Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kurikulum merupakan salah satu dimensi yang penting bagi dunia
pendidikan. Kurikulum merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan yang
menjadi landasan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini
dilakukan sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam
kurikulum. Perkembangan suatu kurikulum dari waktu ke waktu juga
disebabkan oleh banyak faktor. Misalnya, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Faktor ini dapat menyebabkan kurikulum dilakukan
pengembangan yang nantinya menghasilkan model-model pengembangan
kurikulum.
Dengan berbagai faktor tersebut, kebutuhan akan suatu kurikulum
di setiap negara pun akan berbeda. Di indonesia sendiri telah mengalami
pasang surut perubahan model kurikulum. Dimulai dari model
pengembangan kurikulum top-down sampai dengan model pengembangan
kurikulum down-top. Seringnya pergantian model kurikulum yang
digunakan bukanlah tanpa alasan. Mengikuti tren perkembangan teknologi,
pergantian jabatan dalam ruang lingkup pemerintah, kedua hal tersebut bisa
dikatakan sebagai sekian dari penyebab sering bergantinya kurikulum di
Indonesia.
Model sebagai konsep dasar mengenai usaha pelaksaaan dan
penilaiaan pembelajaran dalam ruang lingkup pendidikan menjadi bahan
acuan dalam pemilihan sekaligus penetapan kurikulum yang digunakan.
Model pengembangan kurikulum disini memuat ide atau gagasan, tata cara
pelaksanaan dan evaluasi hasil akhir.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang model
pengembangan kurikulum pada umumnya dan macam-macam model
pengembangan kurikulum hasil dari pemikiran para ahli. Selain itu, kami

1
juga akan membahas beberapa model pengembangan kurikulum yang
pernah berlaku di indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
Dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, kami menarik
beberapa rumusan permasalahan yang terkait, adapun sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum ?
2. Apa saja macam-macam model pengembangan kurikulum yang ada?
3. Bagaimana gambaran model perkembangan kurikulum yang ada di
Indonesia?

C. TUJUAN
Dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, kami akan
mengemukakan beberapa tujuan dari mempelajari permasalah tersebut,
diantaranya:
1. Untuk mengetahui gambaran dari model pengembangan kurikulum.
2. Untuk mengetahui macam-model pengembangan kurikulum yang ada.
3. Untuk mengetahui model perkembangan kurikulum yang ada di
Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


Menurut Good (1972) dan Travers (1973) dalam (sanjaya, 2008)
model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks
atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis serta lambang-lambang
lainnya. Model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat
digunakan untuk menerjemahkan sesuatu ke dalam realitas, yang sifatnya
lebih praktis. Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah
komunikasi, sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil
keputusan, dan sebagai petunjuk perancanaan untuk kegiatan pengelolaan.
Dalam pengembangan kurikulum, model merupakan ulasan teoritis
tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh ataupun salah satu
bagian dari kurikulum. Ada model yang mempersoalkan keseluruhan proses
dan ada pula yang hanya menitikberatkan pandangannya pada mekanisme
penyusunan kurikulumnya(arifin, 2012).
Konsep pengembangan kurikulum adalah suatu perencanaan
kurikulum yang bertujuan memperoleh kurikulum yang lebih baik dalam
rangka mencapai tujuan tertentu, yakni perubahan perilaku para siswa.
Pendekatan pengembangan kurikulum terdiri dari tiga langkah, yaitu:
a. Merumuskan tujuan dalam bentuk tingkah laku
b. Memilih dan menemukan situasi belajar untuk mencapai tujuan- tujuan
tersebut.
c. Merancang serta mengembangkan metode assesment untuk mengukur
tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut(hamalik, 1993).
Beberapa ide yang mendasari pengembangan kurikulum didapat dari
(1) adanya perubahan dalam pengembangan visi, misi, tujuan dan sasaran
yang diemban, (2) perubahan ilmu dan teknologi yang semakin cepat, (3)
hasil evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya, (4) perubahan kebutuhan

3
stakeholders, (5) pandangan atau saran dari para pakar atau ahli, (6)tuntutan
dunia global dan lain sebagainya (wahidmurni, 2010).
Dapat disimpulkan bahwa model pengembangan kurikulum adalah
pola, rancangan, konsep yang menggambarkan proses dan prosedur suatu
kurikulum untuk dijadikan acuan dalam pelaksanaan pendidikan.

