Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM

PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Dosen Pengampu :

Dr. Nurhasanah Bakhtiar, M.,Ag.

Disusun Oleh :

Kelompok 3 Kelas PMT 2C

Anisa Oktafia : 12310524197

Putri Zharfa Hazrina : 12310523120

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
PEKANBARU-RIAU
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha


Penyayang. Alhamdulillah, kita bersyukur dan mengucapkan puji kepada
Allah SWT karena kehadirat-Nya yang telah memberikan banyak
keberuntungan dan kebaikan, yang telah memberikan berkah kesehatan
fisik dan mental kepada kami sehingga kita masih dapat menikmati pesona
alam ini. Dengan izin-Nya, kami berhasil menyelesaikan tugas sesuai
dengan jadwal yang ditentukan. Shalawat dan salam kita kirimkan kepada
Nabi Muhammad Saw, sebagai baginda yang mulia dari seluruh alam.
Dengan keluarganya dan sahabat-sahabatnya, beliau telah menunjukkan
kepada kita jalan yang benar dengan ajaran agama yang sempurna.

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata


kuliah Ilmu Pendidikan Islam. Penulisan makalah ini terinspirasi oleh
berbagai sumber yang relevan dengan topiknya, serta informasi yang
diperoleh melalui berbagai media terkait dengan topik tersebut. Makalah
ini mungkin tidak mencapai tingkat kesempurnaan yang diharapkan. Kami
berharap mendapatkan saran dan kritik yang positif agar kami dapat
meningkatkan makalah kami. Kami berharap bahwa makalah ini bisa
memberikan manfaat kepada orang lain dan meningkatkan pengetahuan
mereka.

Pekanbaru, 13 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM ............................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Arti dan hakikat peserta didik ...................................................................... 3

B. Tugas Peserta didik ...................................................................................... 7

C. Etika Murid dalam Pendidikan Islam ........................................................... 9

D. Nilai-Nilai Etika Murid dalam Kisah Nabi Musa dan Nabi Khaidir ......... 15

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 19

A. Kesimpulan ................................................................................................ 19

B. Saran........................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peserta didik, yang merupakan komponen utama dalam sistem
pendidikan, memiliki peranan yang sangat penting. Seorang pendidik tidak
dapat dianggap sebagai pendidik jika tidak ada siapa pun yang menjadi
objek didikannya. Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi
bawaan yang perlu diperluas melalui proses pendidikan, baik secara fisik
maupun mental. Pendidikan dapat berlangsung dalam konteks keluarga,
sekolah, atau lingkungan sosial sekitar di mana anak tersebut hidup. Sebagai
siswa, perlu memahami tanggung jawab, moral, dan melaksanakannya
dengan tepat. Peserta didik diharuskan melaksanakan atau menyelesaikan
tugas yang diwajibkan. Di sisi lain, etika merujuk pada panduan perilaku
dan kebiasaan yang harus diikuti dan diterapkan oleh peserta didik selama
mereka berada dalam tahap pembelajaran.
Namun, hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari peran seorang
pembimbing, karena peran pembimbing dapat mempengarui fungsi
komunikasi dan pemahaman diri dari tiap aspek yang ada dalam diri peserta
didik. Apabila peserta didik tidak dibimbing oleh pengajar yang kompeten
dan memiliki potensi maka kreativitas yang ada dalam peserta didik akan
sulit untuk diasah. Hal tersebut dapat berpengaruh pada potensi yang
dimiliki pada diri peserta, karena kompetensi yang dimiliki oleh
pembimbing berpengaruh pada pengetahuan akan potensi yang dimiliki
oleh tiap-tiap peserta didik. Pentingnya pendidikan tidak dapat diabaikan
dalam membentuk karakter dan sikap manusia yang sesuai dengan nilai-
nilai yang berlaku. Karena alasan ini, pendidikan memainkan peran yang
signifikan dalam membentuk identitas individu.
Dalam bidang pendidikan, individu yang mengikuti proses
pembelajaran dikenal sebagai peserta didik. Peserta Didik memerlukan
bimbingan dan arahan dari individu yang berada di tingkat yang lebih tinggi,
seperti peran dari guru dan orang tua, agar mereka dapat mencapai
kesuksesan. Di dalam sistem pendidikan islam, para peserta tertuju pada

1
individu yang sedang dalam proses perkembangan serta pertumbuhan dalam
hal pengetahuan, interaksi sosial, dan spiritualitas agama. Oleh karena itu,
peserta didik perlu mendapatkan bimbingan agar dapat mengarahkan dan
meningkatkan kemampuan mereka.

