Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TAFSIR AYAT AYAT MANAJEMEN

Pendidikan dan Peserta didik perspektif Al Qur'an

Dosen Pengampu :

Irfan Qowwiyul Aziz Al Hajj. S.S.L.M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1. Iman triyana (21561023)


2. Lisda Oktafia (22561026)
3. Noza Selendia (22561030)
4. Pandu Setiawan, (22561031)
5. Widia Puspitasari(22561046)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) CURUP

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr., Wb.
Segala puji atas kehadirat Allah SWT., karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul : Pendidikan dan Peserta
didik perspektif Al Qur'an” yang dibimbing oleh Bapak Irfan Qawwiyul Aziz Al Hajj.
S,SL.M.Pd

Dalam proses penyajiannya, makalah ini berusaha disusun dengan baik dengan
sejumlah sumber yang kami gunakan untuk membantu dalam memahamimateri yang menjadi
fokus kajian ini. Kemudian, kami ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
turut membantu dalam penulisan dan penyusunan makalah ini. Selain itu, kami juga
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah ini kedepannya dan membangun
pola pikir yang baik dan benar.Demikianlah makalah ini kami susun, kami mohon maaf atas
segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini, Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr., Wb.

Curup, 13 September 2023

Pemakalah

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii


DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................1
C. Tujuan ...................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................2
A. Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Perspektif Pendidikan Islam
B. Karakteristik Pendidik Dan Peserta Didik
C. Hak Dan Kewajiban Pendidik Dan Peserta Didik
BAB III PENUTUP ...................................................................................................15
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 15
DAFTARPUSTAKA……………………………………………………..…….......16

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional pasal 1,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhalk mulia, serta keterampilanyang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat berlangsung
jika memenuhi unsur-unsur yang ada di dalamnya, salah satunya pendidik dan peserta
didik.
Pendidik dan peserta didik akan dijelaskan dalam makalah ini baik dalam
perspektif umum maupun perspektif pendidikan islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pendidik dan Peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam?
2. Bagaimana karakteristik pendidik dan peserta didik?
3. Bagaimana hak dan kewajiban pendidik dan peserta didik?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan Pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan
Islam.
2. Mendeskripsikan Karekteristik pendidik dan peserta didik.
3. Mendeskripsikanhak dan kewajiban pendidik dan peserta didik.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidik
1. Pengertian Pendidik
Pengertian pendidik atau guru secara terbatas adalah sebagai satu sosok individu
yang berada di depan kelas. Dalam arti luas adalah seorang yang mempunyai tugas
tanggung jawab untuk mendidik peserta didik dalam mengembangkan kepribadiannya,
baik berlangsung disekolah maupun di luar sekolah.Menurut UUSPN 1989, guru
termasuk tenaga kependidikan khususnya tenaga pendidik yang bertugas membimbing,
mengajar dan melatih peserta didik. 1Dalam terminologi pendidikan modern, para
pendidik disebut orang yang memberikan pelajaran kepada anak didik dengan memegang
satu disiplin ilmu di sekolah.2
Secara umum pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk
mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan islam adalah
orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif,
maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama islam.3
Orang sebagai kelompok pendidik banyak macamnya tetapi pada dasarnya semua
orang. Yang paling dikenal dalam ilmu pendidikan adalah orang tua peserta didik, guru-
guru disekolah, teman-teman sepermainan dan tokoh-tokoh masyarakat. 4Islam
mengajarkan bahwa pendidik pertama dan yang utama paling bertanggung jawab
terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik adalah kedua orang tua. Islam
memerintahkan kedua orang tua untuk mendidik diri dan keluarganya, terutama anak-

1
M. Ali Hasan dan Mukti Ali, 2003, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
hal: 81.
2
Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan historis teoritis dan praktis, Jakarta: Ciputat Pres,
hal: 43
3
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis Teoritis Dan Praktis, Jakarta: Ciputat
Pres, 2002, hal. 43.
4
Ahmad Tafsir, 2006, Filsafat Pendidikan Islam: Integrasi jasmani, rohani dan qolbu memanusiakan manusia,
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, hal: 170-171

