Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Etika Siswa Dalam Perspektif Hadist

Mata Kuliah: Hadits Tarbawi

Dosen Pengampu: Safrudin, M.Pd

Kelompok 10:

M.Abd Gani 2211101170

Umar Fauzi 2211101133

Siti nur Kholifah 2211101225

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AJI MUHAMMAD IDRIS

SAMARINDA

2022/2023
KATA PENGATAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
”Hadits Tarbawi”

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada dosen mata


kuliah yaitu Safrudin, M.Pd. yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami
juga ingin mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang turut membantu
dalam pembuatan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Warahmaatullahi Wabarakatuh

Samarinda, 16 Mei 2023

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................

A. Latar Belakang................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................

A. Pengertian Siswa Menurut Perspektif Hadist..................................................................


B. Etika Siswa Menurut Perspektif Hadist..........................................................................
C. Tugas dan Tanggung Jawab Siswa Menurut Hadist........................................................

BAB III PENUTUP...................................................................................................................

A. Kesimpulan.....................................................................................................................
B. Saran................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada zaman modern ini, etika para murid mengalami penurunan. Kita
banyak melihat murid-murid yang berbicara kasar kepada gurunya, berbicara
dengan seenaknya. Menganggap guru sebagai teman yang boleh-boleh saja, akan
tetapi tetap harus memiliki rasa takut kepada guru. Tetapi tidak hanya murid yang
tidak sopan terhadap gurunya, ada juga guru yang meminta kasar kepada
muridnya. Banyak sekali kasus yang kita temui mengenai guru yang melakukan
tindakan kepada murid-muridnya.

Maka dari itu, dalam tulisan ini akan sedikit dipaparkan mengenai etika
guru terhadap muridnya, dan juga etika murid terhadap gurunya dalam bidang
pendidikan. Agar para murid dan para guru tau batasan-batasan seperti apa yang
harus diperhatikan dalam hal belajar dan mengajar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Siswa Menurut Perspektif Hadits ?
2. Bagaimana Etika Siswa Menurut Perspaktif Hadist ?
3. Apa Saja Tugas dan Tanggung Jawab Siswa Menurut Perspektif Hdist ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Memahami Pengertian Siswa Menurut Perspektif Hadist
2. Untuk Memahami Etika Siswa Menurut Perspaktif Hadist
3. Untuk Mengetahui Tugas dan Tanggung Jawab Siswa

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Siswa Menurut Perspektif Hadist

Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapatkan


mengajarkan ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau
individu yang mengalami perubahan perkembangan sehingga masih memerlukan
bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari
struktural proses pendidikan. Peserta didik merupakan salah satu komponen
penting dalam suatu proses pendidikan Islam. Peserta didik artinya orang yang
ikut serta dalam proses pendidikan. Orang tersebut mengambil bagian dalam
sistem atau jenis pendidikan tertentu untuk menumbuhkan dan mengembangkan
dirinya1.

Istilah murid atau thalib sesungguhnya memiliki makna dari pada


penyebutan siswa. Artinya dalam proses pendidikan itu terdapat individu yang
secara sungguh-sungguh diminta dan mencari ilmu pengetahuan.Hal ini
menunjukkan bahwa istilah murid atau thalib memang adanya keaktifan pada
peserta didik dalam proses belajar mengajar, bukan pada pendidik. Namun dalam
pepatah dinyatakan:“Tiada bertepuk sebelah tangan” pepatah ini diisyaratkan
adanya active learning bagi peserta didik dan aktif mengajar bagi pendidik,
sehingga kedua belah pihak menjadi “gayung bersambung” dalam proses
pendidikan agar tercapai hasil secara maksimal.

Murid merupakan potensi kelas yang harus dimanfaatkan guru dalam


mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif. Murid adalah anak-anak yang
sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologis dalam
rangka mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan formal,
khususnya sekolah.2

1
Mujib, (2010) hal.104
2
Abudin, Nata, Persepektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: Rajawali Press,
2001), Cet. Ke-1, hl.102

v
B. Etika Siswa Menurut Perspaktif Hadist

Dalam pendidikan, persoalan etika sangat perlu diperhatikan karena tujuan


pendidikan tidak hanya menciptakan orang gila yang berotak cerdas dan
berketerampilan saja, melainkan manusia yang sempurna menghiasi budi pekerti
yang luhur serta berakhlak mulia. Seorang peserta didik selain bekerja belajar, dia
juga memiliki tugas yang penting apalagi ketika sedang berhadapan dengan
gurunya. Tugas tersebut adalah peserta didik harus menampilkan budi pekerti
yang luhur, melanggar dengan penuh etika.3

1. Etika Murid Terhadap Dirinya

a. Berniat ikhlas karena Allah semata.

