Anda di halaman 1dari 33

STUDI AL-QURAN DAN HADIST

“”Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Al-Quran”

Dosen Pengampu
Dr. H. Rozian Karnedi, M. Ag

Di Susun Oleh:
Kelompok 4
1. Muhammad Dicky Khoirullah 2323540037
2. Monica Kurnia Wati 2323540028
3. Rahma Wati 2323540035

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO
BENGKULU
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Pendidik dan Peserta Didik dalam Al-Quran ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi Pendidik dan
Peserta Didik dalam Perspektif Al-quran.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. H. Rozian Karnedi, M.
Ag yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, 24 Oktober 2023

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................ii
DAFTAR ISI .................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................2
C. Tujuan Masalah ...................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendidik dalam Perspektif Al-Quran ..................................................4
B. Peserta Didik dalam Perspektif Al-Quran .........................................14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................27
B. Saran ...................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuntunan Islam sangat menekankan akan urgensi pendidikan bagi
umat manusia. Pada hakikatnya pendidikan sebagai jalan satu-satunya menuju
kehidupan yang tentram dan damai baik di dunia juga di akhirat. Bagaimana
manusia akan tentram di dunia apabila ia tidak mengetahui ilmu-ilmu dunia?
begitu juga untuk memperoleh kedamaian di akhirat harus mengetahui jalan
menuju kedamaian akhirat. Untuk mengetahui kedua jalan tersebut harus
menggunakan kendaraan ilmu, berupa pendidikan.
Pendidikan merupakan sarana potensial menuju keharibaan Tuhan.
Keberhasilan sebuah pendidikan tidak akan terlepas oleh profesionalisme
pendidik yang menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya. Bila dalam al-
Qur’an Allah menjadi subyek sebagai pendidik alam semesta (‫) الع املني رب‬

tentunya hal itu sebagai gambaran bagi manusia untuk bisa mengaplikasikan
ajaran langit dengan meggunakan bahasa yang membumi. Dengan demikian
diharapkan bagaimana Allah sebagai pendidik “menjadi integral dengan
manusia sebagai pendidik”, sehingga pendidikan yang ideal menurut al-
Qur’an menjadi realistis di muka bumi ini. Keberhasilan Allah sebagai
pendidik alam raya menjadi manefestasi manusia untuk meraih kesuksesan
“yang serupa”
Secara umum pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab
untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif
pendidikan islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh
potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik
sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama islam.1
Berbicara juga tentang pendidik, tentu tidak bisa lepas dari peserta
didik sebagai student center. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, para

1
Samsul Nizar, “Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis Teoritis Dan Praktis”,
(Jakarta: Ciputat Pres, 2002), h. 43

1
pendidik memiliki tanggung jawab yang berat karena tidak hanya bertanggung
jawab kepada wali murid tetapi juga kepada Allah SWT. Ilmu pengetahuan
adalah amanah Allah Swt. yang harus disampaikan, maka syarat bagi pendidik
menurut ajaran Al-Qur’an adalah menyampaikan amanah tersebut. Selain itu,
dalam perspektif pendidikan Islam syarat-syarat yang harus dimiliki oleh
seorang pendidik adalah menguasai ilmu dalam mengajar anak didiknya
dengan cara yang profesional, sabar, dan tercapainya kebaikan di dunia dan di
akhirat.2
Sedangkan berbicara tentang peserta didik, dengan berpijak pada
paradigma “belajar sepanjang masa” maka istilah yang tepat untuk menyebut
individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan bukan anak didik.
Peserta didik cakupannya lebih luas, yang tidak hanya melibatkan anak-anak,
tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya
khusus bagi individu yang berusia kanak-kanak. Penyebutan peserta didik ini
juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya di sekolah
(pendidikan formal), tapi juga lembaga pendidikan di masyarakat, seperti
majelis taklim, paguyuban, dan sebagainya.3
Kenyataannya sebagian pendidik dan peserta didik belum memahami
konsep pendidikan, sehingga pendidik belum maksimal dalam mengupayakan
perkembangan potensi peserta didik sesuai dengan ajaran Al-Quran dan
Hadist. Maka konsep pendidik dan peserta didik akan dijelaskan dalam
makalah ini dalam perspektif Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendidik dalam Perspektif Al-Quran?
2. Bagaimana Peserta Didik dalam Perspektif Al-Quran?

2
Basri, Hasan, “Ilmu Pendidikan Islam”, (Bandung: CV Pustaka Abadi, 1994), h. 97.
3
Abdul Mujib,” Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2008), h.
103

2
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pendidik dalam Perspektif Al-Quran.
2. Umtuk Mengetahui Peserta Didik dalam Perspektif Al-Quran

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidik dalam Perspektif Al-Quran
Pengertian pendidik atau guru secara terbatas adalah sebagai satu
sosok individu yang berada di depan kelas. Dalam arti luas adalah seorang
yang mempunyai tugas tanggung jawab untuk mendidik peserta didik dalam
mengembangkan kepribadiannya, baik berlangsung di sekolah maupun di luar
sekolah. Menurut UUSPN 1989, guru termasuk tenaga kependidikan
khususnya tenaga pendidik yang bertugas membimbing, mengajar dan melatih
peserta didik.4 Ada banyak pengertian tentang guru. Dari segi bahasa, kata
guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang pekerjaannya
mengajar.5
Pendidik (guru) dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling
bertanggung jawab adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Pada awalnya
tugas pendidik adalah murni tugas kedua orang tua, namun pada
perkembangan zaman yang telah maju seperti sekarang ini banyak tugas orang
tua sebagai pendidik yang diserahkan ke sekolah, karena lebih efisien dan
lebih efektif.6
Nur Uhbiyati memberikan definisi tentang pendidik adalah orang
dewasa yang bertanggungjawab memberi bimbingan atau bantuan kepada
anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai
kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah,
khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial sebagai individu yang
sanggup berdiri sendiri.7
Secara etimologi, dalam konteks pendidikan Islam banyak sekali kata
yang mengacu pada pengertian pendidik atau guru, seperti kata yang lazim
4
Ali hasan & Mukti ali, “Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam”, (Jakarta: Pedoman
Ilmu jaya. 2009), h. 81
5
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, ed. II,
cet. IX, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 330.
6
3 Ahmad Tafsir, “Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam”, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994), h.74-75.
7
Nur Uhbiyati, “Ilmu Pendidikan Islam”, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 65.

4
dan sering digunakan antara lain: yaitu ustadz, mu’allim, murabbi, mursyid
dan mudarris. Kelima itu, ustadz, mu’allim, murabbi, mursyid dan mudarris,
mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan konteks kalimat, walaupun
dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna.
1. Ustadz adalah orang yang berkomitmen dengan profesionalitas, yang
melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan
hasi kerja, serta sikap continuous improvement.
2. Muallim (Al-‘Ankabuut: 43)

‫َو ِتْلَك ٱَأْلْم َٰثُل َنْض ِر ُبَه ا ِللَّناِس ۖ َو َم ا َيْع ِق ُلَه ٓا ِإاَّل ٱْلَٰع ِلُم وَن‬
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan
tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu”.
Muallim adalah orang yang menguasai ilmu mampu
mengembangkannya dan menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, serta
menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya sekaligus.
3. Murabbi (Al-Israa:24)

