ABSTRAK
A Latar belakang
Tahun 2020 merupakan tahun yang paling istimewa bagi dunia pendidikan khususnya
bagi satuan pendidikan. Hal ini akibat pandemi Covid-19 yang telah mendekonstruksi
kemapanan tata kelola satuan pendidikan yang ada. Berbagai aktivitas satuan pendidikan dari
mulai perencanaan sekolah (RKS/RKAS), kurikulum darurat, pola dan strategi pembelajaran,
hingga pembiayaan, saat ini mengalami hembatan dalam implementasinya. Situasi ini tentu
akan sangat berdampak besar terhadap kualitas keluaran (output) dari setiap satuan
pendidikan. Padahal, kualitas lulusan tersebut merupakan refleksi dari masukan (input)
maupun proses pendidikan.
Belum ada kepastian kapan pandemi ini akan berahir. Sehingga jika kita hanya
berdiam diri dan menyalahkan situasi, maka kita tidak akan mampu menjadikan situasi ini
sebagai momentum untuk melakukan perbaikan. Krisis akibat pandemi ini sejatinya memiliki
keuntungan, yakni memaksa kita untuk berfikir: kreatif mencari solusi. Bahkan sedapat
mungkin menjadikan momentum ini untuk melakukan lompatan-lompatan inovatif dengan
memanfaatkan sumber daya (resouces) yang dimiliki oleh masing-masing satuan pendidikan,
baik yang bersifat tangible maupun intangible.
Oleh karena itu, segenap warga sekolah dari mulai pimpinan sekolah, para guru,
peserta didik dan tenaga kependidikan yang ada harus dapat berkolaborasi dengan orang tua,
pemerintah dan masyarakat untuk menghadapi tantangan situasi ini. Salah satu variabel kunci
sebagai solusi atas persoalan ini adalah penguatan tata kelola satuan pendidikan yang ada,
yakni dengan mengaktualisasikan prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara
konsisten. Sejatinya, konsep MBS bukanlah hal baru, karena telah menjadi sebuah kebijakan
pendidikan di Indonesia sejak lama. Meski demikian, proses implementasinya masih
mengalami pasang surut, karena terkendala oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor
birokrasi pendidikan dan pola pikir masyarakat dalam pengembangan satuan pendidikan.
B Pembahasan
2
yang bersifat komunal atau yang menghimpun orang banyak dalam suatu tempat.
Konsekuensinya, sekolah menjadi salah satu institusi yang diliburkan sehingga
peserta didik melakukan proses pembelajaran dari rumah.
Meskipun demikian, kualitas sebuah satuan pendidikan mau tidak mau harus
tetap menjadi isu yang harus diperhatikan. Dalam hal ini, Sallis (2005: 1)
mengungkapkan “quality is at the top of most agendas and improving quality is
probably the most important task facing any institution. Kualitas adalah bagian
penting dari seluruh agenda dalam organisasi dan meningkatkan kualitas adalah tugas
yang paling penting yang dihadapi institusi manapun. Untuk itu, meskipun secara
faktual cukup berat, setiap satuan pendidikan harus tetap merespon dan menemukan
solusi kreatif untuk menjalankan MBS sesuai dengan rambu-rambu yang telah
ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dari sisi konsep, manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai
model pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggungjawab)
lebih besar terhadap sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan terhadap sekolah,
dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala
sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan,
pengusaha, dan sebagainya).
3
terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, antara lain “tata kelola berbasis sekolah”
(school-based governance), “manajemen mandiri sekolah” (school self-manegement), dan
bahkan juga dikenal dengan “school site management” atau “manajemen yang bermarkas di
sekolah”.
MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan
dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-
prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.
Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas,
efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan. Dengan MBS, sekolah diharapkan makin
berdaya dalam mengurus dan mengatur sekolahnya dengan tetap berpegang pada koridor-
koridor kebijakan pendidikan nasional. Hal ini dapat dilakukan apabila MBS dikelola dan
dipimpin oleh kepala sekolah yang memiliki kompetensi kepemimpinan pembelajaran dan
kompetensi kewirausahaan.
Tita Lestari (2017) merumuskan 6 (target) pencapaian MBS yaitu:
(a) perencanaan program;
(b) pelaksanaan rencana kerja;
(c) pengawasan dan evaluasi;
(d) kepemimpinan sekolah/madrasah;
(e) sistem informasi manajemen; dan
(f) penilaian khusus.
Masing-masing target tersebut diuraikan lebih lanjut menjadi butir-butir target,
misalnya komponen perencanaan program dibagi menjadi 4 butir yaitu visi, misi, tujuan dan
rencana kerja sekolah. Secara ringkas target MBS digambarkan sebagai berikut:
4
PENUTUP
A Kesimpulan
Isu pembelajaran daring sekarang ini harus direspon secara cepat dan kreatif
oleh segenap pemangku kepentingan yang ada agar transformasi ke arah pendidikan
4.0 semakin cepat terjadi. Meskipun masih didapati berbagai kendala dan hambatan,
seiring dengan berjalannya waktu habit (pembiasaan) pembelajaran daring tersebut
diharapkan akan terbentuk lebih stabil/konsisten.
Kendala-kendala teknis dalam penyelenggaraan pendidikan (terutama
pembelajaran daring) tersebut seyogyanya tidak menjadikan sekolah melupakan atau
mengenyampingkan mutu proses dan keluaran pendidikan. Untuk itu, efektivitas
manajemen sekolah menjadi kunci agar setiap sekolah tetap bertahan (survive),
bahkan sebisa mungkin tetap dapat melakukan perbaikan terutama dalam konteks
pengembangan fasilitas teknologi pendidikan yang selama dimiliki oleh masing-
masing sekolah.
Strategi yang diharapkan dapat menjadi solusi adalah dengan
mengaktualisasikan tiga pilar Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu perencanaan
sekolah atau program sekolah di saat pandemi melalui RKS/RKAS (Rencana Kerja
Sekolah/Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah). Rencana tersebut harus benar-benar
menjadi perhatian utama bagi satuan pendidikan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat, terutama yang berkaitan dengan BDR baik secara daring ataupun luring.
Untuk itu, segenap satuan pendidikan harus menyadari bahwa peningkatan
mutu pendidikan merupakan usaha yang harus diupayakan secara terus-menerus agar
harapan untuk pendidikan yang berkualitas dan relevan dapat tercapai, sekalipun
dalam masa pandemic seperti hari ini. Hal ini mengingat pendidikan yang berkualitas
merupakan harapan dan tuntutan seluruh stakeholder pendidikan.
5
1