlaq Al-Fadillah........................................................................8

BAB III PENUTUP 11

A. Kesimpulan.........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhlak adalah gambaran kondisi yang menetap di dalam jiwa. Semua perilaku yang
bersumber dari akhlak tidak memerlukan proses berfikir dan merenung. Perilaku baik dan
terpuji yang berasal dari sumber jiwa di sebut al-akhlaq alfadhilah (akhlak baik) dan
berbagai perilaku buruk disebut al-akhlak al-radhilah (akhlak buruk). Dalam kehidupan
sehari – hari manusia senantiasa melakukan berbagai aktivitas dan perbuatan yang
merupakan perwujudan dari pola pikir manusia itu sendiri. Tindakan manusia tersebut ada
yang bersifat positif dan negatif. Sifat positif tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk
akhlakul karimah (sifat -sifat terpuji) dan sifat negatif berupa akhlakul mazmumah (sifat-sifat
tercela).

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, yang
artinya “menaati Allah adalah menaati orang tua, dan mendurhakai Allah adalah
mendurhakai orang tua”. Melalui perjalanan panjang kisah hidup manusia sudah banyak
terbukti bahwa seorang anak hidup bahagia karena orang tuanya senang dan ridha
kepadanya. Begitu juga sudah banyak terbukti seorang anak hidupnya celaka dan sengsara
karena orang tuanya murka serta melaknatnya.

Dalam era globalisasi ini, banyak dari generasi muda yang kurang memahami tentang
pentingnya memiliki rasa hormat dan patuh. Terutama terhadap kedua orang tua dan bapak
ibu guru di sekolah. Karena selain untuk memberikan penghargaan kepada orang yang lebih
tua, sikap hormat dan patuh perlu ditanamkan kepada anak sedini mungkin. Agar hal itu
menjadi kebiasaan yang selalu dilakukan ketika mereka sudah beranjak dewasa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika?
2. Apa saja unsur-unsur pokok dalam etika?
3. Bagaimana konsep etika menurut para filosof muslim?
4. Apa yang dimaksud dengan etika ideal?
5. Apa saja pencabangan akhlak al-fadhila?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian etika
2. Untuk mengetahui unsur-unsur pokok dalam etika
3. Untuk mengetahui konsep etika menurut para filosof muslim
4. Untuk mengetahui pengertian etika ideal
5. Untuk mengetahui pencabangan akhlak al-fadhila

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika
Secara etimologi (ilmu asal usul bahasa) etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang
berarti watak kesusilaan atau ada, sedangkan menurut bahasa Indonesia etika diartikan
ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). 1Dari pengertian kebahasaan ini
terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
Definisi etika sendiri dapat dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

1. Etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik
dan buruk dari prilaku manusia.
2. Etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya prilaku
manusia dalam kehidupan bersama.
3. Etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normative, dan evaluative
yang hanya memberikan nilai baik dan buruknya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Etika adalah ilmu tentang apa yang
baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika secara umum terbagi atas
dua yaitu etika umum dan khusus. 2

Etika umum, yaitu etika yang berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana
manusia bertindak secara etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang
menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau
buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogikan dengan ilmu dan pengetahuan,
yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.

Etika khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang


kehidupan yang khusus, penerapan ini bisa berwujud: bagaimana saya
mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus
yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun,
penetapan itu dapat juga berwujud bagaimana saya menilai prilaku saya dan orang
lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatar belakangi oleh
kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis cara bagaimana manusia
mengambil suatu keputusan atau tindakan, dari teori serta prinsip moral dasar yang ada
di baliknya.

1
K, Bertens, Etika, (Jakarta Pt: Gramedia Penerbit Utama, 2007) hlm. 4
2
Achmad Gholib, Akidah Alkhlak Dalam Perspektif Islam, (Tanggerang Selatan: CV. DIAZ PRATAMA
MULIA, 2016), cet ke 1, hlm 161.

3
Etika khusus sendiri dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu etika individual dan etika
social. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dari sikap manusia terhadap diri
sendiri sedangkan etika sosial berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola prilaku
manusia.3 Etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan karena manusia sendiri
adalah mahluk sosial sehingga saling berhubungan.