‫َو ٱْخ ِف ْض ُهَلَم ا َج َناَح ٱلُّذِّل ِم َن ٱلَّر َمْحِة َو ُقل َّرِّب ٱْر ْمَحُه َم ا َك َم ا َر َّبَياىِن َص ِغًريا‬
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
Murabbi adalah pendidik yang mampu menyiapkan, mengatur,
mengolah, membina, memimpin, membimbing, dan mengembangkan
potensi kreatif peserta didik yang dapat digunakan bagi pengelolaan dan
pemamfaatan sumber daya alam yang berguna bagi dirinya, dan makhluk
Tuhan di sekelilingnya.
4. Mursyid (Al-Kahfi:17)

5
‫ِم ِني ِإ‬ ‫ِف ِه‬ ‫ِإ‬
‫َو َتَر ى ٱلَّش ْم َس َذا َطَلَعت َّتَٰز َو ُر َعن َك ْه ْم َذاَت ٱْلَي َو َذا َغَر َبت َّتْق ِر ُضُه ْم‬
‫ٱْل ِد‬ ‫ِد‬ ‫ِل‬ ‫ٍة‬
‫َذاَت ٱلِّش َم اِل َو ُه ْم ىِف َفْج َو ِّم ْنُهۚ َٰذ َك ِم ْن َءاَٰيِت ٱلَّلِهۗ َم ن َيْه ٱلَّلُه َفُه َو ُم ْه َت‬

‫ۖ َو َم ن ُيْض ِلْل َفَلن ِجَت َد َل ۥُه َو ِلًّيا ُّم ْر ِش ًد ا‬


“Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka
ke sebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke
sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu.
Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang
diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan
barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan
seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya”.
Mursyid adalah pendidik yang menjadi sentral figure (al-uswat al-
hasanat) bagi peserta didiknya, memiliki wibawa yang tinggi di depan
peserta didiknya, mengamalkan ilmu secara konsisten, bertaqarrub kepada
Allah, merasakan kelezatan dan manisnya iman kepada Allah. Pendidik
yang didengarkan perkataannya, dikerjakan perintahnya, dan diamalkan
nasehat-nasehatnya tempat mengadukan segala persoalan yang dialami
umat, serta menjadi konsultan bagi peserta didik.8
5. Mudarris adalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggung jawab dalam membangun peradapan yang berkualitas di masa
depan. 9
Al-Qur’an sebagai sumber pedoman manusia, memiliki peran yang
dahsyat pada kehidupan manusia apabila mampu menafsirkan ayat suci Al-
Qur’an pada kehidupan seharihari. Dalam aspek pendidikan khususnya,
terdapat banyak rujukan yang bisa diambil pelajaran sekaligus pengertian
pendidik yang termaktub dalam al-Qur’an. Dalam al-Qur’an terdapat 4

8
Bambang Supradi, “Hubungan Pendidik dengan Peserta Didik Menurut Al-Quran”,
Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 6, No. 1, h. 79
9

6
yang dapat diartikan menjadi pendidik, yaitu Allah SWT, Nabi Muhammad
SAW, Orangtua dan guru/pendidik10 , sebagai berikut:
a. Allah SWT (Sebagai Pendidik Utama)
Menurut Maragustam dalam bukunya yang berjudul Filsafat
Pendidikan Islam, dijelaskan bahwa Allah sebagai pendidik utama
karena Dia paling tahu tentang hakikat manusia, sesuai firman Allah
dalam Q.S Ar-Rahman ayat 1-4 yang artinya:“Tuhan yang Maha
pemurah (1) yang telah mengajarkan Al-Qur’an (2) menciptakan
manusia (3) mengajarkannya pandai berbicara (4)”.
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah SWT
sebagai pendidik bagi manusia. Allah sebagai pendidik mengetahui
segala kebutuhan manusia yang dididiknya sebab Dia adalah Sang
Pencipta. Perhatian Allah tidak terbatas hanya terhadap manusia saja,
tetapi memperhatikan dan mendidik seluruh alam semesta. 11 Selain itu,
dapat dilihat perbedaan dari aspek proses pengajaran. Allah SWT
memberikan bimbingan kepada manusia secara tidak langsung. Allah
SWT mendidik manusia melalui wahyu yang disampaikan dengan
peraturan malaikat jibril kepada Nabi Muhammad SAW, dan
selanjutnya Nabi membimbing umatnya dengan peraturan wahyu. 12
b. Nabi Muhammad
Kedudukan Rasulullah SAW sebagai pendidik ditunjuk
langsung oleh Allah SWT. Kedudukan Rasulullah sebagai pendidik
ideal dapat dilihat dalam dua hal, yaitu Rasulullah sebagai pendidik
pertama dalam pendidikan Islam dan keberhasilan yang dicapai
Rasulullah dalam melaksanakan pendidikan. Rasulullah berhasil
mendidik manusia menjadi manusia berkualitas baik lahir maupun
batin. Keberhasilan Rosulullah SAW sebagai pendidik merupakan
kombinasi kekuatan antara kemampuan kepribadian, wahyu dan
10
Sukring, “Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam”, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013), h. 77
11
Ibid, h. 77
12
Sukring, “Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam”, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013), h. 78

7
aplikasi ilmu di lapangan. Ilmu-ilmu yang dimiliki diajarkan kepada
para sahabat, sebagai pendidik Rasulullah memiliki kepribadian yang
pantas dijadikan al-uswah al-hasanah bagi umat manusia.
c. Orang tua
Setelah anak lahir maka yang pertama kali dikenal adalah
orangtuanya. Peranan orangtua sangat dominan dalam mendidik anak.
Dalam hadits dikatakan “Setiap anak lahir atas dasar fitrah, ibu
bapaknyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR.
Bukhori Muslim).13
Pendidikan pertama dan utama adalah keluarga. Tugas mendidik
sebenarnya berada di pundak orangtua sebab dari merekalah proses
kelahiran anak terjadi, orangtua adalah pihak yang paling dekat dengan
anak dan paling berkepentingan terhadap anakanaknya sehingga mereka
diberi amanah dan tanggungjawab untuk mengembangkan anak-
anaknya. Setiap orangtua memiliki tugas pendidikan. Setiap orangtua
memiliki kepentingan terhadap anak-anaknya, yaitu: a) anak sebagai
generasi penerus keturunan, b) anak merupakan kebanggan dan belaian
kasih orangtua dan c) doa anak merupakan investasi bagi orangtua
setelah mereka wafat.
Orangtua adalah orang yang paling berjasa pada setiap anak
semenjak awal kelahirannya di muka bumi. Setiap anak melibatkan
peran penting orangtuanya, seperti peran pendidikan, walaupun
kebanyakan orang tua melimpahkan pendidikan anaknya kepada pihak
ketiga yaitu guru (pendidik).
d. Guru/pendidik
Dalam beberapa literatur kependidikan, istilah pendidik sering
diwakili oleh istilah guru. Menurut Hadari Nawawi yang dikutip oleh
Abuddin Nata, Istilah guru adalah orang yang mengajar atau
memberikan pelajaran di kelas. Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan

13
Haidar Putra Daulay, “Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat”, (Jakarta: Kencana,
2014), h. 103

8
bahwa guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan
pengajaran yang ikut bertanggungjawab dalam membantu anak-anak
mencapai kedewasaan masing-masing.
Manusia untuk dapat bisa mengaplikasikan ajaran langit dengan
meggunakan bahasa yang membumi. Dengan demikian diharapkan
bagaimana Allah sebagai pendidik “menjadi integral dengan manusia
sebagai pendidik”, sehingga pendidikan yang ideal menurut al-Qur’an
menjadi realistis di muka bumi ini. Keberhasilan Allah sebagai pendidik
alam raya menjadi manefestasi manusia untuk meraih kesuksesan “yang
serupa”. Ada beberapa ayat yang dapat dijadikan rujukan untuk
merumuskan hakikat pendidik menurut Al-Quran:
1) Surah Ar-Rahman Ayat 1-4

