Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM


Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Bapak Rofiq Hamzah, M. Pd.

Disusun Oleh
Kelompok 8
1. JULIA ADIDEWI NURHIDAYAH 126204211041
2. LAILATUL KHUSNA YUSPITA 126204211044
3. KHOIRUN NISA' 126204213197

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah Swt. karena dengan segala
karunia-Nya kami dapat menyeleseikan makalah yang berjudul Peserta Didik
dalam Pendidikan Islam dengan tepat waktu.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Juga kepada Bapak Rofiq
Hamzah, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam
telah memberikan tugas kepada kami. Kami berharap dengan adanya makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai ilmu
pendidikan Islam.
Semoga makalah ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya. Kami
menyadari dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun
untuk perbaikan pembuatan makalah di waktu yang akan datang.
Tulungagung, 31 oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A. Hakikat Peserta Didik ............................................................................... 3
B. Etika Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam .......................................... 9
BAB III PENUTUP............................................................................................... 17
Kesimpulan ....................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Peserta didik merupakan bagian dalam sistem pendidikan Islam, peserta


didik adalah objek atau bahan mentah dalam proses transformasi pendidikan.
Tanpa adanya peserta didik, keberadaan sistem pendidikan tidak akan berjalan.
Karena kedua faktor antara pendidik dan peserta didik merupakan komponen
paling utama dalam suatu sistem pendidikan.
Dalam pandangan modern, anak didik tidak hanya dianggap sebagai obyek
atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subyek
pendidikan, dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah
dalam proses belajar mengajar.
Dengan demikian, peserta didik adalah orang yang memerlukan
pengetahuan, ilmu, bimbingan dan pengarahan. Islam berpandangan bahwa
hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya dilakukan
melalui belajar kepada pendidik. Karena ilmu berasal dari Allah Swt, maka
membawa konsekuensi dimana seorang peserta didik perlu mendekatkan diri
kepada Allah atau menghiasi diri dengan akhlak yang mulai disuaki Allah Swt.
Berdasarkan hal tersebut, dimana muncul suatu aturan normatif tentang
perlunya kesucian jiwa sebagai seseorang yang menuntut ilmu, karena ia
sedang mengharapkan ilmu yang merupakan anugerah Allah Swt. Inilah yang
menunjukkan pentingnya akhlak dalam proses pendidikan, di samping itu
pendidikan sendiri adalah upaya untuk membina manusia agar menjadi
manusia yang berakhlakul karimah dan bermanfaat bagi seluruh alam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dibahas dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hakikat peserta didik dalam pendidikan islam ?
2. Mengapa peserta didik perlu pendidikan islam ?
3. Bagaimana etika peserta didik dalam pendidikan islam ?

1
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peserta didik dalam pendidikan islam
2. Menjelaskan bahwa peserta didik itu perlu pendidikan islam
3. Untuk mengetahui etika peserta didik dalam pendidikan islam

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Peserta Didik
1. Pengertian Peserta Didik
Dalam bahasa Indonesia ada tiga sebutan untuk pelajar, yaitu murid,
anak didik dan peserta didik. Istilah murid dalam Islam mengandung arti
orang yang sedang belajar, menyucikan diri dan sedang berjalan menuju
Tuhan. Sebutan anak didik mengandung arti gueu menyayangi murid seperti
anaknya sendiri, faktor kasih sayang guru terhadap anak didik satu kunci
keberhasilan pendidikan, sedangkan sebutan peserta didik adalah sebutan
yang paling mutakhir, istilah ini menekankan pentingnya murid
berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan demikian perubahan
istilah dari murid ke anak didik kemudian menjadi peserta didik, bermaksud
untuk memberikan perubahan pada peran pelajar dalam proses
pembelajaran. 1
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat
pengajaran ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau
individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih
memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta
sebagai bagian dari sturuktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta
didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan
atau pertumbuhan baik dari segi fisik, mental dan pikiran.
Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu yang sedang
tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikis untuk mencapai
tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan. Dalam bahasa Arab,
peserta didik dikenal dengan istilah murid (sering digunakan untuk
menunjukkan peserta didik tingkat sekolah dasar) dan thalib al-ilm (orang
yang menuntut ilmu dan biasa digunakan untuk tingkat yang lebih tinggi
seperti Sekolah Lanjutan Pertama dan Atas serta Perguruaan tinggi).