B. MACAM-MACAM MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa model yang dapat
digunakan. Setiap model memiliki ciri khas tertentu yang dapat dilihat dari
keluasan pengembangan kurikulum maupun tahapan pengembangan sesuai
dengan pendekatannya.
Robert S. Zais (1976) dalam bukunya “Curriculum: Principles and
Foundations” mengemukakan delapan model pengembangan kurikulum.
Dasar teoritisnya yaitu institusi, pengambilan keputusan, ruang lingkup
kegiatan yang termuat dalam kurikulum, realitas impelementasinya,
pendekatan permasalahan dengan cara pelaksanaannya, penelitian sistematis
tentang masalahnya, dan pemanfaatan teknologi dalam pengembangan
kurikulum (arifin, 2012). Adapun model-modelnya adalah sebagai berikut :
1. The Administrative (Line-Staff) Model
Model ini dikembangkan pada tahun 1957oleh Smith, Stanley dan
Shores. Model ini sering disebut line staff karena dikembangkan dari
atas ke bawah, dimana gagasan pengembangan kurikulum datang dari
pejabat atau administrator pendidikan kemudian pelaksanaan
pengembangan kurikulum di tingkat bawah menggunakan prosedur-
prosedur administrasi yang bersifat sentralistik.
Langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum dalam model ini
adalah sebagai berikut :
Pertama, membentuk suatu panitia pengarah yang terdiri dari pejabat
administrasi tingkat atas yang bertugas merumuskan konsep dasar,
landasan kebijakan dan strategi utama pengembangan kurikulum.

4
Kedua, setelah kebijakan kurikulum dikembangkan, panitia pengarah
memilih dan menugaskan para ahli sebagai panitia pelaksana untuk
bertanggung jawab dalam mengonstruksikan kurikulum.
Ketiga, setelah panitia melaksanakan penyusunan kurikulum selanjutnya
kurikulum di revisi olehn panitia pengarah. Rencana kurikulum yang
telah direvisi dan final, kemudian diuji cobakan oleh panitia pelaksana
yang lain yang tidak terlibat dalam penyusunan kurikulum.
Keempat, berdasarkan hasil uji coba tersebut, dilakukan modifikasi dan
selanjutnya kurikulum ditetapkan penggunaannya secara luas melalui
kebijakan Menteri Pendidikan Nasional.
Kelemahan dari model administratif yaitu tidak demokratis, karena
pengembangan kurikulum dilakukan atas arahan atasan ke bawahan,
bukan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke atas, begitupun
juga perubahan kurikulumnya tidak mengacu pada perubahan
masyarakat melainkan manipulasi organisasi dengan pembentukan
macam-macam kepanitiaan (rusman, 2012).
2. The Grass-Roots Model
Model ini merupakan lawan dari model administratif yang juga
dikembangkan oleh Smith, Stanley dan Shores. Pengembang kurikulum
pada model grass-roots (akar rumput) berada di tangan guru-guru
sebagai pelaksana kurikulum di sekolah, baik yang bersumber dari satu
sekolah maupun dari beberapa sekolah sekaligus. Metode ini didasari
oleh dua hal pokok, yaitu: pertama, implementasi kurikulum akan lebih
berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana terlibat secara langsung
dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum
bukan hanya melibatkan personel yang profesional (guru) saja, tetapi
juga siswa, orang tua dan masyarakat.
Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu: (a) kurikulum
akan bertambah baik, jika kemampuan profesional guru bertambah baik;
(b) kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara aktif
dalam merevisi kurikulum; (c) jika guru terlibat dalam merumuskan