5
anaknya, agar mereka terhindar dari adzab yang pedih. 5Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT:

‫ا‬A‫ون هللا م‬A‫يين ال يعص‬A‫ونة قاس‬A‫ة خش‬A‫اء مالئك‬A‫ فاألولي‬.‫ارة‬A‫اس والحج‬A‫ا الن‬A‫ارا وقوده‬A‫يا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم ن‬

.‫أمرهم ويفعلون دائما ما يؤمرون به‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahriim: 6).
Sekarang timbul persoalan, disebabkan oleh berbagai macam jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh orang tua peserta didik yang menyebabkan orang tua jarang berada di
rumah. Keadaan yang demikian dapat menjadi salah satu penyebab orang tua tidak dapat
malakukan tugasnya menjadi seorang pendidik, maka dari itu alangkah baiknya kalau
kedua orang tua tidak sama-sama bekerja, mungkin hanya suami yang kerja, istri hanya
berada di rumah mengawasi dan mendidik anak.6
Karena kedua orang tua harus mencari nafkah untuk memenuhi seluruh
kebutuhan material, maka orang tua kemudian menyerahkan anaknya kepada pendidik di
sekolah untuk didik.7
2. Tugas Pendidik.
Secara umum tugas pendidik adalah mendidik. 8Disamping itu pendidik juga
bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga
seluruh potensi peserta didikdapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.9
Menurut Ahmad D. Marimba tugas pendidik dalam pendidikan Islam adalah
membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, mencipytakan
situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses kependidikan, menambah dan

5
Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan historis teoritis dan praktis, Jakarta: Ciputat Pres,
hal:42
6
Ahmad Tafsir, 2006, Filsafat Pendidikan Islam: Integrasi jasmani, rohani dan qolbu memanusiakan manusia,
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, hal: 172-173
7
Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan historis teoritis dan praktis, Jakarta: Ciputat Pres,
hal: 43
8
Ahmad Tafsir, 1992, Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, Bandung: Rosdakarya, hal: 78
9
Hasan Lunggung, 1988, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, Jakarta: Pustaka al-Husna, hal: 86-87.

6
mengembangkan pengetahuan yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta
didik, serta senantiasa membuka diri terhadap seluruh kelemahan dan kekurangannya.10
Imam Ghazali mengemukakan bahwa tugas pendidik yang utama adalah
menyempurnakan, membersikan, mensucikan, serta membawa hati manusia untuk
taqarrub ila Allah. Para pendidik hendaknya mengarahkan para peserta didik untuk
mengenal Allah lebih dekat lagi melalui seluruh ciptaan-Nya. Para pendidikan dituntut
untuk dapat mensucikan jiwa pesertaa didiknya. Hanya melalui jiwa-jiwa yang suci
manusia akan dapat dengan Khaliq-Nya. Berdasarkan konsep tersebut, An-Nahlawi
menyimpulkan bahwa selain bertugas mengalihkan berbagai pengeetahuan dan
keterampilan kepada peserta didik, tugas utama yang harus dilakukan pendidik adalah
tazkiyat an-nafs yaitu mengembangkan, membersikan, mengangkat jiwa peserta didik
kepada Khaliq-Nya, menjauhkannya dari kejahatan dan menjaganya agar tetap kepada
fitrah-Nya.11
3. Sifat yang harus dimiliki Pendidik dalam pendidikan Islam12.
a. Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhoan
Allah semata.
b. Kebersihan Guru.
c. Ikhlas dan jujur dalam pekerjaan
d. Suka pemaaf.
e. Harus mengetahui tabi’at murid
f. Harus menguasai mata pelajaran.
4. Kewajiban Pendidik.
Menurut Imam Ghazali beberapa keawajiaban pendidik yang harus diperhatikan
yakni:13
a. Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid memperlakukan mereka
seperti perlakuan anak kita sendiri. Rasulullah saw bersabda:
“ Sesungguhnya saya bagi kamu adalah ibarat bapak dengan anak.” Oleh karena
itu seorang pendidik harus melayani murid seperti melayani anaknya sendiri.
b. Tidak mengharapkan balasan jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi
bermaksud mengajar itu mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.