Sebelum memulai pelajaran, siswa harus lebih dahulu membersihkan


dirinya dari segala sifat buruk karena belajar itu termasuk ibadah, dan ibadah yang
diterima Allah adalah ibadah yang dilakukan dengan tulus ikhlas. Oleh karena itu,
belajar yang diniatkan bukan karena Allah akan sia-sia. Nabi SAW bersabda yang
artinya: “Sesungguhnya amal perbuatan itu dilandasi atas niat…”

b. Hendaknya tujuan pendidikan itu karena takut kepada Allah SWT dan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

)‫الخ )(رواه ابن حبان والمعاذ‬٠٠٠٠‫تعلموا العلم فأن تعلمه هللا خشية‬

Artinya : “ Pelajarilah ilmu karena sesungguhnya mempelajarinya karena Allah


adalah sebentuk takut kepada-Nya.”

c. Jangan meninggalkan suatu mata pelajaran sebelum benar-benar


menguasainya.

d. Bersungguh-sungguh dan tekun belajar, siang dan malam, dengan terlebih


dahulu mencari ilmu yang lebih penting.
3
Sutisna, U. (2020). Etika Belajar dalam Islam. Faktor: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 7(1),
49–58.

vi
e. Tawaddu’, iffah, sabar, dan tabah, wara’, dan tawakal.

f. Disiplin dan selektif memilih lingkungan (pendidikan)

Islam sangat mengutamakan kedisiplinan, terutama penggunaan waktu,


bahkan Allah SWT bersumpah demi masa (waktu). Rasulullah SAW sendiri
mewaspadai betul waktu, sehingga beliau bersabda: “ Pergunakanlah lima
kesempatan sebelum datang lima kesempitan: sehatmu sebelum sakitmu, waktu
lapangmu sebelum waktu sempitmu, masa mudamu sebelum masa tuamu, masa
kayamu sebelum masa miskinmu, dan waktu hidupmu sebelum matimu”. (H.R.
Baihaqi)

Kemudian murid juga selektif dalam membentuk lingkungan pergaulan,


karena lingkungan turut membentuk corak pendidikan, perilaku, dan pola pikir
seseorang. Seperti sabda Nabi SAW yang artinya:”Perumpamaan sahabat yang
baik dan sahabat yang buruk itu bagaikan pembawa misik (kasturi) dan penyulut
api. Pembawa kasturi terkadang memberi kepadamu atau kau membeli dirinya,
atau (paling tidak) kamu mencium bau harumnya. Adapun penyulut api, kalau
tidak membakar pakaianmu, maka kamu mendapat bau baranya”.

2. Etika Murid Terhadap Gurunya

a. Hendaklah murid menghormati guru, memuliakan serta mengagungkannya


karena Allah, dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang
baik

‫يرنَا‬ َ ‫ْس ِمنَّا َم ْن لَ ْم يُ َوقِّرْ َكبِي َرنَا َو يَرْ َح ْم‬


َ ‫ص ِغ‬ َ ‫لَي‬

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih
tua dan tidak menyayangi orang yang lebih muda.” ( HSR. Ahmad dan At-
Tirmidzi )

b. Bersikap sopan di hadapan guru, serta mencintai guru karena Allah. Di


antara akhlaq kepada guru adalah datang ke tempat belajar dengan penampilan
yang rapi, sebagaimana sabda Rosululloh saw: ‫ِإ َّن هَّللا َ َج ِمي ٌل يُ ِحبُّ ْال َج َما َل‬

vii
“Sesungguhnya Alloh itu indah dan suka kepada keindahan.”( HR. Ahmad,
Muslim dan Al-Hakim )

c. Selektif dalam bertanya dan tidak berbicara kecuali setelah mendapat izin
dari guru.

Hadist tentang Etika Menjawab Pertanyaan ketika sedang berbicara:

‫ِّث ْالقَوْ َم َجا َءهُ َأ ْع~ َرابِ ٌّي فَقَا‬ ٍ ِ‫بَ ْينَ َما النَّبِ ُّي فِي َمجْ ل‬: ‫ض َي اللَّـهُ تَ َعالَى َع ْنهُ ـ َأنَّهُ قَا َل‬
ُ ‫س يُ َحد‬ ِ ‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ ـ َر‬
: ‫ضهُ ْم‬ ُ ‫ َوقَا َل بَ ْع‬، ‫ َس ِم َع َما قَا َل فَ َك ِرهَ َما قَا َل‬: ‫ِّث فَقَا َل بَعْضُ ْالقَوْ ِم‬ ُ ‫ضى َرسُو ُل اللَّـ ِه ي َُحد‬ َ ‫ َمتَى السَّا َعةُ ؟ فَ َم‬: ‫َل‬
‫ فَِإ َذا‬: ‫ قَا َل‬، ‫ُول اللَّـ ِه‬َ ‫ هَا َأنَا يَا َرس‬: ‫ َأ ْينَ ُأ َراهُ السَّاِئ ُل ع َْن السَّا َع ِة ؟ قَا َل‬: ‫ضى َح ِديثَهُ قَا َل‬ َ َ‫ َحتَّى ِإ َذا ق‬، ‫بَلْ لَ ْم يَ ْس َم ْع‬
َ‫ فَا ْنتَ ِظرْ السَّا َعة‬، ‫ ِإ َذا ُو ِّس َد اَأْل ْم ُر ِإلَى َغي ِْر َأ ْهلِ ِه‬: ‫ضا َعتُهَا ؟ قَا َل‬
َ ‫ َك ْيفَ ِإ‬: ‫ قَا َل‬. َ‫ت اَأْل َمانَةُ فَا ْنتَ ِظرْ السَّا َعة‬
ْ ‫ضيِّ َع‬
ُ .

