Anda di halaman 1dari 2

1.

Pengertian agama, beragama, dan kehidupan beragama


Kata ‘agama’ (religion) berasal dari terminologi bahasa Latin yang berbunyi
religare yang berarti ‘untuk mengikat’. Dari pengertian ini kita dapat merasakan
pentingnya kekuatan kolektif agama. Agama mengikat para pemeluknya satu sama
lain dalam satu identitas sekaligus mengikat mereka dengan hal-hal sakral termasuk
dengan nilai-nilai yang diajarkannya. Nilai-nilai ini menjadi bagian dari credo
kehidupan mereka yang senantiasa diperjuangkan dalam kehidupan sehari-hari.
Beragama memiliki arti dasar yakni pemeluk agama atau percaya akan agama
yang telah ada, dapat diartikan juga sebagai manusia yang percaya terhadap adanya
tuhan dan cara mendekat dengannya adalah dengan percaya akan suatu agama yang
diturunkannya. Dari pengertian agama diatas dapat kita simpulkan jika beragama
berarti orang yang memiliki atau menyanggupi akan suatu ikatan yang mengikatnya
dengan suatu peraturan.
Ikatan ini memperkuat kohesi sosial antar pemeluk agama tersebut sekaligus
mempertegas identitas mereka. Berbagai simbol religius membantu menegaskan
identitas ini. Simbol-simbol tersebut membangun kekhasan untuk menyatukan
sekaligus membedakan dengan yang lain. Dengan demikian, agama menjadi suatu
kekuatan sosial yang sangat signifikan.
2. Kehidupan beragama dalam bermasyarakat
Salah satu kebebasan yang dimiliki oleh warga negara Indonesia adalah dalam
menentukan agama yang dipeluknya, bahkan pindah agama pun sebenarnya juga tidak
ada larangan. Pada umumnya agama dipandang menjadi urusan pribadi setiap orang
dan menjadi urusan dirinya sendiri dengan Tuhannya, orang lain tidak perlu ikut
campur. Pemerintah seharusnya melindungi semua warganya tidak terkecuali dalam
beragama, maka memberikan pelayanan dalam menjalankan agamanya. Keberadaan
Kementerian Agama adalah merupakan salah satu bentuk dan sekaligus bukti
pemberian pelayanan yang dimaksud.
Sekalipun masing-masing agama selalu menawarkan nilai-nilai kedamaian,
kasih sayang, dan bahkan tolong-menolong, akan tetapi karena ajaran dari langit itu
juga bersinggungan dengan kepentingan kehidupan sehari-hari, baik yang bersifat
sosial, politik, ekonomi, dan juga lainnya. Maka tidak menutup kemungkinan menjadi
faktor penyebab pergesekan antar kelompok atau intern pemeluk agama itu sendiri.
Akibatnya, agama tidak sebatas sebagai sistem kepercayaan terhadap sesuatu
yang bersifat ghaib, tetapi juga akan menjadi basis organisasi, kelompok, aliran, dan
semacamnya. Agama pada posisinya seperti itu, maka sudah tentu akan mengikuti
logika kehidupan masyarakat pada umumnya. Masing-masing kelompok, aliran, dan
organisasi keagamaan akan mengikuti proses-proses sosial, seperti misalnya konflik,
kompetisi, kooperasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu pada akhirnya berbicara agama
juga akan bersangkut paut dengan kuasa-menguasai, pengaruh-mempengaruhi,
kooptasi, hegemonil, bahkan konflik, atau teror, dan semacamnya.
Sebenarnya bukan agamanya itu sendiri yang menjadi sumber konflik, dan
apalagi terkait isi ajarannya, melainkan adalah ketika agama sudah menjadi bagian
dari gejala sosiologis di tengah masyarakat. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka
pemahaman mendalam tentang manusia terdiri dari banyak golongan agama, namun
secara sosial pada hakekatnya manusia adalah kesatuan yang tunggal. Untuk itu,
perbedaan golongan hendaknya bisa dijadikan sarana pendorong untuk saling
mengenal, saling memahami dan saling berhubungan. Ini akan mengantarkan setiap
golongan itu kepada kesatuan dan kesamaan pandangan dalam membangun dunia
yang diamanatkan Tuhan kepadanya. “Agree in Disagreement“ merupakan ungkapan
yang cocok untuk hal ini.
Toleransi beragama juga dapat diartikan sebagai sikap menghormati serta
menghargai adanya keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lainnya
yang mana keyakinan dan kepercayaan tersebut berbeda antar kelompok satu dengan
lainnya. Toleransi juga dapat diartikan sebagai sikap yang dimiliki manusia sebagai
umat beragama dan mempunyai keyakinan untuk menghormati serta menghargai
manusia yang beragama lain.
3. Implementasi beragama dalam nilai pancasila
Sebagai implementasi dari pandangan tentang betapa pentingnya agama bagi
bangsa dan negara, hingga ditunjuk sebuah kementerian yang khusus mengurusi
agama, ialah kementerian agama. Ditegaskan bahwa, salah satu tugas kementerian
agama adalah untuk memberikan pelayanan dan meningkatkan kualitas keberagamaan
bagi warga negaranya. Oleh karena itu, banyak hal terkait dengan kehidupan
beragama, pemerintah ikut hadir dan memberikan pelayanannya.

Selain itu, pemerintah juga memberikan pelayanan pendidikan agama di


lembaga pendidikan umum, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan
pendidikan agama itu bersifat wajib, dalam arti sesuai undang-undang harus diberikan
kepada para siswa sesuai dengan agamanya dan diberikan oleh guru sesuai dengan
agama para siswa masing-masing. Pendidikan agama di negara Pancasila ini memiliki
dasar yang sangat kuat, artinya memang harus diberikan kepada seluruh warga
negaranya.

Jika Indonesia tidak dipenuhi keberagaman suku budaya dan juga agama maka
pancasilalah yang berperan menjadi perekatnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa pancasila juga berfugsi sebagai pemersatu antar perbedaan agama yang ada di
Indonesia ini. Dalam perkembangannya memang islamlah yang agama mayoritas
dianut oleh masyarakat di Indonesia. Tapi apakah negara ini akan menjadi negara
islam? Itulah yang dipikirkan oleh masyarakat-masyarakat Indonesia sebelum di
cetuskannya pancasila. Para pendiri bangsa ini tetap melihat bahwa keberagaman
Indonesialah yang utama dan harus dipersatukannya.

Oleh karena itu para pendiri atau pencetus pancasila mencetuskan nilai yang
terkandung dalam sila kesatu yang awalnya berbunyi ”ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi nilai yang
berbunyi “ketuhanan yang maha esa”.

Anda mungkin juga menyukai