Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI DISIPLIN ILMU


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
“KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM”
Dosen Pengampu : Ngabdul Syukur, M.Pd.I

Disusun Oleh :

 Ahmad Miftachul Ulum (12010015)

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TNGGI AGAMA ISLAM WALI SEMBILAN
SEMARANG 2021/2022
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 12 Oktober 2022

Penulis
2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2

BAB 1 ........................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3

A. Latar Belakang..................................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 4

BAB II ........................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN ........................................................................................................... 5

A. Pendidikan Islam ............................................................................................. 5

B. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam..................................................................... 8

C. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam sebagai Disiplin Ilmu ............................... 13

BAB III ....................................................................................................................... 20

PENUTUP ................................................................................................................... 20

A. Kesimpulan ................................................................................................ 20

B. Saran........................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 21


3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Islam adalah pengembangan akal manusia dan penata kehidupan
dalam tingkah laku serta emosional dalam agama islam yang berdasarkan Al-
Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi sumber dasar Agama Islam. Selain
mempunyai tujuan keilmuan, Pendidikan Islam juga mempunyai tujuan untuk
menjadikan manusia sebagai pemimpin yang dapat melaksanakan tugasnya
sebagai kholifah fil ard dengan baik dan tidak menyalahi Qodratnya sebagai
makhluk tuhan yang sempurna dengan akalnya.

Pendidikan islam sebagai disiplin ilmu tentunya tidak menutup mata bahwa
pendidikan yang terjadi pada zaman ini yang sering disebut sebagai zaman
milenial masih jauh dari yang kita harapkan. Kita berharap bahwa Pendidikan
Islam di Indonesia mampu menghasilkan pendidikan yang lebih baik dan mampu
mengembangkan seluruh aspek kepribadian peserta didik, namun hal tersebut
belum terealisasikan dengan baik sesuai harapan. Tentu itu semua karena adanya
factor-faktor penyebab yang menghambat dari kemajuan sebuah pendidikan,
seperti hal nya Prinsip-prinsip yang kita acuhkan, padahal Prinsip itu sendiri
sebagai dasar yang menguatkan yaitu sebagai pondasi untuk bekal tercapainya
sebuah tujuan. Namun banyak dari kita yang mengabaikan dan menjadikan prinsip
hanya sebagai formalitas saja, padahal prinsip itu sangat penting dan urgent
didalam Pendidikan Islam.

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen


yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Adapun komponen-komponen
tersebut meliputi Tujuan, Materi, Metode dan evaluasi dalam pembelajaran.
Komponen-komponen pembelajaran tersebut yang harus diperhatikan dalam
memilih dan menentukan pendekatan-pendekatan dan model pembelajaran yang
akan digunakan dalam kegiatan belajar dan mengajar.
4

Kegiatan belajar dan mengajar sangat diperlukan sebuah metode untuk


memudahkan dalam pencapaian suatu pembelajaran guru dan siswa dalam
menanggapi suatu masalah, karena perbedaan kemampuan para siswa yang tidak
sama dalam memahami suatu permasalahan. Guru juga dituntut untuk lebih aktif,
kreatif dan inovatif dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik yang
pofesional dan mampu mengatasi suatu permasalahan dalam belajar siswa. Maka
suatu metode dalam sebuah pembelajaran harus dikuasai dalam kegiatan belajar
mengajar tersebut.

Dalam pencapaian suatu pembelajaran tentunya perlu sebuah pendekatan-


pendekatan dan evaluasi dalam pembelajaran, maka sebuah prinsip tidak boleh
ditinggalkan dan diabaikan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas adalah:

1. Apa pengertian pendidikan islam?


2. Apa prinsip dan dalam pendidikan islam?
3. Apa prinsip dan dalam pendidikan islam sebagai disiplin ilmu?
5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Islam
1. Pengertian secara Etimologi
Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah tarbiyah,
ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad, dan tadris.1 Masing-masing istilah tersebut
memiliki keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau semua disebut secara
bersamaan. Namun, semuanya memiliki makna yang sama jika disebut salah
satunya. Selanjutnya dalam makalah ini hanya dijelaskan mengenai tarbiyah,
ta’lim, dan ta’dib.
Menurut Ahmad D. Marimba istilah tarbiyah memiliki banyak arti, akan tetapi
pengertian dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara,
merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.2 Sementara Fahr
al-Razi, istilah rabbayaani tidak hanya mencakup ranah kognitif, tapi juga afektif3
dan Syed Quthub menafsirkan istilah tersebut sebagai pemeliharaan jasmani anak
dan menumbuhkan kematangan mentalnya.4 Dengan demikian tarbiyah
mencakup tiga domain pendidikan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor, serta
dua aspek pendidikan, yaitu jasmani dan rohani.
Istilah tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan5, yaitu: (1) Memelihara
dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh). (2) Mengembangkan
seluruh potensi menuju kesempurnaan. (3) Mengarahkan seluruh fitrah menuju
kesempurnaan. (4) Melaksanakan pendidikan secara bertahap.

