Anda di halaman 1dari 25

Hadis Tematik Pendidikan

HADIS TENTANG PENDIDIKAN ANAK

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadis Tematik Pendidikan

Dosen Pengampu:
Dr. Sulaiman Muhammad Amir, LC, M.A

Kelompok 10

Maharani Sartika Ritonga Nim. 0331213051


Mayang Mustika Dewi Nim. 0331213032

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

i
KATA PENGANTAR
ِ‫ِ اﻟ ﱠرﺣْﻣنِ ا ﻟرﱠﺣِﯾْم‬, ‫ﺑِﺳْمِ ا‬

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Hadis Tematik Pendidikan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata semoga makalah kami yang
berjudul Hadis Tentang Pendidikan Anak dapat bermanfaat untuk kita semua.

Medan, 27 Oktober 2021


Pemakalah

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A. Pengertian Pendidikan anak.............................................................................. 3
B. Hadis tentang Pendidikan Anak........................................................................ 4
1. Hadis tentang Pendidikan Anak yang Berkaitan dengan Fitrah.................... 6
2. Hadis tentang Pendidikan Anak yang Berkaitan dengan Tauhid.................. 9
3. Hadis tentang Pendidikan Anak yang Berkaitan dengan Ibadah.................12
4. Hadis tentang Pendidikan Anak yang Berkaitan dengan Akhlak................15
5. Hadis tentang Pendidikan Anak yang Berkaitan dengan Adab................... 16

BAB III PENUTUP................................................................................................ 20


A. Kesimpulan......................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam yang menduduki posisi sangat
signifikan, baik secara struktural maupun fungsional. Secara struktural menduduki
posisi kedua setelah Alquran, namun jika dilihat secara fungsional, ia merupakan
bayan (eksplanasi) terhadap ayat-ayat Alquran yang bersifat ‘am (umum), mujmal
(global) atau mutlaq.1 Hadis sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah
Alquran telah mengalami perjalanan yang cukup panjang bukan hanya dalam
kodifikasi dan penelitian validitasnya, akan tetapi juga berkembang pada pemahaman
yang tepat untuk sebuah matan hadis sehingga dapat menjadi bukti keuniversalan
ajaran Islam.
Pendidikan adalah bimbingan dan arahan yang dilakukan secara sadar oleh
seorang pendidik kepada peserta didik, dalam pembahasan kali ini ialah orangtua atau
guru sebagai pendidik dan anak adalah sebagai peserat didiknya agar berjalan sesuai
perkembangan fisik dan batin yang sesuai sebagaimana yang berlaku di masyarakat
tanpa menyimpang dari kaidah keIslaman. Dalam Islam sesungguhnya kodrat seorang
anak ialah dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih lalu kemudian orangtua dan
lingkungan nya lah yang memberikan corak terhadap sifat dan perilaku anak tersebut
dalam kesehariannya.
Disinilah pentingnya peran sebagai orang tua dan lingkungan dalam
memberikan pendidikan terbaik terhadap seorang anak. Bahkan ajaran agama yang
dianut anak tersebut bergantung terhadap bagimana ajaran yang diperolehnya dari
orangtua dan lingkungannya. Dasar-dasar pendidikan tersebut sudah selayaknya
didapatkan sejak belia agar menjadi pondasi yang kokoh bagi tumbuh kembang
seorang anak terlebih pada kondisi seperti saat ini.
Pendidikan merupakan segala pengalaman hidup yang dialami oleh seseorang
dalam lingkungan hidupnya. Ia bisa berlangsung dalam durasi yang cukup lama,

