Anda di halaman 1dari 4

Muh Rizki Alim Maulana Pancasakti Wibawa

NIM : 411810017

“Relasi Agama dan Masyarakat dalam Mewujudkan


Nilai Inklusivisme dan Kesalehan Sosial”

1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk paling banyak di
dunia setelah negara China , India serta Amerika . Jumlah penduduk tersebut diperkirakan
mencapai angka 250 juta jiwa yang tersebar di berbagai belahan pulau dari titik paling barat
yaitu Sabang hingga titik paling barat yang diwakili oleh Merauke . Sebaran penduduk yang
bisa dikatakan merata di setiap titik sudut pulau membuat Indonesia menjadi salah satu negara
yang memiliki tingkat kemajemukan yang sangat tingi.
Tingkat kemajemukan yang bisa kita rasakan di Indonesia adalah adanya eksistensi suku ,
budaya serta agama maupun kepercayaan yang jumlahnya sangat banyak. Kemajemukan
tersebut dapat dengan mudah kita temui di Indonesia dalam kehidupan sehari-hari . Salah satu
fenomena keberagaman yang paling menonjol adalah kehidupan beragama antar satu agama
dengan agama lain yang sangat kental melekat di benak penduduk Indonesia. Hidup di
lingkungan masyarakat yang berada di tengah kemajemukan merupakan suatu keniscayaan .
Kemajemukan serta keberagaman agama ini tentunya sudah memiliki eksistensi sejak lama
yang telah berkembang dari jaman dahulu hingga sekarang. Kita tentunya ingat menurut
sejarah bahwasanya nenek moyang kita di Indonesia banyak yang menganut Anismisme
maupun Dinamisme yaitu kepercayaan akan benda maupun binatang yang memiliki kekuatan
supranatural. Tetapi lambat laun persebaran agama mulai terasa ketika di Indonesia terbentuk
kerajaan . Agama Islam , Hindu , Budha serta Kristen maupun Katolik mulai tersebar dari satu
titik ke titik yang lain.
Keberagaman agama tersebut juga didukung oleh konsitutsi kita yaitu Pancasila , yang sila
satu berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha Esa “. Hal tersebut dapat kita artikan bahwa negara
Indonesia melindungi semua penduduknya untuk menganut agama selama mereka memiliki
keyakinan akan Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga pada dasarnya dalam menjalani kehidupan
berbangsa dan bernegara kita sebagai warga negara wajib menerapkan ajaran agama yang kita
yakini masing masing. Sehingga sudah tepatlah semboyan Bhinneka Tunggal Ika seharusnya
diterapkan , bukan hanya eksistensi agama saja yang harus dilindungi tetapi sejatinya
bagaimana kita saling menghargai keberagaman yang ada agar tetap hidup berdampingan.
Selain itu, pada dasarnya suatu agama juga merupakan suatu esensi bagaimana kita
menerapkan dan menyampaikan cinta dan kasih sayang kita yang berasal dari Tuhan YME .
Cinta dan kasih sayang tersebutlah yang sejatinya perlu kita refleksikan demi terjalinnya relasi
antar sesama manusia. Eksistensi agama merupakan sarana bagi para pemeluknya untuk
memenuhi kebutuhan esetoris manusia yang berfungsi untuk menjaga setiap tindakannya.
Tanpa adanya keberadaan agama, manusia sejatinya akan merasa bingung, resah bimbang,
gelisah dan sebagainya. Maka, agama sebagai unsur penting dalam kepribadian manusia dapat
memberikan dampak yang positif dalam pembangunan dan pembentukan karakter individu
dalam masyarakat selama kebenaran agama tersebut masih diyakini secara mutlak. Namun
kenyataannya, prinsip yang baik ini tidak selalu berlaku demikian. Dalam perjalanan waktu
hingga saat ini, agama yang secara ideal dan normatif itu diharapkan membawa kesejukan bagi
Muh Rizki Alim Maulana Pancasakti Wibawa
NIM : 411810017