1
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 2, Jakarta: Kencana,
2008, hlm. 10
2
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009,
hlm. 84
3
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit, hlm. 12
4
Ibid.
5
Ramayulis dan Samsul Nizar, Loc. Cit
6

Ta’lim diterjemahkan dengan pengajaran.6 Menurut Rasyid Ridha mengartikan


ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu
tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.7 Pengertian ini lebih universal yang
bersumber dalam firman-Nya:

ِّ ‫كَماَا ْرس ْلناَفِْي ُك ْمَر ُس ْواًل‬


َ‫َمْن َُك ْمَي ْت لُ ْواَعلْي ُك ْمَاَيَتِنَاََيَُِّكْي ُك ْمََيَُلِّ ُم ُك ُمَاْ ِكتَب‬

َّ ‫اْلِ ْكمةََيَُلِّ ُم ُك ْم‬


﴾۱۵١َ:‫َماََلَْت ُك ْونُ ْواَت َْل ُم ْونَ﴿اْبقرة‬ َْ
Artinya: “Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul
(Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami,
menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Alquran) dan Hikmah
(Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah:
151).8

Menurut Muhaimin sebagaimana dikutip oleh Abdul Mujib9 menafsirkan


bahwa pengajaran pada ayat itu mencakup teoretis dan praktis, sehingga peserta
didik memperoleh kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal-hal yang
mendatangkan manfaat dan menampik kemudaratan. Mahmud Yunus yang
dikutip oleh Abdul Mujib ta’dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan
sopan santun, tata karma, adab, dan menurutnya budi pekerti, akhlak, moral, dan
etika.10 Menurut Sanafiah Faisal yang dikutip Ramayulis ta’dib berarti pengenalan
dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia
(peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam
tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi sebagai

6
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit, hlm. 18
7
Ramayulis dan Samsul Nizar, Op. Cit, hlm. 85
8
Syaamil Al-Qur’an Terjemah Per-Kata, Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an
Departemen Agama Republik Indonesia, Bandung: Haekal Media Centre, 2009, hlm. 23
9
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit, hlm. 19
10
Ibid, hlm. 20
7

pembimbing kearah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam
tatanan wujud dan kepribadiannya.11
Ketiga konsep yang telah dikemukakan, masing-masing memiliki peluang
yang sama untuk dijadikan istilah pendidikan. Al-Abrasyi berpandapat bahwa
tarbiyah lebih patut dijadikan istilah pendidikan karena domainnya luas.
Sedangkan Fatah Jalal menitikberatkan pada ta’lim karena berpandangan pada
fase subjek pendidikan. Sementara Al-Attas lebih memfokuskan pandangannya
pada ta’dib karena tujuan hakiki pendidikan Islam. Maka dalam makalah ini kami
mengambil istilah tarbiyah karena dalam khazanah literatur keislaman, istilah
tarbiyah lebih populer dan sering digunakan oleh para ahli dalam penyebutan
pendidikan Islam.

2. Pengertian secara Terminologi12


Muhammad SA. Ibrahim menyatakan bahwa pendidikan islam adalah suatu
sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam, sehingga dengan mudah ia dapat
membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam. Omar Muhammad al-Toumi al-
Syaibani mendefinisikan pendidikan Islam dengan proses mengubah tingkah laku
individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara
pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-
profesi asasi dalam masyarakat. Muhammad Fadhil al-Jamali mengajukan
pendidikan Islam dengan upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak
manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan
kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang
berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan. Muhammaf Javed al-Sahlani
pendidikan Islam adalah proses mendekatkan manusia kepada tingkat
kesempurnaan dan mengembangkan kemampuannya.