B. Rumusan Masalah
1. Apa arti dan hakikat peserta didik?
2. Bagaimana tugas peserta didik?
3. Bagaimana etika murid dalam pendidikan islam?
4. Bagaimana nilai-nilai etika murid dalam kisah Nabi Musa dan Nabi
Khaidir?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui arti dan hakikat peserta didik
2. Untuk mengetahui tugas peserta didik
3. Untuk mengetahui etika murid dalam pendidikan islam
4. Untuk mengetahui nilai-nilai etika murid dalam kisah Nabi Musa dan
Nabi Khaidir

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti dan hakikat peserta didik
1.1 peserta didik
Peserta didik adalah "orang yang menghendaki" menurut
etimologi, sedangkan murid dalam arti terminologi adalah pencari
hakikat yang mencari bimbingan atau arahan dari seorang pembimbing
spiritual (mursyid). Dalam tasawuf, siswa disebut sebagai "thalib" atau
"murid". 1
Menurut pakar pendidikan, ada beberapa pengertian siswa:
1. Abudin Nata : mengatakan bahwa ada terdapat tiga istilah yang ada
dalam bahasa arab, yang merujuk pada siswa yakni:
a. Murid, yang berarti orang yang menginginkan sesuatu;
b. Tilmidz, yang berarti sekolah atau pondok pesantren yang benar-
benar menganut Islam; dan
c. Tholibul ilmi, yang berarti orang yang mencari ilmu, seperti
pelajar dan mahasiswa. Pada jenjang SMP, SMA, serta
perguruan tinggi. Istilah tersebut ditingkatkan
2. Ahmad tafsir
Tiga istilah dalam bahasa Indonesia mengacu pada murid:
a. Murid adalah orang yang belajar, mensucikan diri, dan hanya
menuju pada Tuhan;
b. Anak didik, didasarkan pada gagasan bahwa guru harus
menyayangi muridnya dan menganggapnya seperti dirinya
sendiri, sehingga muncul istilah "anak didik"; dan
c. Murid, yang menekankan betapa pentingnya bagi murid untuk
berpartisipasi dalam proses belajar mengajar.

1
Isna Lokahita, dkk, Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, 2022.
https://www.studocu.com/id/document/universitas-singaperbangsa-karawang/ilmu-pendidikan-
islam/peserta-didik-dalam-pendidikan-islam/45792480.

3
Oleh karenanya, adapula yang berpendapat bahwa peserta didik
merupakan individu yang belum mencapai tahap kedewasaan dan oleh
karena itu membutuhkan pembelajaran, pelatihan, dan pendampingan dari
orang dewasa atau pendidik agar bisa menjadi dewasa. Tetapi beberapa juga
mengutarakan bahwa peserta didik memiliki naluri atau kemampuan untuk
meningkatkan potensi diri mereka sendiri. Dalam konteks ini, kecocokan
dan potensi ini meliputi pikiran, perasaan, dan kehendak. Selanjutnya, ada
juga pendapat yang menyatakan bahwa peserta didik adalah individu yang
dipengaruhi secara positif oleh orang dewasa atau pengajar.2
Dalam pendidikan islam, peserta didik merupakan individu yang
sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik,
psikologis, sosial, maupun religius, saat mereka menjalani kehidupan di
dunia ini dan di akhirat nanti. Definisi tersebut menjelaskan bahwa peserta
didik merupakan seseorang yang belum mencapai usia dewasa, sehingga
mereka memerlukan bantuan orang lain untuk mencapai kedewasaan. Anak
biologis merupakan individu yang belajar di dalam lingkungan keluarga,
siswa adalah individu yang belajar di sekolah, dan umat beragama menjadi
individu yang belajar dari masyarakat sekitarnya, dan masyarakat menjadi
individu yang belajar dari figur keagamaan dalam suatu agama.3

1.2 Hakikat Peserta Didik


Dalam pandangan filsafat pendidikan islam, seseorang yang sedang
berkembang menuju kebaikan dalam segi fisik, spiritual, dan moral
dianggap sebagai peserta didik. Misalnya, seorang anak yang masih sangat
kecil dan belum memiliki kemampuan untuk melakukan apa pun, kemudian
dia diajarkan dengan perlahan-lahan berbagai keterampilan seperti
merangkak, berjalan, dan lain sebagainya sehingga akhirnya anak tersebut
bisa melakukan hal-hal tersebut.4

2
Annisa Nasution, dkk, Hakikat Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam,jurnal penelitian
mahasiswa, vol. 1, No.3 2022.
3
Lailatul Maghfiroh, Hakikat Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam.
4
Annisa Nasution, dkk, Hakikat Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam,jurnal penelitian
mahasiswa, vol. 1, No.3 2022.

