Anda di halaman 1dari 3

Prolog

Wawasan Islam dan Kebangsaan: Dua Pilar yang Menjadi Fondasi Nasionalisme Bagi
Mahasiswa UIN Antasari

Saat ini kita merasakan pertarungan antara dua kubu yang saling berseberangan yaitu
radikalisme dan nasionalisme. Islam sering kali diposisikan sebagai suar yang dapat memicu
kemunculan paham radikal. Namun di sisi lain, Islam juga menjadi tempayan yang mampu
menumbuhkan rasa persatuan bangsa dan toleransi antar agama. Sinergisme antara wawasan Islam
dan wawasan kebangsaan dalam tubuh seorang Muslim sangat penting karena ia menjadi asas
sekaligus cara pandang seorang Muslim yang hidup di sebuah negara-bangsa Indonesia. Oleh
karenanya, setiap mahasiswa baru dituntut agar memiliki wawasan keislaman dan kebangsaan yang
komprehensif, tidak hanya paham namun juga diinternalisasi dan diamalkan di setiap gerak langkah
perjalanan pendidikan mereka hingga akhirnya terjun ke masyarakat sekitar.
Wawasan keislaman tanpa diiringi oleh wawasan kebangsaan akan berimplikasi pada krisis
nasionalisme. Ketidakseimbangan antara dua pengetahuan ini sangat dibutuhkan, Tanpa wawasan
kebangsaan seseorang bisa saja terjebak pada sikap fanatisme yang berlebihan, yang akhirnya dapat
berdampak pada sikap intoleran dan bahkan radikal. Sebaliknya tanpa wawasan keislaman, seorang
Muslim akan mengalami krisis dalam tubuh agama itu sendiri sehingga dapat memunculkan
pemahaman menyimpang dan bahkan sesat. Perpaduan antara wawasan keislaman dan kebangsaan
sebagai subjek pengetahuan menjadi tolak ukur dan diskusi khusus tentang bagaimana seorang
Muslim yang hidup dalam sebuah bangsa dengan tetap mengamalkan keislamannya dan
menghargai keragaman agama suku budaya yang ada dalam sebuah bangsa.
Islam sebagai sebuah agama tidak hanya mengajarkan urusan keagamaan atau hubungan
manusia dengan Tuhan saja, akan tetapi, Islam juga mengajarkan tentang hubungan manusia
dengan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan dan makhluk hidup lainnya di
sekitarnya. Dengan demikian Islam juga mengatur urusan keduniaan melalui serangkaian ibadah
muamalah, seperti urusan ekonomi, politik, pemerintahan dan sebagainya. Masalah kebangsaan
atau hidup sebagai sebuah bangsa yang berdaulat adalah merupakan urusan dunia, dengan
demikian Islam juga memperhatikan masalah kebangsaan. Hubungan Islam dengan kebangsaan
lebih lanjut dapat dilihat dari pentingnya menegakkan nilai-nilai universal dan kekal ajaran Islam,
seperti kebenaran, keadilan, kasih sayang, kesabaran, perpaduan, kebaikan, keindahan dan
sebagainya, dengan tidak terlalu terpaku pada aturan yang bersifat formal, atau boleh dilakukan
reinterpretasi sepanjang sejalan dengan nilai-nilai universal ajaran Islam. Karena kebangsaan dapat
menjamin sebuah kehidupan yang rukun dan damai dalam perbedaan, dan dengan rukun dan damai
ini, ajaran agama dapat dipahami, dihayati dan diamalkan, maka kehidupan kebangsaan menjadi
prasyarat bagi terlaksananya ajaran Islam.
Menurut Benedict Anderson dalam bukunya “Komunitas-Komunitas Imajiner: Renungan
tentang asal-usul dan Penyebaran Nasionalisme (1999: 3), wawasan kebangsaan merupakan cara
pandang atau perspektif yang bernuansa kebangsaan. Indonesia merupakan salah satu negara
multikultural di dunia, dengan bermacam-macam suku, agama dan bahasa. Tentu potensi ini akan
menjadi aset sosial yang sangat berharga untuk pembangunan bangsa. Namun, sebaliknya jika tidak
dijaga dan dikelola dengan baik akan menjadi pemicu konflik dan mengakibatkan gesekan-gesekan
sosial. Indonesia nampaknya belum mampu mengunakannya secara maksimal. Ini dibuktikan
dengan banyaknya kejadian-kejadian radikalisme dan terorisme. Misalnya tragedi bom Bali I, bom