11
Ramayulis dan Samsul Nizar, Op. Cit, hlm. 87
12
Uraian dalam sub subbab ini di ringkas –tanpa menghilangkan definisi yang telah
diutarakan oleh para ahli- dari Abdul Mujib dan Ahmad Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,
cet. 2, Jakarta: Kencana, 2008, hlm. 25-29
8

Hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 dirumuskan


pendidikan islam dengan bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani
menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih,
mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas pendidikan Islam adalah proses
transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya
pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan
pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup
di dunia dan akhirat.
Abdul Mujib dan Ahmad Mudzakkir melanjutkan bahwa definisi di atas
memiliki lima unsur pokok pendidikan Islam, yaitu: (1) proses transinternalisasi,
(2) pengetahuan dan nilai Islam, (3) peserta didik, (4) melalui upaya pengajaran,
pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensinya,
(5) guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.

B. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam


Menurut W. J. S. Purwadarminta yang dikutip oleh Ramayulis, prinsip berarti
asas (kebenaran yang jadi pokok dasar orang berpikir, bertindak dan
sebagainya).13 Dagobert D. Runes dalam Ramayulis mengartikannya sebagai
kebenaran yang besifat universal (universal truth) yang menjadi sifat dari
sesuatu.14 Dengan demikian bila dikaitkan dengan pendidikan, maka prinsip
pendidikan dapat diartikan sebagai kebenaran universal sifatnya dan menjadi
dasar dalam merumuskan perangkat pendidikan.
Prinsip pendidikan diambil dari dasar pendidikan, baik berupa agama ataupun
ideologi negara yang dianut. Adapun dasar pendidikan Islam yang dikemukakan
oleh Ahmad D. Marimba dalam Ramayulis,15 adalah Alquran dan hadits-hadits
Nabi saw. yang merupakan sumber pokok ajaran Islam. Sa’id Ismail Ali dan

13
Ramayulis dan Samsul Nizar, Op. Cit, hlm. 95
14
Ibid.
15
Ibid.
9

Hasan Langgulung yang dikutip oleh Abdul Mujib16 memperluas lagi sumber
pendidikan Islam terdiri dari atas enam macam, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah,
kata-kata sahabat (madzhab shahabi), kemaslahatan umat/sosial (mashalil al-
mursalah), tradisi atau adat kebiasaan masyarakat (‘uruf), dan hasil pemikiran
para ahli dalam Islam (ijtihad). Hal ini berarti, semua perangkat pendidikan Islam
haruslah ditegakkan di atas ajaran Islam, baik pendidikan, teori maupun praktek.
Telah disebutkan bahwa dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional
yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan Islam.
Menurut Abdul Mujib,17 dasar operasional pendidikan Islam ada tujuh macam,
yaitu historis, sosiologis, ekonomi, politik dan administrasi, psikologis, filosofis,
dan Agama. Beliau menambahkan dasar ketujuh, karena menurutnya dasar kesatu
hingga keenam bersifat sekuler. Sebab, dasar operasional segala sesuatu adalah
agama, karena agama menjadi frame bagi aktivitas yang bernuansa keislaman.
Dengan agama maka semua aktivitas kependidikan menjadi bermakna, mewarnai
dasar lain, dan bernilai ubudiyah.18
 Pertama dasar historis adalah dasar yang berorientasi pada pengalaman
pendidikan masa lalu, baik dalam bentuk undang-undang maupun
peraturan-peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih
baik.
 Kedua dasar sosiologis adalah dasar yang memberikan kerangka sosio-
budaya, yang mana sosiobudaya itu pendidikan dilaksanakan yang
berfungsi sebagai tolok ukur dalam prestasi belajar. Artinya, tinggi
rendahnya suatu pendidikan dapat diukur dari tingkat relevansi output
pendidikan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat.
 Ketiga dasar ekonomi adalah yang memberikan perspektif tentang potensi-
potensi finansial, menggali dan mengatur sumber-sumber, serta
bertanggungjawab terhadap rencana dan anggaran pembelanjaannya.