4
Aspek dari seorang peserta didik merupakan hal yang penting dalam
system pendidikan Islam. Peserta didik adalah komponen dasar dalam suatu
proses perubahan yang disebut pendidikan. Tidak seperti elemen-elemen
lain dalam sistem pendidikan yang dapat disusun sesuai dengan kondisi
fasilitas dan kebutuhan yang ada, kita menerima bahwa "materiil" ini sudah
dalam tahap pengembangan yang signifikan. Peserta didik secara resmi
mengacu pada individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan, mencakup perkembangan fisik dan psikis. Pertumbuhan dan
perkembangan ini adalah karakteristik yang harus didampingi oleh seorang
pendidik. Perkembangan fisik mengacu pada pertumbuhan tubuh,
sementara perkembangan psikis mencakup pertumbuhan pikiran dan
emosi.5
Kriteria peserta didik telah dikemukakan oleh Syamsul Nizar, yakni:
1. Para siswa bukanlah mini versi orang dewasa, tetapi mereka memiliki
kehidupan dan pandangan tersendiri. Sangat penting untuk memiliki
pemahaman yang jelas tentang ini agar perlakuan terhadap mereka
dalam proses pendidikan tidak dianggap sama dengan pendidikan orang
dewasa. Perlakuan ini mencakup cara mengajar, isi pelajaran yang akan
diajarkan, sumber bahan yang akan digunakan, dan lain-lain.
2. Peserta didik memiliki tahapan perkembangan dan pertumbuhan yang
berurutan secara waktu. Pemahaman ini penting untuk diketahui demi
kelancaran aktivitas. Perkembangan individu yang beragama Islam,
dengan mempertimbangkan tahap perkembangan fisik, emosional,
sosial, dan intelektual mereka. Perkembangan umumnya dialami oleh
semua pesserta didik adalah nama seseorang. Ini adalah alasan yang
masuk akal, karena tingkat keahlian siswa dikendalikan oleh potensi
pertumbuhan dan waktu yang dibutuhkan untuk berkembang atau
melewati fase tertentu pertumbuhan kemampuannya yang tersembunyi.
3. Dalam dunia pendidikan, peserta didik merujuk pada individu-individu
yang memiliki berbagai kebutuhan. Kebutuhan tersebut meliputi aspek
fisik, emosional, intelektual, dan sosial. Peserta didik adalah manusia

5
Rahmayulis, ilmu pendidikan islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hal 77.

5
yang berhak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
dan potensi mereka menyentuh tentang keperluan fisik maupun mental
yang perlu dipenuhi dalam lingkungan manusia, ada berbagai macam
kebutuhan yang harus terpenuhi, termasuk kebutuhan biologis seperti
makanan dan minuman untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Selain
itu, kebutuhan akan kasih sayang juga sangat penting untuk merasa
dicintai dan dihargai oleh orang lain. Berbagai hal seperti pemenuhan
kebutuhan keamanan, penghargaan terhadap diri sendiri, pencapaian
diri, dan sebagainya. Segala hal dapat dijalankan dengan baik dan
efektif.
4. Peserta didik merupakan ciptaan Allah yang memiliki perbedaan dalam
karakteristik baik itu karena faktor alamiah maupun pengaruh
lingkungan yang mereka tempati. Pengetahuan mengenai perbedaan
individual siswa merupakan aspek yang sangat penting bagi seorang
pendidik untuk dipahami. Faktor ini terjadi karena melibatkan
bagaimana cara pendidik menangani beragam sikap dan perbedaan
dalam situasi yang selalu berubah, tanpa merugikan salah satu pihak
atau kelompok.
5. Peserta didik adalah gabungan dari unsur fisik dan mental, unsur fisik
membutuhkan latihan dan kebiasaan untuk meningkatkan daya fisiknya
melalui pendidikan. Sementara itu, unsur mental melibatkan
kecerdasan, nurani, dan emosi. Agar memiliki kemampuan berpikir
yang tajam, pendidikan harus fokus pada pengembangan kecerdasan
intelektual melalui pengetahuan dalam bidang rasional. Dalam rangka
meningkatkan kepekaan perasaan, bisa dilakukan melalui pengajaran
etika dan praktik keagamaan. Gagasan ini berarti bahwa pendidikan
Islam seharusnya dilakukan dengan memperhatikan peserta didik
secara lengkap.
6. Peserta didik adalah individu manusia yang memiliki dasar potensi
fitrah yang bisa meluas dan berkembang dengan kemajuan yang
berkelanjutan. Di sini, pendidik memiliki tanggung jawab untuk
membantu menggali potensi dan mengarahkan pertumbuhan siswa