10
Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan historis teoritis dan praktis, Jakarta: Ciputat Pres,
hal: 44.
11
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis Teoritis Dan Praktis, hal. 44-45
12
Mohd. Athiyad al-Abrasyi, 1987, Dasar-dasr pokok Prndidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, hal: 137-139
13
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis Teoritis Dan Praktis, . hal. 44-45

7
c. Memberikan nasihat kepada murid pada tiap kesempatan, bahkan gunakan
setiap kesemptan untuk menasehatinya.
d. Mencegah murid dari segala sesuatu akhlah yang tidak baik dengan jalan
sindiran jika mungkin dan jangan dengan cara terus terang, dengan cara halus dan jangan
dengan jalan mencela. Al-Ghazali menganjurkan pencegahan itu dengan isyarat atau
sindiran, jangan dengan terus terang sekiranya terjadipada murid itu sesuatu yang
merupakan akhlak yang kurang baik.
e. Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan
mereka menurut kadar akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi tingkat
daya tangkapnya, agar ia tidak lari dari pelajaran, ringkasnya bicara dengan bahasa
mereka. Ini adalah prinsip tebaik yang kini tengah dipakai .
f. Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu
tersebut, tetapi sebaiknya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu
tersebut. Artinya murid jangan terlalu fanatik terhadap jurusan pelajaannya saja.
g. Sebaiknya kepada murid yang masih dibawah umur, diberikan pelajaran
yang jelas dan pantas buat dia dan tidak perlu disebutkan kepadanya akan rahasia-rahasia
yang terkandung dari sesuatu itu, hingga tidak menajdi dingin kemampuan dan gelisa
fikirannya.
h. Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata dengan
perbuatannya.

‫لماذا تأمر اآلخرين بالخدمة وتنسى واجبك رغم أنك تقرأ الكتاب المقدس (التوراة)؟ لذلك ال تظن؟‬

Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka
tidaklah kamu berpikir?. (Q.S. al-Baqarah: 44)

‫كبر مقتا عند هللا أن تقولوا ما ال تفعلون‬

Artinya: Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan. (Q.S. Ash-Shaf: 3).
B. Peserta Didik
1. Pengertian Peserta Didik
Mengacu pada konsep pendidikan sepanjang masa tau seumur hidup, maka dalam
arti luas yang disebut dengan peserta didik adalah siapa saja yang berusaha untuk

8
melibatkan diri sebagai peserta didik dalam kegiatan pendidikan, sehingga tumbuh dan
berkembang potensinya, baik yang berstatus sebagai anak yang belum dewasa, maupun
orang yang sudah dewasa.
Dalam UU sisdiknas 2002 pasal 1, di jelaskan bahwa yang disebut peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Dalam perspektif pendidikan islam peserta didik merupakan subjek dan objek.
Oleh karena itu proses kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan pesera didik,
di dalamnya. Dalam paradikma pendidikan islam, peserta didik merupakan orang yang
belum dewasa yang memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu
dikembangkan. Di sini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah
jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran
maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah ia memiliki bakat,
memiliki kehendak, perassaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.14
Secara kodrati, anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa.
Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang didmiliki anak
yang hidup didunia ini. Sebagaimana Hadis Nabi, yang artinya “ tidaklah seseorang yang
dilahirkan melainkan menurut fitrahnya, maka kedua orang tuanyalah yang me-
Yahudikannya atau me-Nasranikannya atau me-Majusikannya.15
(ada sebuah percakapan) yakni: Sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan
dengan sempurna, apakah kamu lihat binatang itu tiada berhidung dan bertelinga?
Kemudian Abi Hurairah berkata, apabila kau mau bacalah, alazimilah fitrah Allah yang
telah Allah menciptakan manusia di atas fitrah-Nya. Tiada penggantian terhadap ciptaan
Allah, itulah agama yang lurus.” (H.R Muslim). Disadamping itu dalam Al-Qur’an Surat
an-Nahl ayat 78 juga dijelaskan:

‫وهللا أخرجكم من بطن أمكم ال تعلمون شيئا وجعل لكم السمع والبصر والفؤاد لعلكم تشكرون‬

Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar
kamu bersyukur.” (QS.an-Nahl: 78)

14
Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan historis teoritis dan praktis, Jakarta: Ciputat Pres,
hal: 47
15
yasin. Fatah, 2008,Diemensi-dimensi pendidikan islam hal :102-103

9
Dari hadis dan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan status
manusia sebagaimana mestinya adalah melalui proses pendidikan. Agar pelaksanaan
proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang diinginkannya, maka setiap peserta
didik hendaknya senantiasa menyadari tuFahmias dan kewajibannya.
Dalam perspektif Islam, anak didik sejak lahir sudah dianjurkan untuk dirangsang
dengan suara-suara seperti suara adzan, iqamah, pepujian, suara bacaan ayat-ayat suci Al-
Qur’an, lagu-lagu Islami dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena manusia pada
masa masih berada diperut ibunya telah mengadakan perjanjian dengan Tuhan-nya (Al-
A’raf: 172), dan untuk mengeluarkan nilai-nilai keTuhan-an tersebut perlu dirangsang
atau dipancing dengan suara-suara spiritual.
Disamping itu juga orang tua perlu memberikan nama dan sebutan yang baik
kepada anak tersebut, memberi makanan dan minuman yang baik dan halal (QS. Al-
Baqarah: 168), terutama dengan air susu murni dari ibunya sampai umur dua tahun,
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 233.
Kemudian pada masa anak mulai kelihatan tumbuh potensi biologis, psikologis,
paedagogis-nya, kira-kira umur 2-12 tahun peran pendidikan sudah mulai diperlukan
melalui kegiatan bimbingan, pelatihan, pembinaan, pengajaran dari orang lain yang lebih
dewasa (orang tua atau pendidik). Pendidikan disesuaikan dengan kemampuan, bakat, dan
minat anak (QS. Al-Kahfi: 29, QS. al-Rum: 30, QS. Hud: 39). Pada masa ini anak sudah
mulai memasuki wilayah pendidikan di luar institusi keluarga, seperti masuk pendidikan
di tingkat usia dini 2-4 tahun (play group) dan pada 4-6 tahun (taman kanak-kanak),
pendidikan sekolah dasar (SD) umur 6-12 tahun. Pada masa ini kegiatan pendidikan
diarahkan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan melalui pemberian contoh berprilaku
positif kepada anak.
Pada masa ini anak sudah mulai menfungsikan daya intelektualitas dan tumbuh
kesadarannya sehingga mampu membedakan antara yang baik dan buruk, yang salah dan
benar. Dalm perspektif pendidikan Islam anak pada usia ini sudah dianjurkan oleh Nabi.
Ia diperintah melaksanakan shalat dan dipukul apabila tidak mau melaksanakannya,
sebagaimana dijelaskan dalam sebuah Hadis yang artinya, “perintahlah anak-anak kalian
melaksanakan shalat ketika ia berusia tujuh tahun, dan pukullah ia ketika tidak mau
melaksanakannya” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Hakim).
Oleh karena itu model pendidikan yang perlu diberikan adalah diarakan kepada
tiga rana pendidikan, yakni pela tihan intelektual (aspek kognitif) pembinaan moral atau

