DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 7
NURKHALISA 200101080778
LISA ARIANTI 200101080538
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, puja dan puji syukur senantiasa tercurah atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah Tafsir Tarbawi tentang “Ayat Al-Qur’an tentang subyek
pendidikan: pendidik/guru”
Makalah ilmiah ini disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, penyusun
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penyusun menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar penyusun dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
SIMPULAN ..................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kita sebagai umat Islam mempunyai pedoman hidup sesuai perintah Allah
SWT yaitu Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an terdapat aturan yang harus kita laksanakan
dan larangan yang harus kita tinggalkan. Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang
pertama bagi umat Islam. Selain itu Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia dan di
dalamnya terkandung ayat-ayat yang dapat kita gunakan sebagai pedoman hidup.
Diantaranya merupakan ayat-ayat yang menjelaskan tentang subjek pendidikan.
Kehidupan kita tidak bisa terlepas dari pendidikan. Pendidikan sangat penting
bagi umat Islam. Sebagai seorang pendidik, tentunya kita diharapkan menjadi
seorang pendidik yang profesional. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bagaimana
menjadi guru yang baik dan profesional. Dengan demikian kita akan dapat bersikap
dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran Islam.
Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang dapat menjadikan manusia
potensial dengan kepribadian luhur, sikap dan prilau yang baik sehaingga mampu
manjadikan dirinya sebagai manusia seutuhnya, yakni manusia yang sehat jasmani
dsan rohani, sehat mental dan spiritual, seheingga mereka mampu mensingkrongkan
antara kepentingan kehdiupan di dunia dan di akhirat. Itula sebabnya, sehingga yang
menjadi tujuan akhir pendidikan termasuk pendidikan Islam adalah terbentuknya
pribadi-pribadi yang berakhlak mulia yang menjadi nilai dasar bagi peserta didik
sehingga menjadi kebiasaan bagi mereka dalam semua tingkah kalu dan selalu
mengedepankan nilai-nilai moral dari pada kepentingan material.1
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, diperlukan adanya pendidik
atau yang menjadi subjek pendidikan yang handal dan professional2 dalam arti
memiliki skill dan keahlian dalam bidang pendidikan, sehat jasmani dan rohani,
memiliki akal yang cerdas dan wawasan keilmuan yang luas serta dapat
memfungsikan dirinya sebagai qudwatan bagi peserta didiknya. Itulah sebabnya
fungsi pendidik tidak dapat digantikan oleh hasil tekonologi secanggih apa pun,
1
Muhammad Takdir Ilahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral (Cet. I; Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012), hal. 45-46.
2
Sudirman Damin, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tentang
Kependidikan (Cet. I; Jakarta: Pustaka Setia, 2002), hal. 20-21
1
misalnya mesin, robot, Tv, dan radio. Seorang pendidik menjadi bintang utama yang
akan diidolakan oleh peserta didiknya.
Fungsi seorang pendidik tidak hanya mengisi otak peserta didik dengan
berbagai ilmu pengetahuan atau hanya memiliki kecerdasan intlektual, tetapi lebih
dari itu, peserta didik harus meliki kecerdasan emosional, spiritual dan sosial. Karena
itu, dalam tulisan ini berusaha menelusuri makna-makna ayat yang terdapat dalam
surah Ar-Rahman, An-Najm, An-Nahl, Al-Kahfi yang terkait dengan subjek
pendidikan, sebagai salah satu usaha untuk membuktikan bahwa al-Qur’an merupakan
sumber normatif pendidikan Islam.
B. RUMUSAN MASLAH
1. Apa itu pengertian subyek pendidikan?
2. Apa saja subyek pendidikan dalam perpektif Al-Qur’an?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian subyek pendidikan
2. Untuk mengetahui apa saja subyek pendidikan dalam perpektif Al-Qur’an
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Rusman, Model-model pembelajaran mengembangkan profesionalisme guru.(Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 20
4
Zakiah Drajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 2001),
hal. 264
3
Kita dapat membedakan pendidik itu menjadi dua kategori yaitu:5
a) Pendidik menurut kodrat, yaitu orang tua
Orang tua sebagai pendidik menurut kodrat adalah pendidik pertama dan
utama, karena secara kodrat anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya)
dalam keadaan tidak berdaya hanya dengan pertolongan dan layanan orang tua
(terutama ibu) bayi (anak manusia) itu dapat hidup dan berkembang semakin
dewasa. Hubungan orang tua dengan anaknya dalam hubungan edukatif,
mengandung dua unsur dasar, yaitu:
5
Ibid. Hal. 262
4
Dari penjelasan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa subjek
pendidikan adalah seseorang atau sesuatu yang telah mengajarkan kita ilmu.