1
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu, Memanusiakan
Manusia, (Bandung:Remadja Rosdyakarya,2006), h.165
3
Peserta didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan menurut fitrahnya masing-masing.
Mereka perlu bimbingan dan pengaraan yang konsisten dan
berkesinambungan menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Peserta didik tidak hanya sebagai objek atau sasaran pendidikan tetapi juga
sebagai subyek pendidikan, diperlakukan dengan cara melibatkan mereka
dalam memecahkan masalah-masalah dalam proses pembelajaran. Peserta
didik juga dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan
pengetahuan (ilmu), bimbingan dan pengarah dari guru dan orangorang
disekitarnya. 2
Dalam Istilah tasawuf peserta didik disebut dengan “murid” atau
“thalib”. Secara etimologi murid berarti orang yang menghendaki.
Sedangkan menurut arti terminologi murid adalah pencari hakikat dibawah
bimbingan dan arahan seorang spiritual (mursyid). Sedangkan terminologi
thalib secara bahasa orang yang mencari. Sedangkan menurut istilah
tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, dimana ia berusaha keras
menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi.
Menurut Muhammad Abduh peserta didik adalah semua orang, baik
laki-laki ataupun perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan
dalam hal pendidikan. Hal ini sejalan dengan dengan sabda Rasulullah
SAW:
َ ‫طلَب ْال ِع ْل ِم َف ِر ْي‬
‫ضة َعلَى ك ِل م ْس ِلم‬ َ
Artinya:
“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim (HR. ath-Thabrani
melalui Ibnu Mas’ud ra).
Hadist di atas, walaupun tidak memakai kata muslimah, mencakup pula
perempuan sesuai dengan kebiasaan teks al-Quran dan sunnah yang menjadi
redaksi berbentuk maskulin mencakup pula feminim, selama tidak ada
indikator yang menghalanginya. Kedati demikian, Quraish Shihab
(2006:356) berpendapat bahwa hadist di atas dinilai lemah oleh ulama,

2
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 79.
4
namun mereka sepakat menyatakan bahwa kandungannya benar dan sejalan
dengan tuntunan al-Quran.
Syamsul Nizar mendeskripsikan enam kriteria peserta didik adalah
sebagai berikut:
a. Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki
dunianya sendiri. Peserta didik memiliki metode belajar mengajar
tersendiri, ia tidak boleh dieksploitasi oleh orang dewasa dengan
memaksakan anak didik untuk mengikuti metode belajar mengajar
orang dewasa, sehingga peserta didik kehilangan dunianya;
b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi
perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk
diketahui agar aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh
setiap peserta didik. Hal ini sangat beralasan, karena kadar kemampuan
peserta didik ditentukan oleh faktor usia dan periode perkembangan
atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus
dipenuhi, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani. Di
antara kebutuhan dasarnya adalah kebutuhan biologis, kasih sayang,
rasa aman, harga diri, dan aktualisasi diri. Hal ini perlu dipahami agar
proses pendidikan dapat berjalan lancar
d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan
individual (individual differentiations), baik yang disebabkan faktor
bawaan maupun lingkungan tempat ia tinggal. Hal ini perlu dipahami
agar proses pendidikan dilakukan dengan memerhatikan perbedaan-
perbedaan tersebut, tanpa harus mengorbankan salah satu pihak atau
kelompok; 3
e. Peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia. Sesuai
dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai makhluk monopluralis,

3
Samsul Nizar , Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Cet. I; Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), hlm. 48-50
5
maka pribadi peserta didik walaupun terdiri dari banyak segi,
merupakan satu kesatuan jiwa raga (cipta, rasa dan karsa);

Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang
dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis (fleksibel). 4
2. Konsep Peserta Didik
Peserta didik, berapa pun usianya adalah manusia yang memiliki
karakter tersendiri. Untuk mengetahui konsep peserta didik dapat dilihat
dari tiga hal, yakni karakter dan sifatnya, potensi yang dimilikinya, serta
kebutuhannya.
a. Karakter dan sifatnya
Dalam Al Quran, istilah manusia disebut dengan beberapa istilah
lain yang makna dasarnya sama tetapi menggambarkan karakter yang
berbeda, yaitu basyar, insan, dan an-naas. Dengan memperhatikan
ketiga istilah itu, paling tidak terdapat tiga karakter manusia, yakni
sebagai makhluk biologis, psikologis, dan sosial. Selain memiliki
karakter tersebut, manusia pun memiliki sifat-sifat jujur, pemaaf, kasih
sayang, rasa malu, ikhlas, berlaku adil, dan sebagainya. Namun terdapat
satu hal yang patut diperhatikan, bahwa dalam diri manusia terdapat
dua sifat yang berbeda, yakni kecenderungan untuk berbuat baik dan
buruk. Kedua sifat ini selalu tarik-menarik dalam konflik, hal inilah
yang membuat manusia memiliki karakter yang berbeda dengan
binatang (unik).
b. Potensi
Manusia dalam konsep peserta didik diciptakan oleh Allah SWT
lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya. Dalam kondisi
demikian, manusia memiliki potensi yang dibawa sejak lahir (sejak
zaman azali), yakni potensi positif berupa fitrah, pada dasarnya
manusia itu memiliki potensi yang baik. Jiwanya suci dan tidak kosong,
melainkan berisi fitrah yang harus dikembangkan melalui pendidikan.
Dari sudut pandang filsafat pendidikan, fitrah dimaksud dapat dikenali

4
Samsul Nizar , Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Cet. I;
Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 48-50
6
dengan istilah bakat, insting (gharizah), nafsu, tabiat, hereditas, dan
intuisi.
c. Kebutuhan
Pada dasarnya manusia memiliki sifat-sifat sebagai makhluk
individu, ingin merdeka, bebas, tanpa ada yang mengatur dirinya.
Dalam menempuh kehidupannya, manusia memerlukan kebutuhan
fisik dan sosio psikologis. Semakin lama hidup, semakin bertambah
usia, apalagi jika peradaban makin maju, kebutuhan itu akan terus
bertambah, antara lain kebutuhan emosional, sosial, budaya, dan
intelektual secara terintegratif dalam kehidupan di lingkungannya Bagi
manusia yang berposisi sebagai peserta didik, tentu saja kebutuhan
tersebut harus benar-benar diperhatikan oleh para pendidik, baik
kebutuhan fisik, psikis, maupun sosial dan keamanan, kebebasan,
bahkan kebutuhan akan penghargaan pun tak kalah pentingnya untuk
diperhatikan.
Di dalam proses pendidikan peserta didik di samping sebagai objek
juga sebagai subjek. Oleh karena itu agar seorang pendidik berhasil
dalam proses pendidikan, maka ia harus memahami peserta didik
dengan segala karakteristiknya. Diantara aspek yang harus dipahami
oleh pendidik yaitu:
1. Kebutuhannya
a. kebutuhan fisik
b. kebutuhan sosial
c. Kebutuhan untuk mendapatkan status
d. Kebutuhan Mandiri
e. Kebutuhan untuk berprestasi
f. Kebutuhan ingin disayangi dan dicintai
g. Kebutuhan untuk mencurahkan perasaan
h. Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup
2. Dimensi-dimensinya,
Zakiah Daradjat sebagaimana dikutip oleh Ramayulis (2006:82)
membagi manusia kepada tujuh dimensi pokok yamg masing-