10
akhlak atau pembiasaan dan ketaatan untuk menjalankan nilai-nilai ajaran agama Islam
(aspek afektif) dan semangat bekerja atau amal shaleh (aspek psikomotorik).
2. Karakteristik yang dimiliki peserta didik.
Anak didik memiliki karakteristik yang ada dalam dirinya, yaitu:
a Belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung
jawab pendidik (guru)
b Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih
menjadi tanggung jawab pendidik.
c Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu,
yaitu kebutuhan jasmani (fisik) dan rohani (non-fisiknya)
Rasyidin dan Nizar juga memberikan penjelasan, bahwa peserta didik atau anak
didik memiliki karakteristik yang antara lain:
a Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa akan tetapi memilki
dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka
dalam proses belajar mengajar tidak disamakan dengan pendidikan dewasa, baik dalam
aspek metode, materi, sumber bahan dan lain sebagainya.
b Peserta didik adalah manusia yang memiliki deferensiasi periodisasi
perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk diketahui agar
aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan
yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik.
c Peserta didik adalah manusia yang memiliki ketuhanan, baik yang
menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
d Peserta didik adalah makshluk Tuhan yang memiliki perbedaan individual,
baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan dimana iaa berada.
e Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan
rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan
yang dilakukan memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam
daya akal, maka proses pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasah daya
intelektualnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat
dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
f Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat
dikembangkan secara dinamis.
3. Ahklak dan kewajiban peserta didik

11
Asma hasan fahmi menyebutkan empat akhlak yang harus dimiliki anak didik,[16]
yaitu:
a Seorang anak didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit
jiwa sebelum ia menuntut ilmu, karena belajar adalah merupakan ibadah yang tidak sah
dilakukan kecuali dengan hati yang bersih. Kebersihan hati tersebut dapat dilakukan
dengan menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, seperti dengki, menghasut, takabbur,
menipu, berbangga-bangga, dan memuji diri sendiri yang selanjutnya diikuti dengan
menghiasi diri dengan akhlak yang mulia seperti bersikap benar, taqwa, ikhlas, zuhud,
dan merendahkan diri dari ridla.
b Seorang anak didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka
menghiasi jiwa dengan sifat keitamaan, mendekatkan diri kepada tuhan, dan bukan
mencari kemegahan dan kedudukan.
c Seorang pelajar harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan
bersedia pergi merantau. Selanjutnya apabila ia menghendaki pergi jauh untuk
memperoleh seorang guru, maka ia tidak boleh ragu-ragu untuk itu. Demikian pula ia
dinasehatkanagar tidak sering menukar-nukar guru. Jika keadaan menghendakisebaiknya
ia dapat menanti sampai duabulan sebelum menuka seorang guru.
d Seorang anak murid wajib menghormati guru dan senantiasa memperoleh
kerelaan dari guru, dengan mempergunakan bernacam-macam cara.
Dalam buku lain (dasar-dasar pokok pendidikan Islam, Dr. Moh. Athiyah: 1970)
juga menambahkan antra lain ;16
a Hendaklah ia menghormati guru dan memuliakannya serta mengagungkannya
karena Allah, dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
b Jangan merepotkan guru dengan banyk pertanyaan, janganlah meletihkan
guru untuk menjawab, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk ditempat duduknya,
dan jangan mulai biara kecuali setelah mendapat izin dari guru.
c Jangan membukakan rahasia kepada guru, jangan pula minta pada guru
membukakan rahasia, diterima peernyataan maaf dari guru bila selip lidahnya.
d Bersungguh-sugguh dan tekun belajar, bertanggang siang malam untuk
memperoleh pengetahuan, dengan terlebih dahulu mencari ilmu yang lebih penting.
e Jiwa saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pergaulan antara
siswa sehingga merupakan anak-anak yang sebapak.