Seseorang ini bukan hanya seorang guru tapi siapapun atau apapun yang dapat
mengajari kita. Pendidikan yang pertama kali terjadi dalam ruang lingkup yang
sangat sederhana yaitu keluarga. Subjek pendidikannya adalah orang tua, terutama
ibu. Kita dapat memperoleh ilmu dari mana saja, seperti lingkungan, masyarakat,
alam, dan semua ciptaan Allah SWT.
6
Artinya : “Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang
mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril) Menampakkan diri dengan rupa yang
asli.” (An-Najm : 5-6)
6
Al - Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir, op. cit., h. 98.
7
dalam mengajarkan apa yang diajarkannya sebagai seorang subyek
pendidikan. Secara bersamaan meski murid sebagai obyek pendidikan
tapi punya prilaku juga sebagai subyek pendidikan yang aktif. Dengan
canggihnya teknologi tapi pendidikan, kasih sayang, evaluasi dan
perhatian guru tak tergantikan oleh mesin.
c. Menampakan dengan rupanya yang asli, yakni seorang subyek
pendidikan hendaklah bersikap wajar yang tidak melebih-lebihkan
segala sesuatu baik dari dirinya maupun apa yang dilakoninya dalam
bidangnya.
Artinya: “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki
yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. Keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab. Dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl ayat 43-44)
Aspek Kandungan Pendidikan Dalam QS.An-Nahl 43-44
Ayat ini menegaskan bahwa tujuan turunya alquran adalah untuk semua
manusia. Alquran untuk dua hal. Pertama, untuk menjelaskan apa yang diturunkan
secara bertahap kepada manusia, karena ma’rifah Ilahiah tidak dapat diperoleh
manusia tanpa melalui perantara, karena itu diutus seorang dari mereka untuk
8
menjelaskan dan mengajar. Kedua, adalah harapan kiranya mereka berpikir
menyangkut dirimu Wahai Nabi agung agar mereka mengetahui apa yang engkau
sampaikan adalah kebenaran yang bersumber dari Allah SWT.
Ayat ini menugaskan Nabi Muhammad SAW untuk menjelaskan Al-
Qur’an. Bayan atau penjelasan Nabi Muhammad SAW itu bermacam-macam dan
bertingkat-tingkat.
Nilai pendidikan yang dapat kita ambil dari QS. An-Nahl ayat: 43 dan 44
antara lain:
1. Menganjurkan kita untuk bertanya apabila kita tidak tahu. Guru sebagai
subyek sekaligus sebagai “murid” yang aktif.
2. Apabila kita mempunyai ilmu sebaiknya ajarkan kepada yang belum tahu.
3. Dalam mendidik menyesuaikan dengan tingkat kecerdasan dan
pemahaman peserta didik.
4. Pendidik menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami.
5. Pendidikan dilakukan secara bertahap.
6. Pendidik atau guru mesti menguasai bahan ajar.
9
Artinya: “Musa berkata kepada Khidhir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya
kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmuilmu yang telah
diajarkan kepadamu?”
10
as bisa menjadi pedoman dalam adab dan sopan santun seorang murid
terhadap gurunya dan semangat untuk mencari ilmu.
Tujuan dasar pendidikan atau pembelajaran itu sendiri adalah adanya
perubahan tingkah laku pada diri seorang murid dan mencapai kepribadian
yang sholeh. Sedangkan tujuan akhirnya adalah menghambakan diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjadi rahmat bagi semesta dan agar bahagia di
dunia dan di akhirat.
Dari cerita Nabi Musa as dan Nabi Khaidir as terdapat prilaku
tasawuf proses transfer ilmu dari satu pihak ke pihak lain atau dari satu
generasi ke generasi lain.
Artinya: “Yang telah kami berikan rahmat kepadanya dari sisi kami, dan yang
telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami. Musa berkata kepadanya,
Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang
benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi petunjuk)? “ (al-Kahfi/
8:65-66)
Yang dimaksud dengan rahmat dalam ayat ini ialah wahyu kenabian.
Sebab sambungan (akhir) ayat ini menyebutkan rahmat itu langsung diajarkan
dan sisi Allah SWT tanpa perantara dan yang berhak menerima seperti itu
hanyalah para Nabi (termasuk Nabi Khaidir as). Dalam ayat berikutnya
disebutkan supaya Nabi Khaidir as mengajarkan ilmu yang benar kepada Nabi
Musa as yang juga sebagai seorang Rasul. Dalam hal ini sikap rendah hati itu
mempunyai nilai yang jauh lebih baik daripada sikap sombong.7 Ada ilmu
kasbi dan ada ilmu laduni.