1
Abdul Mustaqim, (2008), Ilmu Ma’anil Hadis Paradigma Interkoneksi, Yogyakarta: IDEA
Press, hal. 25

1
bentuk yang beragam, jenjang yang hirarkis. Anak merupakan sosok individu yang
memiliki karakteristik unik, ragam potensi, dan kecenderungan yang bervariasi.
Karena pada dasarnya masa anak-anak merupakan masa emas yang seharusnya
dimanfaatkan oleh setiap orang tua supaya dapat mendidik, menanamkan nilai-nilai
yang baik terhadap anaknya. Oleh sebab itulah maka pendidikan harus direncanakan
dengan baik sehingga dapat menyalurkan potensi setiap anak dengan baik. Atas dasar
itulah maka pemakalah tertarik untuk mengutaikan mengenai hadis tentang
pendidikan anak.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian pendidikan anak?
2. Apa sajakah hadis tentang pendidikan anak?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan anak.
2. Untuk mengetahui Hadis-hadis pendidikan anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Anak


Menurut kamus besar bahasa Indonesia kata pendidikan merupakan akar kata
dari kata didik yang berarti pelihara dan latih.2 Selanjutnya dijelaskan bahwa
pendidikan secara etimologis berasal dari kata dasar didik yang diberi awalan pe- dan
akhiran-an. Dalam kamus tersebut, pendidikan berarti proses pengubahan sikap dan
tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam bahasa Yunani pendidikan biasa
disebut dengan kata paedagogi yang terdiri dari kata pais artinya anak, dan again
yang diterjemahkan membimbing. Itulah sebabnya paedagogi dapat diartikan
bimbingan yang diberikan kepada anak.3
Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan dalam hidup
tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan
anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya.4 Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa akan datang.
Sementara jika dikaitkan dengan kata Islam, pendidikan dikenal kata tarbiyah,
ta‘līm dan ta’dīb. Kata tarbiyah lebih luas penggunaannya dibanding dua kata lainnya
ta‘līm dan ta’dīb. Namun yang paling banyak digunakan adalah kata pada tarbiyah.
Kata tarbiyah secara leksikal mempunyai makna dasar, diantaranya: Pertama berasal
dari kata raba, yarbu yang berarti bertambah tumbuh dan berkembang. Kedua berasal
dari kata rabba yurabbiy bermakna memberi makan, mendidik baik dari segi fisik
maupun rohani. Ketiga, bentuk tarbiyah terambil dari kata rabba yarubbu yang
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, (2008), Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
Edisi Keempat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 326.
3
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, (2003), Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 68.
4
Ahmad D. Marimba, (1987), Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma’arif, hal.
19.

3
berarti melindungi, menyantuni, mendidik, mendidik aspek fisik dan moral dan
menjadikannya profesional. Sementara ta‘līm yang berasal dari huruf ‘a-li-ma
mempunyai makna dasar bekas sesuatu, sehingga dapat dipahami bahwa ta‘līm
menekankan pada proses transfer ilmu yang berulang-ulang kali sehingga dapat
berbekas dan menjadi pembeda dari yang lain.
Pendidikan Islam menurut al-Qardhowi adalah pendidikan manusia seutuhnya;
akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu
Pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai
maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala
kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. Selain itu, Achmadi juga
memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah
segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia secara sumber
daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan
kamil) sesuai dengan norma Islam.5
Dari beberapa pengertian pendidikan Islam di atas, dapat disimpulan bahwa
pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik)
dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Hakikatnya
pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa Muslim yang bertakwa secara sadar
mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan
dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan
perkembangannya.
Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan satu kesatuan (sistem sosial),
dan keluarga menyediakan situasi belajar. Tugas utama keluarga bagi pendidikan
anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup
keagamaan.6 Nabi Muhammad Saw pernah berkata, fungsi dan peran orang tua
bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Menurut beliau,
setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk

5
Achmadi, (2005), Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, hal. 29.
6
Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, (2011), Hadis Tarbawi, Membangun Kerangka
Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah, Jakarta: Kalam Mulia, hal. 12.