6
sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, tanpa melupakan
tanggung jawab sosial mereka; baik dalam ruang lingkup individu
maupun kolektif.6
Berbicara mengenai fitrah allah telah memberikan seperangkat
kemampuan dasar yang mempunyai kecenderungan berkembang. Menurut
perspektif islam fitrah artinya suci. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Ar-
Rum ayat 30 :

B. Tugas Peserta didik


Al-Ghazali menjelaskan beberapa tanggung jawab siswa dalam
kitabnya "ihya ulumuddin" dan "minhaj al-‘Amal", antara lain:
1) Menjaga kesucian khalak dan sifat-sifat yang tidak baik;
2) Bersedia mengembara untuk menemukan pengetahuan; dan
3) Tidak menyombongkan diri dan menentang gurunya.
4) Memahami posisi ilmu pengetahuan. Pelajar harus mengutamakan
pengetahuan yang penting dan mulia, kemudian pengetahuan yang
penting, dan akhirnya pengetahuan tambahan7.

Al-abrasyi menyatakan bahwa ada dua belas kewajiban, di antaranya


adalah:
1) Para peserta didik diharap telah memiliki hati yang bersih sebelum
belajar, karena sesungguhnya menuntut ilmu juga termasuk ibadah.

6
Samsul Nizar,Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
(Jakarta:Ciputat Pers, 2002), hal, 49-50.
7
Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlm
130.

7
2) Para peserta didik harus memiliki jiwa yang telah diisi dengan
keunggulan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan tidak
memiliki sifat yang sombong.
3) Mereka harus rela untuk mengesampingkan urusan keluarga serta
tanah kelahiran untuk pergi ke tempat yang lebih jauh guna dapat
mengunjungi guru-guru mereka.
4) Mereka tidak boleh sering menukar guru mereka kecuali setelah
pertimbangan yang mendalam.
5) Mereka harus menghormati guru mereka karena Allah dan selalu.
6) Jangan terlibat dalam kegiatan yang dapat menyusahkan guru kecuali
dengan izinnya.
7) Jangan membuka aib guru dan senantiasa memaafkannya jika ia salah.
8) Bersungguh-sungguh menuntut pengetahuan dan mendahulukan
pengetahuan yang lebih penting.
9) Sesama siswa harus menjalin ukhuwah yang penuh kasih sayang.
10) Bergaul dengan baik terhadap guru-gurunya seperti mereka bersalam.
11) Peserta didik harus selalu mengulangi pelajaran pada waktu-waktu
yang penuh berkat.
12) Bertekad untuk belajar sepanjang hayat dan menghargai setiap ilmu8.

Syekh Al-Jarnuzi dalam kitab “Ta’lim al-Muta’allim” menerangkan


sifat dan tugas dalam menuntut ilmu yaitu :
1. Tawadlu’, iffah, sabar, cinta ilmu, hormat kepada guru, dan sesama
penuntut ilmu.
2. Tekun belajar.
3. Wara’ (menahan diri dari perbuatan yang terlarang).
4. Punya cita-cita yang tinggi.
5. Tawakal.9

8
Isnaeniyatun Amaryani, dkk, Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, 2015.
https://santoson111.blogspot.com/2018/07/makalah-peserta-didik-dalam-pendidikan.html?m=1
9
Armai Arief, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm 76.

8
C. Etika Murid dalam Pendidikan Islam
1.1 Etika personal seorang peserta didik
Identitas seseorang ditentukan oleh kepribadiannya atau perasaan
dirinya, serta proses menemukan ilmu tercantum pada hal-hal berikut:
Menurut Imam An-Nawawi hendaknya seorang peserta didik bersuci
dari segala macam penyakit jiwa agar mudah menyerap ilmu dan
mempersiapkan diri menghadapi kehidupan kelak. Oleh karena itu,
memiliki tujuan yang kuat dalam menyampaikan fakta serupa dengan
memiliki rasa tanggung jawab yang kuat dalam menerima manfaat.
Al-Ghazali juga mengemukakan pendapatnya dalam Ihya al-
ʻUlumuddin bahwasanya siapapun yang ingin mempelajari sesuatu yang
baru atau menimba ilmu harus terlebih dahulu menyucikan jiwanya dari
keyakinan yang salah dan sifat-sifat khayalan karena ilmu adalah amalan
ketaqwaan dan ikatan dengan Tuhan. Beliau sedang mengakomodasikan
shalat dengan orang lain, agar ditujukan untuk bersuci dari hadas besar dan
kecil dan bersih dari najis.
Kedua, seorang murid hendaknya menghindari segala situasi yang
dapat membahayakan kemampuannya dalam menjalankan tugasnya dalam
hal belajar dan selalu ikhlas menerima kesulitan dalam hidupnya.
Ketiga, menurut Imam An-Nawawi menegaskan bahwa seorang wanita
hendaknya selalu memperhatikan gurunya dan materi yang akan diajarkan
kepadanya. Dia juga harus mendengarkan gurunya dan mendiskusikan
masalah pribadi apa pun dengannya, serta meminta agar dia diajari cara
menangani segala ketidaknyamanan yang mungkin timbul.
Hal tersebut telah dijelaskan dalam Al-Quran Sebagaimamana
dijelaskan dalam Alquran surat Qaf /50: 37:

9
Keempat, Imam An-Nawawi mengemukakan bahwasanya apabila
sedang mencari guru, hendaknya seorang pemuda belajar pada orang yang
berpengetahuan luas di bidangnya, baik hati dan sabar, tahu ilmunya, serta
tekun dan tabah. Ibnu Sirrin menyatakan, karena agama adalah sumber
segala ilmu pengetahuan, maka hendaknya masyarakat mewaspadai orang
yang menganut agama tersebut. Peserta didik tidak boleh merasa cukup
hanya dengan satu bidang pengetahuan dan percaya bahwa dia telah
mempelajarinya. Padahal, ia perlu mencari bidang ilmu lain agar ilmunya
bisa berkembang secara signifikan, khususnya di bidang agama. Sebab,
agama merupakan mata pelajaran yang erat kaitannya dengan ibarat wadah,
yaitu erat kaitannya dengan analisa dan penalaran yang jujur dan benar.
Kelima, secara umum para ulama menyarankan murid untuk tidak
belajar dari guru mereka yang belajar hanya dari buku saja, tanpa
berkonsultasi dengan guru lain atau guru yang benar-benar berpengetahuan.
Ketika seseorang peserta didik belajar secara mandiri menggunakan media
belajar yakni buku, besar kemungkinannya ia dapat mengalami kesulitan
dan mengalami stres serta frustasi.
Keenam, menurut Imam An-Nawawi, seorang peserta didik diharuskan
menghormati dan mengakui keahlian serta pengetahuan yang dimiliki oleh
gurunya di berbagai bidang ilmu. Tujuannya agar siswa tersebut dapat
segera merasakan manfaatnya dan memahami sepenuhnya apa yang
didengarnya menjadi bagian dari dirinya.
Ketujuh, menurut Imam An-Nawawi, seorang murid harus berusaha
memenuhi keinginan guru dengan menerima penjelasan yang diberikan oleh
guru, bahkan jika pendapatnya berbeda. Dilarang membicarakan secara
negatif tentang guru atau mengungkap dan menyebarluaskan rahasia.
Apabila dia tidak mampu menjaga kerahasiaan, maka dia akan dikeluarkan
dari kelas.
Kedelapan, Imām An-Nawawῑ mengatakan bahwa seorang murid harus
memiliki hati yang mulia dan menghindari segala sesuatu yang dapat
menyibukkan dirinya dari belajar. Dia juga mengatakan bahwa jika ada
kelompok yang sama, masuklah yang lebih tua dan lebih senior.

10
Kesembilan, Imām An-Nawawῑ mengatakan bahwa seorang murid
harus membersihkan dirinya secara fisik, seperti memotong kumis dan
kukunya, dan berusaha untuk tidak bau.
Kesepuluh, pada awal pelajarannya, dia memulainya dengan bersyukur
kepada Allah dan mendoakan Nabi Muhammad Saw. Mengucapkan doa
untuk ulama, pendidik, orang tua, dan komunitas Muslim secara
keseluruhan. Adalah sangat disarankan untuk mengambil waktu pagi
sebagai waktu untuk belajar, dikarenakan terdapat sebuah hadis dari
Rasulullah Saw yang menunjukkan hal tersebut. Teks ini berhubungan
dengan topik ini.
Kesebelas, siswa harus selalu memiliki kesempatan untuk
memanfaatkan waktu mereka untuk kegiatan di luar kelas.

1.2 Etika Berinteraksi dengan Teman


Imām An-Nawawi telah menjelaskan secara detail sebagai berikut
tentang etika berinteraksi dengan teman:
Pertama, beliau berpendapat bahwa seorang peserta didik diwajibkan
untuk mengucapkan salam kepada teman-temannya yang ada di majelis
dengan suara yang ramah agar mereka dapat mendengarnya; khususnya, dia
harus mengucapkan salam kepada gurunya dengan penuh kehormatan dan
kemuliaan, dan begitu juga ketika dia keluar dari ruangan.
Kedua, tidak boleh keluar dari kelas dengan melangkah ke tempat
duduk orang yang di depannya meskipun pelajaran belum selesai. Ini harus
dilakukan kecuali guru dan orang-orang yang hadir memberikan izin
kepadanya untuk keluar dari kelas terlebih dahulu atau karena mereka
menyadari kesulitan Anda sehingga mereka mengutamakan keluar.
Ketiga, jangan pernah meminta seseorang untuk meninggalkan tempat
duduknya, walaupun jika seseorang meminta kamu untuk duduk, jangan
duduk kecuali kamu memberikan kebaikan kepada para hadirin. Jika
memungkinkan, lebih baik duduk di dekat guru dan ingat pelajaran yang dia
berikan agar lebih bermanfaat bagi kamu dan para hadirin.