‫ َعَّلَم ُه اْلَبَياَن‬. ‫ َخ َلَق اِإْل ْنَس اَن‬. ‫ َعَّلَم اْلُقْر آَن‬. ‫الَّر َٰمْحُن‬
“(Tuhan) yang Maha pemurah. yang telah mengajarkan Al Quran.
Dia menciptakan manusia. mengajarnya pandai berbicara.” (QS. Ar-
Rahman: 1-4)
Surah Ar-Rahman terdiri dari 78 ayat, surah ini termasuk
kedalam surah Madaniyah. Dinamakan Ar-Rahman yang berarti
yang Maha Pemurah berasal dari kata Ar-Rahman yang terdapat
pada ayat pertama surah ini. Ar-Rahman merupakan satu dari sekian
nama Allah SWT sebagian besar dari surah ini menerangkan
kemurahan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan
memberikan nikmat-nikmat yang tidak terhingga baik didunia
maupun diakhirat.14
Allah SWT telah berfirman tentang karunia dan rahmat-Nya
kepada hamba-hamba-Nya, bahwa Dia telah menurunkan Al-Qur‟an
kepada Muhammad, Rasul-Nya, untuk disampaikan kepada semua
hamba-Nya dan umat manusia yang ada di permukaan Bumi ini. Dia

14
Ahmad Izzan dan Saebudin, “Tafsir pendidikan, Staudi ayat-ayat berdimensi
pendidikan”, (Tanggerang: Pustaka Aufa media, 2012), h. 201

9
telah mengajarkan Al-Qur‟an dan memudahkan bagi hamba-Nya
untuk menghafalkannya, memahaminya serta merenungkan hikmah-
hikmah dan pelajaran-pelajaran yang dikandungnya. Dia dengan
rahmatNya telah menciptakan manusia dan dibekali dengan
kepandaian berkata dan berucap. 15
M. Quraish Shihab menyebutkan bahwa penamaannya
dengan “surah Ar Rahman/Tuhan pelimpah kasih” telah dikenal
sejak zaman Nabi SAW nama tersebut diambil dari kata awal surat
ini. Ini adalah satu-satunya surat yang dimulai, sesudah basmalah,
dengan nama/sifat Allah SWT, yakni Ar-Rahman. Surat ini dikenal
juga dengan nama “Arus al-Qur‟an” (pengantin Al-Qur‟an). Nabi
SAW bersabda: “segala sesuatu mempunyai pengantinya dan
pengantinya Al-Qur‟an adalah surah Ar-Rahman” (HR. Al -
Baihaqi). Penamaan itu karena indahnya surah ini dan karena di
dalamnya terulang tiga puluh satu kali ayat “fa biayyi Ala-i
Rabbikuma Tukadzdziban / nikmat yang manakah, di antara nikmat-
nikmat Tuhan pemelihara kamu berdua, yang kamu berdua
dustakan?” Kalimat berulang-ulang ini diibaratkan dengan aneka
hiasan yang dipakai oleh pengantin.16
2) Surah An-Najm Ayat 5-6

٦﴿ ‫﴾ ُذو ِم َّر ٍة َفاْس َتَو ى‬٥﴿ ‫﴾َعَّلَم ُه َش ِديُد اْلُقَو ى‬


“Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat (5). Yang
mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri
dengan rupa yang asli (6)”.
Menurut Tafsir Al-Munir (3) disebutkan bahwa Al-Qur’an
diajarkan kepada Rasululah saw. oleh malaikat Jibril a.s. yang
mempunyai ilmu serta amal sangat kuat. Malaikat Jibril a.s. memilki

15
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, “Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier”, (Surabaya:
Bina Ilmu, 1992), h. 392
16
Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, “Pelajaran dari Surah-Surah Al-Qur‟an”,
(Tangerang: Lentera Hati, 2012), h. 129-130

10
akal yang sangat cerdas. Pendeskripsian malaikat Jibril a.s. disini
digambarkan sebagai malaikat yang mempunyai kemampuan luar
biasa dalam ilmu atau praktek serta kecerdasa akal. Karena malaikat
Jibril a.s. menyampaikan sekaligus mengajarkan Al-Qur’an kepada
Rasulullah saw. Dalam ayat ini Allah Swt. memberi gambaran
mengenai performan malaikat Jibril ketika mengajarkan Al-Quran
kepada Rasulullah SAW. Hal ini menandakan bahwa seorang
pendidik, khususnya seorang guru, harus menampilkan dirinya
dengan baik. Kecerdasannya terlihat dari aspek primanya , dalam
artian mampu menguasai materi dalam mendidik serta keluasan
wawasan keilmuannya (4). Hal itu merupakan kompetensi yang
wajib dimiliki guru untuk memudahkan siswa dalam menyerap ilmu
secara baik. Karenanya guru diharuskan mampu menguasai dan
berinovasi dalam bidang yang diampunya. Oleh karena inilah
memahami konsep pengajaran Jibril dalam mendidik sangatlah
penting karena akan berpengaruh pada proses pembelajaran.
Dalam Q.s An-Najm: 5-6 terdapat konsep pengajaran Jibril,
dimana konsep pengajaran tersebut dilihat pada performan Jibril
dalam memberikan pengajaran Al-Qur’an kepada Rasulullah saw.
Pada ayat itu dapat dilihat bahwa seorang guru harus profesional.
Dalam hal ini terdapat lima ciri guru disebut profesional. Pertama,
memiliki tangung jawab kepada siswa dan proses belajarnya. Kedua,
pengetahuan secara menyeluruh mengenai strategi mengajar dan
sumber pengajaran. Ketiga, bertugas memantau kemampuan belajar
siswa dengan menggunakan berbagai teknik evaluasi. Keempat,
memiliki kapasitas untuk mendekati masalah secara metodis dan
kelima, berpartisipasi dalam lingkungan belajar profesinya (7).17

3) Surah An-Nahl Ayat 43-44


17
Reni Risma Nursolihat, “Implikasi Pendidikan dari Q.S An-Najm Ayat 5-6 Tentang
Konsep Pengajaran Jibril Terhadap Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru”, Jurnal Islamic
Education, Vol. 3, No. 1, H. 193-194

11
‫َو َم ا َأْر َس ْلَنا ِم ن َقْبِلَك ِإاَّل ِر َج ااًل ُّنوِح ي ِإَلْيِه ْم َفاْس َأُلوا َأْه َل الِّذ ْك ِر ِإن ُك نُتْم اَل‬

‫َتْع َلُم وَن‬

‫ِباْلَبِّيَناِت َو الُّز ُبِر َو َأنَز ْلَنا ِإَلْيَك الِّذ ْك َر ِلُتَبَنِّي ِللَّناِس َم ا ُنِّز َل ِإَلْيِه ْم َو َلَعَّلُه ْم َيَتَف َّك ُر وَن‬

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang


lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah
kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui (43). keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-
kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan (44).18

Menurut ibnu Katsir pada ayat 43 bahwa Allah


berfirman: ‫َو َم ا َأْر َس ْلَنا ِم ن َقْبِل َك ِإاَّل ِر َج ااًل ُّن وِح ي ِإَلْيِه ْم َفاْس َأُلوا َأْه َل ال ِّذ ْك ِر ِإن ُك نُتْم اَل‬