7
masingnya dapat dibagi kepada dimensi-dimensi kecil. Ketujuh
dimensi tersebut adalah : dimensi, akal, agama, akhlak, kejiawaan,
rasa kaindahan dan sosial kemasyarakatan. Semua dimensi tersebut
harus tumbuh kembangkan melalui pendidikan Islam.
3. Intelegensinya, dan
4. Kepribadiannya.
d. Humanisme
Humanisme ini berkaitan dengan pergaulan antar sesama manusia.
Dalam konsep pendidikan Islam, pengembangan potensi ini erat
kaitannya dengan konsep masyarakat, di mana di dalamnya individu
berteman atau berkawan. Apabila individu hidup berdampingan dengan
manusia lainnya dalam suatu kelompok, di sinilah akan muncul dan
berkembang potensi humanis dari masing-masing individu. Dengan
didorong humanisme ini, manusia akan berusaha menjaga eksistensi
dirinya sebagai manusia, sehingga dalam beberapa hal akan merasa
butuh oleh manusia lainnya sebagai teman hidup. Karena butuh teman,
secara alami akan berkembang rasa solidaritas, mau menolong, bahkan
rela berkorban untuk temannya.
3. Perlunya Pendidikan Islam untuk Peserta Didik
Ada sejumlah argumentasi yang dapat digunakan untuk menjawab
pertanyaan di atas:
a. Anak atau peserta didik adalah sumber daya manusia yang lahir
membawa/ memiliki fitrah (potensi). Seandainya seorang anak atau
siapa pun, tidak memiliki potensi, maka sudah pasti tidak diperlukan
pendidik. Karena fungsi pendidik adalah mengembangkan potensi yang
dimiliki seseorang atau peserta didik.
b. Pengembangan fitrah (potensi) yang dimiliki manusia terkait dengan
pelaksanaan pendidikan. Seandainya potensi manusia dapat
berkembang secara maksimal tanpa melibatkan pendidikan sesuai
kebutuhan kehidupan manusia bersangkutan, maka tidak diperlukan
lagi upaya pendidikan. Ajaran Islam menjelaskan bahwa manusia

8
memiliki potensi, tetapi ke mana arah potensi itu akan berkembang
sangat tergantung kepada siapa atau apa potensi itu berinteraksi.
c. Anak adalah amanat Allah yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam
Islam, anak bukan hanya sekedar konsekuensi dari pemenuhan
kebutuhan biologis orang tua (ayah dan ibu), tetapi anak merupakan
titipan Allah yang harus dipertanggungjawabakan kepada-Nya. Di
antaranya adalah tanggung jawab mendidik, tugas memberikan
pengetahuan, keterampilan dan membina kepribadian kepada anak
yang bersangkutan.
B. Etika Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam
1. Etika dalam islam
Pergaulan hidup masyarakat bernegara, hingga pergaulan hidup
tingakat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur cara manusia
itu bergaul. Sistem pergaulan tersebut dikenal dengan sebutan sopan,
santun, tata karma, etika, dan lain-lain. Adapun maksud pedoman pergaulan
adalah agar mereka senang, tenang, aman, tentram, terlindungi tanpa
merugikan yang lain. Serta terjamin agar perbuatannya yang tengah
dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan hak-hak asasi manusia. Hal itulah yang mendasari
tumbuh kembangnya etika dimasyarakat kita.5
a. Pengertian Etika
Kata etika berasal dari kata ethos (Bahasa Yunani) yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat.6 Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesiia etika adalah ilmu tentang apa yang baik dana pa yang buruk
serta tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), kumpulan asas atau nilai
yang berkenaan dengan akhlak. Nilai mengenai benar dan salah, yang
dianut suatu golongan atau masyarakat.7