5
tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan
masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan
lebih bermakna; dan (d) hendaknya diantara guru terjadi kontak
langsung sehingga mereka dapat saling memahami dan mencapai suatu
konsensus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan, dan rencana.
Dalam pelaksanaannya, para administrator cukup membimbing dan
memberikan dorongan agar guru dapat melaksanakan tugas
pengembangan kurikulum secara demokratis dan ini menjadi kelebihan
dari model grass root (arifin, 2012).
Kelemahan dari model grass root adalah metode partisipasi yang
demokratis dalam proses yang khusus, bersifat teknis, dan kompleks
sehingga setiap keputusan haruslah memperhatikan pendapat masyarakat
umumnya seperti orangtua murid dan tokoh masyarakat. Peran
pemikiran satu orang satu suara belum tentu menghasilkan sesuatu yang
terbaik dalam suatu situasi, otoritas oleh pihak tertentu juga diperlukan.
Menanggapi dari kelemahan model grass root yang sudah dipaparkan
diatas, perlu diingat bahwa model ini telah memperkuat landasan
pembuat keputusan kurikulum dan bertanggung jawab terhadap
keinginan-keinginan masyarakat. Model ini pun memungkinkan adanya
kompetisi namun ke arah peningkatan mutu dan sistem pendidikan
(rusman, 2012).
3. The Demonstration Model
Keinginan dan permintaan untuk perubahan yang luas dalam kurikulum
seringkali dirasa sebagai ancaman. Hal ini terjadi karena Model
demonstrasi yang tadinya dirancang untuk memperkenalkan inovasi
kurikulum skala kecil, kemudian ada upaya untuk menerapkannya dalam
revisi kurikulum dalam program yang luas, sehingga mendapat
sanggahan dalam kalangan masyarakat. Menurut Smith, Stanley dan
Shores dalam (rusman, 2012) model demonstrasi dilaksanakan dalam
dua bentuk, yaitu:

6
a. Bentuk pertama cenderung bersifat formal, sekelompok guru
diorganisasikan dalam suatu sekolah secara terpisah yang ditugaskan
untuk mengembangkan proyek percobaan kurikulum. Tujuannya
yaitu untuk menghasilkan segmen baru dalam kurikulum, dengan
harapan hasilnya dapat diadopsi oleh kurikulum sekolah. Dalam
bentuk ini, model dianggap sebagai representasi variasi model
administratif.
b. Bentuk kedua dianggap kurang formal, karena guru-guru yang
merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada membuat
eksperimen di dalam area tertentu. Mereka bekerja dalam bentuk
organisasi atau personal dengan tujuan menghasilkan alternatif
praktik kurikulum. Jika eksperimen berhasil, maka diajukan untuk
diadopsi penggunaannya di sekolah. Bentuk ini mewakili pendekatan
grass-roots untuk merekayasa kurikulum.
Keuntungan model demonstrasi antara lain: (a) karena kurikulum yang
dihasilkan telah di ujicoba dalam praktik yang nyata, maka dapat
memberi alternatif yang dapat bekerja, (b) perubahan kurikulum pada
bagian tertentu lebih mudah untuk disepakati dan diterima dari pada
secara keseluruhan, (c) mudah mengatasi hambatan, dan (d)
menempatkan guru sebagai inisiatif dan nara sumber sehingga para
administrator dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru-guru dalam
mengembangkan program baru (arifin, 2012).
Kelemahan utama model ini adalah model menciptakan pertentangan-
pertentangan baru di kalangan guru, karena guru-guru yang tidak terlibat
di dalam proses pengembangan cenderung bersikap ragu, tidak percaya
dan cemburu sehingga mereka akan menerima kurikulum baru itu
dengan sepele atau setengah hati (rusman, 2012).
4. Beauchamp’s System Model
Sistem yang diformalisasikan oleh G.A.Beauchmap (1975) dalam
bukunya “Curriculum Theory”, dalam (arifin, 2012) mengemukakan
adanya lima langkah kritis dalam pengambilan keputusan pengembangan

7
kurikulum, yaitu: (a) menentukan lokasi pengembangan kurikulum.
Lokasi itu bisa berupa kelas, sekolah, sistem persekolahan regional atau
sistem pendidikan nasional; (b) memilih dan mengikutsertakan
personalia yang akan ikut terlibat dalam pengembangan kurikulum
(c)mengorganisasikan personalia tersebut ke dalam lima tim yang terdiri
dari: tim pengembang kurikulum, tim peneliti kurikulum, tim penyusun
kurikulum baru, tim perumus kriteria kurikulum, serta tim penyusun dan
penulis kurikulum baru; (d) menentukan implementasi kurikulum; dan
(e) evaluasi kurikulum, yang meliputi empat dimensi: penggunaan
kurikulum oleh guru, desain kurikulum, hasil belajar peserta didik dan
sistem kurikulum (rusman, 2012).
5. Taba’s Interved Model
Pengembangan kurikulum model ini lebih menitikberatkan kepada
bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai proses perbaikan dan
penyempurnaan melalui tahapan-tahapan yang harus dikembangkan dan
dilakukan oleh para pengembang kurikulum.
Pengembangan kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang
dimulai dari langkah penentuan prinsip-prinsip kebijakan dasar,
merumuskan desain kurikulum, menyusun unit-unit kurikulum, dan
mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas.Namun, Hilda Taba
tidak sependapat dengan tahapan-tahapan tersebut. Alasannya,
pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan
pembaruan kurikulum. Oleh sebab itu, menurut Hilda Taba kurikulum
sebaiknya dikembangkan secara terbalik yaitu dengan pendekatan
induktif.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba
ini, yaitu:
a. Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Mendiagnosis kebutuhan.
2) Memformulasikan tujuan.