11
Keempat, dihimbau agar untuk tidak duduk di tengah majelis kecuali
saat pada situasi yang atau di antara dua orang kecuali keduanya
mempersilahkan untuk duduk dan berkumpul bersama mereka. Sangat
disarankan untuk duduk di dekat guru sehingga Anda dapat memahami
seluruh perkataannya dengan mudah. Selain itu, pastikan bahwa orang yang
duduk di depan guru tidak duduk di tempat yang paling tinggi dari orang
lain.
Kelima, bersikap ramah dan sayang kepada teman-temannya dan orang
lain yang dekat dengannya. Seorang siswa akan merasa lebih baik jika dia
dapat mempertahankan etikanya dengan orang lain, gurunya, dan
majelisnya. Dia seharusnya duduk sejajar dengan siswa lain dan tidak
menduduki tempat gurunya.
Keenam, Seorang siswa tidak boleh terlalu banyak tertawa atau
berbicara kecuali diperlukan, menurut Imām An-Nawawi.
Ketujuh, menurut Imām An-Nawawi, peserta didik sebaiknya dapat
memberikan arahan kepada sesama peserta didik dan orang lain untuk selalu
berupaya mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya guna
berguna dalam memberi manfaat kepada orang lain.

1.3 Etika Berinteraksi dengan Pendidik (Guru)


Pertama, Imām An-Nawawi berpandangan bahwa seorang murid tidak
boleh bermain-main atau bersenda gurau di depan guru atau teman-
temannya; sebaliknya, mereka harus melihat wajah guru dan mendengarkan
apa yang disampaikannya.
Kedua, Imām An-Nawawi mengatakan bahwa siswa tidak seharusnya
mendahulukan menjelaskan masalah atau menjawab pertanyaan sampai
mereka mengetahui bahwa gurunya mempersilahkannya untuk
melakukannya agar murid yang lain dapat menarik kesimpulan dari
penjelasan guru. Mereka juga tidak seharusnya meminta guru untuk
menjelaskan materi untuk para peserta didik saat suasana hati pendidik
sedang tidak nyaman, bingung, mengantuk, bosan, atau kondisi lainnya
yang membuatnya tidak nyaman.

12
Ketiga, jangan bosan untuk bertanya terkait hal-hal yang belum
dipahami, diperbolehkan kepada peserta didik untuk menerima penjelasan
terhadap informasi yang sekiranya belum dipahami. Karena sifat malu
merupakan hal negative yang terdapat pada diri, apabila kita terus mengikuti
rasa malu yang ada pada diri kita maka hal tersebut dapat menonjolkan
kekurangan dan kelemahan diri sendiri.
Keempat, untuk tidak membohongi diri sendiri terkait hal-hal yang
tidak kita setujui/pahami akan tetapi kita tetap mengiyakan agar
mempercepat penjelasan yang disampaikan. Jangan ragu untuk
mengutarakan apabila kita belum memahami materi tersebut, guna
menambah ilmu serta pengetahuan dan mencegah diri kita dari kebohongan.
Kelima, seorang siswa harus yakin bahwa pendidik akan memberikan
segala kemampuannya dan keinginan terbaiknya, serta kesempurnaan
pengetahuannya, dan sifat wara'nya, untuk menghindari kemunafikan saat
menjelaskan hal-hal yang belum dipahami siswa.
Keenam, menurut Imām An-Nawawi, jika seorang murid mendengar
gurunya bertanya atau menceritakan sebuah kisah dan dia sedang
menghapal, dia harus mendengarkan apa yang disampaikan gurunya
terlebih dahulu, kecuali jika dia diizinkan untuk mendengar sambil
menghapal pelajarannya.
Ketujuh, baik di rumah atau di luar rumahi, siswa harus giat belajar dan
mengerjakan tugas-tugasnya dari pagi hingga malam. Mereka tidak boleh
membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak penting kecuali untuk
kebutuhan hidup seperti makan dan tidur.
Kedelapan, bersabar atas sikap sabar gurunya atau etikanya yang tidak
baik; jangan berpaling untuk belajar dengannya dan percaya bahwa dia tahu
semua yang dia lakukan; berprasangka baik terhadap apa yang dilakukan
gurunya.
Kesembilan, salah satu etika yang harus dimiliki oleh seorang siswa
adalah menjadi sopan, sabar, dan bercita-cita tinggi. Mereka tidak boleh
merasa puas dengan pengetahuan mereka yang sederhana, meskipun mereka
dapat memperoleh lebih banyak lagi. Mereka juga tidak boleh menunda