4
keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan,
pemeliharaan, dan pengaruh kedua orang tua mereka.
Anak-anak adalah amanah Allah Swt yang ada dipundak kedua orang tua. Oleh
karena itu, orang tua harus menjaga amanah ini dan tidak menyia-nyiakannya. Anak
adalah tempat orangtua mencurahkan kasih sayangnya. Dan anak juga investasi masa
depan untuk kepentingan orangtua di akhirat kelak. Oleh karena itu, orangtua harus
memelihara, membesarkan, merawat, menyantuni, dan mendidiknya dengan penuh
tanggung jawab dan kasih sayang, sehingga akan lahir anak-anak salih yang menjadi
dambaan setiap keluarga.
Ibnu al-Qayyim pun mempertegas “Siapa saja yang mengabaikan pendidikan
anaknya dalam hal-hal yang berguna baginya, berarti ia telah berbuat kesalahan besar.
Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orang tua mengabaikan mereka,
tidak mengajarkannya kewajiban-kewajiban dan sunnah-sunnah agama, menyia-
nyiakan anak ketika kecil sehingga mereka tidak bisa mengambil keuntungan dari diri
mereka, dan mereka pun tidak bisa memberikan manfaat kepada orangtua mereka
ketika mereka dewasa”. Karena itu ada sebagian anak yang menyalahkan ayahnya
sendiri dengan mengatakan: “Ayah, Engkau telah menyia-nyiakanku ketika aku kecil.
Kini akupun mengabaikanmu ketika Engkau sudah tua renta.”7
Maka dari itu anak merupakan manusia yang dalam pertumbuhan dan
perkembangannya dan merupakan amanah yang harus dijaga. Salah satu cara untuk
menjaga amanah tersebut, yaitu dengan jalan memberikan pendidikan. Sementara
pendidikan anak dapat dipahami sebagai proses pemberian bimbingan dan pendidikan
oleh seorang pendidik kepada anak didik demi terbentuknya kedewasaan emosional,
mental, cara berfikir, maupun kedewasaan fisik bagi generasi penerus, mulai dari
anak keluar dari fase bayi hingga menjelang pubertas.
Islam memandang anak sebagai manusia yang memiliki potensi yang harus
dikembangkan, maka dari itu, anak sebagai amanah harus dibimbing dan diarahkan
agar terbentuk pribadi yang diinginkan, sehingga tercapai tujuan pendidikan yang

7
Muhammad Suwaid, (2004), Mendidik Anak Bersama Nabi Terjemahan: Salafuddin Abu
Sayyid, Solo: Pustaka Arafa, hal. 23.

5
selaras dengan tujuan hidup manusia. Karena begitu pentingnya pendidikan bagi anak,
maka pemahaman terhadap hadis tentang pendidikan anak perlu dikaji dan dimengerti
untuk selanjutnya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Hadits Tentang Pendidikan Anak


Anak sebagai generasi penerus yang mencerminkan karakter suatu bangsa harus
memiliki nilai keterampilan, budi pekerti, dan berbagai aspek lainnya yang sebaiknya
mendapatkan bimbingan dan ajaran yang sesuai dengan nilai-nilai pendidikan.
Pendidikan seorang anak utamanya haruslah berpusat pada pendidikan agama yakni
nilai-nilai yang disandarkan pada tuntunan agama Islam, terlebih menghadapi era 4.0
globalisasi yang ditandai dengan bergesernya tata nilai dan perilaku dalam
menjalankan kehidupan. Anak harus dipersiapkan untuk mampu menghindari nilai
yang dapat merusak moral dan mentalnya agar dapat tangguh dan percaya diri dalam
kehidupan bersosial. Berikut akan dipaparkan hadis-hadis tentang pendidikan anak.