B. Unsur-unsur Pokok dalam Etika


Wacana etika melibatkan pelaku dan sistem nilai etis yang dipunyai setiap orang
ataupun kolektif masyarakat. Oleh sebab itu, wacana etika mempunyai beberapa unsur
pokok. Unsur-unsur pokok tersebut adalah:

1. Kebebasan

Kebebasan adalah unsur pokok utama dalam wacana etika. Etika menjadi bersifat
rasional karena etika menjadi bersifat rasional karena etika selalu mengandalkan
kebebasan. Dapat dikatakam kebebasan adalah unsur hakikat etika. Kebebasan eksisential
adalah kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Ini berarti bahwa
kebebasan ini bersifat positif. Dalam filsafat, pengertian kebebasan adalah kebebasan
manusia untuk dapat berpikir dan berkehendak. Tentu saja, kebebasan dalam praktek
hidup sehari-hari mempunyai ragam yang banyak, yaitu kebebasan jasmani, rohani,
kebebasan sosial, kebebasan psikologi, kebebasan moral.

2. Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah kemampuan manusia atau individu yang menyadari bahwa
seluruh tindakannya mempunyai konsekuensi. Artinya, seorang manusia itu harus
mempunyai kemampuan dalam menjawab segala pertanyaan yang akan timbul dari
tindakan-tindakan yang akan diperbuatnya. Tanggung jawab berarti bahwa orang merasa
tidak bisa mengelak, bila diminta penjelasan atau tindakannya. Orang harus bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang disebabkan olehnya. Tanggung jawab juga merupakan
pembatasan dari kebebasan yang dimiliki oleh setiap manusia.

Dengan adanya rasa tanggung jawab, maka kebebasan yang diberikan kepada setiap
individu tidak akan terjadi kekacauan atau hal-hal yang tidak diinginkan oleh masyarakat.

3. Hati Nurani

Hati nurani adalah penghayatan tentang nilai baik atau buruk suatu perbuatan yang
dihasilkan oleh manusia. Hati nurani lah yang memerintahkan atau melarang tindakan itu
baik atau buruk menurut situasi, waktu dan kondisi tertentu. Dengan demikian, hati
nurani sangat berhubungan dengan kesadaran. Kesadaran adalah kesanggupan manusia
dalam mengenal diri sendiri. Pada dasarnya hati nurani merupakan ungkapan dan norma
yang bersifat subyektif.

4. Prinsip-Prinsip Moral Dasar

3
Ibid., hlm 161-162.

4
Prinsip-prinsip moral dasar adalah beberapa tatanan yang perlu diketahui yang
bertujuan memotifasikan tindakan individu dalam kerangka nilai moral tertentu. Etika
selalu memuat unsur hakiki bagi seluruh program tindakan moral. Prinsip tindakan moral
mengandalkan pemahaman menyeluruh setiap individu atas seluruh tindakannya yang
dilakukan sebagai manusia. Setidaknya ada tiga prinsip dasar kesadaran moral. Prinsip-
prinsip itu ialah: prinsip bersikap baik, prinsip memliki rasa keadilan, dan prinsip memiliki
rasa hormat.

C. Konsep Etika Menurut Para Filosof Muslim

1. Ibnu al-Muskawaihi

Dalam konteks etika, beliau berbicara dalam karyanya Tahdzib al-Akhlaq (Pendidikan
budi dan pembersihan watak). Dalam kitabnya ini dia merumuskan konsep untuk
membangun sebuah etika yang bisa mendatangkan kebahagian bagi individu dan
masyarakat, dimana masyarakat yang dihadapinya saat itu akhlaknya sangat rusak.
Karyanya ini juga menegaskan bahwa di samping dia telah menulis pemikiran tentang
etika, dia juga seorang yang telah melaksanakan dengan baik apa yang ditulisnya
tersebut.4 Adapun inti etika yang diterapkan Ibnu al-Muskawaih antara lain:

a) Kebaikan dan Keburukan

Manusia merupakan makhluk yang memiliki perilaku khas, dan makhluk selainnya
tidak ada yang memilikinya. Perilaku tersebut muncul dari kemampuan berpikirnya.
Karenanya, setiap orang yang pemikirannya lebih tepat dan benar, serta pilihannya lebih
baik, berarti kesempurnaan kemanusiaannya lebih besar. Manusia paling baik adalah
manusia yang paling mampu melakukan tindakan yang tepat buatnya, yang paling
memperhatikan syarat-syarat substansinya, yang membedakan dirinya dari seluruh benda
alam yang ada.