‫( َتْعَلُم وَن‬Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-


orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika
kamu tidak mengetahui.) Maksudnya, bertanyalah kepada orang-
orang Ahli Kitab terdahulu, apakah para Rasul yang di utus kepada
mereka berupa manusia atau Malaikat? Jika para Rasul itu berupa
Malaikat, berarti boleh kalian mengingkari dan jika dari manusia,
maka janganlah kalian mengingkari kalau Muhammad adalah
seorang Rasul.
Setelah itu pada ayat 44 Allah Ta’ala berfirman: ‫َو َأنَز ْلَن ا ِإَلْي َك‬

‫ِّذ‬
‫( ال ْك َر‬Dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr) maksudnya al-
Qur’an; ْ‫(ِلُتَبَنِّي ِللَّن اِس َم ا ُنِّزَل ِإَلْيِه م‬Agar kamu menerangkan kepada umat

18
Departemen Agama RI.,” Al-Qur’an dan Terjemahnya”, (Jakarta: Bina Ilmu, 2009), h.
408

12
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka). Maksudnya
dari Rabb mereka, karena pengetahuanmu dengan arti apa yang
telah Allah turunkan kepadamu, karena pemeliharaanmu
terhadapnya, karena kamu mengikutinya, dan karena pengetahuan
Kami bahwa sesungguhnya kamu adalah orang yang paling mulia
di antara para makhluk dan pemimpin anak Adam.
Maka dari itu engkau (ya, Muhammad!) harus merinci
untuk mereka apa yang mujmal (gobal) dan menerangkan apa yang
sulit untuk mereka. ‫( َو َلَعَّلُهْم َيَتَف َّك ُر وَن‬Dan supaya mereka memikirkan)

maksudnya, supaya mereka melihat diri mereka sendiri agar


mendapat petunjuk dan beruntung dengan keselamatan di dunia
dan akhirat.
Dalam Islam Rasulullah merupakan tauladan bagi umatnya.
Rasulullah sebagai contoh yang dapat ditiru oleh para guru. Salah
satunya adalah Rasulullah sebagai ahlu dzikri dalam Q.S An-Nahl
43-44. Ahli Ilmu adalah patokan mereka dalam mencapai
pengetahuan tersebut karena zaman sekarang sudah tidak ada lagi
nabi karena Nabi terakhir Muhammad SAW sudah wafat. Guru lah
sebagai penerus tugas nabi dalam penyampaian ilmu yang baik.
maka baik perkataan, perbuatan, dan ketetapan dalam suatu ilmu
akan menjadi panutan peserta didiknya. Kode etik guru adalah
salah satu kunci keberhasilan dalam menjalankan amanat seorang
guru sebagai penerus tugas nabi saat menjalankan profesinya. 19
Berdasarkan penafsiran mufassir terhadap QS. An-Nahl
ayat 43-44 dalam Tafsir Tafsir Ibnu dapat ditarik kesimpulan
bahwa pada saat Rasulullah SAW diutus kaum musyrikin menolak
kerasulan Muhammad dengan beralasan manusia tidak wajar
menjadi menjadi utusan Allah SWT, seharusnya utusan Allah itu
adalah seorang malaikat bukan dari jenis manusia. Maka Allah
19
Ade Nandar, “Implikasi Pendidikan dari Al-Quran Surah An-Nahl Surat 43-44 tentang
Tugas Rasul sebagai Ahlu Dzikir Terhadap Peran guru sebagai Sumber Pengetahuan”, Jurnal
Islamic Education, Vol.2, No. 1, h. 166

13
SWT berfirman dalam surat an-Nahl ayat 43, bahwasanya Allah
SWT tidak mengutus nabi dan rasul sebelum Muhammad kecuali
laki-laki dari kalangan sejenis (yakni) manusia dan menyuruh
mereka (kaum musyrikin). Apabila mereka masih tidak percaya,
tanyakanlah perihal keraguan ini kepada para ahli ilmu yang
memahami Kitabullah sebelum Al-Qur’an (Taurat dan Injil) atau
ulama dari kalangan mereka yang mengetahui kebenaran. Allah
mengutus para rasul sebelumnya dengan keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab (Zabur, Taurat, Injil, Shuhuf Ibrahim) sebagai
tanda kenabian mereka. dan Allah menurunkan kepada Nabi
Muhammad SAW adz-Dzikr (Al-Qur’an) agar Ia menerangkan
kepada manusia apa yang telah Allah turunkan kepada mereka
yang didalamnya berupa perintah dan larangan, halal dan haram,
kisah-kisah para nabi terdahulu, mengajak mereka untuk berfikir
dan merasakan keagungan ayat-ayat Allah tersebut.

B. Peserta didik dalam Perspektif Al-Quran


Orang yang menuntut ilmu disebut dengan peserta didik. Penyebutan
peserta didik juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya
sekolah (pendidikan formal), melainkan juga mencakup lembaga pendidikan
nonformal yang ada di masyarakat, seperti majelis ta’lim, paguyuban, dan
sebagainya.20
Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”.
Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah
bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan
thalib secara bahasa berarti orang yang mencari, sedangkan menurut istilah
tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, dimana ia berusaha keras menempuh
dirinya untuk mencapai derajat sufi. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk

20
Abdul Mujib,” Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam”, cet. 3 ( Jakarta: Kencana,
2010), h. 103

14
menyebut peserta didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara
untuk perguruan tinggi lazimnya disebut dengan mahasiswa.21
Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada dalam
fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik, maupun psikis,
pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri seorang pendidik yang perlu
bimbingan dari seorang pendidik. Pertumbuhan menyangkut fisik,
perkembangan menyangkut psikis. 22
Peserta didik salah satu komponen dalam sistem pendidikan Islam.
Peserta didik merupakan raw material (bahan mentah) di dalam proses
transformasi yang disebut pendidikan. Berbeda dengan komponen-komponen
lain dalam sistem pendidikan karena kita menerima “materiil” ini sudah
setengah jadi, sedangkan komponen-komponen lain dapat dirumuskan dan
sesuai dengan keadaan fasilitas dan kebutuhan yang ada.
Peserta didik sendiri dalam pendidikan Islam adalah individu yang
sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis sosial, dan
religius dalam dalam mengarungi kehidupan dunia dan di akhirat kelak.
Peserta didik cakupannya lebih luas daripada anak didik, karena peserta didik
tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga orang dewasa.10 Bahkan
pendidik pun disebut peserta didik karena tidak ada manusia yang ilmunya
mengungguli ilmu-ilmu Allah.23 Setelah kita lihat dari beberapa penjelasan
peserta didik maka ada beberapa ayat yang yang dapat dijadikan rujukan untuk
merumuskan hakikat peserta didik menurut Al-Quran, diantaranya sebagai
berikut:
1. Surah Al-Kahfi Ayat 66

‫َقاَل َل ۥُه ُموَس ٰى َه ْل َأَّتِبُعَك َعَلٰٓى َأن ُتَعِّلَم ِن َّمِما ُعِّلْم َت ُر ْشًد ا‬

21
Ali, M. Nashir, “Dasar-Dasar Ilmu Mendidik”, (Jakarta: Mutiara, 2000). H.35
22
Rahmayulis, “Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h. 77
23
Beni Ahmad Saebani, Hendra Akhdiyat, “Ilmu Pendidikan Islam 1”, (Bandung:
Pustaka Setia, 2009), h. 242.