16
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit, hlm. 31-32
17
Ibid, hlm. 44
18
Ibid.
10

 Keempat dasar politik dan administrasi adalah dasar yang memberikan


bingkai ideologis, yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk
mencapai tujuan yang dicita-citakan dan direncanakan bersama.
 Kelima dasar psikologi adalah dasar yang memberikan informasi tentang
bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan inovasi peserta didik, pendidik,
tenaga administrasi, serta sumber daya manusia yang lain.
 Keenam dasar filosofis adalah dasar yang memberi kemampuan memilih
yang terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah
kepada semua dasar-dasar operasional lainnya. Bagi masyarakat sekuler,
dasar ini menjadi acuan terpenting dalam pendidikan, sebab filsafat bagi
mereka merupakan induk dari segala dasar pendidikan.
 Ketujuh dasar religius adalah dasar yang diturunkan dari ajaran agama.
Dasar ini telah dijelaskan pada sumber pendidikan Islam di atas. Apabila
dasar agama Islam menjadi frame bagi dasar pendidikan Islam, maka
semua tindakan kependidikan dianggap sebagai suatu ibadah, sebab ibadah
merupakan aktualisasi diri yang paling ideal dalam pendidikan Islam.
Ramayulis dan Samsul Nizar19 berpendapat, pandangan Islam yang dapat
dijadikan sebagai dasar prinsip pendidikan Islam, yaitu:
1. Pandangan Islam terhadap jagat raya. Segala fenomena alam adalah hasil
ciptaan Allah dan pada hukum-hukum mekanis-Nya sebagai sunnatullah.
Untuk itu, manusia harus dididik agar mampu menghayati dan
mengamalkan nilai-nilai dalam hukum Allah tersebut.
2. Pandangan Islam terhadap manusia sebagai individu. Prinsip ini
memandang manusia sebagai makhluk yang paling mulia, karena memiliki
harkat dan martabat yang terbentuk dari kemampuan-kemampuan
kejiwaan dimana akal budaya menjadi tenaga penggerak yang
membedakannya dari makhluk lain.
3. Pandangan Islam terhadap masyarakat. Manusia bukan saja makhluk
pribadi melainkan juga makhluk sosial. Untuk itu, manusia harus mampu

19
Ramayulis dan Samsul Nizar, Op. Cit, hlm. 95-97
11

menjalin hubungan dengan manusia lainnya dalam suatu ikatan


kekeluargaan yang satu, karena umat manusia seluruhnya adalah
“Ummatun Wahidatan” (umat yang satu) yang dipersatukan oleh tali
“Ukhuwah Islamiyah”.
4. Pandangan Islam terhadap pengetahuan manusia. Pengetahuan sebagai
salah satu asas yang dituju oleh individu dan masyarakat untuk
menciptakan dan membinanya sebagai informasi, ide, konsep, tafsiran
yang diyakini, hukum-hukum, tanggapan tentang sesuatu akibat dari
informasi yang diolah pancaindra, akal, agama, yang diturunkan melalui
wahyu Ilahi. Pengetahuan manusia berbeda-beda dari segi keutamaan, dan
nilainya menurut tujuan dan jalannya.
5. Pandangan Islam terhadap akhlak. Akhlak merupakan kebiasan atau sikap
mendalam di dalam jiwa, sesuatu yang dapat diperoleh dan dipelajari,
memiliki ciri-ciri istimewa yang menyebabkan perilaku sesuai dengan
fitrah Ilahiah dan akal sehat.
Dari penjelasan di atas Ramayulis20 melanjutkan, pandangan Islam yang bersifat
filosofis terhadap alam jagat, manusia, masyarakat, pengetahuan dan akhlak,
secara jelas tercermin dalam prinsip-prinsip pendidikan Islam. Adapun prinsip-
prinsip yang dimaksud adalah (1) prinsip pendidikan Islam merupakan implikasi
dari karakteristik (ciri-ciri) manusia, (2) prinsip pendidikan Islam adalah
pendidikan integral, (3) prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan yang
seimbang, (4) prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan universal, dan (5)
prinsip pendidikan Islam adalah dinamis. Berikut akan dijelaskan secara singkat
kelima prinsip ini.
1. Prinsip pendidikan Islam merupakan implikasi dari karakteristik (ciri-ciri)
manusia. Ajaran islam mengemukakan empat macam ciri-ciri manusia
yang membedakannya dengan makhluk lain yaitu: fitrah, kesatuan roh dan
jasad (wandah al-ruh wa al-jism), dan kebebasan berkehendak (hurriyah
al-iradah).