8
3) Memilih isi.
4) Mengorganisasi isi.
5) Memilih pengalaman belajar
6) Mengorganisasi pengalaman belajar.
7) Menentukan alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan
siswa.
8) Menguji keseimbangan kurikulum.
b. Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam
rangka menentukan validitas dan kelayakan penggunanya.
c. Merevisi dan mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan
data yang diperoleh dalam uji coba.
d. Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum.
e. Implementasi dan desiminasi kurikulum yang telah teruji. Pada
tahap terakhir ini perlu dipersiapkan guru-guru melalui penataran-
penataran, lokakarya dan lain sebagainya serta mempersiapkan
fasilitas dan alat-alat sesuai dengan tuntutan kurikulum (sanjaya,
2008).
6. Roger’s Interpersonal Relations Model
Muriel Grosby Rogers dalam bukunya yang berjudul Who Changes The
Curriculum dalam (rusman, 2012) mengungkapkan bahwa “perubahan
kurikulum adalah perubahan manusia”. Menurut Rogers (1970: 338)
manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing,
changing). Sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk
berkembang sendiri, tetapi karna ada hambatan-hambatan tertentu ia
membutuhkan orang lain untuk memperlancar atau mempercepat
perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya hanyalah pendorong dan
pemberi kemudahan terhadap perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum menurut Rogers (1967:
722) yaitu pemilihan target dari sistem pendidikan, partisipasi guru
dalam pengembangan kelompok imtensif, pengembangan pengalaman

9
kelompok yang intensif bagi kelas, dan partisipasi orang tua dalam
kegiatan kelompok (rusman, 2012).
Kelebihan dari model ini diperuntukan bagi semua pihak yaitu (1) bagi
pejabat pendidkan, dapat membangun suasana rileks dan komunikasi
lebih jelas serta realistis terhadap atasan, bawahan dan sesama anggota,
serta lebih mudah menerima ide pembaruan dan mengurangi kekuasaan
birokratis; (2) bagi guru atau administrator pendidikan lebih mampu
mendengar keluhan siswa dan mampu membangun suasana belajar yang
harmonis dan adil; (3) bagi siswa, merasa bebas mengemukakan
pendapat dan tidak merasa tertekan serta memiliki tenggang rasa antara
siswa; dan (4) bagi orangtua, memudahkan pemecahan masalah yang
bersifat pribadi maupun akademis karena paritisipasi antara orangtua
dengan administrator pendidikan (rusman, 2012).
7. The Systematic Action-Research Model
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan Model Penelitian
Tindakan Sistematik yang dikembangkan oleh Smith, Stanley, dan
Shores (1957 : 436) mendasarkan pada asumsi bahwa perubahan
kurikulum adalah perubahan sosial, yakni suatu proses yang melibatkan
kepribadian orang tua, siswa dan guru, struktur dan sistem sekolah, pola
relasi personal dan kelompok antara sekolah dan masyarakat. (rusman,
2012).
Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini
adalah adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah, dan
masyarakat, serta otoritas ilmu. Langkah-langkah dalam model ini
adalah (a) studi diagnostik masalah dalam kelas atau sekolah, (b)
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya, (c)
merencanakan pemecahan masalahnya, (d) menentukan keputusan yang
diambil sehubungan dengan masalah tersebut, (e) melaksanakan
keputusan yang telah diambil dan menjalankan rencana yang telah
disusun, (f) mencari fakta secara meluas, dan (g) menilai tentang
kekuatan dan kelemahannya (arifin, 2012).