5
Tedi Priatna, Etika Pendidikan Panduan bagi Guru Profesional, Pustaka Setia, Bandung, 2012,
hlm 103.
6
Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, CV. Rajawali, Jakarta, 1987, hlm 13.
7
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux, Widya Karya,
Semarang, 2011, hlm. 136.
9
Menurut para ahli, etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan
manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang
benar dan mana yang buruk. 8 Etika dalam perkembangannya sangat
mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi
tentang bagaimana cara ia menjalani hhidupnya melalui rangkaian
tindakan sehari-hari. Etika pada akhirnya membantu kita untuk
mengambil keputusan tentang tindakan yang perlu kita lakukan dan yang
perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala
aspek atau sisi kehidupan kita.
1) Pandangan benar dan salah menurut ukuran rasio
2) Moralitas suatu tindakan yang didasarkan pada ide-ide filsafat
3) Kebenaran yang sifatnya Universal dan eternal
4) Tindakan yang melahirkan kosekuensi logis yang baik bagi
kehidupan manusia
5) Sistem nilai yang mengabadikan perbuatan manusia dimata manusia
lainnya
6) Tatanan perilaku yang menganut ideologi yang diyakini akan
membawa manusia kepada kesejahteraan hidup
7) Simbol-simbol kehidupan yang berasal dari jiwa dalam bentuk
tindakan konkret.
8) Logika tentang baik dan buruk suatu perbuatan manusia yang
bersumber dari filsafat kehidupan yang dapat diterapkan dalam
pergumulan sosial, politik kebudayaan, ekonomi, seni
profesionalitas pekerjaan, dan pandangan hidup suatu bangsa.9
Etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya perilaku manusia ada dua macam, yaitu :
1) Etika deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis
dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh
manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Contoh
umum yakni menjaga sopan santun ketika berbicara didepan publik,

8
Tedi Priatna, Op.Cit, hlm. 103
9
Hamdani Hamiddan Ahmad Saebani, Pendidikan Karakter PerspektifIslam, CV. Pustaka Setia,
Bandung 2013, hlm. 50.
10
berpikir rasional dalam pengambilan keputusan, dan kemampuan
berpikir kritis dalam menentukan tujuan.
2) Etika normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap
dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam
hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Contoh umum yakni
kejujuran, disiplin, dan tanggung jawab.
Etika pada umumnya diidentikkan dengan moral dan moralitas.
Namun meskipun sama terkait dengan baik buruk tindakan manusia,
etika dan moral memilikiperbedaan pengertian. Secara singkat jika moral
lebih condong kepada pengertian “nilai baik dan buruk dari setiap
perbuatan manusia itu sendiri”. Maka etika berarti “ilmu
yangmempelajari tentang baik dan buruk”. Jadi, bisa dikatakan etika
berfungsi sebagai teori dari perbuatan baik dan buruk, dan moral adalah
praktiknya.10
b. Ruang Lingkup Akhlak Islam
1) Akhlak terhadap Allah SWT
Akhlak terhadap Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai
makhluk, kepada Tuhan sebagai Khaliq.11 Adapun diantaranya
akhlak kepada Allah adalah :
a) Beriman
Meyakini bahwa Dia sungguh-sungguh ada. Dia memiliki sifat
kesempurnaan dan sunyi dari sifat kelemahan juga yakin bahwa
Dia sendiri yang memerintahkan untuk diimani, yakni: malaikat-
Nya, kitab yang diturunkan-Nya, Rasul dan Nabi-Nya, hari
kemudian, dan Qadla’ yang telah ditetapkan-Nya.
b) Ta’at
Kewajiban dan akhlak manusia kepada Allah SWT adalah Ta’at,
maksudnya adalah taqwa yaitu melaksanakan segala perintahNya
dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan kata lain taqwa ini