15
“Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu?".
Musa berkata kepada Khidir, “Bolehkahaku mengikutimu
supayakamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu
yang telah diajarkan kepadamu?”(al-Kahfi: 66).
Asbabun nuzul: Surat Al-Kahfi ayat 66 turun disebabkan rasa
kebanggaan berlebihan atau kesombongan Nabi Musa. Suatu waktu, usai
berkhotbah di depan umatnya, tiba-tiba Nabi Musa ditanya oleh seorang
pemuda tentang orang yang paling pandai di muka bumi.Mengetahui hal
itu, Allah SWT menegur Nabi Musa dengan memberitahukan bahwa ada
manusia yang lebih pandai darinya. Nabi musa tentusaja merasa penasaran
dan sangat ingin menemui orang tersebut. Akhirnya Allah SWT memberi
petunjuk agar Nabi Musa pergi ke suatu tempat, yaitu pertemuan antara
dua lautan. Di tempat itu Nabi Musa akan menemukan orang yang lebih
pandai darinya. Setelah bertemu dengan orang tersebut maka Nabi Musa
harus menimba ilmu dari orang tersebut, hingga akhirnya kemudian
terjadilah pertemuan keilmuan antara Nabi Musa dengan orang yang lebih
pandai darinya yakni Nabi Khidir.
Pada konteks diatas, Menurut Ibnu Katsir, Pertanyaan tersebut
sebagai permintaan belas kasihan, bukan untuk memaksa, inilah adab
seorang pelajar terhadap gurunya.24 Pendapat ini sejalan dengan penafsiran
dalam Al-Munir, “Bolehkah aku mengikuti perjalananmu agar kamu
mengajarkan kepadaku apa yang telah Allah ajarkan kepadamu untuk aku
jadikan sebagai petunjuk dalam urusanku, terutama Ilmu yang bermanfaat
dan amal shalih.” Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang penuh
kelembutan dan etika.25
Quraish Shihab juga menambahkan, kata attabi’uka ( ‫ ( أكعبت‬yang
di dalamnya terdapat penambahan huruf ta menunjukkan kesungguhan
24
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, “Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir”, (Jakarta: Gema Insani,
2012), h. 112
25
Wahbah Az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 288

16
dalam upaya mengikuti itu.26 Memang demikianlah seharusnya seorang
pelajar harus bertekad untuk bersungguh sungguh mencurahkan
perhatiannya, bahkan tenaganya terhadap apa yang bakal dipelajari dari
gurunya.
Lanjut Quraish, bahwa permintaan Musa kepada Khidir ini dengan
bahasa yang sangat halus. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaan Musa.
“Bolehkah aku mengikutimu,” selanjutnya Beliau menamai pengajaran
yang diharapkannya itu sebagai ikutan, yaitu Beliau menjadikan dirinya
sebagai pengikut dan pelajar. Beliau juga menggaris bawahi kegunaan
pengajaran itu untuk dirinya pribadi yakni “untuk menjadi petunjuk”
baginya. Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya, seorang murid haruslah
tawadhu, sabar, merasa lebih bodoh walau sudah pandai, tidak
memaksakan guru harus mengajar pelajaran yang disukai murid,
bersungguh-sungguh, dan tidak melawan perintah guru.27
Pada sisi lain, Nabi Musa juga menyebutkan bahwa Khidir adalah
hamba Shalih dengan keluasan Ilmu. Dengan begitu, Nabi Musa hanya
meminta sebagian Ilmu, “sebagian dari apa yang telah diajarkan
kepadanya”. Dan Nabi Musa juga tidak mengatakan, “apa yang engkau
ketahui”. Karena, Nabi Musa menyadari bahwa segala Ilmu bersumber
dari Allah dan pasti akan kembali kepada Allah Swt.
Di dalam pendidikan tasawuf, seorang murid dituntut memiliki
sikap tawadhu dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti guru dan
senantiasa menjaga akhlak dihadapan gurunya. Tawadhu biasa
diterjemahkan dengan merendahkan diri, sedangkan merendahkan diri
merupakan sifat yang dapat membebaskan seseorang dari ikatan
kedudukan ataupun martabat yang tinggi, dan membawanya ketingkat
yang sejajar dengan orang lain.
Menurut ahli tahqiq, merendahkan diri itu ialah anggapan
seseorang bahwa dirinya tidak ada kelebihannya dibandingkan dengan

26
M. Quraisy Shihab, “Tafsir Al-Misbah”, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 343
27
M. Quraish Shihab, “Tafsir Al-Misbah”, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), h. 343-344

17
yang lain karena kedudukan yang ada padanya, apabila seseorang masih
beranggapan ada manusia lain yang lebih buruk dari padanya, maka ia
adalah orang yang sombong.28 Sedangkan dalam hal bersungguh-sungguh,
menurut Syaikh Al Zarnuji, menuntut Ilmu dibutuhkan kesungguhan hati
oleh tiga pihak, yaitu Pelajar, Guru dan Ayah bila ia masih hidup.29
Lebih lanjut Syaikh Imam Sadiduddin mendendangkan syairnya
dalam Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu,“kesungguhan akan mendekatkan
sesuatu yang jauh, dan membukakan pintu yang terkunci”. 30 Sehingga
dapat dipastikan, untuk dapat meraih Ilmu yang sejati, tentu membutuhkan
kesungguhan, sedangkan kesungguhan ini merupakan bagian dari niat,
yaitu sebuah kunci pertama yang harus dipegang dalam setiap amal
perbuatan.
2. Surah At-Tahrim Ayat 6

‫َٰٓيَأُّيَه ا ٱَّلِذيَن َءاَم ُنو۟ا ُقٓو ۟ا َأنُف َس ُك ْم َو َأْه ِليُك ْم َناًر ا َو ُقوُدَه ا ٱلَّناُس َو ٱِحْلَج اَر ُة َعَلْيَه ا‬
‫َٰٓل‬
‫َم ِئَك ٌة ِغاَل ٌظ ِش َد اٌد اَّل َيْع ُصوَن ٱلَّلَه َم ٓا َأَم َر ُه ْم َو َيْف َعُلوَن َم ا ُيْؤ َم ُر وَن‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Ayat ini menerangkan bagaimana seharusnya arah seorang suami
dalam membawa bahtera rumah tangganya mengarungi samudra
kehidupan di dunia. Yaitu untuk selamatnya diri dan keluarga dari siksa
Allah swt. Tentu untuk keselamatan tersebut seorang suami harus

28
Labib Mz, “Tawakal Tafakur Tawadhu, jalan Menuju ketentraman Bathin”, (Surabaya:
Putra Jaya, 2007), h. 112

29
Syeikh Al-Zarnuji, “Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu”, (Surabaya: Al-Miftah, 2012),
h. 55
30
Ibid, h. 56