20
Ibid, hlm. 97-104
12

2. Prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan integral. Pendidikan Islam


tidak mengenal adanya pemisah antara sains dan agama. Dalam doktrin
ajaran Islam, Allah adalah pencipta alam semesta termasuk manusia. Dia
pula yang menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan
kelestariannya.
3. Prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan yang seimbang. Pandangan
Islam yang menyeluruh terhadap semua aspek kehidupan mewujudkan
adanya keseimbangan.
Ada beberapa prinsip keseimbangan yang mendasari pendidikan islam,
yaitu:
1) Keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi.
2) Keseimbangan antara badan dan roh.
3) Keseimbangan antara individu dan masyarakat.
4) Prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan universal. Prinsip pendidikan
universal adalah pandangan yang menyeluruh pada agama, manusia,
masyarakat, suku, dan kehidupan. Agama Islam yang menjadi dasar
pendidikan Islam bersifat menyeluruh dalam pandangan, penumpuan dan
tafsirannya terhadap wujud, alam jagat dan hidup. Islam menekankan
pandangan yang menghimpun roh dan badan, antara individu dan
kumpulan, antara dunia dan akhirat.
5) Prinsip pendidikan Islam adalah dinamis. Pendidikan Islam menganut
prinsip dinamis yang tidak beku dalam tujuan-tujuan, kurikulum dan
metode-metodenya, tetapi berupaya untuk selalu membaharui diri dan
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Omar Muhammad al-Tumi al-Syaibani yang dikutip oleh Abdul Mujib,21
prinsip-prinsip dalam formulasi tujuan pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
(1) prinsip universal, yang memandang keseluruhan aspek agama (akidah, ibadah
dan akhlak, serta muamalah), manusia (jasmani, rohani, dan nafsani), masyarakat
dan tatanan kehidupannya, serta adanya wujud jagat raya dan hidup; (2) prinsip

21
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit, hlm. 73-74
13

keseimbangan dan kesederhanaan; (3) prinsip kejelasan; (4) prinsip tak


bertentangan terhadap berbagai unsur dan pelaksanaannya; (5) prinsip realitas dan
dapat dilaksanakan; (6) prinsip perubahan yang diinginkan; (7) prinsip menjaga
perbedaan-perbedaan individu; (8) prinsip dinamis dalam menerima perubahan
dan perkembangan yang terjadi terhadap pelaku pendidikan serta lingkungan di
mana pendidikan itu dilaksanakan.

C. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam sebagai Disiplin Ilmu


Sebelum menguraikan prinsip-prinsip pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu.
Alangkah baiknya mengetahui makna ilmu itu sendiri. Ilmu dan pengetahuan
merupakan dua hal yang berbeda. Pengetahuan adalah kumpulan fakta. Sedangkan
ilmu adalah pengetahuan sistematis atau pengetahuan ilmiah. Jadi, pengetahuan
merupakan bahan mentah bagi ilmu. Agar disebut ilmu, pengetahuan harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Jelas, ilmu merupakan pengetahuan, sedangkan
pengetahuan belum dapat disebut ilmu.22

1) Ilmu
Ilmu merupakan padanan kata bahasa Inggris science, atau scienta (bahasa
Latin). Kata kerja bahasa Latin adalah scire, yang artinya tahu atau mengetahui.
Kata ini harus dengan pengetahuan (knowledge). Seperti dijelaskan di atas, ilmu
bukannya sekedar pengetahuan melainkan scientific knowledge.
Ada banyak definisi ilmu, namun disini dikemukakan definisi ilmu menurut Jhon
G. Kemeny yang dikutip oleh J. B. Blikololong, yaitu all knowledge collected by
means of the scientific method (semua pengetahuan yang dikumpulkan dengan
metode ilmiah). Jadi, ilmu adalah pengetahuan sistematis.23

22
J. B. Blikololong, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar, seri diktat kuliah, Universitas
Gunadarma, tt., hlm. 36
23
Ibid, hlm. 37
14

J. B. Blikololong24 dengan mengutip pendapat The Liang Gie menyebut tiga


wujud ilmu, yaitu ilmu sebagai proses, ilmu sebagai prosedur, dan ilmu sebagai
produk. Berikut penjelasannya:

1) Ilmu sebagai proses


Ilmu sebagai proses berarti ilmu merupakan aktivitas penelitian. Para
pelakunya disebut ilmuwan (scientist). Aktivitas yang dilakukan tidak bersifat
tunggal, melainkan jamak. Ada rangkaian aktivitas penelitian yang bersifat
rasional, kognitif, dan teleologis.mAktivitas rasional berarti kegiatan dengan
menggunakan rasio, yaitu penalaran logis atas pengamatan empiris. Aktivitas
kognitif berarti kegiatan yang bertalian dengan proses tahu dan pengetahuan.
Dengan proses kognitif (pengenalan, pencerapan, konsepsi, dan penalaran)
manusia mengetahui sesuatu. Aktivitas teleologis (dari bahasa Yunai telos =
tujuan) berarti kegiatan yang mengarah pada tujuan. Jadi, ilmu adalah aktivitas
yang mempunyai tujuan.
2) Ilmu sebagai prosedur
Ilmu sebagai prosedur berarti ilmu merupakan kegiatan penelitian yang
menggunakan metode ilmiah. Menurut The World of science Encyclopedia
yang dikutip oleh J. B. Blikololong, metode ilmiah ialah prosedur yang
digunakan oleh ilmuwan dalam mencari secara sistematis pengetahuan baru
dan peninjauan kembali pengetahuan yang ada.25
3) Ilmu sebagai produk
Sebagai sistem pengetahuan, ilmu mempunyai obyek material dan obyek
formal. Obyek material sering disebut pokok soal (subject matter), sedangkan
obyek formal dinamakan titik perhatian (focus of interest) atau sikap pikiran
(attitude of mind), lazimnya dinamakan sudut pandang.
Sebagai sistem pengetahuan atau pengetahuan sistematis, ilmu memiliki ciri-
ciri empiris, sistematis, obyektif, analitis, dan verifikatif. Ciri empiris
mengandalkan pengamatan (observasi) atau percobaan (eksperimen). Ilmu

24
Ibid, hlm. 38-41
25
Ibid.
15

berbeda dengan pengetahuan karena ciri sistematis, dan berbeda dengan filsafat
karena ciri empirisnya. Ciri sistematis berarti bahwa kumpulan pengetahuan-
pengetahuan itu memiliki hubungan-hubungan ketergantungan dan teratur. Ciri
obyektif ilmu berarti bahwa pengetahuan ilmiah bebas dari prasangka
perseorangan (personal bias) dan pamrih pribadi. Ilmu harus berisi data yang
menggambarkan secara tepat gejala-gejala. Ilmu berciri analitis artinya ilmu
melakukan pemilihan-pemilihan atas pokok soal ke dalam bagian-bagian untuk
mengetahui sifat dan hubungan bagian-bagian tersebut. Ciri verifikatif ilmu
berarti bahwa tujuan yang ingin dicapai ilmu ialah kebenaran ilmiah. Kebenaran
ini dapat berupa kaidah-kaidah atau azas-azas yang universal. Dengan demikian,
manusia dapat membuat ramalan dan menguasai alam. Abu Ahmadi
menyebutkan bahwa sebuah pengetahuan disebut ilmu harus memenuhi beberapa
syarat, yaitu: (1) obyek formal sendiri; (2) metode penelitian; (3) sistematika
uraian.26
2) Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam memenuhi syarat sebagai Disiplin Ilmu
Sebagaimana disebutkan, bahwa ilmu harus mempunyai syarat-syarat adanya
obyek formal, metode penelitian dan sistematika. Adakah ketiga syarat tersebut
terpenuhi oleh prinsip-prinsip pendidikan Islam?
1) Obyek material dan obyek formal
Pendidikan Islam merupakan aktivitas antara pendidik dan peserta didik, yaitu
dengan melalui proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada
peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan,
pengawasan, dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan
kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.
Peserta didik adalah manusia, berarti obyek material pendidikan Islam adalah
manusia. Tetapi manusia juga digunakan menjadi obyek oleh ilmu-ilmu lain.
Peserta didik dalam pendidikan Islam lebih rinci dijelaskan. Ramayulis27
berpandangan bahwa manusia tersusun atas dua unsur, yaitu roh dan jasad.