1. Hadis Tentang Pendidikan Anak yang Berkaitan dengan Fitrah

َ‫ﺣَدﱠﺛَﻧَﺎ زَھِﯾْر ﺑن ﺣَرْب ﺣَدﱠﺛَﻧَﺎ ﺟَرِﯾْرِ ﻋَنْ اﻻَٔﻋَﻣَشِ ﻋَنْ أَﺑِﻰ ھُرَﯾْ َرة‬
ْ‫ ﻣَﺎ ﻣِن‬: َ‫ ﻗَﺎلَ رَﺳُوْلُ اﷲ ﺻَﻠﻰﱠ ﷲُ ﻋَﻠَﯾْﮫِ وَﺳَﻠﱠم‬: َ‫رَﺿِﻲَ ﷲُ ﻋَﻧْﮫُ ﻗَﺎل‬
ِ.‫ﻣَوْ ﻟُوْدٍ اِﻻﱠ ﯾَﻠِدُ ﻋَﻠَﻰ اﻟْﻔِطْرَةِ ﻓَﺎَٔ أَنْ ﯾُﮭَوﱢدَاﻧِﮫِ أَوْ ﯾُﻧَﺻﱢرَاﻧِﮫِ أَوْ ﯾُﻣَﺟﱢﺳَﺎﻧِﮫ‬
(‫)رواه اﻟﺑﺧﺎري‬
Menceritakan kepada kami Zuhair ibn Harb, menceritakan kepada kami Jarir,
dari A’masy dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw
bersabda: “Tidak seorangpun bayi (anak kecil) yang dilahirkan kecuali dalam
keadaan fitrah, maka kedua ibu bapaknya yang membuatnya Yahudi, atau
Nasrani, atau Majusi. (HR. Bukhari).8

Pada hadis di atas terlihat bahwa setiap anak yang dilahirkan akan mengalami
proses Yahudisasi serta proses-proses lainnya yang disebutkan, padahal pada

8
Al-Bukhori, Shahih al-Bukhori, kitab al-Jana’iz, bab Ma Qila fi Aulad al-Musyrikin, No.
Hadis: 1296.

6
kenyataannya sebagian anak tersebut tetap berada dalam lingkup Islam tanpa
mengalami proses apapun. Kekufuran disitu bukanlah zat dan tabiat dari anak yang
dilahirkan, bahkan yang demikian disebabkan oleh unsur dari luar. Apabila seseorang
selamat dari sebab tersebut, maka ia akan tetap berada dalam kebenaran.
Lafaz ِ‫( ﯾَﻠِدُ ﻋَﻠَﻰ اﻟْﻔِطْرَة‬dilahirkan dalam keadaan fitrah) secara zhahir lafaz ini
berlaku umum bagi setiap anak yang dilahirkan. Namun menurut Ibnu Abdul Barr,
lafaz tersebut tidak berlaku umum yang dimaksud setiap anak terlahir di atas fitrah
sementara kedua orang tuanya memeluk agama selain Islam, maka keduanya akan
memindahkan anak itu kepada agama yang mereka anut. Menurut pendapat yang
paling masyhur, bahwa makna fitrah adalah Islam.
Imam Ibnu hajar al- ‘Asqalani dan Imam An-Nawawi ketika mengomentari
hadis tersebut dalam bukunya Fath al- Bari Syarh Shahih al-Bukhari dan Minhaj
Syarah Shahih Muslim mengaitkan keterangan mengenai fitrah dalam hadis di atas
dengan fitrah yang disebutkan dalam surah Ar-Rum ayat 30. Demikian pula diperoleh
informasi dan interpretasi yang sama dalam buku-buku syarah hadis lainnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa mereka sependapat dengan pendapat di atas. Ibnu al-Qayyim
al-Jauziy juga mengatakan bahwa bukanlah dimaksudkan “lahir dalam keadaan
fitrah” yakni lahir dalam keadaan mengetahui iman, sebab Allah sendiri berfirman,
bahwa manusia lahir dari perut ibunya dalam keadaan tidak tahu apa-apa, termasuk
tidak tahu masalah iman.9
Fitrah sebagai potensi dan sifat dasar ini dapat dikembangkan oleh manusia
sendiri berdasarkan petunjuk dan bimbingan dari Nabi Muhammad Saw yang diutus
oleh Allah Swt. Yang mengantarkannya sehingga menjadi orang yang beriman. Oleh
karena itu, fitrah anak sebagai generasi masa depan ini perlu diperhatikan, dipelihara
dan dikembangkan, terutama oleh kedua orang tua selaku pembina dan penanggung
jawab dalam membina sebuah tatanan keluarga. Kedua orang tua sangat berperan,
berpengaruh, bahkan menentukan arah ke depan bagi generasi muda. Orang tua yang
dimaksudkan disini, tidak terbatas pada orang tua di rumah saja, yaitu ayah dan ibu,
termasuk juga orang tua di sekolah dan kampus, yaitu bapak dan ibu guru serta dosen,
9
Al Asqalani, (2004), Fathul Baari Jilid 7, Jakarta: Pustaka Azzam, hal. 126.

