Hadist
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang
berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dr. H. Ahmad Bazari, M.Pd.I
sebagai dosen pengampu mata kuliah Tafsir dan Hadist Tarbawi yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................
1.3 Tujuan......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................
3.2 Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
‘’Menuntut ilmu wajib bagi setiap umat islam laki-laki maupun perempuan’’. (HR
Al-Baihaqi, Ath-Thabrani, Abu Ya’la, Al-Qudhai, dan Abu Nu’aim Al-Ashbahani).
Dari hadist diatas dapat disimpulkan bahwa menuntut ilmu atau belajar merupakan
suatu keharusan bagi setiap manusia. Karena dengan belajar, seseorang bisa berubah
dari tidak tahu menjadi tahu. Selain itu dengan belajar, akhlak atau tingkah laku
seseorang bisa berubah dari buruk menjadi baik (perubahan tingkah laku). Hal ini sesuai
dengan tujuan pembelajarannya. Seorang telah belajar kalau sudah terdapat perubahan
tingkah laku dalam dirinya.
Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan.
Gurulah yang menciptakannya guna membelajarkan anak didik. Guru yang mengajar
dan anak didik yang belajar. Perpaduan antara guru dan anak didik inilah yang
melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar yang ada. Seorang guru
seharusnya menyadari apa yang seharusnya dilakukan untuk menciptakan kondisi
belajar mengajar yang dapat mengantarkan anak didik mencapai. Disini tentu saja tugas
guru berusaha menciptakan suasana belajar yang menggairahkan dan menyenangkan
bagi semua anak didik. Suasana belajar yang tidak menyenangkan bagi anak didik
biasanya lebih banyak mendatangkan kegiatan belajar mengajar yang kurang harmonis.
Anak didik gelisah dan mudah jenuh adalah hasil dan suasana belajar yang kurang
harmonis. Hal ini bisa disebabkan guru kurang menguasai bahan ajar, penggunaan
metode yang menoton, jarang menggunakan media dan sebagainya.
Kata "ilmu" berasal dari bahasa Arab yaitu (alama, yu’limu, ‘ilman) yang berarti
mengerti, memahami benar-benar. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode tertentu, yg dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang
(pengetahuan) itu. Ilmu ialah deskripsi data pengalaman secara lengkap dan tertanggung
jawabkan dalam rumusanrumusannya yang sesederhana mungkin.Ilmu merupakan
perkataan yang memiliki makna lebih dari satu arti. Oleh karenanya diperlukan
pemahaman dalam memaknai apa yang dimaksud. Menurut cakupannya pertama-tama
ilmu adalah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah dalam satu
kesatuan. Dalam arti kedua ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan
ilmiah yang mempelajari pokok tertentu. Maksud dari pengertian ini adalah bahwa ilmu
berarti suatu cabang ilmu khusus. Bukan saja dalam ilmu-ilmu agama, para ulama telah
mewariskan berbagai karya yang hingga kini masih selalu kita rasakan manfaatnya.
Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah
dirinya dan tingkah lakunya ke arah yang lebih baik, karena pada dasarnya ilmu
menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan. Menuntut ilmu
tidak hanya terbatas pada hal-hal ke akhiratan saja, tetapi juga tentang keduniaan.
Jelaslah kunci utama keberhasilan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat
adalah ilmu.
Dari pemahaman di atas tentang menuntut ilmu adalah bagian dari sebuah proses ke
arah positif. Maka pendidikan Islam-pun dapat dipahami sebagai proses transformasi
ilmu, dengan berupaya mewujudkan tujuan akhir yaitu mewujudkan manusia yang
beriman dan bertaqwa. Nilai-nilai yang akan ditransformasikan adalah pelajaran yang
lebih identik dengan kurikulum. Dalam dunia Islam proses belajar mengajar sering
disebut juga dengan atTa‟lim, yakni proses transfer ilmu pengetahuan agama yang
menghasilkan
pemahaman keagamaan yang baik pada anak didik sehingga mampu melahirkan sifat-
sifat dan sikap-sikap yang positif. Sifat dan sikap positif yang dimaksud adalah ikhlas,
percaya diri, kepatuhan, pengorbanan, dan keteguhan.
Hukum menuntut ilmu adalah wajib, dengan rincian, pertama hukumnya menjadi
fardhu `ain untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu agama seperti aqidah, fiqh,
akhlak, Al-Qur`an. Ilmu ini bersifat praktis artinya setiap muslim wajib memahami dan
mempraktekkan dalam pengabdiannya kepada Allah. Yang kedua hukumnya menjadi
fardhu kifayah untuk mempelajari ilmu pengetahuan umum seperti ilmu social,
kedokteran, ekonomi serta teknologi. Adapun seorang penuntut ilmu yang dimaksud di
sini adalah seorang yang berproses atau belajar dalam dunia Pendidikan atau yang
sering disebut peserta didik atau seorang santri.