Bali II, bom Kedutaan Besar Australia, bom Hotel JW Marriot I, bom Hotel JW Marriot II, bom
Hotel Ritz Carlton hingga yang baru-baru terjadi pada tahun 2018 yaitu pengeboman di tiga gereja
dan Mapoltabes Surabaya dan di Rusunawa Sidoarjo. Belum lagi kasus-kasus kekerasan atas nama
agama dan suku juga banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Seperti tragedi konflik yang
terjadi di Poso, Ambon, Sampit, Ahmadiyah, Syiah.
Menurut data terakhir bahwa Kerukunan Umat Beragama di Indonesia pada tahun 2017
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Indeks KUB pada tahun 2016. Fakta ini
diungkapkan pada Diskusi Publik Kerukunan Umat Beragama oleh Puslitbang Bimas Agama dan
Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Penelitian ini mengatakan
bahwa Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) secara nasional tahun 2017 berada pada angka
Indeks KUB sebesar 72,27 atau turun dari Indeks KUB pada tahun 2016 yang sebesar 75,47 %.
Penelitian tersebut mengukur tiga indikator utama yaitu, (1) Toleransi (70,91), (2) Kesetaraan
(72,38) dan (3) Kerjasama (73,51). Meski turun, namun indeks KUB di Indonesia masih masuk
dalam kategori Baik.
Melihat rentetan kejadian dan tragedi dan juga hasil penelitian tersebut, tentu ini menjadi
sesuatu yang mengkhawatirkan dan layak diberikan perhatian lebih. Sebagai institusi pendidikan
tinggi, UIN Antasari menganggap bahwa penting untuk memberikan bekal pemahaman dan
pengetahuan kepada mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa tentang pentingnya memahami
keragaman, mensyukuri perbedaan dan menjadikan sebagai potensi yang besar untuk menciptakan
kedamaian dan ketentraman di negara bahkan di Dunia. Mencintai Perbedaan, menjadi sesuatu
yang sangat penting. Karena dengan mencintai perbedaan, kemajemukaan, baik suku, bahasa
ataupun agama kita secara tidak langsung mencintai Indonesia. Lebih-lebih semua agama, terutama
Islam sangat menghargai perbedaan dan kemajemukan. Kita harus menjaga kerukunan sesama
agama dan juga antar umat beragama.
Moh Abdul Kholiq Hasan menjelaskan bahwa Kerukunan umat beragama merupa- kan
pilar kerukunan nasional dan dinamis harus terus dipelihara dari waktu ke waktu. Kerukunan
umat beragama dapat diartikan sebuah keadaan hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam
pengamalan ajaran agamanya dan kerja- sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Hal tersebut dilandasi atas kesadaran bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, terjadi apa
yang menurutnya disebut dengan interindependensi, saling membutuhkan dan saling ada
ketergantungan. Beliau menambahkan bahkan jika interindependensi menjadi sebuah prinsip
dalam kehidupan bermasyarakat, maka kerukunan hidup beragamaadalah bagaimana antarumat
beragama dapat saling melindungi, memelihara dan mengamankan, bahkan dalam kondisi-kondisi
tertentu mungkin dapat meningkatkan sesuatu yang bersifat psikologis, sosiologis, profan-
material duniawi yang dimiliki oleh setiap umat beragama. Dalam tingkat optimis, kerukunan
tersebut dapat menyentuh persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi oleh setiap umat
beragama, seperti membangun struktur dan tata nilai ke- hidupan yang lebih beradab dan
humanis.
Terakhir adalah mewujudkan Nasionalisme, dengan wawasan Islam dan Kebangsaan
ikatan solidaritas sebagai warga negara, meskipun berbeda-beda dengan adanya kebangsaan dan
nasionalisme maka akan terbangun solidaritas disebabkan adanya kesamaan nasib, tujuan dan
identitas. Oleh karena itu, nasionalisme sebagai tujuan merupakan paham ideologis kebangsaan,
sehingga ia merupakan landasan dan sumber inspirasi bagi seluruh aktifitas kebangsaan.

Anda mungkin juga menyukai