7
dan orang tua di masyarakat, seperti tokoh-tokoh masyarakat, agamawan, pejabat,
dan lain-lain.
Dari Hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap anak yang terlahir di dunia
ini dalam keadaan fitrah (dalam keadaan Islam), sedangkan yang menjadikan anak itu
menjadi seorang Yahudi, Nasrani dan Majusi itu semua karena peranan dari kedua
orang tua yang telah mendidiknya.
Maka dari itu orangtua sudah selayaknya memberikan keteladanan yang baik
untuk bisa dilihat dan kemudian ditiru oleh anak-anaknya. Keluarga merupakan
pendidikan yang bersifat informal, yaitu yang tidak mempunyai program yang jelas
dan resmi, selain itu keluarga juga merupakan lembagayang bersifat kodrati, karena
terdapatnya hubungan darah antara pendidik dan anak didiknya.10 Menurut Zuhairini,
pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama, tempat anak pertama
kalinya menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tua atau anggota keluarga
lainnya. Di dalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak
didik pada usia yang masih muda, karena pada usia ini anak lebih peka terhadap
pengaruh dari pendidikan (orang tua dan anggota lain).11
Orang tua diharuskan memperhatikan betul bagaimana sikap dan
kencendrungan seorang anak, agar kemudian mampu mengkondisikan perkembangan
anak tersebut secara maksimal, karena pada dasarnya seorang anak dilahirkan
memiliki bakat, minat, dan kemampuan yang berbeda-beda. Dengan mengetahui
karakteristik pada diri masing-masing anak, kemudian orangtua mampu menerapkan
metode seperti apa yang cocok dalam pengajaran terhadap anak. Pendidikan terhadap
anak juga sebagai salah satu bentuk kasih sayang sikap konsisten dari orangtua
terhadap tumbuh kembang seorang anak. Lebih lanjut lagi dalam pembahasan kali ini
juga menjelaskan tentang pendapat Hibana S. Rahman terhadap peran orangtua
terhadap pendidikan anak, yakni sebagai berikut:
a. Orangtua adalah guru pertama dan utama bagi anak

10
Suwarno, (1992), Pengantar Umum Pendidikan Jakarta: Rineka Cipta, hal. 66.
11
Zuhairini, dkk, (1981), Metodik Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: Usaha Nasional, hal.
38.

8
Melalui orangtua, anak belajar kehidupan dan mengembangkan seluruh
aspek kepribadiannya. Pada masa kanak-kanak awal, orangtua memiliki
otoritas penuh untuk memberikan stimuli dan layanan aying e n bagi
anaknya tanpa diganggu pihak-pihak lain. Di sinilah anak berada pada
otoritas orangtuanya secara penuh, sehingga apapun yang diterima anak
selanjutnya diterapkan dalam konteks kehidupan yang lebih luas.
b. Orangtua adalah sumber kehidupan bagi anak
Anak dapat hidup karena pemeliharaan dan dukungan orangtua. Orangtua
yang tidak memberikan kehidupan bagi anak, maka akan sulit bagi anak
untuk bertahan hidup. Sebelum anak sampai kepada tingkat kemandirian,
maka orangtualah yang bertanggung jawab terhadap kehidupan anak.
c. Orangtua merupakan sumber kebahagiaan bagi anak
Idealnya anak merasakan puncak kebahagiaan ketika berada dipangkuan
orangtuanya. Tidak ada kebahagiaan lain yang melebihi kebahagiaan anak
yang mendapatkan kasih sayang penuh dari orangtuanya. Anak adalah
fithrah, suci. Oleh karena itu, anak berhak untuk mendapatkan kasih
sayang yang suci dan tulus dari orangtuanya.12