“Kaum Mu’minin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya” (HR. Tirmidzi no. 1162, ia berkata: “hasan shahih”).
“Sesungguhnya perkara yang lebih berat di timbangan amal bagi seorang Mu’min
adalah akhlak yang baik. Dan Allah tidak menyukai orang yang berbicara keji dan
kotor” (HR. At Tirmidzi no. 2002, ia berkata: “hasan shahih”).
Diantaranya:
“Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu
adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya” (QS. Al Hajj: 30).
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa
kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul
kebohongan dan dosa yang nyata” (QS. Al Ahzab:
58).
)َاْلُع َلَم اُء َو َر َثُة اَأْلْنِبَياِء (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وابن حبان
Artinya: “Orang-orang yang berilmu adalah ahli waris para nabi” (HR. Abu Daud,
Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Tentu sudah diketahui, bahwa tidak ada kedudukan di atas kenabian dan tidak ada
kemuliaan di atas kemulian mewarisi kedudukan kenabian tersebut.
)َيْسَتْغ ِفُر ِلْلَع اِلِم َم ا ِفي الَّسَم َو اِت َو اَأْلْر ِض (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وابن حبان
Artinya: “Segala apa yang ada di langit dan bumi memintakan ampun untuk orang
yang berilmu”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Kedudukan apa yang melebihi kedudukan seseorang yang selalu dimintakan ampun
oleh para malaikat langit dan bumi?.
)َأْفَض ُل الَّناِس اْلُم ْؤ ِم ُن اْلَع اِلُم اَّلِذ ْي ِإِن اْح ِتْيَج ِإَلْيِه َنَفَع َو ِإِن اْس ُتْغ ِنَي َع ْنُه َأْغ َنى َنْفَس ُه (رواه البيهقي
Hadits ini menjelaskan bagaimana keutamaan ilmu bagi seseorang, dimana ia akan
memberikan manfaat dan dibutuhkan oleh orang-orang disekitarnya. Bahkan jika
seorang yang berilmu terangsingkan dari kehidupan sekitarnya, ilmu yang ia miliki
akan memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, dan menjadi penghibur dalam
kesendiriannya.
)َم ْن ُيِرِد ُهللا ِبِه َخْيًرا ُيَفِّقْهُه ِفي الِّديِن (رواه البخاري ومسلم
Artinya: “Barang siapa dikehendaki bagi oleh Allah, maka Allah memberi kepahaman
untuknya tentang ilmu”, (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini adalah hadits yang urgen, dimana seolah-olah Allah menggantungkan
kebaikan seseorang terhadap kepahamannya terhadap agama, dalam arti kwalitas dan
kwantitas ilmunya dalam masalah agama. Dari sini dapat diketahui bahwa ilmu adalah
penting, karena ia menjadi penentu baik dan buruk seseorang. Dengan ilmu ia akan
membedakan salah dan benar, baik dan buruk dan halal dan haram.
َفَأْنَبَتْت, َو اْلِع ْلِم َك َم َثِل َغْيٍث َأَص اَب َأْر ًضا َفَكاَنْت ِم ْنَها َطاِئَفٌة َطِّيَبٌة َقِبَلْت اْلَم اَء, إَّن َم َثَل َم ا َبَع َثِني ُهللا ِبِه ِم ْن اْلُهَدى
, َو َز َر ُعوا, َو َس َقْو ا, َفَنَفَع ُهللا ِبَها الَّناَس َفَش ِرُبوا ِم ْنَها, َو َك اَن ِم ْنَها َأَج اِد ُب َأْمَس َك ْت اْلَم اَء, َو اْلُع ْش َب اْلَك ِثيَر, اْلَكَاَل
َو َنَفَع ُه ِبَم ا, َفَذ ِلَك َم َثُل َم ْن َفُقَه ِفي ِد يِن ِهللا, َو اَل ُتْنِبُت َك ًأَل, َو َأَص اَب َطاِئَفًة ِم ْنَها ُأْخ َر ى إَّنَم ا ِهَي ِقيَع اٌن اَل ُتْمِس ُك اْلَم اَء
َو َلْم َيْقَبْل ُهَدى ِهللا اَّلِذ ي ُأْر ِس ْلُت ِبِه (رواه البخاري, َو َم َثُل َم ْن َلْم َيْر َفْع ِبَذ ِلَك َر ْأًسا, َو َع َّلَم, َفَعِلَم, َبَع َثِني ُهللا ِبِه
)ومسلم
Artinya: “Perumpamaan apa yang dituliskan oleh Allah kepadaku yakni petunjuk dan
ilmu adalah seperti hujan lebat yang mengenai tanah. Dari tanah itu ada yang
gemburyang dapat menerima air lalutumbuhlah padang rumput yang banyak. Dari
panya ada yang keras dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan rumput.