umat manusia, ternyata belum seluruhnya mampu diungkapkan oleh para pemeluknya.
Sehingga agama dianggap dapat menjadi sumber konflik, bahkan bukan tidak mungkin orang
justru mencari dasar-dasar pembenaran dalam kitab sucinya masing- masing untuk
membenarkan konflik yang terjadi.
Hal nyata yang terjadi akhir akhir ini adalah telah terjadinya penurunan tingkat toleransi
akan kehidupan umat beragama serta semakin meningkatnya konflik serta perang kata maupun
caci maki yang berasal dari berbagai pemeluk agama yang semakin kita jumpai di kehidupan
bermasyarakat sekitar kita . Hal tersebut bisa kitakan hampir dapat dijumpai di semua aspek
dan lini bermasyarakat seperti di bidang politik , pendidikan, ekomoni , sosial budaya dan aspek
yang lain .
Hal tersebut nampaknya dipengaruhi juga oleh semakin lunturnya rasa inklusivisme bagi
para pemeluk agama masing masing . Rasa inklusivisme itu sendiri sejatinya tidaklah
membenarkan agama lain tetapi lebih bagaimana kita memandang dan menghargai hak agama
lain sesuai dengan keyakinan bagi para pemeluknya.
Pada dasarnya semua ajaran agama itu mencakup semua aspek diatas . Agama bukanlah
hanya perkara kita beribadah kepada Tuhan , tetapi lebih dari itu . Terdapat hubungan atau
relasi yang penting mengenai cara kita berhubungan antar insan manusia . Melalui kajian ini
diharapkan kita sebagai insan manusia dapat menempatkan diri sesuai dengan agama masing
masing agar dengan tetap saling menghormati dan menghargai perbedaan yang ada serta tetap
menjalankan agama sebagai fungsi kesalehan sosial . Karena pada dasarnya perbedaan
bukanlah suatu permasalahan tetapi perbedaan ada bukti adanya keberagaman dan dengan
perbedaan kita dapat membantu antar satu orang dengan orang yang lain.
2. INTISARI
Merujuk pada apa yang telah disampaikan oleh Bapak M. Faisol pada pertemuan hari Selasa
tanggal 19 Februari bertempat di Balai Pertiwi Universitas Ma Chung , bahwasanya Agama
merupakan suatu landasan kehidupan yang dipercayai atau dijalani para pemeluknya dalam
melakukan semua kegiatan sehari harinya . Setiap insan manusia seyogyanya melaukan apa
yang telah diajarkan oleh agamanya sebagai wujud keyakinan dan kepercayaan yang telah
mereka anut . Setiap agama tentunya berbeda , tinggal bagaimana kita menyikapi perbedaan
tersebut untuk tetap saling menghargai dan menghormati setiap keyakinan bagi pemeluknya.
Lalu apa hubungannya keberagaman agama di Indonesia dengan inklusivisme . Menurut
saya berdasarkan apa yang telah Bapak M. Faisol sampaikan , bahwa inklusivisme bukan
menyamakan ajaran agama, seperti yang telah ketahui bahwa setiap agama itu ajarannya
berbeda . Tetapi lebih kita merasakan dan melihat sudut pandang agama lain untuk lebih bijak
dalam melakukan setiap tindakan . Sifat keterbukaan serta menerima perbedaan juga
merupakan kunci utama dalam menerapkan sikap ini.
Beliau juga menambahkan bahwasanya sikap saling menghargai dan menghormati ini mulai
luntur di kalangan pemuda atau lebih sering dikenal kalangan millenial. Salah satu
penyebabnya adalah kurangnya paham akan toleransi serta adanya pengaruh media yang
menyebarkan informasi dengan sumber yang kurang terpercaya. Bagi orang yang tidak
memiliki sifat kritis serta peduli akan keyakinannya agamanya masing masing, maka sangatlah
mudah muncul konflik konflik antar manusia yang berujung pada perpecahan.
Muh Rizki Alim Maulana Pancasakti Wibawa
NIM : 411810017

Saya sebagai pemeluk agama islam tentunya meyakini bahwa hanya agama saya tentunya
yang paling benar . Sehinggan sayapun tidak memilik sedikitpun keraguan . Hal tersebut senada
dengan apa yang telah disampaikan oleh kitab kami yaitu pada surat Al-Baqarah ayat 2 yang
memiliki arti :
“ Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa. ‘’
Ayat diatas memeliki kandungan bahwa setiap apa yang telah diajarkan dalam kita kami
( Al-quran ) , semuanya berisi tentang kebenaran bahkan untuk kasus yang bersifat yang masih
terjadi di masa datang.
Dengan adanya kandungan ayat diatas bukan berarti agama islam menghujat bahkan
menghakimi agama lain. Karena pada dasarnya di setiap lini kehidupan seperti berpolitik ,
berbudaya, bersosial , berpendidikan dan aspek lain , agama islam telah mengatur sedemikian
rupa yang harus kita yakini sepenuhnya. Hal tersebut juga sejalan dengan perintah Tuhan kita
berdasarkan wahyunya :