2. Hadis Tentang Pendidikan Anak yang Berkaitan dengan Tauhid

ِ‫ﺣَدﱠﺛﱠﻧَﺎ ﻣُﺳَدﱠدٌ ﺛَﻧَﺎ ﯾَﺣْﻲَ ﻋَنْ ﺳُﻔْﯾَﺎنَ ﻗَﺎلَ ﺣَدﱠﺛﱠﻧِﻲ ﻋَﺎ ﺻِمِ ﺑْنِ ﻋُﺑَﯾْدِ ﷲ‬
‫ رَأَﯾْتُ رَﺳُوْلُ ﷲِ ﺻَﻠﱠﻰ‬: َ‫ﻋَنْ ﻋُﺑَﯾْدِ ﷲِ ﺑْنِ أَﺑِﻲ رَاﻓِﻊٍ ﻋَنْ أَﺑِﯾْﮫِ ﻗَﺎل‬
ُ‫ﷲُ ﻋَﻠَﯾْﮫِ وَﺳَ ﱠﻠمَ أَذﱠنَ ﻓِﻲْ أُذُنِ ﻟْﺣَﺳَنِ ﺑْنِ ﻋَﻠِﻲ ﺣِﯾْنَ وَﻟَدَﺗْﮫُ ﻓَﺎطِﻣَﺔ‬
(‫ )رواه أﺑو داود‬.ِ‫ﺑِﺎﻟﺻﱠﻼَة‬
Musaddad menceritakan kepada kami, Yahya menceritakan kepadanya dari
Sufyan dari Ashim bin Ubaidillah, dari Ubaidllah bin Abi Rafi; bersumber dari

12
Hibana S. Rahman, (2005), Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Cerdas
Pustaka, ha1. 45-146.

9
ayahnya katanya: Saya melihat Rasulullah Saw. mengumandangkan adzan
ditelinga al-Hasan bin ali ketika Fatimah melahirkannya. (HR. Abu Daud).13

Pembicaraan mengenai pendidikan tauhid disini secara umum sudah tidak asing
lagi bagi setiap orang yang mengaku muslim. Kata ini merupakan bentuk masdar dari

kata kerja ‫ﺗَوْﺣِﯾْدًا‬-ُ‫ﯾُوَﺣِد‬-َ‫وَﺣﱢد‬ yang secara harfiah bermakna “menyatukan atau


mengesakan”. Apabila kata ini disandarkan kepada Allah Swt maka bermakna
“mengesakan atau menganggap-Nya satu” (tidak menyekutukan Allah Swt dengan
sesuatu apa pun). Kata benda kerja (verbal noun) aktif (yakni memerlukan pelengkap
penderita atau obyek), sebuah kata derivasi atau tasrif dari kata wāhid yang artinya
satu atau esa. Oleh karena itu, makna harfiah tauhid ialah menyatukan atau
mengesakan.14
Pada hadis di atas menjelaskan tentang mengadzani bayi yang baru saja lahir.
Syaikh Ibnul Qayyim Al-Jauzi memberikan komentar bahwa rahasia yang tersimpan
di balik dikumandangkan adzan pada telinga bayi yang baru lahir, pada hakikatnya
hanya Allah sendiri yang maha tahu. Tapi secara analisis bahwa kalimat yang
pertama didengar sang bayi yang baru saja lahir adalah ungkapan pernyataan yang
mengandung makna pengagungan terhadap Allah, serta memuji atas kebesaran-Nya.
Ungkapan tersebut diikuti dengan kalimat syahadat, sebagai kalimah yang pertama
kali diucapkan ketika seseorang memeluk agama Islam kedudukan adzan merupakan
talkin (pelajaran) buat sang bayi tentang perihal syair Islam sewaktu dia mulia
memasuki alam dunia yang serba fana. Dia pun diajari pula untuk membaca kalimah
tauhid sewaktu akan meninggalkan alam dunia ini.15
Di dalam adzan juga terkandung makna lain, yakni ajakan untuk mengenal
Allah, mengenal agama, serta ajakan untuk beribadah kepada-Nya. Dan selayaknya
ajakan itu lebih dahulu diperdengarkan kepada sang bayi sebelum dia mendengar