10
8. Emerging technical Model
Model ini dicetuskan oleh Kirst dan Walker. Kirst dan Walker seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai
bisnis dalam budaya industri. Mereka mengemukakan bahwa
kecenderungan-kecenderungan baru tumbuh berdasarkan tiga orientasi
berikut.
a. Model Analisis Tingkah laku
Model analisis tingkah laku berisi tentang sistem intruksional yang
menekankan pada penguasaan tingkah laku atau kemampuan yang
dimiliki siswa. Penerapan model ini menuntut kemampuan atau
kekuatan administratif organisasi.
b. Model Analisis Sistem
Model ini memulai kegiatannya dengan cara menjabarkan tujuan-
tujuan secara khusus (output), menyusun alat-alat ukur untuk menilai
keberhasilannya, kemudian mengidentifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap proses penyelenggaraannya.
c. Model Berdasarkan Komputer
Model pengembangan kurikulum dengan cara memberdayakan
komputer. Pengembangan model ini dimulai dari identifikasi semua
unit kurikulum, dan masing masing unit kurikulum memiliki
rumusan tentang hasil belajar yang diharapkan. Para siswa dan guru
diminta melengkapi pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan
unit-unit kurikulum tersebut, kemudian jawaban serta hasil belajar
siswa diolah melalui proses komputer dan disimpan dalam komputer
(rusman, 2012).
Ada beberapa model pengembangan kurikulum selain dari yang disebutkan
oleh Robert S. Zais, antara lain :
1. Model Tyler
Model pengembangan kurikulum Tyler bersifat merancang suatu
kurikulum sesuai dengan tujuan dan misi suatu institusi pendidikan.
Menurut Tyler ada empat hal yang dianggap fundamental terkait dengan

11
pengembangan kurikulum. Berikut ini penjelasan dari empat hal
tersebut:
a. Menentukan Tujuan
Dalam penyusunan suatu kurikulum, merumuskan tujuan merupakan
langkah pertama yang harus dikerjakan. Karena tujuan itu arah atau
sasaran pendidian. Merumuskan tujuan kurikulum tergantung dari
model kurikulum, teori dan filsafat pendidikan yang dianut. Apapun
bentuk dan modelnya, tujuan haruslah mempertimbangkan berbagai
sumber untuk kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
b. Menentukan Pengalaman Belajar
Langkah kedua yaitu menentukan pengalaman belajar sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Pengalaman belajar adalah segala
aktifitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan selama proses
pembelajaran. Tugas guru sebagai pengembang kurikulum
semestinya memahami minat siswa serta bagaimana latar
belakangnya, sehingga akan memudahkan guru dalam mendesain
lingkungan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa
memperoleh pengalaman belajar.
c. Mengorganisasi Pengalaman Belajar
Pengorganisasian pengalaman belajar baik dalam bentuk unit mata
pelajaran maupun dalam bentuk program akan memberi arah bagi
proses pembelajaran. Ada tiga prinsip dalam mengorganisasi
pengalaman belajar, yaitu kontuinitas, urutan isi, dan integrasi.
d. Evaluasi
Proses evaluasi berperan penting untuk menentukan apakah
kurikulum yang digunakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
oleh sekolah atau belum. Adapun dua aspek yang perlu diperhatikan
yaitu, evaluasi harus menilai perubahan tingkah laku siswa
berdasarakan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dan evaluasi
sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu
waktu tertentu.

12
2. Model Oliva
Menurut Oliva suatu model kurikulum harus bersifat simpel,
komprehensif dan sistematik. Oliva menggambarkan, model
pengembangan kurikulum seperti rumusan filsafat, rumusan tujuan
umum, rumusan tujuan khusus, desain perencanaan, implementasi dan
evaluasi merupakan komponen-komponen yang tampak saja, karena
dalam kenyataannya mengembangkan suatu kurikulum ada 12
komponen yang saling berkaitan.
Komponen I adalah perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi lembaga
pendidikan, yang semuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa dan
analisis kebutuhan masyarakat.Komponen ini berisi pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat umum dan sangat ideal. Komponen II adalah
analisis kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada, kebutuhan
siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah.
Komponen ini sudah mengarah kepada tujuan yang lebih khusus.
Sumber kurikulum dapat dilihat dari komponen I dan II.
Komponen III dan IV, berisi tentang tujuan umum dan tujuan khusus
yang didasarkan kepada kebutuhan seperti yang tercantum dalam
komponen I dan II.. Komponen V berisi tentang bagaimana
mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
Komponen VI dan VII mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk
perumusan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran. Selanjutnya
dalam komponen VIII, menetapkan strategi pembelajaran yang
dimungkinkan dapat mencapai tujuan. Selama itu pula dapat dilakukan
studi awal tentang kemungkinan strategi atau teknik penilaian yang akan
digunakan (komponen IX A). Selanjutnya pengembangan kurikulum
diteruskan pada komponen X yakni mengimplementasikan strategi
pembelajaran. Selanjutnya, pengembang kurikulum kembali pada
komponen IX yaitu pada IX B untuk menyempurnakan alat atau teknik
penilaian. Teknik penilaian bisa ditambah atau direvisi setelah
mendapatkan masukan dari pelaksana atau implementasi kurikulum.

13
Tahap yang terakhir yakni pada komponen XI dan XII dilakukan tahap
evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.
Menurut Oliva, model yang digunakan dapat digunakan dalam beberapa
dimensi. Pertama,untuk menyempurnakan kurikulum sekolah dalam
bidang-bidang khusus, misalkan penyempurnaan kurikulum bidang studi
tertentu di sekolah, baik dalam tataran perencanaan kurikulum maupun
dalam proses pembelajaran. Kedua, model ini juga dapat digunakan
untuk membuat keputusan dalam merancang suatu program kurikulum.
Ketiga,model ini dapat digunakan dalam mengembangkan program
pembelajaran secara khusus.
3. Model Dynamic Skilbeck
Menurut Skilbeck, model Dynamic adalah model pengembangan
kurikulum pada level sekolah. Model ini diperuntukan untuk setiap guru
yang ingin mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
sekolah. Lima elemen pokok dalam model dinamic adalah sebagai
berikut :
a. Menganalisis situasi
b. Memformulasikan tujuan
c. Menyusun program
d. Interpretasi dan implementasi
e. Monitoring, feedback, penilaian dan rekonstruksi (sanjaya, 2008).
4. Model Wheeler
Menurut Wheleer, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses
yang membentuk lingkaran dan terjadi terus-menerus. Wheleer
berpendapat, ada lima tahap dalam pengembangan kurikulum, yakni :
a. Tujuan umum dan tujuan khusus
b. Menentukan pengalaman belajar
c. Menentukan isi atau materi
d. Mengorganisasikan pengalaman dan bahan belajar
e. evaluasi
Kelebihan dari model ini adalah :

14
a. Memasukan berbagai kematangan yang berhubungan dengan
objectives.
b. Dikembangkannya struktur logis kurikulum.
c. Menerapkan analisis situasi sebagai titik permulaan
Kekurangan dari model ini adalah :
a. Wajah yang bersifat logis.
b. Pengimplementasiannya (putra, 2013).
5. Model Audrey dan Howard Nicholls
Nicholls menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum
yang rasional khususnya kebutuhan untuk kurikulum yang munculnya
dari adanya perubahan situasi. Audrey dan Nicholls mendefinisikan
kembali metodenya Tyler, Taba, dan Wheeler dengan menekan pada
kurikulum proses yang bersiklus atau bentuk lingkaran, dan ini
dilakukan demi langkah awal yaitu analisis situas. Ada lima langkah
pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu :
a. Analisis situasi
b. Menentukan tujuan khusus
c. Menentukan dan mengorganisasikan isi pelajaran
d. Menentukan dan mengorganisasikan metode
e. evaluasi
Model pengembangan kurikulum D.K Wheeler, Audrey dan Howard
Nicholls dikategorikan dalam Cycle Models. Adapun kelebihan dari
Cycle Models adalah :
a. Memiliki struktur logis kurikulum yang dikembangkannya.
b. Menerapkan analisis situasi sebagai titik permulaan dapat
memberikan dasar data sehingga tujuan-tujuan yang lebih efektif
mungkin akan dikembangkannya.
c. Melihat berbagai elemen kurikulum sebagai asal yang terus menerus
sehingga dapat menanggulangi situasi-situasi baru dan mempunyai
konsekuensi untuk bereaksi terhadap perubahan situasi.

15
Sedangkan kelemahan dari Cycle Models yang menonjol adalah
membutuhkan banyak waktu untuk menganalisis situasi belajar.

C. Gambaran Model Pengembangan Kurikulum di Indonesia


Dalam pasal 1 ayat (13) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar nasional Pendidikan dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 1 ayat (27) dinyatakan bahwa
“kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu” (redaksi, 2013).
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, kurikulum selalu berubah dari
orde lama sampai saat ini. Pada orde lama kurikulum terakhir yang
digunakan adalah kurikulum 1964. Pada masa Orde Baru ada beberapa
kurikulum misalnya kurikulum 1968, berlaku hingga tahun 1975. Pada
tahun 1984 dibuat kurikulum baru dengan nama kurikulum 1975 yang
disempurnakan dengan cara belajar siswa aktif. Pada tahun 1994,
dikeluarkan kurikulum baru,yakni kurikulum 1994. Kurikulum ini menjadi
kurikulum terakhir yang dikeluarkan pada masa Orde Baru (beeby, 1979).
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih
efisien dan efektif. Kurikulum ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci
lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran,
alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).

16
Konsep CBSA yang secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah
yang diujicobakan, mengalami banyak kendala saat diterapkan secara
nasional. Namun, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA.
Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa
berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak
lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-
kurikulum sebelumnya. Tetapi, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil
karena beban belajar siswa dinilai terlalu berat dari muatan nasional hingga
lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-
masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-
lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga
mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Kurikulum
1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Sebenarnya ada dua jenis model pengembangan kurikulum yang telah
ditempuh di Indonesia, yaitu model yang berorientasi pada tujuan (goal-
oriented curriculum) dan model kurikulum berbasis kompetensi
(competency- based curriculum)(arifin, 2012).Sebelum jelas membahas
mengenai kurikulum berbasis tujuan dan kompetensi berikut ini adalah
Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa fungsi dan tujuan
pendidikan nasional adalah :
“Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta
bertanggung jawab” (redaksi, 2013).
Model pertama, kurikulum yang berorientasi pada tujuan telah
digunakan sejak kurikulum formal di Indonesia sampai dengan 1994 dan

17
berlaku efektif sampai dengan tahun 2003. Tujuan yang ingin dicapai
dalam kurikulum ini meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.
Untuk tercapaianya tujuan tersebut ditetapkanlah pokok-pokok materi dan
prosedur pembelajaran.
Model kurikulum yang berorientasi pada tujuan memiliki beberapa
kebaikan, antara lain : (a) tujuan yang dicapai jelas bagi penyusun
kurikulum, (b) memberikan arah yang jelas dalam menetapkan materi
pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang diperlukan untuk mencapai
tujuan, (c) mampu membuat penilaian terhadap proses dan hasil yang
dicapai, (d) hasil evaluasi membantu pengembangan kurikulum dalam
melakukan perbaikan yang diperlukan.
Sejak tahun 2004 Indonesia menggunakan model kurikulum berbasis
kompetensi. Sesuatu yang ingin dicapai dalam model kurikulum yang
berorientasi pada tujuan menjadi sesuatu yang harus dikuasai dalam
kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
menekankan pada pengembangan dan penguasaan kompetensi bagi peserta
didik melalui berbagai kegiatan dan pengalaman yang sesuai dengan
standar nasional pendidik sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta
didik, orangtua dan masyrakat (arifin, 2012).
Kompetensi merupakan integritas antara pengetahuan, keterampilan,
nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Kompetensi dalam konteks pendidikan dan pembelajaran dapat diartikan
sebagai (1) kemampuan umum yang harus dimiliki lulusan, (2) modal
untuk mengahadapi persaingan dalam era global, (3) pengalaman belajar
yang dikaitkan dengan bahan ajar secara kontekstual, dan (4) indikator
yang dapat diamati dan diukur dari sejumlah hasil belajar..
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan konsep kurikulum yang
berorientasi pada pengembangan kemampuan melaksanakan tugas dengan
standar tertentu, sehingga peserta didik dapat menggunakan
kemampuannya untuk mencapai hasil belajar. Implementasi kurikulum