18
mengetahui rambu-rambu syariah. Tau mana yang dilarang, mengerti apa
yang wajib dijalankan atas perintah Allah swt.
Dalam suasana peristiwa yang terjadi di rumah Nabi SAW, seperti
diuraikan oleh ayat-ayat yang lalu, ayat diatas memberikan tuntunan
kepada kaum beriman bahwa: Hai orang-orang yang beriman, perihalah
diri kamu, antara lain dengan meneladani Nabi, dan perihalah juga
keluarga kamu, dengan membimbing dan mendidik mereka agar kamu
semua terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusiamanusia yang kafir dan juga batu-batu antara lain yang dijadikan
berhala-berhala. Diatasnya, yakni yang menangani neraka itu dan bertugas
menyiksa penghunipenghuninya, adalah malaikat-malaikat yang
kasarkasar hati dan perlakuanya, yang keras-keras perlakuanya dalam
melaksanakan tugas penyiksaan, yang tidak mendurhakai Allah
menyangkut apa yang dia perintahkan kepada mereka sehingga siksa yang
mereka jatuhkan-kendati mereka kasar-tidak kurang dan tidak juga
berlebih dari apa yang diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa dan
kesalahan masing masing penghuni neraka, dan mereka juga senantiasa
dan dari saat ke saat mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan
Allah kepada mereka.
Dalam penyiksaan itu, para malaikat tersebut senantiasa juga
berkata: Hai orang-orang kafir yang enggan mengikuti tuntunan Allah dan
Rasulnya, janganlah kamu mengemukakan uzur, yakni mengajukan dalih
untuk memperingan kesalahan dan siksa kamu, pada hari ini. Karena, kini
bukan lagi masanya untuk memohon ampun berdalih, ini adalah masa
jatuhnya sanksi, sesungguhnya kamu saat ini hanya diberi balasan sesuai
apa yang dulu kamu ketika hidup di dunia selalu kerjakan.
Ayat enam diatas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan
harus bermula dari rumah. Ayat diatas, walau secara redaksional tertuju
kepada kaum pria (ayah), itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka.
Ayat ini tertuju kepada perempuan dan laki-laki (ibu dan ayah)
sebagaimana ayat-ayat yang serupa (misalnya ayat yang memerintahkan

19
berpuasa) yang juga tertuju kepada laki-laki dan perempuan. Ini berarti
kedua orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan juga pasangan
masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas
kelakuanya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu
rumah tangga yang diliputi oleh nilainilai agama serta dinaungi oleh
hubungan yang harmonis.
Malaikat yang disifati dengan( ‫ )غال ذ‬gilazh/kasar bukanlah dalam

arti kasar jasmaninya, sebagaimana dalam beberapa kitab tafsir, karena


malaikat adalah makhluk-makhluk halus yang tercipta dari cahaya. Atas
dasar ini, kata tersebut harus dipahami dalam arti kasar perlakuanya dan
ucapanya. Mereka telah diciptakan Allah khusus untuk menangani neraka.
“Hati” mereka tidak iba atau tersentuh oleh rintisan, tangis, atau
permohonan belas kasih, mereka telah diciptakan Allah dengan sifat sadis,
dan karena itulah maka mereka (‫ ) شداد‬syidad/keras-keras, yakni makhluk-
makhluk yang keras hatinya dan keras pula perlakuanya.31
3. Surah Al-Syu’ara Ayat 214

‫ِذ ِش‬
‫َو َأن ْر َع َريَتَك ٱَأْلْقَر ِبَني‬
“Dan berilah peringatan, wahai Rasul, kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat, janganlah mereka menyekutukan Allah, dan ajaklah mereka ke
jalan yang benar”

Setelah Allah memerintahkan agar menyembah Tuhan yang maha


esa pada ayat 213, pada ayat 214 ini Allah memerintahkan kepada Nabi
Muhammad SAW agar menyampaikan agama Allah kepada keluarganya
yang dekat, menyampaikan kepada mereka janji dan ancaman Allah
terhadap orang-orang yang memungkiri dan mensyarikatkannya. Selain itu
juga Allah menyuruh Rosulullah SAW agar memberi peringatan kepada

31
M. Quraish Shihab, “Tafsir Al- Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,
Lentera Hati”, Jurnal Tafsir, Vol. 14, h. 176-178

20
kerabat kerabatnya yang terdekat dan bahwasanya tidak ada yang dapat
menyelamatkan para kerabat kecuali keimana mereka kepada tuhan-nya.32
Sehubungan dengan turun-nya ayat ini, terdapat Hadits-hadits yang
diantaranya Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Abu Hurairah ra. Berkata,
“ setelah ayat,” dan berilah peringatan kepada keluargamu terdekat”
diturunkan maka Rosullullah saw. Memanggil kaum Quraisi. Beliau
memanggil baik secara umum maupun khusus. Beliau bersabda :
Wahai kaum Quraisy, selamatkanlah dirimu dari neraka, wahai
bani ka’ab selamatkanlah dirimu dari neraka, wahai bani hasyim
selamatkanlah dirimu dari neraka, wahai bani abdul muthalib,
selamatkanlah dirimu dari neraka, wahai fatimah binti Muhammad,
selamatkanlah dirimu dari neraka, sesungguhnya aku, demi Allah, tidak
memiliki kekuasaan sedikitpun untuk menolak siksa Allah darimu kecuali
tari persaudaraan yang dapat aku teguhkan karena kerusakan-nya
(HR.Muslim dan Tirmidzi).
Iman Ahmad meriwayatkan bahwa Aisyah berkata :
Tatkala ayat’ dan berilah peringatan kepada keluargamu yang
terdekat’ diturunkan, Rosulullah saw bersabda, hai fatimah binti
Muhammad, hai syafiyah binti Abdul Muthalib, hai bani Abdul Muthalib,
aku tidak memiliki kekuasaan sedikitpun untuk menolak siksa Allah
darimu. Mintalah sebagian hartaku yang kamu kehendaki.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa setiap insan harus
memberi peringatan terhadap kerabat-kerabat-nya yang terdekat karena
kelak yag akan menyelamatkan mereka pada hari kiamat hanyalah iman
mereka kepada Allah SWT dan bukan hubungan kekeluargaan mereka.
Sebagaimana Allah menyeru kepada Rosulnya untuk mempertakuti dan
memberi peringatan kepada kerabat-kerabat yang terdekat.
Tidak aneh jika Islam sangat memperhatikan pendidikan anak-anak
dari aspek iman dan mengeluarkan petunjuk yang sangat berharga didalam

32
Muhammad Nasib Ar-rifa’i, “Ringkasan Tafsir Ibnu Karsir Jilid 3”, (Jakarta: Gema
Insani, 2000), h. 610

21
melahirkan anak dan kebiasaan-kebiasaan yang tinggi. Berdasarkan
keterangan Al-Qur’an surat At-tahrim ayat 6 dan Asy-syu’ara ayat 214 dan
penjelasan ayat-ayat serta hadits-hadits yang berkaitan di atas, penulis
dapat mengambil intisari nilai pendidikan dalam Keluarga menurut Al-
Qur’an surat At-tahrim ayat 6 dan Asy-Syu’ara ayat 214 sebagai berikut:
a. Pendidikan keimanan
b. Pendidikan nasihat
c. Pendidikan keteladanan
d. Pendidikan hukuman dan ganjaran
4. Surah At-Taubah Ayat 122

‫َو َم ا َك اَن ٱْلُم ْؤ ِم ُنوَن ِلَينِف ُر و۟ا َك ٓاَّفًةۚ َفَلْو اَل َنَف َر ِم ن ُك ِّل ِفْر َقٍة ِّم ْنُه ْم َطٓاِئَفٌة‬
‫ِّلَيَتَف َّقُه و۟ا ىِف ٱلِّديِن َو ِلُينِذُر و۟ا َقْو َمُه ْم ِإَذا َر َجُعٓو ۟ا ِإَلْيِه ْم َلَعَّلُه ْم ْحَيَذ ُر وَن‬
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan
perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak
pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka
dapat menjaga dirinya.”
Dalam riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari „Abdullh bin
„Ubaid bin „umar dikemukakan bahwa kaum Mukminin, karena
kesungguhannya ingin berjihad, apabila diseru oleh Rasulullah SAW
untuk berangkat ke medan perang, mereka serta merta berangkat
meninggalkan Nabi SAW beserta orang-orang yang lemah. Ayat ini QS at-
Taubah:122 turun sebagai larangan kepada kaum Mukminin serta merta
berangakat seluruhnya, tapi harus ada yang menetap untuk memperdalam
pengetahuan agama.33
Sebagian berpendapat bahwa maksudnya adalah orang-orang Arab
kampung yang diutus Rasulullah SAW untuk mengajar orang-orang
tentang Islam.Ketika turun ayat ini mereka pun meninggalkan pelosok
perkampungan dan mendatangi Rasulullah karena takut termasuk orang
33
K.H.Q Shaleh, “Asbabun Nuzul”, (Bandung: CV diponegoro,2002), Cet ke-10 h.58