16
Nata.Abuddin, 1997, Filsafat pendidikan islam , Jakarta: Logos Wacana Ilmu, hal 82-83

12
f Siswa harus terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya, mengurangi
percakapa dihadapan guru, jangan mengatakan kepada guru “ si anu bilang begini lai dari
yang bapak katakan”.
g Hendaklah siswa itu tekun belajar, mengulangi pelajarannya diwaktu senja
dan menjelang subuh. Waktu antara isya’ dan makan sahur itu adalah waktu yang penuh
berkat.
h Bertekad untuk belajar hingga akhir umur, jangan merendakan suatu cabang
ilmu, tetapi hendaklah menganggapnya bahwa setiap illmu ada faedahnya, jangan meniru-
niru yang didengarnya dari orang-orang yang terdahulu yang mengkritik dan
merendahkan sebagaian ilmu seperti ilmu mantiq dan filsafat.
Dalam hubungan dengan akhlak seorang anak murid, khususnya dengan
penghormatan terhadap guru, dijelaskan lebih lanjut oleh Ali bin Abi Thalib sebagai
berikut:
Sebagian dari hak guru itu janganlah seorang murid banyak bertanya kepadanya,
dan jangan pula memaksa untuk menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan
kepadanya. Selain itu seorang murid jangan pula banyak meminta sesuatu pada saat guru
sedang letih, jangan menarik kainnya jika ia sedang bergerak, jangan membuka
rahasianya, jangan mencela orang didepannya jangan membuat ia jatuh atau terhina di
depan orang lain, dan kalau guru itu salah maka dimaafkan. Seorang murid wajib
menghormati dan memuliakannya,selama guru itu tidak melanggar larangan Allah dan
melalaikan perintahnya. Selanjutnya seorang murid jangan pula duduk di depannya, dan
jika ia membutuhkan sesuatu maka segeralah berlomba-lomba untuk membantunya.
Selain itu, seorang anak didik harus mempelajari ilmu yang berhubungan dengan
pemeliharaan hati, seperti bertawakkal, mendekatkan diri kepada Allah, memohon
ampunannya, takut, dan mencari keridlaannya, karena semua itu diperlukan bagi tingkah
laku kehidupan sehari-hari dan bagi kemuliaan seorang alim. Dengan ilmu yang demikian
itu, seseorang menjadi mulia, sebagaimana nabi Adam as. Yang dihormati para malaikat.
Para malaikat disuruh sujud kepada nabi Adam, karena ia memiliki ilmu yang mulia. Hal
ini sejalan dengan pendapat Muhammad bin al-Hasan ibn Abdullah dalam sya’ir nya yang
artinya :
‫َتَع َّلْم َفِاَن اْلِع ْلَم َزْيُن اِل ْهِلِه َو َفْض ٌل َو ُع ْنَو اٌن ِلُك ل الَم َح ا ِمِد‬
Belajarlah kamu, karena ilmu adalah hiasan bagi orang yang memiliki-nya,
keutamaan dan pertolongan bagi derajat yang terpuji. Dan jadikanlah sehari-hari yang