10
Amin Abdullah, Filsafat Etika Islam, Mizan, Bandung, 2002, hlm. 15
11
Abuddin Nata, Op Cit, hlm. 152.
11
adalah memelihara diri agar selalu berada pada garis dan jalan-
Nya yang lurus.
c) Ikhlas
Kewajiban manusia beribadah hanya kepada Allah SWt. Dengan
ikhlas dan pasrah dan semata-mata hanya karena Allah SWT.
d) Tadlaru’ dan Khusu’
Dalam beribadah kepada Allah hendaklah bersifat sungguh-
sungguh merendahkan diri serta khusu’ dalam artian fokus
dengan tujuan beribadah dan mengabdi kepada Allah SWT.
e) Ar-Raja’ (pengharapan) dan Ad-Du’a (permintaan)
Manusia harus mempunyai harapan (optimisme) bahwa Allah
akan memberikan rahmat. Dengan sikap raja’ ini maka manusia
memanjatkan do’a pengharapan atas rahmat dan ber-istighfar
memohon ampunan atas segala dosa dan khilaf.
f) Husnuzdon
Berbaik sangka kepada Allah SWT bahwa Allah akan memberi
rahmat untuk menghapus dosa kita dan tidak akan membiarkan
kesengsaraan dan penderitaan yang kekal.
g) Tawakkal
Kewajiban dan akhlak manusia kepada Allah adalah tawakkal,
yaitu mempercayakan diri kepada-Nya dalam melaksanakan
suatu pekerjaan yang telah dikerjakan dengan mantap.
h) Tasyakkur (berterimakasih) dan Qana’ah (merasa cukup)
Senantiasa selalu berterimakasih atas segala pemberian Allah
SWT dan sealu merasa cukup atas pemberian Allah serta tidak
pernah mengeluh akan kekuarangan yang tengah diberikan Allah
sebagai ujian.
i) Al-Haya’
Al-Haya’ berarti sifat malu yang lebih patut ditunjukkan kepada
Allah, karena sesungguhnya kita hanyalah makhluk Allah yang
selalu berlumuran akan dosa-dosa serta seorang hamba yang
sangat lemah jika dihadapan Allah SWT.

12
j) Taubat dan Istighfar

Manusia dalam kehidupan di dunia tidak mungkin luput dari yang


namnya maksiat dan khilaf nmaka dari itu kita sebagai seorang
hamba Allah hendaknya memperbanyak taubat bahkan sesering
apa kita telah berbuat dosa dan sejauh mana kita melalaikan akan
perintah-perintah Allah SWT kepada kita
2) Akhlak terhadap lingkungan
Akhlak yang dimaksud disini adalah berbuat baik dengan
lingkungan, tidak merusak dengan sembarangan serta menjaga
apapun yang telah Allah ciptakan dimuka bumi ini. Seperti contoh
lingkungan adalah mengenai tumbuhan, hewan, ataupun benda-
benda lain yang tidak bernyawa seperti batu air dan lain sebagainya.
Hubungan manusia dengan alam sekitar akan selaras apabila
tercipta hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungan.
Karena kita hidup didunia ini semua adalah sebagai makhluk Allah
yang saling bertimbal balik. Seperti halnya allah menciptakan hewan-
hewan ternak guna untuk melengkapi kebutuhan sandang pangan
manusia dan hewan-hewan yang lain sebagai penyeimbang
ekosistem. Jadi tidak ada satu hal pun yang telah diciptakan oleh
Allah melainkan terdapat faedah dan kemanfaatan.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-qur’an terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai kholifah. Ke-
kholifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan
sesamanya dan manusia terhadap alam.
2. Etika Peserta didik
Dalam perspektif filsafat Islam, sistem pendidikan melibatkan beberapa
komponen yang saling menunjang untuk mencapai tujuan yang mulia.
Tujuan mulia membawa konsekuensi agar semua komponen ditata dengan
baik dan sesuai dengan ketetapan Allah, maka pendidik dan peserta didik
yang terlibat langsung dalam proses pendidikan juga harus memiliki
kemuliaan. Dengan kata lain, tujuan mulia harus dicapai dengan cara-cara