Artinya : dari Abu Huroiroh berkata ketika Nabi sedang berada di majlis
sedang berbicara terhadap suatu kaum dan sedang mengajar. Datanglah seorang
badui bertanya Ya Rasul kapan Kiamat, maka Rasul tetap melanjutkan
mengajarnya. Sebagian orang berpendapat Nabi mendengar yang dikatakan
Badui, tetapi Nabi tidak suka terhadap pertanyaan dan sebagian yang lain Nabi
tidak mendengar. Sampai selesai mengajar Beliau bersabda mana orang tadi
bertanya tentang hari Kiamat? Orang itu menjawab : Saya Ya Rasululloh. Rasul
bersabda : Apabila Amanah sudah disia-siakan maka tunggulah kiamat. Orang itu
bertanya lagi Apa yang dimaksud dengan menyia-nyiakan Amanah? Nabi
bersabda “Apabila urusan itu diserahkan bukan pada Ahlinya maka tunggulah
Kiamat”

Penjelasan; Di dalam Hadits ini Rasul mencontohkan etika adab menjawab


pertanyaan ketika proses pembelajaran dan pembahasan yang berbeda (diluar
tema Pembahasan). Orang badui bertanya kepada Rasul kapan kiamat, sedang
Rasul mengajarkan lain kepada para sahabatnya (Pembahasan yang lain). Maka
Nabi tidak memotong pelajarannya tetapi melanjutkan dan menyelesaikan sampai
selesai pelajarannya.4

C. Tugas dan Tanggung Jawab Siswa Menurut Perspektif Hdist

4
Abdulloh bin Abdur rahman bin jibran, Sarah kitabul ilmi min sokhikhil Bukhori, hal 16-17

viii
Sebagai seorang pelajar, memiliki otak yang pintar saja tidak cukup. Hal
yang lebih utama adalah bagaimana menggunakannya dengan tujuan yang baik.
Tanggung jawab bisa diartikan sebagai konsekuensi, yakni setiap hal yang harus
diterima dan dijalankan terhadap apa yang telah dilakukan. Kita sering
mendengar istilah "lepas tanggung jawab" maknanya tidak mau mempertanggung
jawabkan apa yang telah dilakukan. Adapaun tugas dan tanggung jawab siswa
dalam perspektif hadits, sebagai berikut:

1. Dalam menuntut ilmu mengutamakan ilmu yang paling besar kemaslahatannya


untuk dirinya dan umat, di dunia dan di akhirat.

2. Senantiasa mengulangi pelajaran-pelajaran karena ia membatalkan bahwa


dengan pengulangan tersebut berarti ia telah melihat seberapa luas dan dalamnya
ilmu yang dapat ditinjau melalui ayat-ayat Allah, dan karena ia selalu bertasbih.

3. Mengadakan penelitian sebagai tindak lanjut dari proses belajar.

4. Mengajarkan kembali ilmu yang telah diperolehnya kepada orang lain.

5. Ilmu itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat.

6. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik


yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

7. Mematuhi semua peraturan yang berlaku.

8. Ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, mengemudi, dan


keamanan di lingkungan satuan pendidikan.

9. Belajar dengan sungguh-sungguh dan mengutamakan menuntut ilmu dari


amalan sunat lainnya.5

5
Abuddin, Nata, Pendidikan Dalam Persepektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 20050, Cet.
Ke-I, hl.249-260

ix
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang
mengalami perubahan perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan
arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses
pendidikan.

Artinya dalam proses pendidikan itu terdapat individu yang secara sungguh-
sungguh diminta dan mencari ilmu pengetahuan.Hal ini menunjukkan bahwa
istilah murid atau thalib memang adanya keaktifan pada peserta didik dalam
proses belajar mengajar, bukan pada pendidik.

Sebelum memulai pelajaran, siswa harus lebih dahulu membersihkan


dirinya dari segala sifat buruk karena belajar itu termasuk ibadah, dan ibadah yang
diterima Allah adalah ibadah yang dilakukan dengan tulus ikhlas.

B. Saran

Kami sebagai penulis serta penyusun menyadari banyaknya kekurangan


yang terdapat dalam makalah ini baik berupa kata, kalimat, dan lain sebagainya.
Sehingga saran dan kritik dari pembaca, kami butuhkan untuk perbaikan makalah
kedepannya agar lebih baik lagi. Dan semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat kepada yang membacanya.

x
DAFTAR PUSTAKA

Abudin, Nata, Persepektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta:


Rajawali Press, 2001

Abuddin, Nata, Pendidikan Dalam Persepektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta


Press, 20050, Cet. Ke-I

Abdulloh bin Abdur rahman bin jibran, Sarah kitabul ilmi min sokhikhil Bukhori

Abdul Mujib dan Yusuf Muzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Predana media 2010.

Sutisna, U. Etika Belajar dalam Islam. Faktor: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 2020

xi

Anda mungkin juga menyukai