22
yang tidak ikut berperang bersama beliau, sebagaimana dalam ayat
ini.Allah lalu menurunkan ayat tersebut dan tidak menginginkan kepergian
mereka dari perkampungan menuju Madinah.
Mereka yang beruntung , memperoleh kesempatan untuk
mendalami agama, mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dan
tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan
jiwa dalam meninggikan kalimat Allah, membela agama dan ajaran-Nya.
Bahkan, mereka menjadi lebih utama dari pejuang pada situasi lain ketika
mempertahankan agama menjadi wajib bagi setiap orang.34
Ayat 122 surat at-Taubah secara tegas menunjukkan bahwa
kewajiban memperdalam ilmu agama adalah bagi seluruh ummat Islam.
Pada zaman nabi masih hidup keadaan selalu dalam keadaan perang. Oleh
karena itu, diperlukan kader-kader yang siap untuk terjun ke medan
perang. Saat ini kitapun harus tetap waspada terhadap musuh-musuh Islam
yang akan menyerang. Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu
pengetahuan baik laki laki maupun perempuan. Waktunya sangat panjang,
yaitu dari buaian ibu sampai liang lahat. Tempatnya bisa dimana saja,
disekolah, majelis, perpustakaan, masjid dan lain sebagainya.35
Ajaran Islam adalah ajaran yang membutuhkan
pengetahuan.Hampir semua aspek ajaran Islam hanya dapat dijalankan
dengan dasar pengetahuan.Islam menempatkan pendidikan atau ilmu
pengetahuan ditempat yang paling tinggi.Pendidikan sejatinya menjadi
tanggung jawab bersama semua pihak mulai dari keluarga sebagai sekolah
pertama, masyarakat, lembaga-lembaga pendidikan serta Negara.Mendidik
berarti membangun karakter untuk mempersiapkan kader ummat yang
unggul lahir batin yang memiliki pengetahuan, keterampilan nilai nilai
luhur jihad.Pendidikan juga sejatinya bersifat berkelanjutan (life long
education), sehingga sangatlah penting bagi untuk memberikan
pengetahuan yang pasti kepada generasi ummat mengenai jihad yang
34
Ahmad Al-Mustafa Al Maragi, “Tafsir Al-Maragi”, ( Semarang : PT Karya Toha
Putra, 1987) Juz 1 h. 86-87
35
Jalaluddin, “Islam Terorisme”, ( Jakarta : Moyo Segoro Agung, 2006) h.184

23
benar. Ajaran Islam tidak saja menegakkan sendi kemerdekaan belajar,
lebih dari pada itu Islam mewajibkan semua orang Islam untuk
memerdekakan akal dari pada khurafat dan prasangka serta mengajak
manusia untuk menolak segala yang tak dapat diterima akal.36
5. Surah Al-Nisa Ayat 170
‫َٰٓل‬ ‫ِل ِذ‬
‫ِإَمَّنا ٱلَّتْو َبُة َعَلى ٱلَّلِه َّل يَن َيْع َم ُلوَن ٱلُّس ٓو َء َجِبَٰه َلٍة َّمُث َيُتوُبوَن ِم ن َقِر يٍب َفُأ۟و ِئَك‬

‫َيُتوُب ٱلَّلُه َعَلْيِه ْم ۗ َو َك اَن ٱلَّلُه َعِليًم ا َح ِكيًم ا‬


“Wahai manusia! Sungguh, telah datang Rasul (Muhammad) kepadamu
dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah
(kepadanya), itu lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (itu tidak
merugikan Allah sedikit pun) karena sesungguhnya milik Allah-lah apa
yang di langit dan di bumi.”
Anak didik sebagai objek pekerjaan mendidik atau objek
pendidikan merupakan makhluk yang berada dalam proses perkembangan
dan pertumbuhan yang memerlukan peran sebagai subyek juga, sebagai
sosok pribadi yang memiliki potensi, motivasi, cita-cita, perasaan,
pengalaman dan kebutuhan sebagai manusia yang ingin dihargai,
aktualisasi diri.37
Pada hakikatnya, proses pembelajaran merupakan interaksi antara
guru dan siswa. Guru sebagai penyampai materi pembelajaran dan siswa
sebagai pencari ilmu pengetahuan sekaligus sebagai penerimanya. Dalam
melakukan interaksi tersebut terdapat rambu yang perlu dihargai dan
dituruti oleh kedua belah pihak, agar pembelajaran berjalan dengan baik
dan menyenangkan. Untuk itu, yang harus selalu diperhatikan terkait
dengan sikap guru dalam berinteraksi dengan siswanya, lebih lanjut
demikian pula dengan siswa, dalam proses pembelajaran tentunya mereka

36
Rusjdi Ali Muhammad SH, ”Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Syari‟at Islam”,
(Banda Aceh : ar-raniry press 2004) h. 99
37
Troboni, “Pendidikan Islam, Paradigma Teologis, Filosofis dan spiritualitas”,
(Malang: UMM Press, 2008), h. 158.

24
harus selalu aktif dan terlibat dalam kegiatan pembelajaran, serta dalam
kegiatan belajar mereka bukan hanya menerima penyampaian bahan ajar
yang disampaikan oleh guru, tetapi juga harus aktif dalam mencari dan
menemukan sendiri pengetahuan yang dipercaya. Oleh karena itu, siswa
sebagai peserta didik tidak hanya objek pendidikan tetapi juga sebagai
subjek. Berkaitan dengan pemaparan diatas tentunya terdapat ayat dalam
Alquran yakni dalam Qs. An-Nisa ayat 170 yang membahas tentang objek
pendidikan bukan hanya pendidik dan peserta didik, namun berlaku bagi
seluruh manusia.
Berdasarkan penjelasan dari ayat di atas bahwasanya ayat ini
ditujukan kepada kaum Yahudi secara asbabun-nuzulnya (sebab turunnya
ayat), namun yang menjadi rujukan disini adalah penggunaan bahasa yang
digunakan Allah SWT. yang bersifat umum, yaitu “wahai sekalian
manusia”. Adapun menurut Quraish Shihab, kehadiran Rasullah yang
dinyatakan dengan katakata, “datang kepada kamu” dan juga pernyataan
bahwa yang beliau bawa adalah tuntunan dari “Tuhan (Pembimbing dan
Pemelihara) kamu”, itu dimaksudkan sebagai rangsangan kepada mitra
bicara (kamu) agar menerima siapa yang datang dan menerima apa yang
dibawanya. Karenanya, wajib bagi yang didatangi untuk menyambutnya
dengan gembira.Dengan demikian, sesungguhnya ayat ini berkaitan
dengan objek pendidikan secara global, yaitu seluruh umat manusia, tanpa
terkecuali. Artinya menjadi kewajiban setiap muslim untuk memiliki misi
mendidik seluruh umat manusia.38
Lebih lanjut Objek pendidikan di dalam Alquran cukup tegas
mengatakan bahwa seluruh manusia merupakan target utama dalam sebuah
pengajaran. Pendidikan (utamanya budi pekerti dan teologi) adalah sesuatu
yangharus dipahami dan mengerti oleh setiap individu. Dalam sebuah
hadis, Rasulullah saw bersabda, " bahwasanya menuntut ilmu adalah
diwajibkan kepada setiap orang muslim baik laki-laki maupun

38
Almaydza Pratama Abnisa, “Konsep Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Al-
Qur’an”, Jurnal Asy-Syukriyyah 18, no. 1 (2017), h. 67–81.