26
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, cet. 2, Jakarta: Rineka Cipta, 2003,
hlm. 79
27
Ramayulis dan Samsul Nizar, Op. Cit, hlm. 98
16

Sementara Abdul Mujib menambahkannya dengan nafs.28 Nafs dibedakannya


dengan ruh, sebab keduanya memiliki kriteria berbeda. Nafs telah memiliki
kecenderungan duniawi dan kejelekan, sedangkan ruh berkecenderungan suci
dan ukhrawi. Nafs menjadi perantara antara jiwa rasional dengan badan,
sehingga unsur nafs ada terikat oleh badaniah sedangkan ruh tidak. Ruh
merupakan sinar vertikal, sedang nafs merupakan sinar horizontal. Nafs dalam
Alquran tidak disebutkan untuk substansinya sendiri, sedang ruh untuk
substansinya sendiri sehingga tidak dikaitkan dengan badan. Nafs bersifat
seperti tanah (al-thiniyyah) dan api (al-nariyyah), sedangkan ruh bersifat
seperti cahaya (nuriyyah) dan bersifat ruhani (al-ruhaniyyah). Nafs bersifat
kemanusiaan (al-nasutiyyah), sedang ruh bersifat ke-tuhan-an (al-
lahutiyyah).29
Adapun obyek formal ilmu pendidikan adalah problem-problem yang
menyangkut Apa, Siapa, Mengapa, Dimana, Bilamana hubungannya dengan
usaha membawa anak didik kepada suatu tujuan.
Muzayyin Arifin,30 yang menjadi urgen bagi ilmu pendidikan Islam, yaitu
sebagi berikut:
 Bagaimana seharusnya pendidikan Islam dapat menjawab tantangan
kebutuhan kependidikan generasi muda bagi kehidupannya di masa depan
secara sistematis berencana, mengingat ciri khas agama Islam adalah
bersifat aspiratif dan kondusif kepada kebutuhan hidup sesuai dengan
human nature (fitrah).
 Bagaimana agar pendidikan Islam mampu mendasari kehidupan generasi
muda dengan iman dan takwa dan berilmu pengetahuan yang sekaligus
dapat memotivasi daya kreativitasnya dalam kegiatan pengembangan dan
pengamalan ilmu pengetahuan tersebut sejalan dengan tuntutan Alquran.

28
Abdul Mujib dan Ahmad Mudzakkir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, cet. 3, Jakarta:
Raja Grafindo, 2002, hlm. 39
29
Lihat catatan kaki Abdul Mujib dan Ahmad Mudzakkir dalam Nuansa-Nuansa
Psikologi Islam, cet. 3, Jakarta: Raja Grafindo, 2002, hlm. 39
30
Muzayyin Arifin, Ed. A. Syai’I, Kapita Selekta Pendidikan Islam Edisi Revisi, cet. 6,
Jakarta: Bumi Aksara, 2014, hlm. 22-23
17

 Bagaimana pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu dapat melestarikan dan


memajukan tradisi dan budaya moral yang Islamic-ethnic dalam
komunikasi sosial dan interpersonal dalam masyarakat yang semakin
industrial-teknologis.
 Bagaimana agar pendidikan Islam tetap mampu berkembang dalam jalur
input invironmental di lembaga pendidikan dalam proses pencapaian tujuan
akhirnya, baik dalam upaya membentuk pribadi, maupun anggota
masyarakat dan warga Negara yang berkualitas baik.

Begitu rincinya Islam memperhatikan manusia dan dengan kata lain obyek
formal pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai
Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan,
pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya, guna mencapai
keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.

2) Metode penelitian
Banyak metode ilmiah yang dipergunakan dalam pendidikan Islam.
Metode-metode yang digunakannya dapat dipertanggungjawabkan, dapat
dikontrol dan dapat dibuktikan kebenarannya, baik metode pengumpulan
keterangan atau data maupun metode penelitian.
Metode pengumpulan data yang digunakan sama halnya dengan metode
pendidikan, yaitu metode angket, metode test, metode interview, metode
observasi, dan lain-lain. Metode penelitian misalnya adalah metode
eksperimen yang digunakan untuk menyelidiki dalam bidang pengajaran,
sistem pendidikan Islam dan lain-lain. Dalam menganalisa data digunakan
metode kualitatif dan metode kuantitatif sesuai dengan sifat datanya. Abdul
Mujib menyebutkan langkah-langkah yang ditempuh pendidik sebelum
pembuatan metode pendidikan Islam adalah memperhatikan persiapan
mengajar (lesson plan) yang meliputi pemahaman terhadap tujuan pendidikan
Islam, penguasaan materi pelajaran dan pemahaman teori-teori pengajaran.31