13
pekerjaan mereka dan tidak menunda untuk menghasilkan prestasi yang
baik.
Kesepuluh, Imām An-Nawawi berpendapat apabila seorang peserta
didik masuk ke dalam kelas kemudian melihat gurunya belum hadir, maka
peserta didik harus menunggu dan tidak pergi sebelum gurunya dapat
meninggalkan kelas, karena waktu menunggu gurunya akan digunakan
untuk membaca. Namun, dia tidak boleh merepotkan olang lain untuk
membacakan pelajarannya untuknya.
Kesebelas, perhatikan untuk merevisi pelajaran yang telah dihafal
dengan penuh percaya diri dan ikhlas di hadapan guru, kemudian hafalkan
kembali pelajaran tersebut dengan hafalan yang baik, ulangi berkali-kali
untuk memantapkan ilmu yang diperoleh kemudian disimpan dalam
memori.
Kedua belas, Imām An-Nawawῑ berpendapat belajar sendiri sangat
berbahaya. Beliau mengatakan bahwa siswa harus selalu menghapal lagi,
bukan mulai menghapal dari buku sendirian, tetapi berikanlah kepada
gurunya agar ia dapat memperbaiki apa yang dihapalnya.
Ketiga belas, selalu mengulangi dan menghafal materi, senantiasa
berpikir tentang apa yang dia pelajari, mencurahkan seluruh waktunya untuk
mendapatkan manfaat yang signifikan, dan bergabung dengan para siswa
yang hadir di kelas saat guru mengulang materi.
Keempat belas, Imām An-Nawawῑ berpendapat bahwasanya seorang
peserta didik harus memulai belajarnya dengan mengunjungi gurunya dan
menghapal, menelaah, dan mengulang materi dengan memprioritaskan yang
paling penting.
Kelima belas, dalam bidang ilmu apa pun, Imām An-Nawawi
mengatakan bahwa seorang murid tidak boleh mengabaikan apa yang dia
lihat atau dengar.10

10
Salminawati, Etika Peserta Didik Perspektif Islam, jurnal tarbiyah, Vol.22,No.1, 2015.

14
D. Nilai-Nilai Etika Murid dalam Kisah Nabi Musa dan Nabi Khaidir
Nilai-nilai etika pada kisah Nabi Musa a.s. serta Nabi Khaidir a.s.
terdapat pada Q.S.iAl-Kahfi ayat 60-82iyang tercerminidan dapat
diimplementasikan dalam kehidupan, yakni diantaranya :
1) Tawakal : merupakan wujud adanya rasa percaya kepada Allah dan
menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya setelah melakukan ikhtiar.
Konsepitawakalitercerminidalam penafsiran Q.S. Al-Kahfi ayat 81

2) Tawadhu : Merendahkan diri dihadapan Allah, serta meraih keridhaan-


Nya dan menerima kebenaran, dan sikap rendah hati inilah yang dimiliki
oleh Nabi Musa. dalam ceritanya bahwa Tuhan menegurnya dan dia
menerimanya tanpa merasa terpaksa.

3) Sabar : Sabar adalah ketika seseorang mampu mengendalikan kata-


kata, sikap, dan tindakan yang dilarang oleh Allah dalam menghadapi
situasi sulit dan membuat khawatir. Nabi Musa a.s. memperlihatkan
kepemilikan sikap yang sabar. seseorang yang tengah mengikuti
perjalanan bersama Nabi Khidir a.s. Untuk mendapatkan pengetahuan
yang diberikan oleh Tuhan. Kesabaran dalam penelitian ini mencakup
kesabaran yang dibutuhkan untuk melewati perjalanan yang jauh serta
sabar yang ditunjukkan terhadap guru dan murid dalam mencari ilmu.

15
Selain itu nilai kesabaran Nabi Musa a.s dijelaskan dalam Q.S. Al-Kahfi
ayat 78 :

4) Disiplin: Disiplin merupakan faktor terpenting dalam kehidupan dan


perilaku, baik secara individu maupun kolektif. Nabi Khidir
menerapkan prinsip disiplin, yakni menepati janji dan aturannya ketika
mencari ilmu.

5) Sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu : Dalam mencari pengetahuan,


Nabi Musa a.s. adalah seorang yang sangat tekun dan bersungguh-
sungguh. Dalam perjalanan belajar bersama Nabi Musa a.s., tampaklah
Nabi Musa a.s. Meskipun harus menempuh perjalanan yang panjang
selama bertahun-tahun tanpa bisa menemui sang guru, namun akhirnya
dengan tekadnya yang kuat beliau berhasil bertemu dengan sang guru.

Fakta ini dapat disampaikan dalam Q.S Al-Kahfi : 60

16
6) Nilai lemah lembut
Di dalam agama Islam berbicara lemah lembut merupakan salah satu
nilai etika atau pendidikan akhlak.

7) Nilai etika guru terhadap murid : terdapat dalam Q.S Al-Kahfi ayat 68

8) Nilai etika murid terhadap guru

Pemaparan ayat diatas adalah pada saat Nabi Musa as. belajar ilmu
kepada Nabi Khidir as., beliau tidak mengizinkan Nabi Musa as. Belajar
ilmu kepadanya. Sampai pada akhirnya Nabi Khidir as. memberikan
syarat, yaitu :

17
9) Nilai i’tiqadhiyah (beriman terhadap ketetepan Allah)11

Hukum tersebut mengatur tentang hubungan spiritual antara


manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan
keyakinan atau keimanan. Nilai i'tiqadhiyah terdapat pada Q.S. Surat
Al-Kahfi ayat 79-82.

11
Mufti Umma Rosyidah, dkk.,Nilai-nilai pendidikan akhlak pada kisah Nabi Musa dan Nabi
Khaidir dalam Al-Qur’an, vol.5, No.6, 2020. Hal 79-80.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peserta didik dalam pembelajaran pendidikan Islam adalah individu
yang sedang dalam proses pendidikan agama. Mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, baik dalam aspek fisik, psikologis, sosial, maupun religius.
Dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat nanti. Dalam prinsipnya,
peserta didik menjadi contoh yang digunakan dalam proses transformasi.
Pendidikan disebut sebagai hal yang dimaksudkan dalam teks ini. segala
individu yang terlibat dalam proses pendidikan sebagai peserta yang aktif
dalam mencapai pertumbuhan pribadi melalui proses berguna bagi diri
sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Seseorang yang memiliki
perilaku yang baik dan dapat memenuhi perannya sebagai makhluk,
mengabdikan diri kepada Allah dan melaksanakan tugas sebagai pemimpin
bijaksana.
Etika murid dalam pendidikan Islam terbagi menjadi 3 diantaranya :
Etika personal seorang peserta didik yang terdiri dari sebelas pendapat
berdasarkan aspek personalitynya, Etika berinteraksi dengan teman yang
terdiri dari tujuan pendapat menurut Imam An-Nawawi, dan Etika
berinteraksi dengan pendidik atau guru yang terbagi menjadi lima belas
pendapat atau penguraian nya. Selain itu terdapat nilai-nilai etika murid
yang terdapat pada kisah Nabi Musa A.S. dan Nabi Khaidir A.S. yang dapat
kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang peserta
didik.
B. Saran
Oleh karena itu, penulisan makalah ini ditujukan untuk menambah wawasan
pembaca. Untuk merasakan pembahasan yang semakin komprehensif
tentang mahasiswa pendidikan Islam, pembaca dapat membaca dan
mempelajari buku-buku karya banyak penulis atau sumber lain. Penulis
menyadari bahwa penulisan artikel ini belum sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Amaryani, Isnaeniyatun, dkk, Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, 2015.


https://santoson111.blogspot.com/2018/07/makalah-peserta-didik-dalam-
pendidikan.html?m=1
Arief, Armai, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002)
Lokahita, Isna, dkk, Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, 2022.
https://www.studocu.com/id/document/universitas-singaperbangsa-
karawang/ilmu-pendidikan-islam/peserta-didik-dalam-pendidikan-
islam/45792480.
Maghfiroh, Lailatul, Hakikat Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam.
Nasution, Annisa, dkk, Hakikat Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam, jurnal
penelitian mahasiswa, vol. 1, No.3 2022.
Nizar Samsul, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
(Jakarta:Ciputat Pers, 2002).
Nurhasanah, Suriadi, Rathomi Ahmad, nilai-nilai pendidikan akhlak pada kisah
nabi musa a.s. dan nabi khaidir a.s., vol.1, No.1, 2018.
Rahmayulis, ilmu pendidikan islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 2008).
Rosyidah, Mufti Umma, dkk., Nilai-nilai pendidikan akhlak pada kisah Nabi Musa
dan Nabi Khaidir dalam Al-Qur’an, vol.5, No.6, 2020.
Salminawati, Etika Peserta Didik Perspektif Islam, jurnal tarbiyah, Vol.22, No.1,
2015.
Wiyani Novan Ardy dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Ar-Ruzz
Media, 2012).

20

Anda mungkin juga menyukai