Dan tafsir ayat di atas yang menceritakan tentang Nabi Musa as dan
Nabi Khaidir as hendaknya kita meneladani apa yang telah diceritakan pada
7
Departemen Agama RI, Alqur’ an dan Tafsimya, ( Jakarta : Lentera Abadi, 1998), hal. 634.
11
ayat tersebut. Adapun kandungan yang terdapat pada ayat di atas sebagai
berikut :
1. Kuatnya kemauan Nabi Musa as untuk belajar.
2. Walaupun sudah pintar janganlah sombong. Masih ada orang yang
lebih pintar.
3. Amar Makhruf Nahi Munkar sang selalu ditegakkan oleh Nabi Musa
as. Walaupun ia sudah berjanji tidak bertanya, tetapi ia tetap menegur
perbuatan yang salah.
4. Sedia berkorban untuk kepentingan umum: nelayan, anak-anak yatim
dan memelihara keimanan. Nabi Khaidir as melakukan tiga peristiwa
itu demi untuk kebaikan dan ia sedia berkorban walaupun dicela Nabi
Musa as dan sebagainya.
5. Ayat ini juga menganjurkan kita untuk berprilaku sopan dan
menghormati orang lain.
6. Proses belajar adalah proses abadi sepanjang hayat. Karena itu, kita
tidak boleh merasa pintar dan cepat berpuas diri.
7. Orang yang berilmu boleh bangga jika ada orang lain yang ingin
belajar kepadanya.
8. Setiap pelajar harus memiliki kesabaran yang kuat dalam menuntut
ilmu.
9. Ada ilmu yang diusahakan dengan sungguh-sungguh (ilmu kasbi). Ada
ilmu yang merupakan pelimpahan ilmu langsung dari Allah SWT
dengan kesucian jiwa (ilmu laduni). Ketaatan kepada guru ini terkait
dengan peran guru sebagai agen ilmu pengetahuan, bahkan agen
spiritual. Kalau kita tidak taat kepada guru, maka apakah mungkin
ilmu yang kita dapat akan berserang di dalam ingatan kita. Dalam
pandangan para ahli pendidikan yang menggunakan paradigma sufistik
terdapat kesimpulan bahwa para guru adalah agen spiritual dan agen
ilmu dari Allah, mereka berpendapat bahwa pada hakikatnya ilmu dari
Allah, dan guru hanyalah sebagai mediator yang menyampaikan ilmu
dari Allah kepada manusia.8 Sejalan dengan itu, maka bagi orang yang
8
Imam Al-Ghazali dalam Abuddin Nata, Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta:
RajaGrapido Persada, 2001), hal. 67.
12
ingin mendapatkan ilmu dari Allah, maka ia harus menghormati guru
sebagai mediatornya, para Rasul pun sudah memerankannya.
10. Kerendahan hati lebih baik daripada kesombongan. Nabi Musa as yang
memiliki ilmu dan kedudukan yang tinggi pun masih mau untuk
belajar dan tidak menyombongkan diri. Beliau sebagai Nabi sekaligus
Rasul mau belajar dengan Nabi Khaidir as. Semua orang adalah
subyek pendidikan, semua orang adalah guru, learning society, reading
society.
13
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
A. Pengertian Subyek Pendidikan
Subjek pendidikan adalah seseorang atau sesuatu yang telah mengajarkan kita ilmu.
Seseorang ini bukan hanya seorang guru tapi siapapun atau apapun yang dapat mengajari
kita. Pendidikan yang pertama kali terjadi dalam ruang lingkup yang sangat sederhana
yaitu keluarga. Subjek pendidikannya adalah orang tua, terutama ibu. Kita dapat
memperoleh ilmu dari mana saja, seperti lingkungan, masyarakat, alam, dan semua
ciptaan Allah SWT.
Beberapa aspek pendidikan yang dapat ditangkap dan isyarat ayat adalah:
5. Seorang pendidik selaku subyek pendidikan harus memiliki sifat kasih sayang
terhadap anak didiknya selayaknya mereka menyayangi anaknya sendiri.
6. Pendidikan sebagai pengembangan potensi memanusiakan manusia semestinya
dilaksanakan atas dasar sifat kasih sayang yang pada hakikatnya adalah refleksi
dari sifat al-Rahman.
7. Alquran, baik ia sebagai sumber dan dasar pendidikan, maupun sebagai isi atau
materi pendidikan, sarat dengan isyarat-isyarat ilmiah yang apabila manusia
mampu menggunakan potensi albayan, ia akan mengenal dirinya dan pada ujung-
ujungnya ia akan mengenal Tuhan Penciptanya.