18
berbasis kompetensi yaitu, dapat menumbuhkan sikap mandiri, tanggung
jawab, dan partisipasi aktif peserta didik dalam belajar di sekolah maupun
memberanikan diri tampil di masyarakat
Di dalam kurikulum berbasis kompetensi ada dua wewenang dalam
pengembangannya, yaitu wewenang pusat (Diknas) dalam hal menentukan
standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator hasil belajar, dan materi
pokok (pada kurikulum 2004); sedangkan pada kurikulum 2006 yang
ditentukan oleh pusat adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Hal-hal lainnya seperti materi pokok dan uraian materi, indikator dan
penentuan soal ujian ditentukan oleh wewenang lembaga atau daerah.
Ada beberapa landasan dalam pengembangan kurikulum berbasis
kompetensi yaitu (1) pergeseran orientasi pendidikan ke arah hasil, (2)
pergeseran dari pembelajaran dari kelompok ke individu, (3) hasil
pembelajaran yang tuntas, (4) mengakomodasi adanya perbedaan individual
pembelajaran, dan (5) mengakomodasi ragam kepentingan, potensi, dan
kemajuan wilayah/daerah (wahidmurni, 2010).
Kurikulum yang saat ini digunakan di Indonesia yaitu kurikulum 2013.
Kurikukulum 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran
kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ciri kurikulum
2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam
berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-banyaknya karena
siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas
melalui perkembangan teknologi dan informasi.
Siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada
lingkungan, kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki
kemampuan berpikir kritis. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif.

19
BAB III
KESIMPULAN

A. PENUTUP
Model pengembangan kurikulum adalah sistem atau konsep mengenai
usaha perencanaan yang berisi seperangkat tujuan, isi dan bahan
pembelajaran yang dijadikan sebagai pedoman dalam kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan.
Model pengembangan kurikulum menurut Robert S. Zais terbagi
menjadi 8 yaitu the administrative (line-staff) model, the grass-roots
model,the demonstration model, beauchamp’s system model, taba’s interved
model, interpersonal relations model, the systematic action-research dan
model emerging technical model. Adapula model pengembangan kurikulum
lainnya seperti model tyler, model wheeler, model nicholls, model dynamic
skilbeck, dan model oliva.
Model pengembangan kurikulum yang telah ditempuh di Indonesia,
yaitu model yang berorientasi pada tujuan (goal-oriented curriculum) dan
model kurikulum berbasis kompetensi (competency- based curriculum).
Melihat model-model perkembangan kurikulum yang sudah dijelaskan
pada bagian pembahasan, kami menyimpulkan model pengembangan
kurikulum yang pernah berlaku dan sedang dilaksanakan di Indonesia
menggunakan pendekatan model sebagai berikut :
1. Kurikulum 1975 model oliva.
2. Kurikulum 1984 (CBSA) model demonstratif
3. Kurikulum 1994 perpaduan antara model grass root dan model
beauchamp.
4. Kurikulum 2004 model tyler
5. Kurikulum 2006 perpaduan model tyler dan model taba
6. Kurikulum 2013 perpaduan antara Roger interpersonal relations model
dan emerging technical model

20
B. SARAN
Setiap model pengembangan kurikulum memiliki ciri tersendiri serta
kelebihan dan kekurangan yang tak dapat dipisahkan dari model tersebut.
Suatu lembaga pendidikan ataupun suatu negara yang hendak merumuskan
atau mengganti kurikulum pendidikan yang digunakan haruslah
memperhatikan nilai plus minus dari dari model yang akan dipilih. Selain
itu, ketika memilih suatu kurikulum hendaklah melihat kembali tujuan
pendidikan dari lembaga pendidikan atau negara tersebut, sehingga
kurikulum dapat berhubungan dan bisa menjadi salah satu cara untuk
mewujudkan tujuan tersebut.

21
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, z. (2012). konsep dan model pengembangan kurikulum. bandung: PT remaja


rosdakarya.
Beeby, C. (1979). assesment of indonesian education. Wellington: new zealand council
for educational reserach bekerjasama dengan oxford university press.
Hamalik, o. (1993). evaluasi kurikulum. bandung: remaja rosdakarya offset.
Putra, a. (2013). model pengembangan kurikulum.
https://www.academia.edu/6216987/model_pengembangan_kurikulum, 7-10.
Redaksi, t. (2013). himpunan lengkap undang-undang sisdiknas dan sertifikasi guru.
buku biru.
Rusman. (2012). manajemen kurikulum. jakarta: PT raja grafindo persada.
Sanjaya, w. (2008). kurikulum dan pembelajaran. jakarta: kencana prenada media group.
Wahidmurni. (2010). pengembangan kurikulum ips & ekonomi di sekolah/madrasah.
malang: uin maliki press.

22

Anda mungkin juga menyukai