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi
seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)”
Pada kenyataannya kami pemeluk agama islam sangat menghormati dan melidungi adanya
perbedaan pendapat . Karena kita percaya bahwa agama kami seharusnya menjadi rahmat bagi
setiap insan manusia.
Di bidang ekonomi sendiri kami agama islam kami mengedepankan kejujuran kepada setiap
manusia . Kecurangan dalam betransaksi dalam ekonomi maupun berdagang merupakan hal
yang dikecam dalam agama islam . Hal tersebut senada dengan ayat berikut :
‘’Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al-
Muthaffifin: 1-3)
Lalu bagaimana pandangan agama islam dalam aspek kesalahean sosial. Jika dalam
kesalahen individu , kita hanya menggunakan perspektif individu dengan tuhannya. Maka
kesalehan sosial sendiri berhubungan dengan peran individu dengan individu lainnya. Agama
islam sendiri menganjurkan kita untuk selalu tolong menolong dengan setiap orang walaupun
berbeda keyakinan asalkan dalam konteks melalukan kebaikan selama hal tersebut tidak
merusak keyakinan setiap pemeluk agama tersebut . Hal itu tertuang dalam surat Al-Maidah
ayat 2 :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya ( QS. Al-Maidah ayat
2 )’’
Lalu bagaimana dengan kondisi konkrit kehidupan umat beragama di Indonesia saat ini ?
Banyaknya informasi yang tidak memiliki sumber terpercaya serta keegoisan dan sifat terburu
Muh Rizki Alim Maulana Pancasakti Wibawa
NIM : 411810017

buru memberikan kesimpulan akan sesuatu membuat lunturnya nilai nilai inklusivisme serta
kesalehan sosial akhir akhir ini.
Berdasarkan penelusuran melalui salah satu media online yaitu news.okezone.com ,
bahwanya isu agama pada saat ini semakin memanas jelang pemilihan presiden. Hal tersebut
sejatinya hampir tidak pernah terjadi pada era era sebelumnya. Salah satu yang berperan
penting adalah adanya penyebaran informasi yang bersifat simpang siur yang mudah kita
dapatkan melalui sosial media. Hal tersebut dimanfaatkan oleh segilintir orang yang berusaha
untuk memecah belah bangsa ini dengan hanya perbedaan pendapat. Kami sebagai pemeluk
agama islam tentunya harus melek dalam politik. Kami harus pintar untuk mengolah informasi
dengan cara menfilter informasi yang masuk. Perbedaan akan pilihan politik atau pilihan sesua
dengan ajaran agam tentunya bukan menjadi hal yang perlu diumbar karena sejatinya itu adalah
pilihan masing masing sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agamanya.
3. Kesimpulan
Berdasarkan seluruh pemapaaran diatas saya sebagai pemeluk agama islam dapat
memberikan beberapa kesimpulan yang telah saya rangkum sebagai berikut.
1. Nilai inklusivisme dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari hari dengan cara
menghargai dan menghormati adanya perbedaan dalam setiap ajaran umat beragama.
Hal lain yang dapat kita lakukan adalah memilik kepekaan akan perasaan yang sama
yang dirasakan oleh umat agama lain jika kita tidak memiliki sikap toleransi tersebut
tidak bisa diterapkan.
2. Setiap agama tentulah berbeda dengan ajarannya yang tertentu. Kita wajib mengetahui
batas batas yang harus kita perhatikan untuk bisa saling menghargai dang menghormati
akan setiap tindakan yang kita lakukan.
3. Kesalehan sosial merupakan ajaran yang diberikan oleh setiap umat beragama.
Kuncinya adalah saling tolong menolong tanpa membedakan ras , agama serta suku.
Tentunya tolong menolong tersebut harus dalam konteks berbuat kebaikan demi
kemaslahatan umat.
Daftar Pustaka
A.A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan, Cet.II, (Jakarta: Gunung Mulia, 2002 ).
Rahman, M A’am Aulia . Inklusivisme dan Persoalan Identitas. ( Yogyakarta, 2008).
Rujukan Kitabs Al-Quran dengan terjemahan Bahasa Indonesia
https://news.okezone.com/read/2018/12/07/605/1988295/isu-agama-berpotensi-dimainkan-
untuk-kepentingan-politik-pilpres-2019

Anda mungkin juga menyukai