13
terpuji dcan mulia. Maka, semua aktifitas peserta didik perlu didampingi
oleh tata tertib, aturan, dan etika yang baik.
Al-Ghazali, salah seorang filsuf muslim yang sangat besar perhatianya
terhadap pendidikan, merumuskan sepuluh pokok kode etik peserta didik
sebagai berikut:
a. Belajar dengan niat ibadah kepada Allah SWT. Dalam kehidupan
sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak
yang rendah dan watak yang tercela dan mengisi dengan akhlak mulia
yang terpuji.
b. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah
ukhrowi. Maksudnya, belajar tidak semata-mata hanya untuk
mendapatkan pekerjaan, melainkan dibarengi keinginan untuk belajar
dengan niat berjihad melawan kebodohan demi mencapai derajat
kemanusiaan yang tinggi, baik di hadapan manusia maupun Allah
SWT.
c. Bersikap tawadlu’ (rendah hati). Rendah hati adalah sifat mulia. Peserta
didik yang memiliki sifat ini senantiasa berusaha untuk meninggalkan
kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya. Sekalipun
cerdas, tetapi bijak dalam menggunakan kecerdasan itu pada
pendidikanya, termasuk juga bijak kepada teman-temannya yang
pengetahuannya lebih rendah. Ilmu adalah milik Allah, maka tak
selayaknya manusia menjadi sombong karena ilmu.
d. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
Peserta didik yang baik akan terfokus dalam belajar sehingga ia akan
memperoleh kompetensi yang utuh dan mendalam.
e. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah). Ilmu yang dipelajari
hanya ilmu-ilmu yang baik, ilmu yang diridhai Allah, baik untuk
kepentingan akherat maupun untuk dunia, serta meninggalkan ilmu-
ilmu yang tercela (madzmumah). Ilmu terpuji dapat mendekatkan diri
kepada Allah SWT, sementara ilmu tercela akan menjauhkan dariNya
dan mendatangkan permusuhan antar sesamanya.

14
f. Belajar secara bertahap. Ilmu Allah sangat luas, untuk mempelajarinya
memerlukan waktu yang panjang dan berkelanjutan. Etika belajar yang
baik adalah belajar secara bertahap dan berjenjang. memulai dari
pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran yang sukar (abstrak)
atau dangan ilmu yang fardlu ‘ain.
g. Belajar ilmu sampai tuntas. Belajar yang baik harus sampai tuntas agar
memiliki pemahaman yang utuh. Apabila telah menyelesaikan suatu
bidang ilmu, baru kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga
peserta didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
Dalam hal ini, spesialisasi jurusan diperlukan agar peserta didik
memiliki keahlian dan kompetensi khusus. Mengenal nilai-nilai ilmiah
atas ilmu pengetahuan yang dipelajari, sehingga mendatangkan
objektivitas dalam memandang suatu masalah.
h. Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai
makhluk Allah SWT sebelum memasuki ilmu duniawi.
i. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan. Nilai
pragmatis maksudnya adalah ilmu yang bermanfaat serta dapat
membahagiakan, mensejahterakan, dan memberi keselamatan hidup,
baik di dunia maupun di akhirat.
j. Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik . Pendidik pertama
dan utama adalah orang tua, maka hormatilah pendidik seperti
menghormati orang tua. Dalam hal kepatuhan, peserta didik yang baik,
siapa pun pendidiknya, ia harus tunduk dan patuh kepada pendidik
sebagaimana tunduknya orang sakit terhadap dokternya, mau mengikuti
segala prosedur dan metode madzab yang diajarkan oleh pendidik-
pendidik pada umumnya, serta diperkenankan bagi peserta didik untuk
mengikuti.
Etika Peserta didik Menuntut ilmu bagi seorang peserta didik ada
beberapa adab yang harus dimiliki yaitu :12
a. Peserta didik harus mendahulukan kesucian jiwa sebelum yang lainnya.
Sama halnya dengan sholat, ia tidak sah bila tidak suci dari hadats dan

12
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2010, hlm. 166-168.
15
najis. Menyemarakkan hati dengan ilmu tidak sah kecuali setelah hati
itu suci dari kekotoran akhlak, intinya di sini ialah seorang peserta didik
harus suci yang indikatornya dapat terlihat pada akhlaknya.
b. Peserta didik harus mengurangi keterikatannya dengan kesibukan
duniawiyah, karena kesibukannya akan mengalahkannya dengan
menuntut ilmu.
c. Tidak sombong terhadap orang yang berilmu, tidak bertindak
sewenang-wenang terhadap guru. Peserta didik harus Tawadlu’ kepada
gurunya dan mencari pahala dengan cara berkhidmat kepada guru.
d. Penuntut ilmu harus mendahulukan menekuni ilmu yang paling penting
untuk dirinya. Jika usianya mendukung barulah ia menekuni ilmu
lainnya yang berkaitan dengan ilmu yang paling penting tersebut.
e. Tidak menekuni banyak ilmu sekaligus, melainkan berurutan dari ilmu
yang paling penting yaitu ilmu mengenal Allah.
Guru adalah orang yang telah memberikan ilmu atau pelajaran kepada
peserta didik, maka menjadi tugas bagi murid untuk memuliakan guru
dengan tatacara sebagai berikut:
a. Ucapkan salam terlebih dahulu bila berjumpa dengan guru
b. Senantiasa patuh dan hormat kepada segala perintah guru, sepanjang
tidak melanggar ajaran agama dan undang-undang Negara
c. Tunjukkan perhatian kepada guru memberikan pelajaran, bertanyalah
secara sopan menurut keperluannya
d. Bersikap merendah diri, sopan dan hormat dalam bergaul atau
berhadapan dengan guru
e. Jangan berjalan di muka atau berjalan mendahului guru, kecuali dengan
izinnya.13

13
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2010, hlm. 166-168
16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan
perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan
perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu
bimbingan dari seorang pendidik.
Keperibadian peserta didik harus memiliki ketaqwaan kepada Allah Swt,
mencintai ilmu pengetahuan, menyayangi sesama, akhlak mulia dan menjahui
sifat-sifat tercela. Kepribadian peserta didik merupakan salah satu bagian
penting dalam menentukan kesuksesan dalam mencari ilmu.
Etika peserta didik meliputi kebersihan jiwa dalam menuntut ilmu, bersifat
tawadhu (rendah hati), berproses dan bertahap dalam menuntut ilmu,
menghargai waktu, dan mengutamakan ilmu yang lebih penting. Etika bagi
peserta didik akan membimbing dan mengarahkan perhatiannya kepada tujuan
untuk mendapatkan ilmu dalam rangka mendekatkan diri kepa Allah SWT.
Peserta didik memiliki kebutuhan-kebutuhan yang perlu diperhatikan oleh
pendidik dalam rangka mengembangkan peserta didik.Kebutuhan – kebutuhan
tersebut merupakan sarana untuk mengembangkan diri peserta didik.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut hendaknya dipenuhi dengan memperhatikan
cara-cara terbaik sesuai dengan ajaran Islam.

17
DAFTAR PUSTAKA
Syar’I, Ahmad. 2020. Filsafat Pendidikan Islam. Palangka Raya: Narasi Nara.
Yunus, A. dan Kosmajadi, E. 2015. Filsafat Pendidikan Islam. Majalengka: Unit
Penerbitan Universitas Majalengka.
Yunus Abu Bakar. 2014. Filsafat Pendidikan Islam. Surabaya: Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Suharto, Toto. 2014. Filsafat Pendidikan Islam Menguatkan Epistemologi Islam
dalam Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hamdani Hamiddan Ahmad Saebani. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
Bandung:Pustaka Setia.
Tedi Priatna. 2012. Etika Pendidikan Panduan bagi Guru Profesional. Bandung:
Pustaka Setia.
Hermawan, Heris A. 2012. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.
Ahmad Tafsir. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ahmad Tafsir. 2006. Filsafat Pendidikan Islami Integrasi Jasmani, Rohani dan
Kalbu, Memanusiakan Manusia. Bandung: Remadja Rosdyakarya.
Amin Abdullah. 2002 Filsafat Etika Islam. Bandung: Mizan.
Samsul Nizar. 2002. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis. Jakarta: Ciputat Pers.
Abudin Nata. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Achmad Charris Zubair. 1987. Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali.

18

Anda mungkin juga menyukai