Demikian itu perumpamaan orang yang tidak menolak kepadanya, dan mengajar, dan
perumpamaan orang yang pandai agama Allah dan apa yang dituliskan kepadaku
bermanfaat baginya, ia pandai dan mengajar, dan perumpamaan orang yang tidak
menolak kepadanya, dan ia tidak mau menerima petunjuk Allah, yang mana saya di
utus dengannya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Sahal bin Sa’ad RA, ia menceritakan sabda Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi
Thalib:
) َو اِح ًدا َخْيٌر َلَك ِم ْن ُح ْم ِر الَّنَع ِم (رواه البخاري ومسلم, َفَوِهللَا َأَلْن َيْهِدَي ُهللا ِبَك َر ُج اًل
Artinya: “Demi Allah! Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang karenamu, maka
itu lebih baik dari pada himar-himar ternak” (HR. Bukhari Muslim)
َو َم ْن َدَعا إَلى َض اَل َلٍة َك اَن, اَل َيْنُقُص َذ ِلَك ِم ْن ُأُجوِرِهْم َشْيًئا, َم ْن َدَعا إَلى ُهًدى َك اَن َلُه ِم ْن اَأْلْج ِر ِم ْثُل ُأُجوِر َم ْن َتِبَع ُه
)َع َلْيِه ِم ْن اِإْل ْثِم ِم ْثُل آَثاِم َم ْن َتِبَع ُه اَل َيْنُقُص َذ ِلَك ِم ْن آَثاِم ِهْم (رواه مسلم.
Artinya: “Barang siapa mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti
pahala-pahala orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun dari phala-pahala
itu. Barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa-dosa
orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa itu” (HR.
Muslim)
) َأْو َو َلٌد َص اِلٌح َيْد ُعو َلُه (رواه مسلم, َأْو ِع ْلٌم ُيْنَتَفُع ِبِه, َص َد َقٌة َج اِر َيٌة: إَذ ا َم اَت اْبُن آَد َم اْنَقَطَع َع َم ُلُه إاَّل ِم ْن َثاَل ٍث
Artinya: “Jika anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amalnya kecuali dari
tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang
mendoakannya” (HR. Muslim)
Dalam menuntut ilmu kita harus ikhlas karena Allah Ta’ala dan seseorang
tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat jika ia tidak ikhlas karena Allah.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar beribadah hanya kepada Allah dengan
memurnikan ketaatan hanya kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus,
dan supaya mereka mendirikan shalat dan memurnikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah:5)
Orang yang menuntut ilmu bukan karena mengharap wajah Allah termasuk
orang yang pertama kali dipanaskan api neraka untuknya. Rasulallah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’i yang
semestinya ia lakukan untuk mencari wajah
Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari
keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya aroma surga pada hari
kiamat.” (HR. Ahmad)
4. Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat dengan bertaqwa kepada Allah Ta’ala
5. Tidak boleh sombong dan tidak boleh malu dalam menuntut ilmu
Ketika belajar dan mengkaji ilmu syar’i tidak boleh berbicara yang tidak
bermanfaat, tanpa ada keperluan, dan tidak ada hubungannya dengan ilmu syar’i
yang disampaikan, tidak boleh ngobrol. Allah Ta’ala berfirman, “dan apabila
dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat.”
(QS. Al-A’raaf: 204)
Menuntut ilmu syar’i bukanlah tujuan akhir, tetapi sebagai pengantar kepada
tujuan yang agung, yaitu adanya rasa takut kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya,
taqwa kepada-Nya, dan mengamalkan tuntutan dari ilmu tersebut. Dengan demikian,
barang siapa saja yang menuntut ilmu bukan untuk diamalkan, niscaya ia
diharamkan dari keberkahan ilmu, kemuliaan, dan ganjaran pahalanya yang besar.
Objek dakwah yang paling utama adalah keluarga dan kerabat kita, Allah
Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman!
Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak
durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6).
Hal yang harus diperhatikan oleh penuntut ilmu, apabila dakwah mengajak
manusia ke jalan Allah merupakan kedudukan yang mulia dan utama bagi seorang
hamba, maka hal itu tidak akan terlaksana kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu,
seorang dapat berdakwah dan kepada ilmu ia berdakwah. Bahkan demi
sempurnannya dakwah, ilmu itu harus dicapai sampai batas usaha yang maksimal.
Syarat dakwah:
1) Aqidah yang benar, seorang yang berdakwah harus meyakini kebenaran ‘aqidah
Salaf tentang Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah,
Asma’ dan Shifat, serta semua yang berkaitan dengan masalah ‘aqidah dan
iman.
3) Beramal dengan benar, semata-mata ikhlas karena Allah dan ittiba’ (mengikuti)
contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak mengadakan bid’ah, baik
dalam i’tiqad (keyakinan), perbuatan, atau perkataan.
Keutamaan ilmu, belajar dan mengajarkan ilmu sangat penting dalam Islam. Rasulullah
SAW bersabda,
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah no. 224). Dalam islam
keutamaan menuntut ilmu juga disampaikan seperti berikut,
Ini adalah keutamaan menuntut ilmu yang pertama, dalam Alquran Allah SWT
berfirman: “Allah mengangkat orang-orang beriman di antara kalian dan orang-orang
yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Al-Mujadalah: 11).
Jika ditelaah lebih lanjut, ada tafsiran atau arti dari ayat ini. Seperti salah satunya
menurut Imam Syaukani berkata : “Dan makna ayat ini bahwasanya Allah mengangkat
beberapa derajat orang-orang beriman dari orang-orang yang tidak beriman, dan
mengangkat beberapa derajat orang-orang yang berilmu (dan beriman) dari orang-orang
yang hanya beriman. Maka barang siapa yang memadukan antara iman dan ilmu maka
Allah mengangkatnya beberapa derajat karena imannya lalu Allah mengangkat
derajatnya karena ilmunya”.
Rasulullah SAW bersabda: “Dan sesungguhnya para Nabi tidak pernah mewariskan
uang emas dan tidak pula uang perak, akan tetapi mereka telah mewariskan ilmu (ilmu
syar’i) barang siapa yang mengambil warisan tersebut maka sungguh ia telah mengambil
bagian yang banyak.” (HR Ahmad).
Kedudukan ilmu dalam Islam begitu mulia. Ia yang berilmu pasti diberi kebaikan dan
kemudahan dalam menjalankan kehidupannya di dunia maupun di akhirat.
Surga adalah idaman setiap muslim. Bahkan, ia menjadi janji dari Allah SWT bagi
banyak amalan shalih yang dilakukan oleh umat Islam. Oleh karena itu, menuntut ilmu
bisa menjadi salah satu jalan yang bisa kita lakukan untuk menuju surga. Hal ini
sebagaimana sabda Rasulullah SAW beliau bersabda :
َس َّهَل ُهللا َلُه ِبِه َطِريًقا ِإَلى اْلَج َّنِة،َو َم ْن َس َلَك َطِر يًقا َيْلَتِم ُس ِفيِه ِع ْلًم ا
“Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah
memudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR Bukhari dan Muslim).
5. Orang Berilmu Memiliki Pahala yang Kekal
Siapa yang tidak ingin terus mendapatkan pahala meski telah meninggal. Ilmu akan
kekal dan bermanfaat bagi pemiliknya walaupun ia telah meninggal. Hal ini akan
didapati bagi orang yang bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Sebab, ilmu
tersebut bukan hanya bermanfaat untuk dirinya, tapi juga untuk orang lain.
Disebutkan dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata kepada
Rasulullah SAW :
ِإَذ ا َم اَت اِإْل ْنَس اُن اْنَقَطَع َع َم ُلُه ِإاَّل ِم ْن َثاَل َثٍة ِم ْن َص َد َقٍة َج اِرَيٍة َوِع ْلٍم ُيْنَتَفُع ِبِه َوَو َلٍد َص اِلٍح َيْد ُعو َلُه
Artinya: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga
perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh”
(HR. Muslim no. 1631).
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Andre Kurniawan (2022) Dalil Menuntut Ilmu bagi Umat Islam, Menjadi Jalan untuk
Menuju Surga
https://www.merdeka.com/jabar/dalil-menuntut-ilmu-bagi-umat-islam-menjadi jalan-untuk-
menuju-surga-kln.html
https://hidayatullahahmad.wordpress.com/2015/05/07/adab-dan-etika-dalammenuntut-
https://idr.uin-
antasari.ac.id/17603/6/BAB%20III%20MURNI%20MARFU%60AH.pdf
menuntut-ilmu.html
Alhafiz Kurniawan (2021) Keutamaan Ilmu dan Ulama dalam Hadits Nabi
https://islam.nu.or.id/ilmu-hadits/keutamaan-ilmu-dan-ulama-dalam-hadits-nabi-
JMzPd