31
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit, hlm. 168
18

Winarno Surakhmat yang dikutip oleh Ahmad Mudzakkir menyebutkan


prosedur pembuatan metode pendidikan Islam adalah dengan memerhatikan
faktor-faktor yang memengaruhinya, yaitu meliputi:32
 Tujuan pendidikan Islam. Faktor ini digunakan untuk menjawab
pertanyaan untuk apa pendidikan itu dilaksanakan.
 Peserta didik. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan untuk
apa dan bagaimana metode itu mampu mengembangkan peserta didik
dengan mempertimbangkan berbagai tingkat kematangan, kesanggupan,
kemampuan yang dimilikinya.
 Situasi. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan bagaimana
serta kondisi lingkungannya yang memengaruhinya.
 Fasilitas. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan dimana dan
bilamana termasuk juga berbagai fasilitas dan kuantitasnya.
 Pribadi pendidik. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan oleh
siapa serta kompetensi dan kemampuan profesionalnya yang berbeda-
beda.

3) Sistematika
Menurut Abu Ahmadi,33 sistematika adalah uraian sejumlah
komponen/unsur yang berkaitan satu dengan yang lain menurut susunan
tertentu sehingga merupakan satu kesatuan yang berfungsi untuk mencapai
suatu tujuan.
Oleh karena sistematika adalah sejumlah komponen. Maka komponen
pendidikan islam adalah tujuan pendidikan Islam, isi/materi pendidikan Islam,
metode pendidikan Islam, dan evaluasi.
Tujuan pendidikan Islam menurut Abdul Mujib adalah terbentuknya insan
kamil yang di dalamnya memiliki wawasan khaffah agar mampu menjalankan
tugas-tugas kehambaan, kekhalifaan, dan pewaris Nabi.34

32
Ibid, hlm. 168-169
33
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Op. Cit., hlm. 81
34
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit, hlm. 83-84
19

Isi/materi pokok pendidikan Islam adalah Alquran dan sunnah Nabi


Muhammad saw., tabi’in, dan ulama atau ilmuwan muslim yang mengikutinya
sebagai tambahan.

Adapun metode pendidikan Islam sangat banyak, namun disini kami ingin
menyebutkan metode mengajar qurani dan bahasa qurani oleh al-Nahlawi yang
menurut ramayulis menggugah perasaan:35 (1) metode hiwar (percakapan) Qurani
dan Nabawi; (2) metode kisah Qurani dan Nabawi; (3) metode amtsal
(perumpamaan) Qurani dan Nabawi; (4) metode keteladanan; (5) metode
pembiasaan; (6) metode ‘ibadah dan man’izah; (7) metode targhib dan tarhib.
Dengan menggolongkan berbagai problem-problem/berbagai masalah ke dalam
beberapa unsur komponen dan dengan pembahasan masalah demi masalah
pendidikan Islam, menunjukkan bahwa penyusunan ilmu pendidikan Islam itu
telah menggunakan sistematika. Dengan demikian, ilmu pendidikan Islam karena
telah memenuhi syarat-syarat sebagai ilmu, maka ilmu pendidikan Islam terhitung
sebagai ilmu yang otonom/yang berdiri sendiri.

35
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, cet. 6, Jakarta: Kalam Mulia 2010,
hlm. 282
20

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan
seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam,
sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran
Islam.
Prinsip endidikan diambil dari dasar pendidikan, baik berupa agama ataupun
ideologi negara yang dianut. Adapun dasar pendidikan Islam yang dikemukakan
oleh Ahmad D. Marimba dalam Ramayulis, adalah Alquran dan hadits-hadits
Nabi saw. yang merupakan sumber pokok ajaran Islam. Sa’id Ismail Ali dan
Hasan Langgulung yang dikutip oleh Abdul Mujib memperluas lagi sumber
pendidikan Islam terdiri dari atas enam macam, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah,
kata-kata sahabat (madzhab shahabi), kemaslahatan umat/sosial (mashalil al-
mursalah), tradisi atau adat kebiasaan masyarakat (‘uruf), dan hasil pemikiran
para ahli dalam Islam (ijtihad). Hal ini berarti, semua perangkat pendidikan Islam
haruslah ditegakkan di atas ajaran Islam, baik pendidikan, teori maupun praktek.

B. Saran
Berjalan sesuaia dengan jalan pendidikan islam, dan saya berharap pendidikan
terbebas dari kata politik
21

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana.
Ramayulis dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam
Mulia.
Syaamil Al-Qur’an Terjemah Per-Kata. 2009. Lajnah Pentashih Mushaf Al-
Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia. Bandung: Haekal Media Centre.

Anda mungkin juga menyukai