DOSEN PENGAMPU:
Dr. Zulaeha S.Ag., M.Ag
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pengertian adab?
2. Apa yang dimaksud adabul muallim wa al mata’allim?
3. Bagaimana adab seorang guru?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian adab
2. Untuk mengetahui adabul muallim wa al muta’allim
3. Untuk mengetahui adab seorang guru
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adab.
Menurut Prof. Naquib al-Attas, pakar filsafat dan sejarah Melayu, adab adalah
“pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang,
dalam rencana susunan berperingkat martabat dan darjat, yang merupakan suatu
hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta.”
Contoh 1: Manusia yang beradab kepada Alloh ta’ala adalah manusia yang mengenal
Alloh dan mengakui hak dan kedudukan Alloh sebagai Pencipta alam semesta, yaitu
disembah. Kemudian manusia tersebut merespon dengan melaksanakan sholat sebagai
bentuk penyembahan dia kepada Alloh ta’ala. Itulah contoh manusia yang beradab
kepada Alloh ta’ala.
Contoh 2: Anak yang beradab kepada orang tuanya adalah anak yang mengenal dan
mengakui bahwa Alloh menciptakan dia melalui perantara orangtuanya. Ia menyadari
bahwa orangtuanya telah merawat, menjaga, dan mendidiknya hingga dia cukup umur.
Olehkarena itu orangtua berhak mendapatkan baktinya. Kemudian si anak merespon
dengan berbakti dan berbuat baik kepada orang tua. Itulah contoh anak yang
beradab kepada orangtua.
D. Etika pelajar
1) Membersihkan jiwa dari kejelekan akhlak, dan keburukan sifat karena ilmu itu
adalah ibadahnya sholat secara samar dan kedekatan batin kepada Allah
2) Menyedikitkan hubungan dengan sanak keluarga dari hal keduniawian
3) Tidak sombong terhadap ilmu dan pula menjahui tindakan tidak terpuji, terhadap
guru
4) Tidak mengambil ilmu terpuji selain mendalaminya sehingga selesai dengan
mengetahui hakikatnya. Karena keberuntungan melakukan sesuatu itu adalah
menyelami (tabahhur) dalam sesuatu yang dikerjakan
5) Jangan terburu-buru atau tergesa-gesa kecuali kita telah menguasai ilmu yang
telah dipelajari sebelumnya. Karena sesungguhnya ilmu itu adalah sistimatik, satu
bagian saling terkait dengan yang lainya
6) Pelurusan ujuan hanya karena Allah bukan karena harta dll[2]
Etika murid terhadap guru yang dirumuskan oleh Hasyim Asy’ari tersebut di
atas tampak masih cukup relevan untuk diaplikasikan dalam kegiatan proses belajar
mengajar di masa sekarang, kerena etika tersebut tersebut di samping tidak membunuh
kreativitas murid, juga dapat mendorong terciptanya akhlak yang mulia di kalangan
pelajar, dalam hal ini juga menjadi cita-cita dan tujuan pendidikan Islam
Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh aku telah diutus (oleh Allah) sebagai seorang
pengajar.” (HR Ibnu Majah). Sebagai pengajar, Rasulullah SAW merupakan sosok
yang bijaksana, melimpah kasih sayangnya, metode pengajarannya menyenangkan,
ucapannya lugas dan jelas, cerdas, memiliki perhatian yang besar kepada siapa saja
muridnya.
Sebagai pendidik, Rasulullah SAW merupakan pribadi dengan akhlak yang
mulia (QS Al-Qalam: 4). Ketika anak-anak kita menunjukkan perilaku tidak beradab di
tengah-tengah masyarakat, maka para guru mesti bermuhasabah, masihkah para guru
komitmen dan konsisten mengamalkan adab menjadi seorang guru? Adab merupakan
akhlak, moral, tata krama, etik, nilai, atau pandangan hidup (Pusat Bahasa
Kemdiknas,2008).
Jadi, adab guru adalah akhlak guru atau nilai-nilai yang mendasari keyakinan guru
dalam berpikir dan bersikap. Ada lima adab yang harus istiqomah diamalkan guru
sebagai pengajar maupun pendidik.
Pertama, mengajar bukan karena tujuan ingin mendapatkan imbalan
dan bukan pula karena mengharapkan ucapan terima kasih.
Mengajar diniatkan sebagai salah satu cara untuk beribadah dengan
mengharapkan ridha Allah SWT.
Kedua, mengingatkan murid akan akhlak yang buruk dengan
ungkapan kasih sayang, tidak secara terang-terangan, dan dengan
ungkapan yang lemah lembut bukan celaan. Alangkah lebih baiknya
para guru merenungi kata-kata hikmah dari Imam As-Syafie: “Siapa
yang menasihatimu secara sembunyi-sembunyi, maka ia benar-
benar menasihatimu. Siapa yang menasihatimu di khalayak ramai,
dia sebenarnya menghinamu.” Nasihatilah murid-murid kita dengan
kasih sayang dan menutupi aibnya agar tidak diketahui orang lain.
Ketiga, dianjurkan saat memberikan pelajaran, guru memberikan
penjelasan secara gamblang agar bisa dipahami oleh semua murid,
bahkan oleh murid dengan kemampuan daya tangkap rendah sekali
pun. Imam Tirmidzi dalam Kitab Asy-Syamail meriwayatkan dari
Aisyah ra bahwasanya ia berkata: “Rasulullah SAW tidak pernah
berkata dengan tergesa-gesa sebagaimana yang biasa kalian
lakukan. Akan tetapi, beliau berkata dengan ucapan yang sangat
jelas dan rinci, sehingga orang lain yang duduk bersamanya akan
dapat memahami setiap perkataan beliau.” (HR Imam Tirmidzi).
Keempat, guru menyayangi murid-muridnya seperti mereka
menyayangi anak-anaknya sendiri. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya aku bagi kalian tiada lain hanyalah seperti orangtua
kepada anaknya. Aku mengajari kalian.” (Ibnu Majah melalui
Abu Hurairah).
Kelima, hendaknya guru berbuat sesuai dengan ilmunya, tidak
mendustakan antara perkataan dan perbuatan. Allah SWT berfirman,
“Apakah kamu menyuruh manusia (melakukan) kebajikan dan kamu
melupakan (untuk menyuruh) diri kamu sendiri...” (QS. Al-Baqarah:
44).
Ketika murid tak mau mendengarkan dan mengikuti nasihat guru, alih-alih
kita marah dan menyalahkan perilaku murid, marilah bertanya dahulu pada diri sendiri,
“Apakah saya sudah menjadi guru yang beradab? Sudahkah saya melakukan apa yang
saya katakan kepada murid-murid?” Jangan pernah berdusta pada diri sendiri dan para
murid! Jika murid saja tak suka apalagi Allah SWT (QS Ash-Shaff: 3).