8. Manusia adalah makhluk yng memiliki potensi al-bayan, yang dengan
kemampuan bahasanya ia dapat menjelaskan, menerangkan, dan mengungkapkan
segala fenomena alam dan kehidupan baik yang abstrak maupun yang konkret.
Oleh karenanya, bahasa merupakan salah satu alat untuk mentransformasikan
sebagai bagian dari proses pendidikan.
14
dalam ayat ini adalah seperti halnya seorang malaikat Jibril yang mana beliau
digambarkan sebagai berikut:
1. Sangat kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu
memecahkan masalah.
2. Mempunyai akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah memiliki akal
yang mumpuni dalam bidangnya yakni berkompeten dalam mengajarkan apa
yang diajarkannya sebagai seorang subyek pendidikan. Secara bersamaan
meski murid sebagai obyek pendidikan tapi punya prilaku juga sebagai
subyek pendidikan yang aktif. Dengan canggihnya teknologi tapi pendidikan,
kasih sayang, evaluasi dan perhatian guru tak tergantikan oleh mesin.
3. Menampakan dengan rupanya yang asli, yakni seorang subyek pendidikan
hendaklah bersikap wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu baik
dari dirinya maupun apa yang dilakoninya dalam bidangnya.
Nilai pendidikan yang dapat kita ambil dari QS. An-Nahl ayat: 43 dan 44
antara lain:
7. Menganjurkan kita untuk bertanya apabila kita tidak tahu. Guru sebagai
subyek sekaligus sebagai “murid” yang aktif.
8. Apabila kita mempunyai ilmu sebaiknya ajarkan kepada yang belum tahu.
9. Dalam mendidik menyesuaikan dengan tingkat kecerdasan dan
pemahaman peserta didik.
10. Pendidik menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami.
11. Pendidikan dilakukan secara bertahap.
12. Pendidik atau guru mesti menguasai bahan ajar.
15
13. Amar Makhruf Nahi Munkar sang selalu ditegakkan oleh Nabi Musa
as. Walaupun ia sudah berjanji tidak bertanya, tetapi ia tetap menegur
perbuatan yang salah.
14. Sedia berkorban untuk kepentingan umum: nelayan, anak-anak yatim
dan memelihara keimanan. Nabi Khaidir as melakukan tiga peristiwa
itu demi untuk kebaikan dan ia sedia berkorban walaupun dicela Nabi
Musa as dan sebagainya.
15. Ayat ini juga menganjurkan kita untuk berprilaku sopan dan
menghormati orang lain.
16. Proses belajar adalah proses abadi sepanjang hayat. Karena itu, kita
tidak boleh merasa pintar dan cepat berpuas diri.
17. Orang yang berilmu boleh bangga jika ada orang lain yang ingin
belajar kepadanya.
18. Setiap pelajar harus memiliki kesabaran yang kuat dalam menuntut
ilmu.
19. Ada ilmu yang diusahakan dengan sungguh-sungguh (ilmu kasbi). Ada
ilmu yang merupakan pelimpahan ilmu langsung dari Allah SWT
dengan kesucian jiwa (ilmu laduni). Ketaatan kepada guru ini terkait
dengan peran guru sebagai agen ilmu pengetahuan, bahkan agen
spiritual. Kalau kita tidak taat kepada guru, maka apakah mungkin
ilmu yang kita dapat akan berserang di dalam ingatan kita. Dalam
pandangan para ahli pendidikan yang menggunakan paradigma sufistik
terdapat kesimpulan bahwa para guru adalah agen spiritual dan agen
ilmu dari Allah, mereka berpendapat bahwa pada hakikatnya ilmu dari
Allah, dan guru hanyalah sebagai mediator yang menyampaikan ilmu
dari Allah kepada manusia. Sejalan dengan itu, maka bagi orang yang
ingin mendapatkan ilmu dari Allah, maka ia harus menghormati guru
sebagai mediatornya, para Rasul pun sudah memerankannya.
20. Kerendahan hati lebih baik daripada kesombongan. Nabi Musa as yang
memiliki ilmu dan kedudukan yang tinggi pun masih mau untuk
belajar dan tidak menyombongkan diri. Beliau sebagai Nabi sekaligus
Rasul mau belajar dengan Nabi Khaidir as. Semua orang adalah
subyek pendidikan, semua orang adalah guru, learning society, reading
society.
16
DAFTAR PUSTAKA
ANTASARI PRESS
Muhammad Takdir Ilahi muhammad. 2012. Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral. Cet. I;
Departemen Agama RI. 1998. Alqur’ an dan Tafsimya. Jakarta : Lentera Abadi
Imam Al-Ghazali dalam Abuddin Nata. 2001. Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Raja
Grapido Persada
17