Menurut Ibnu Miskawaih kebaikan merupakan hal yang dapat dicapai oleh manusia
dengan berupaya dan hal yang berkaitan dengan tujuan diciptakannya manusia sedangkan
keburukan merupakan hal yang menjadi penghambat manusia mencapai kebaikan, baik
itu berupa kemauan dan upayanya, ataupun berupa kemalasan dan keengganannya
mencari kebaikan.

Menurut Ibn Miskawaih, kebaikan adalah suatu keadaan di mana kita sampai kepada
batas akhir dan kesempurnaan wujud. Kebaikan adakalanya umum, dan adakalanya
khusus.Di atas semua kebaikan itu terdapat kebaikan mutlak yang identik dengan wujud
tertinggi.Semua bentuk kebaikan secara bersama-sama berusaha mencapai kebaikan
4
Abdul Hakim, Filsafat Etika Ibn Miskawaih, Jurnal Etika Islam. Vol. 13, No. 2, Juli 2014, hlm. 137.

5
mutlak tersebut.Kebaikan Umum tadi adalah kebaikan bagi seluruh manusia dalam
kedudukannya sebagai manusia.Sedangkan kebaikan khusus adalah kebaikan bagi
seseorang secara pribadi.Kebaikan dalam bentuk terakhir inilah yang dinamakan
kebahagiaan. Dengan demikian antara kebaikan dan kebahagiaan dapat dibedakan.
Kebaikan mempunyai identitas tertentu yang berlaku umum bagi manusia, sedangkan
kebahagiaan berbeda-beda tergantung pada orang-orang yang berusaha memperolehnya.
Pengertian kebahagiaan telah banyak dibicarakan oleh pemikir-pemikir Yunani yang
pokoknya terdapat dua versi, yaitu pandangan pertama yang diwakili oleh Plato,
mengatakan bahwa hanya jiwalah yang dapat mengalami kebahagiaan. Karena itu selama
manusia masih hidup atau selama jiwa masih terkait dengan badan, maka selama itu pula
tidak akan diperoleh kebahagiaan itu.

b) Kebajikan adalah titik tengah

Ibn Miskawaih mendasarkan teori keutamaan moralnya pada posisi al wasath


(pertengahan). Doktrin jalan ini sebenarnya sudah dikenalkan oleh filsuf sebelumnya,
seperti Mencius, Palto, Aristoteles dan filsuf Muslim Al Kindi. Ibn Miskawaih secara
umum memberikan pengertian “pertengahan” (jalan tengah) tersebut antara lain dengan
berkesinambungan, moderat, harmoni, utama, mulia, atau posisi ektrim kelebihan dan
ekstrim kekurangan masing-masing jiwa manusia. Menurutnya, setiap sifat keutamaan
memiliki dua ekstrim kekurangan, yang tengah adalah terpuji dan yang ekstrim adalah
tercela. Posisi tengah yang dimaksudnya adalah suatu standar atau perinsip umum yang
berlaku bagi manusia. Posisi tengah yang sebenarnya adalah satu, yakni keutamaan yang
disebut garis lurus. Pokok sifat keutamaan itu terbagi menjadi empat, yaitu hikmah
(kebijaksanaan), ‘iffah (kesucian), syaja‘ah (keberanian), ‘adalah (keadilan).

c) Kebahagiaan

Kebahagiaan dalam konsepsi Ibn Miskawaih digambarkan sebagai sesuatu yang


paling nikmat, paling utama, paling baik, dan paling sejati.Kenikmatan yang terkandung
dalam kebahagian terbagi kepada 2 (dua) bagian, yakni kenikmatan pasif dan kenikmatan
aktif. Kenikmatan pasif dimiliki oleh manusia dan binatang tak berakal yang bentuknya
disertai hawa nafsu dan emosi balas dendam. Kenikmatan seperti ini hanyalah
kenikmatan aksidental yang biasanya cepat hilang dan musnah, bahkan dapat berubah
menjadi penderitaan atau sesuatu yang menjijikkan. Sedangkan kenikmatan aktif adalah
kenikmatan yang lahir dari kekuatan intelektual dan di bawah naungan cahaya Ilahi,
sehinggga kenikmatan dalam bentuk ini tidak akan berubah dan selalu tetap selamanya.
Kebahagiaan tertinggi tersebut terwujud dengan berusaha melepaskan tuntutan-tuntutan
dunia ini dan kemudian menerima emanasi-emanasi yang melimpah dari atas yang akan
menyempurnakan intelek dan memungkinkan untuk disinari oleh cahaya Ilahi.5

5
Ibid., hlm. 138-139.

6
2. Al-Ghazali

Etika atau akhlak menurut pandangan al-Ghazali bukanlah pengetahuan (ma’rifah)


tentang baik dan jahat atau kemauan (qudrah) untuk baik dan buruk, bukan pula
pengamalan (fi’il) yang baik dan jelek, melainkan suatu keadaan jiwa yang mantap. Al-
Ghazali berpendapat sama dengan Ibn Miskawaih bahwa penyelidikan etika harus
dimulai dengan pengetahuan tentang jiwa, kekuatan-kekuatan dan sifat-sifatnya. Tentang
klasifikasi jiwa manusia pun al-Ghazali membaginya ke dalam tiga hal: daya nafsu, daya
berani, dan daya berpikir, sama dengan Ibn Miskawaih. Menurut al-Ghazali watak
manusia pada dasarnya ada dalam keadaan seimbang dan yang memperburuk itu adalah
lingkungan dan pendidikan.6 Kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan itu tercantum
dalam syariah dan pengetahuan akhlak.

Ibnu Miskawaih dan al-Ghazali sama dalam mengemukakan empat keutamaan


tertinggi (ummahāh alfadhā’il), yaitu al-hikmat sebagai keutamaan akal, al-shajā‘ah
sebagai keutamaan daya, al-gadab, al-‘iffah sebagai keutamaan daya alshahwah dan
al-‘adālah sebagai keseimbangan daya tersebut. Perbedaan antara Ibnu Miskawaih dan al-
Ghazali dalam hal ini terdapat pada pandangan Ibnu Miskawaih yang sepakat dengan
Aristoteles bahwa al-‘adalah merupakan pertengahan antara teraniaya (al-inzilam) dan
aniaya (al-zulum) yang memiliki banyak cabang, di antaranya persahabatan, kemampuan
bekerjasama, kearifan dalam memutuskan persoalan, cinta, dan beribadah. Sedangkan al-
Ghazali sependapat dengan Ibnu Sina yang memandang keadilan hanya memiliki satu
lawan makna, yaitu aniaya (al-jawr). Ibnu Miskawaih dan al-Ghazali berpendapat bahwa
alat yang dijadikan ukuran untuk memperoleh sikap pertengahan adalah akal, dan syariat.
Akan tetapi Ibnu Miskawaih dalam menguraikan sikap tengah dalam berakhlak tidak
mengutip alQur‟an dan Hadis, sedangkan al-Ghazali melandasinya dengan landasan
Islami yang diperkokoh dengan dalil-dalil al-Qur’an dan Hadis, seperti sikap sederhana
dalam membelanjakan harta, makan, dan minum.7

Tentang teori Jalan Tengah Ibn Miskawaih, al-Ghazali menyamakannya dengan


konsep Jalan Lurus (al-Shirât al-Mustaqîm) yang disebut dalam al-Qur’an dan dinyatakan
lebih halus dari pada sehelai rambut dan lebih tajam dari pada mata pisau. Untuk
mencapai ini manusia harus memohon petunjuk Allah karena tanpa petunjuk-Nya tak
seorang pun yang mampu melawan keburukan dan kejahatan dalam hidup ini.8

3. Al-Farabi.

6
Muhammad Taufik, Etika Dalam Perspektif Filsafat Islam, Jurnal Antalogi. hlm. 57.
7
Nur Hamim, Pendidikan Akhlak: Komparasi Konsep Pendidikan Ibnu Miskawaih dan Al-Ghazali, Jurnal
Studi Keislaman, Vol. 18 No. 1, Juni 2014. hlm. 31.
8
Ibid., hlm. 34.

7
Konsep etika yang ditawarkan Al-Farabi, yang kemudian menjadi salah satu hal
penting dalam karya-karyanya, berkaitan erat dalam pembicaraan tentang jiwa dan
politik. Begitu juga erat kaitannya dengan persoalan etika ini adalah kebahagiaan. Di
dalam kitab Altanbih fi sabili al-sa’adah dan yahshil al-sa’adah, al-Farabi menyebutkan
bahwa kebahagiaan adalah pencapaian kesempurnaan akhir bagi manusia. Al-Farabi juga
menekankan tiga jenis sifat utama yang harus menjadi perhatian untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi bangsa-bangsa dan setiap warga Negara, yakni:

a. Keutamaan teoritis, yaitu prinsip-prinsip pengetahuan yang diperoleh sejak awal tanpa
diketahui cara dan asalnya, juga yang diperoleh dengan kontemplasi, penelitian dan
melalui belajar.
b. Keutamaan pemikiran, adalah yang memungkinkan orang mengetahui hal-hal yang
bermanfaat dalam tujuan. Termasuk dalam hal ini, kemampuan membuat aturan-
aturan karena itu disebut keutamaan pemikiran budaya (fadhail fikriyah madaniyah).
c. Keutamaan akhlak, bertujuan mencari kebaikan. Jenis keutamaan ini barada di bawah
dan menjadi syarat keutamaan pemikiran. Kedua jenis keutamaan tersebut terjadi
dengan tabiatnya dan bisa juga terjadi dengan kehendak sebagai penyempurnaan
tabiat atau watak manusia.9
D. Pengertian Etika Ideal
Akhlak fadhilah adalah segala tingkah laku yang terpuji (mahmudah) juga bisa
dinamakan fadhilah (keutamaan). Akhlak yang terpuji atau sifat-sifat yang baik ini sering
disebut dengan fadhilah (keutamaan) dan dengan demikian sifat benar dinamakan dengan
fadilatus sidq dan sebagainya. Akan tetapi, dalam pembahasan ilmu akhlak tidak semua
sifat yang baik dapat dinamakan sebagai keutamaan, namun setiap sifat yang dinilai
sebagai keutamaan adalah baik.10
Dalam pembahasan tentang akhlak difokuskan pada pembahasan tentang sifat atau
jiwa manusia yang melahirkan perbuatan lahiriah. Jadi akhlak yang utama itu adalah
akhlak terpuji yang lahir dari jiwa baik dan benar yang terdidik melawan sifat yang
buruk, dan terbiasa melakukan kebaikan. Etika Islam memiliki karakteristik sebagai
berikut:

1) Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2) Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan
buruknya perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Qur’an dan al-Hadits yang
shohih.
3) Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan
pedoman oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada.

9
Achmad Gholib, Akidah Akhlak Dalam Perspektif Islam, (Tanggerang Selatan: CV. DIAZ PRATAMA MULIA,
2016) cet.1. hlm. 166.
10
Ibid.

8
4) Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang luhur
dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan
manusia.11

E. Pencabangan Akhlak al-Fadhilah


Dalam membahas cabang-cabang akhlak al-fadhilah terdapat beberapa pembagian
menurut para tokoh, dan satu sama lain berbeda dalam membaginya. Adapun untuk
membahas percabangan akhlak al-fadhilah, maka terlebih dahulu memulai dengan
membahas tentang empat talenta dalam kekuatan akhlak menurut Ibn Miskawaih, antara
lain:12

1. Kebijaksanaan

Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa kebijaksanaan adalah keutamaan jiwa rasional


yang mengetahui segala yang maujud (ada), baik yang bersifat ketuhanan maupun hal-hal
yang bersifat kemanusiaan. Pengetahuan ini membuahkan pengetahuan rasional yang
mampu memberi keputusan antara kewajiban dan larangan. Miskawaih menjelaskan
bahwa terdapat enam keutamaan yang termasuk dalam al-Hikmat (kebijaksanaan) ini,
yaitu: (1) ketajaman intelegensi (intellegenci), (2) kuat ingatan (retention), (3) rasionalitas
(rationality), (4) tangkas dan jernih pemikiran (quickness and soundness of
understanding), (5) Jernih ingatan/pemahaman (clarity of mind), (6) mudah dalam belajar
(capacity for learning easily).

sederhana, yang dimaksud dengan kebijaksanaan ini adalah kemampuan dan kemauan
seseorang menggunakan pemikirannya secara benar untuk memperoleh pengetahuan,
sehingga mendapatkan pengetahuan yang rasional. Pengetahuan rasional tersebut
kemudian diaplikasikan dalam wujud perbuatan yang berupa keputusan untuk wajib
melaksanakan atau meninggalkan sesuatu.

2. Keberanian

Keberanian merupakan keutamaan jiwa al-Ghadhabiyat atau al-Sabu’iyat. Keutamaan


ini muncul pada diri manusia apabila nafsunya dibimbing oleh jiwa al-Nathiqat. Dengan
maksud, ia tidak takut (mempunyai kepercayaan yang tinggi) terhadap hal-hal yang besar
yang apabila dilaksanakan akan membawa kebaikan dan apabila dipertahankan adalah
merupakan tindakan yang terpuji. Dari uraian di atas, diperoleh pemahaman bahwa gejala
terbesar keberanian adalah tetapnya pikiran ketika menghadapi berbagai cobaan dan
bahaya yang datang. Kondisi seperti ini hanya dapat diperoleh karena adanya faktor
ketenangan dan keteguhan jiwa dalam menghadapi segala hal, sebagaimana
kebijaksanaan, keberanian juga mempunyai cabang. Miskawaih menyebutkan terdapat
sembilan macam cabang di dalam keberanian, yaitu: Cabang dari sifat berani adalah: jiwa
besar (kibar al-Nafs), pantang mundur (al-Najdat), ketenangan (‘idham al-Himmat),
keuletan (al-Tsabat), kesabaran (al-Shabr), murah hati (al-Hilm), menahan diri (‘adam

11
http://depeberbagiilmu.blogspot.com/2013/12/makalah-agama-islam-akhlak-etika-dan.html
12
Ibid., hlm. 167-172.

9
al-Thaisy), keperkasaan (al-Syahamat), mempunyai daya tahan yang besar/gemar bekerja
keras (ihtimal al-Kadd).

3. Menjaga Kesucian Diri

Pokok keutamaan akhlak ketiga adalah menjaga kesucian diri (al-‘Iffat). Al-‘Iffat
merupakan keutamaan jiwa al-Syahwaniyat/al-Bahimiyat. Keutamaan ini akan muncul
pada diri manusia apabila nafsunya dikendalikan oleh pikirannya. Ibnu Miskawaih
menempatkan syariat sebagai unsur yang paling dominan bagi terciptanya ”jalan tengah”
dari al-Nafs al-Bahimiyat. Penerapan syariat untuk tingkatan anak lebih bersifat doktriner.
Oleh karena itu, unsur taklid terhadap syariat pada usia anak masih ditekankan.

4. Keadilan

Keadilan (al-‘Adalat) merupakan gabungan dari ketiga keutamaan al-Nafs. Dengan


alasan, seseorang tidak dapat disebut sebagai seorang ksatria jika ia tidak adil. Begitu
juga, seseorang tidak dapat disebut sebagai pemberani apabila ia tidak mengetahui
keadilan jiwa/dirinya dan mengarahkan seluruh inderanya agar tidak merosot ke tingkatan
pengecut ataupun nekat. Al-Hakim tidak akan memperoleh al-Hikmat, jika ia tidak
menegakkan keadilan dalam berbagai pengetahuannya dan tidak menjauhkan diri dari
sifat kelancangan (al-Safah) dan kedunguan (al-Balh). Dengan demikian, seorang
manusia tidak dapat dikatakan adil apabila ia tidak mengetahui cara menyinergikan al-
Hikmat, al-Syaja’at dan al-‘Iffat. Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa keadilan
merupakan pertengahan antara al-Zhulm dan al-Inzhilam. Al-Zhulm berarti memperoleh
hak milik yang banyak dari sumber dan cara yang tidak benar (berbuat aniaya). Adapun
al- IZhilam adalah menyerahkan hak milik kepada orang yang tidak berhak dan atau
dengan cara yang tidak teraniaya.

vِِٕ ‫۞إِ َّن ٱهَّلل َ يَ ۡأ ُم ُر بِ ۡٱل َع ۡد ِل َوٱإۡل ِ ۡح ٰ َس ِن َوإِيت‬


َ‫َٓإي ِذي ۡٱلقُ ۡربَ ٰى َويَ ۡنهَ ٰى ع َِن ۡٱلفَ ۡح َشٓا ِء َو ۡٱل ُمن َك ِر َو ۡٱلبَ ۡغ ۚ ِي يَ ِعظُ ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ تَ َذ َّكرُون‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” (QS: An-Nahl, ayat 90).

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral),
etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Secara sederhana hal
itu kemudian diartikan sebagai ajaran tentang perikelakuan yang didasarkan pada
perbandingan mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.

Etika secara umum terbagi atas dua yaitu etika umum dan khusus. Etika umum, yaitu
etika yang berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara
etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi
manusia dalam bertindak serta tolok ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu
tindakan. Sedangkan etika khusus merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar
dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan seperti “bagaiman saya mengambil
keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang lakukan yang
didasari olah cara, teori dan prinsip moral dasar”. Etika khusus dibagi menjadi : Etika
individual, etika sosial.

Unsur-unsur Pokok dalam etika adalah Wacana yang melibatkan pelaku dan sistem
nilai etis yang dipunyai setiap orang ataupun kolektif masyarakat. Oleh sebab itu, wacana

11
etika mempunyai beberapa unsur pokok. Unsur-unsur pokok tersebut adalah: kebebasan,
tanggung jawab, hati nurani, prinsip-prinsip moral dasar.

Konsep etika menurut para filsuf antara lain: Ibnu al-Muskawaihi memiliki konsep
seperti kebaikan dan keburukan, kebajikan, kebahagiaan. Sedangkan Al-Farabi memiliki
konsep antara lain Keutamaan teoritis, Keutamaan pemikiran, Keutamaan akhlak.

Etika Ideal atau Akhlak fadhilah adalah segala tingkah laku yang terpuji (mahmudah)
juga bisa dinamakan fadhilah (keutamaan). Dalam membahas cabang-cabang akhlak al-
fadhilah terdapat beberapa pembagian menurut Ibn Miskawaih antara lain:
Kebijaksanaan, keberanian, menjaga kesucian diri, keadilan.

DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K, Etika, Jakarta Pt: Gramedia Penerbit Utama, 2007

Gholib, Ahmad, ,” Akidah Akhlak Dalam Perspektif Islam”, (Tanggerang Selatan: Diaz
Pratama Mulia, 2016).

Hakim, Abdul, Jurnal,” Filsafat Etika Ibn Miskawaih”, Vol. 13, No. 2, Juli 2014

Hamim, Nur, Jurnal “Pendidikan Akhlak: Komparasi Konsep Pendidikan Ibnu Miskawaih
dan Al-Ghazali”, Studi Keislaman, Vol. 18 No. 1, Juni 2014

Taufik, Muhammad, Jurnal Antologi, “ Etika Dalam Perspektif Filsafat Islam”.

http://depeberbagiilmu.blogspot.com/2013/12/makalah-agama-islam-akhlak-etika-dan.html

12
13
14

Anda mungkin juga menyukai