13
dilalui sebagai kesempatan untuk menambah ilmu, dan berjuanglah dalam meraih
segenap keluhuran ilmu.
Sejalan dengan itu seorang pelajar harus memelihara akhlak yang mulia, dan
menjauhi akhlak yang buruk seperti kikir, pengecut, sombong dan tergesa-gesa.
Sebaliknya ia harus bersikap tawadlu’, memelihara diri, dan menjauhi dari berbuat
mubazzir dan terlampau kikir, karena sombong, kikir, pengecut, dalam berlebih-lebihan
adalah haram., dan tidak mungkin menjauhinya kecuali dengan mempelajarinya dan
mengetahui ilmu yang sebaliknya.
Hal lain yang dilakukan oleh anak didik adalah berniat dalam menunutut ilmu,
karena niat itu adalah dasar bagi bagi setiap amal perbutan. Hal ini sesuai dengan sabda
rasulullah SAW. Yang berbunyi:
‫ِاَنمَاَالْع َم ُل ِبالِنَىاِت‬
Bahwasannya sahnya amal perbutan itu harus dengan niat(hadits shahih)
Berdasarkan hadits diatas, al-Zarnujiy menyarankan agar seorang pelajar dalam
menuntut ilmunya berniat untuk mencari keridlaan Allah dan kebahagiaan hidup
diakhirat, menghilangkan kebodohan, mennghidupkan agama Islam, karena kelangsungan
hidup agama hanya dengan ilmu, dan tidak benar seorang zuhud dan takwa tanpa disertai
dengan ilmu.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidik dalam perspektif pendidikan islam adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh
potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan
nilai-nilai ajaran agama islam.
Dalam perspektif pendidikan islam peserta didik merupakan subjek dan objek.
Oleh karena itu proses kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan pesera didik,
di dalamnya. Dalam paradikma pendidikan islam, peserta didik merupakan orang yang
belum dewasa yang memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu
dikembangkan.
Kewajiban Pendidikan
Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid memperlakukan mereka seperti
perlakuan anak kita sendiri. Rasulullah saw bersabda:
“ Sesungguhnya saya bagi kamu adalah ibarat bapak dengan anak.” Oleh karena
itu seorang pendidik harus melayani murid seperti melayani anaknya sendiri.
Tidak mengharapkan balasan jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud
mengajar itu mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Memberikan nasihat kepada murid pada tiap kesempatan, bahkan gunakan setiap
kesemptan untuk menasehatinya.
15
Mencegah murid dari segala sesuatu akhlah yang tidak baik dengan jalan sindiran
jika mungkin dan jangan dengan cara terus terang, dengan cara halus dan jangan dengan
jalan mencela. Al-Ghazali menganjurkan pencegahan itu dengan isyarat atau sindiran,
jangan dengan terus terang sekiranya terjadipada murid itu sesuatu yang merupakan
akhlak yang kurang baik.
Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka
menurut kadar akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi tingkat daya
tangkapnya, agar ia tidak lari dari pelajaran, ringkasnya bicara dengan bahasa mereka. Ini
adalah prinsip tebaik yang kini tengah dipakai .
Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu
tersebut, tetapi sebaiknya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu
tersebut. Artinya murid jangan terlalu fanatik terhadap jurusan pelajaannya saja.
Sebaiknya kepada murid yang masih dibawah umur, diberikan pelajaran yang
jelas dan pantas buat dia dan tidak perlu disebutkan kepadanya akan rahasia-rahasia yang
terkandung dari sesuatu itu, hingga tidak menajdi dingin kemampuan dan gelisa
fikirannya.
Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata dengan
perbuatannya.
Karakteristik Peserta didik:
1. Belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung
jawab pendidik (guru)
2. Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih
menjadi tanggung jawab pendidik.
3. Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu,
yaitu kebutuhan jasmani (fisik) dan rohani (non-fisiknya).

16
DAFTAR PUSTAKA

al-Abrasyi, Mohd. Athiyad, 1987, Dasar-dasr pokok Prndidikan Islam, Jakarta:


Bulan Bintang,
Athiyah, Mohammad. 1970. Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam.
Hasan, M. Ali dan Mukti Ali, 2003, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, hal: 81.
Lunggung, Hasan, 1988, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, Jakarta:
Pustaka al-Husna,
Nata, Abuddin, 1997, Filsafat pendidikan islam , Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Nizar, Samsul, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan historis teoritis dan
praktis, Jakarta: Ciputat Pres,
Tafsir, Ahmad, 1992, Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, Bandung:
Rosdakarya,, 2006, Filsafat Pendidikan Islam: Integrasi jasmani, rohani dan qolbu
memanusiakan manusia, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
Yasin, Fatah, 2008, Dimensi-dimensi pendidikan islam, Malang: Uin-malang press

17

Anda mungkin juga menyukai