25
perempuan."Dengan demikian, konsep Islam tentang objek pendidikan
sudah sangat jelas. Dimulai dari keluarga, kerabat dekat, masyarakat dalam
suatu wilayah (bangsa), dan menusia secara keseluruhan. Dari konsep ini
jelas bahwa objek pendidikan menurut Alquran adalah setiap individu
yang memiliki logika sehat dan mampu berinteraksi secara wajar dalam
komunitas kehidupan.
Dalam menjalankan konsep Alquran, kaitannya dengan objek
pendidikan, keluarga adalah bagian yang paling penting. Sebab anggota
keluarga merupakan personil yang paling dekat baik secara fisik maupun
hubungan darah. Kemudian, kerabat dekat, lalu masyarakat umum, serta
seluruh manusia secara umum. Oleh karena itu sebaiknya kita pahami
bahwa target objek pendidikan adalah seluruh umat manusia, tanpa
terkecuali.

BAB III

26
PENUTUP
A. Kesimpulan
Allah menurunkan kepada Nabi Muhammad SAW adz-Dzikr (Al-
Qur’an) agar Ia menerangkan kepada manusia apa yang telah Allah turunkan
kepada mereka yang didalamnya berupa perintah dan larangan, halal dan
haram, kisah-kisah para nabi terdahulu, mengajak mereka untuk berfikir dan
merasakan keagungan ayat-ayat Allah tersebut.
Dalam suasana peristiwa yang terjadi di rumah Nabi SAW, seperti
diuraikan oleh ayat-ayat yang lalu, ayat diatas memberikan tuntunan kepada
kaum beriman bahwa: Hai orang-orang yang beriman, perihalah diri kamu,
antara lain dengan meneladani Nabi, dan perihalah juga keluarga kamu,
dengan membimbing dan mendidik mereka agar kamu semua terhindar dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusiamanusia yang kafir dan juga
batu-batu antara lain yang dijadikan berhala-berhala.
Diatasnya, yakni yang menangani neraka itu dan bertugas menyiksa
penghunipenghuninya, adalah malaikat-malaikat yang kasarkasar hati dan
perlakuanya, yang keras-keras perlakuanya dalam melaksanakan tugas
penyiksaan, yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang dia
perintahkan kepada mereka sehingga siksa yang mereka jatuhkan-kendati
mereka kasar-tidak kurang dan tidak juga berlebih dari apa yang
diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing masing
penghuni neraka, dan mereka juga senantiasa dan dari saat ke saat
mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.
B. Saran
Penulis tentunya menyadari banyak sekali kekurangan dalam penulisan
makalah, jadi penulis mohon maaf atas kesalahan dan kekurangannya. Semog
a makalah ini bermanfaat untuk pembaca.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Beni Saebani, Hendra Akhdiyat, 2009 “Ilmu Pendidikan Islam 1”,
Bandung: Pustaka Setia.

Al-Mustafa Ahmad Al Maragi, 1987 “Tafsir Al-Maragi”, Semarang : PT Karya


Toha Putra, 1987.

Ali, M. Nashir, 2000 “Dasar-Dasar Ilmu Mendidik”, Jakarta: Mutiara.

Al-Zarnuji Syeikh, 2012 “Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu”, Surabaya: Al-
Miftah.

Az-Zuhaili Wahbah, 2005 “Tafsir al-Munir”, Jakarta: Gema Insani.

Basri, Hasan, 1994 “Ilmu Pendidikan Islam”, Bandung: CV Pustaka Abadi.

Bahreisy Salim dan Said Bahreisy, 1992 “Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier”,
Surabaya: Bina Ilmu.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1997 “Kamus Besar Bahasa


Indonesia”, ed. II, cet. IX, Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Agama RI., 2009 ” Al-Qur’an dan Terjemahnya”, Jakarta: Bina


Ilmu.

Hasan Ali & Mukti ali, 2009 “Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam”, Jakarta:
Pedoman Ilmu jaya.

Izzan Ahmad dan Saebudin, 2012 “Tafsir pendidikan, Staudi ayat-ayat


berdimensi pendidikan”, Tanggerang: Pustaka Aufa media.

Jalaluddin, 2006 “Islam Terorisme”, Jakarta : Moyo Segoro Agung.

K.H.Q Shaleh, 2002 “Asbabun Nuzul”, Bandung: CV diponegoro.

Labib Mz, 2007 “Tawakal Tafakur Tawadhu, jalan Menuju ketentraman Bathin”,
Surabaya: Putra Jaya.

M. Quraisy Shihab, 2002 “Tafsir Al-Misbah”, Jakarta: Lentera Hati.

M. Quraish Shihab, 2012 “Tafsir Al-Misbah”, Jakarta: Lentera Hati.

M. Quraish Shihab, “Tafsir Al- Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,
Lentera Hati”, Jurnal Tafsir, Vol. 14.
Mujib Abdul, 2010 ” Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam”, cet. 3 Jakarta:
Kencana.

Mujib Abdul, 2008 ” Ilmu Pendidikan Islam”, Jakarta: Fajar Interpratama Offset.

Nandar Ade, 2022 “Implikasi Pendidikan dari Al-Quran Surah An-Nahl Surat
43-44 tentang Tugas Rasul sebagai Ahlu Dzikir Terhadap Peran guru
sebagai Sumber Pengetahuan”, Jurnal Islamic Education, Vol.2. No. 1.

Nasib Muhammad Ar-Rifa’i, 2012 “Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir”, Jakarta:


Gema Insani.

Nasib Muhammad Ar-rifa’i, 2000 “Ringkasan Tafsir Ibnu Karsir Jilid 3”,
Jakarta: Gema Insani.

Nizar Samsul, 2002 “Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis Teoritis


Dan Praktis”, Jakarta: Ciputat Pres.

Putra Haidar Daulay, 2014 “Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat”,


Jakarta: Kencana.

Pratama Almaydza Abnisa, 2017 “Konsep Pendidik Dan Peserta Didik Dalam
Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal Asy-Syukriyyah 18, no. 1.

Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, 2012 “Pelajaran dari Surah-Surah Al-


Qur‟an”, Tangerang: Lentera Hati.

Rahmayulis, 2008 “Ilmu Pendidikan Islam”, Jakarta: Kalam Mulia.

Risma Reni Nursolihat, 2023 “Implikasi Pendidikan dari Q.S An-Najm Ayat 5-6
Tentang Konsep Pengajaran Jibril Terhadap Upaya Peningkatan
Profesionalisme Guru”, Jurnal Islamic Education. Vol. 2, No. 1.

Rusjdi Ali Muhammad SH, 2004 ”Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Syari‟at
Islam”, Banda Aceh : ar-raniry press.

Sukring, 2013 “Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam”,


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Supradi Bambang, 2017 “Hubungan Pendidik dengan Peserta Didik Menurut Al-
Quran”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 6, No. 1.

Tafsir Ahmad, 1994 “Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam”, Bandung:


Remaja Rosdakarya.
Troboni, 2008 “Pendidikan Islam, Paradigma Teologis, Filosofis dan
spiritualitas”, Malang: UMM Press.

Uhbiyati Nur, 1998 “Ilmu Pendidikan Islam”, Bandung: Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai