Makalah ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadist Pendidikan
Disusun oleh :
Sumarni (2115043)
Rizky Pernando (2115044)
Novia (2115045)
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat
serta karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Hadits Tentang Etika Murid Terhadap
Guru” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah Hadits Pendidikan. Materi ini diambil dari beberapa sumber sebagai penunjang.
Terlepas dari itu semua kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca. Semua saran yang bersifat membangun, kami
ucapkan terima kasih.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu menjadi sarana bagi setiap manusia untuk memperoleh kesejahteraan dunia
maupun akhirat, maka mencari ilmu hukumnya wajib. Mengkaji ilmu itu merupakan
pekerjaan mulia, karenanya banyak orang yang keluar dari rumahnya untuk mencari ilmu
dengan didasari iman kepada Allah SWT. Maka semua yang ada di bumi mendoakannya.
Karena mencari ilmu itu pekerjaan yang memerlukan perjuangan fisik dan akal, maka nabi
pernah bersabda bahwa orang yang keluar untuk mencari ilmu akan mendapatkan
pertolongan dari Allah, karena Allah suka menolong orang yang mau bersusah payah dalam
menjalankan kewajiban agama. Perlu diketahui bahwa, kewajiban menuntut ilmu bagi
muslim laki-laki dan perempuan ini tidak sembarang ilmu, tapi terbatas ilmu agama, dan ilmu
yang menerangkan cara bertingkah laku atau bermuamalah dengan sesama manusia. Dalam
kitab Ta‟lim Muta‟allim menjelaskan bahwa, “Ilmu yang paling utama ialah ilmu hal. Dan
perbuatan yang paling mulia adalah menjaga perilaku” yang dimaksud ilmu hal ialah ilmu
agama Islam.
Etika murid terhadap guru merupakan salah satu hal yang banyak diperdebatkan
karena merupakan problema dalam dunia pendidikan . Dunia pendidikan dalam beberapa
aspeknya tidak lepas dari adanya proses belajar mengajar yang meniscayakan adanya
interaksi antara murid dan guru. Az-Zarnuji adalah salah seorang tokoh dalam dunia
pendidikan Islam. Etika murid terhadap guru merupakan salah satu hal yang banyak
diperdebatkan karena etika mempunyai problema dalam tatanan kehidupan zaman yang
modern. Etika merupakan cita pembawaan insani, yang tidak lepas dari sumber yang awal
yaitu Allah SWT. Etika adalah salah satu prosedur dalam pembelajaran. Dalam menjalin
hubungan antar sesama manusia harus dilandasi dengan akhlakul karimah, dengan
mempunyai akhlakul karimah tentunya manusia akan mudah dalam melakukan segala
sesuatu.
Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling hormatmenghormati,
saling menghargai satu sama lain, dalam menuntut ilmusangatlah penting di tanamkan adab
dan tatakrama yang sopan terhadap guru.Di zaman yang modern seperti sekarang ini telah
banyak pergeseran tentangadab atau prilaku sehingga menjurus kepada dekadensi moral,
murid denganguru sudah tidak bisa lagi dibedakan baik dalam perkataan, perbuatan ataupun
prilaku dalam kehidupan sehari-hari.Dengan adanya makalah ini penyusun mencoba
4
menjelaskan pandangan islamtentang adab, tatakrama dan prilaku yang seharusnya dijunjung
tinggi dandiimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bergaul satu samalain
ataupun dengan guru.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Etika ?
2. Apa itu Murid dan Guru ?
3. Bagaimana Etika seorang murid terhadap guru ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui dan memahami Etika
2. Untuk mengetahui pengertian murid dan guru
3. Untuk memahami Etika seorang murid terhadap Guru
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Etika ialah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan cara
ikhtiar dan sengaja, kemudian ia mengetahui waktu untuk melakukanya apa yang ia perbuat. 1
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak
kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan
moral yang merupakan istilah dari bahasaLatin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya
“Mores”, yang berarti juga adatkebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan
perbuatan yang baik(kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan
dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yangdilakukan, sedangkan
etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
2. Guru
1
Ahmad Amin. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang. 1995. Hal. 17
2
Novan Ardy Wiyani. Desain Pembelajaran Pendidikan Tata Rancang Pembelajaran Menuju Pencapaian
Kompetensi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2013. Hal. 26-29
3
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Interaksi. Jakarta: Rineka Cipta
6
Dalam literatur kependidikan Islam, kata guru sering juga dikatakan dengan ustadz,
mu‟allim, murabbiy,mudarris dan muaddib. Sedangkan menurut Muhammad Ali al-Khuli
dalam kamusnya “Dictionary of Education; EnglishErobic”, kata “guru” disebut juga
dengan mu‟allim dan mudarris. Guru merupakan orang dewasa yang bertanggungjawab
memberi pertolongan pada anak didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar
mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan mampu mandiri dalam memenuhi
tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT.4
Guru adalah orang yang selalu memberikan wejangan-wejangan yang baik kepada
peserta didiknya, serta merupakan contoh suri tauladan terhadap siapapun, seperti pepatah
jawa mengatakan guru yaitu “digugu lan ditiru “ maksudnya ialah seorang guru biasanya
mempunyai tutur kata yang patut didengarkan dan mempunyai tingkah laku yang patut
ditiru oleh siapapun terutama oleh murid atau peserta didik itu sendiri. Menurut pendapat
Sardirman, A.M, menyatakan “guru merupakan salah satu komponen manusiawi dalam
proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya
manusia yang potensial dibidang pembangunan”
Artinya :
“ Dari Abu Hurairah r,a, ia berkata: Rasulullah saw, telah bersabda: Orang mukmin
yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah.”
3. Senantiasa mengadakan perjalanan (rihlah, comparative study) dan melakukan riset
dalam rangka menuntut ilmu karena ilmu itu tidak hanya pada satu majlis al-„ilm, tetapi
dapat dilakukan di tempat dan majelis-majelis lain.
4
Abdul Mujib. Ilmu Pendidikan Islam. Semarang: Prenada Kencana. 2006. Hal. 87
7
4. Memiliki tanggung jawab
Artinya :
“ Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw, telah bersabda: Barang siapa
yang ditanyai suatu imu pengetahuan, tetapi ia menyembunyikannya, maka Allah akan
menyedikan baginya kekangan dari api neraka di hari kiamat”. Ilmu yang dimilikinya dapat
dimanfaatkan.
Tugas dan tanggung jawab dalam perspektif hadits, sebagai berikut:
1. Dalam menuntut ilmu mengutamakan ilmu yang paling besar kemaslahatannya
untuk dirinya dan umat, di dunia dan di akhirat.
2. Senantiasa mengulangi pelajaran-pelajaran karena ia beranggapan bahwa dengan
pengulangan tersebut berarti ia telah melihat betapa luas dan dalamnya ilmu yang
dapat dikaji melalui ayat-ayat Allah, dan karena ia selalu bertasbih.
3. Mengadakan riset sebagai tindak lanjut dari proses belajar.
4. Mengajarkan kembali ilmu yang telah diperolehnya kepada orang lain.
5. Ilmu itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat.
6. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
7. Mematuhi semua peraturan yang berlaku.
8. Ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan di
lingkungan satuan pendidikan.
9. Belajar dengan sungguh-sungguh dan mengutamakan menuntut ilmu dari amalan
sunat lainnya. 5
5
Abuddin, Nata, Pendidikan Dalam Persepektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 20050, Cet. Ke-I, hl.249-
260
8
Allah, dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik6
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua
dan tidak menyayangi orang yang lebih muda.” ( HSR. Ahmad dan At-Tirmidzi )
Maka dari itu kita harus harus dihormati dan di muliakan, karena memuliakannya
adalah bentuk memuliakan ilmu yang menjadi kunci keberhasilan dalam menuntut ilmu,
sehingga janganlah seperti orang yang tidak mengetahui hak seorang guru.
“Ilmu itu tidak mungkin mencapai seseorang yang sombong, sebagaimana air tidak
mungkin meluncur ke tempat yang tinggi.”
Jadi kita tidak boleh sombong terhadap guru karna guru telah mengajarkan dan
berjasa besar kepada kita karna telah mengajarkan akhlak dan ilmu yang sangat banyak tang
dapat kita amalkan kedepanya. Jadi bersikap sopan , rendah hati dan tawadhulah kalian
kepada guru.
3. Bersifat Sopan
Bersikap sopan di hadapan guru, serta mencintai guru karena Allah. Di antara akhlaq
kepada guru adalah datang ke tempat belajar dengan penampilan yang rapi, sebagaimana
sabda Rasulullah saw:
· ِ ََجيل
ََُيبَاْلمال ِ إْنَاَّلل
“Sesungguhnya Allah itu indah dan suka kepada keindahan.”( HR. Ahmad, Muslim
dan Al-Hakim )
Penjelasan dari hadist ini bahwa kite harus berpenampilan yang rapi dan bersih
6
Anisa Nandya, 2010. “ Etika murid terhadap Guru”, jurnal Mudarrisa vol.2 No.1.
9
ketika kita ingin pergi ke tempat belajar karna Allah suka kepada keindahan dan kebersihan
karna kondisi yang bersih menandakan bahwa seorang murid siap menerima pelajaran dan
ilmu. Maka jangan salahkan jika ilmutidak meresap karena kondisi kita yang kurang siap,
pakaian penuh keringat, dan kepanasan dn sebagainya.
4. Selektif dalam bertanya dan tidak berbicara kecuali setelah mendapat izin dari guru.
Hadist tentang Etika Menjawab Pertanyaan ketika sedang berbicara
ِ ف قالَب عضَالقوِم
ََىاَأَن:ََأينَأراهَالسائِلَعنَالساع ِةَ؟َقَال:ََحَتَإِذاَقضىَح ِديثوَقال،ََبلَلَيسمع:ََوقالَب عضهم،َََسعَماَقالَفك ِرهَماَقال:َ
Artinya : dari Abu Huroiroh berkata ketika Nabi sedang berada di majlis sedang
berbicara terhadap suatu kaum dan sedang mengajar. Datanglah seorang badui bertanya Ya
Rasul kapan Kiamat, maka Rasul tetap melanjutkan mengajarnya. Sebagian orang
berpendapat Nabi mendengar yang dikatakan Badui, tetapi Nabi tidak suka terhadap
pertanyaan dan sebagian yang lain Nabi tidak mendengar. Sampai selesai mengajar Beliau
bersabda mana orang tadi bertanya tentang hari Kiamat? Orang itu menjawab : Saya Ya
Rasululloh. Rasul bersabda : Apabila Amanah sudah disia-siakan maka tunggulah kiamat.
Orang itu bertanya lagi Apa yang dimaksud dengan menyia-nyiakan Amanah? Nabi bersabda
“Apabila urusan itu diserahkan bukan pada Ahlinya maka tunggulah Kiamat”
Penjelasan :
Didalam Hadits ini Rasul mencontohkan etika adab menjawab pertanyaan ketika
proses pembelajaran dan pembahasan yang berbeda (diluar tema Pembahasan). Orang badui
bertanya kepada Rasul kapan kiamat, sedang Rasul mengajarkan lain kepada para sahabatnya
(Pembahasan yang lain). Maka Nabi tidak memotong pelajarannya tetapi melanjutkan dan
menyelesaikan sampai selesai pelajarannya.7
7
Abdullah bin Abdur rahman bin jibran, Sarah kitabul ilmi min sokhikhil Bukhori, hal 16-17
10
baru menjawab pertanyaan sang murid. Setiap pertanyaan yang di ajukan kepada guru pada
saat sedang menjelaskan suatu bab tertentu, mestinya pertanyaan menyesuaikan dengan bab
yang sedang di bahas.
“ bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak menghorrmti orang yang tua,
tidak menyayangi yang muda dan tidak mengerti hak ulamakami” (HR. Ahmad 5/323, Hakim
1/122. Dishohihkan oleh al-Albanidalam Shohih Targhib 1/117)
8
Abudin, Nata, Persepektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: Rajawali Press, 2001), Cet.
Ke-1, hl.102
11
Seorang murid hendaknya menganggap gurunya sebagai seorang pengajardan
pendidik. Sebagai pengajar yang mengajarkan ilmu kepadanya, sertasebagai pendidik yang
membimbingnya pada budi pekerti yang baik.Seorang murid kalau tidak percaya pada
gurunya dalam hal ini maka diatidak akan mendapatkan apa yang dia inginkan. Sebagai
sebuah gambaran, jika seorang murid ragu-ragu dengan kemampuan ilmu gurunya,
bagaimanamungkin dia akan mengambil manfaat darinya.
12
13. Tawadhulah kepada guru
Diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,
Maka dari itu rendah hatilah, jangan sombong, jangan angkuh, dan merendahkan diri agar
tidak kelihatan sombong, angkuh, besar kepala, atau sepadan dengan tawadhu'lah kalian
terhadap guru kalian.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keseluruhan istilah anak didik dalam perspektif hadits mengacu pada satu pengertian, yaitu
orang yang sedang menuntut ilmu, tanpa membedakanilmu agama atau ilmu umum.Karakteristik
peserta didik dalam perspektifhadits adalah: peserta didik menjadikan Allah sebagai motivator
utamadalam menuntut ilmu, mendalami pelajaran secara maksimal, mengadakan perjalanan ( rihlah,
comparative study) dan melakukan riset, bertanggung jawab mengajarkan ilmunya kepada orang lain,
dan ilmu itu harusdimanfaatkan untuk kemaslahatan umat dan agama. Tugas dan tanggung jawab
murid adalah: mengutamakan ilmu yang mempunyai kemaslahatan paling besar untuk agama umat
dan kehidupan akhirat, mengulangi pelajaran, ikut bertanggung jawab pada pendanaan pendidikan
jika iamampu, mematuhi peraturan yang berlaku, mengutamakan menuntut ilmudari pada amalan
sunat lainnya, dan lain-lain.
Mengenai pengambilan upah dalam mengajarkan agama terjadi perbedaan pendapat
dikalangan paraulama, seperti imam Hanafi yang tidakmembolehkan, kemudian imam Syafi`I, Maliki,
Ibnu Hazm yangmembolehkan, imam Hambali membolehkan ketika perbuatannya termasukmashalih,
dan mengharamkan ketika perbuatannya tergolong taqorrub.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, guna memenuhi tugas mata kuliah Hadits
Pendidikan. Kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan. Maka
dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Dan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Amin. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang. 1995. Hal. 17
Novan Ardy Wiyani. Desain Pembelajaran Pendidikan Tata Rancang Pembelajaran Menuju
Pencapaian Kompetensi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2013. Hal. 26-29
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Interaksi. Jakarta: Rineka Cipta
Abdul Mujib. Ilmu Pendidikan Islam. Semarang: Prenada Kencana. 2006. Hal. 87
Abuddin, Nata, Pendidikan Dalam Persepektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 20050,
Cet. Ke-I, hl.249-260
Abdullah bin Abdur rahman bin jibran, Sarah kitabul ilmi min sokhikhil Bukhori, hal 16-17
Abudin, Nata, Persepektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: Rajawali
Press, 2001), Cet. Ke-1, hl.102
Anisa Nandya, 2010. “ Etika murid terhadap Guru”, jurnal Mudarrisa vol.2 No.1.
15