13
Abū Dāud Sulaimān ibn al-Sajistānī al-Azdī, Sunan Abī Dāud, Juz II, Beirut: Dār al-fikr, hal.
479.
14
Hasbi Siddik, dkk, (2020), Pendidikan Anak dalam Perspektif Hadis, Al-Riwayah: Jurnal
Kependidikan, Vol. 12 No. 2, hal. 235.
15
Ahmad Riyadh Maulidi, (2021), Hadis Pendidikan Anak: Potensi Dasar Anak Sebagai Modal
Pengembangan Diri, Ngaji: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1 No. 1, hal. 47.

10
ajakan dan bisikan setan yang selalu menyesatkan manusia. Allah menciptakan
manusia menurut fitrah, sehingga fitrah itu lebih dahulu sampai kepada sang bayi
daripada ajakan syetan yang selalu membujuk manusia agar meniti jalan kesesatan.
Inilah yang merupakan menanamkan pendidikan tauhid kepada anak.16
Pendidikan tauhid termasuk salah satu prinsip yang harus mendapat perhatian
penuh oleh pendidik terutama orang tua, sebab pendidikan tauhid merupakan pokok
ajaran yang sangat esensial dan penting dalam rangka menumbuhkan keimanan
terhadap Allah. pendidikan tauhid berarti menyangkal kekuatan spritual yang bersifat
naluri yang ada pada anak melalui bimbingan agama serta membekali anak dengan
pengetahuan agama dan kebudayaan Islam sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah Saw. Hal ini dimaksudkan agar
kalimat tauhid merupakan kalimat yang pertama sekali didengar, diucapkan oleh
lidah anak, dan merupakan kata-kata yang pertama kali dipahami. Karena itu
disyaratkan adzan dan iqamah di telinga bayi yang baru lahir, merupakan dasar dalam
mengingatkan anak pada tendensi keimanan dan tauhid. Oleh karena itu, ‘Umar ibn
‘Abd al-‘Azīz senantiasa melakukan ritual adzan di telinga kanan dan iqamat di
telinga kiri ketika ada anak yang baru dilahirkan.17
Wahbah al-Zuhaili dalam bukunya “al-Fiqh al-Islami…” mengatakan bahwa
meskipun hadis terkait dengan azan pada bayi yang baru dilahirkan itu lemah, namun
hal itu tetap penting dilakukan agar kalimat-kalimat ṭayyibah/baik yang pertama kali
didengar anak ketika lahir ke dunia ini, sebagaimana kalimat itu pula yang
perdengarkan dan dibimbingkan kepada orang yang menghadapi sakrat al-maut. Hal
tersebut terungkap dalam sabda Nabi Muhammad Saw:

َ‫ ﻗَﺎلَ رَﺳُوْلُ ﷲِ ﺻَﻠﱠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﯾْﮫِ وَﺳَﻠﱠمَ ﻟَﻘﱠﻧُوْا ﻣَوْ ﺗَﺎ ﻛُمْ ﻻ‬:َ‫ﻋَنْ أَﺑِﻲ ھُرَﯾْرَةَ ﻗَﺎل‬
.‫اِﻟَﮫَ اِﻻﱠ ﷲ‬

16
Hamdani dan Nasrullah, (2019), Nilai-Nilai Pedagogis dalam Hadits Nabi Tentang Adzan di
Telinga Bayi, Jurnal Pendidikan: Universitas Garut, hal. 13.
17
Hasbi, Pendidikan, hal. 235-236.

11
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw. bersabda “Bimbinglah orang yang
sedang menghadapi kematian dengan lā ilāha illa Allah.18
Dari beberapa pernyataan diatas, Hadis tentang pendidikan anak yang berkaitan
tentang Tauhid, menjelaskan bahwa seorang bayi sudah memiliki potensi untuk
mengenal Tuhan-nya. Adzan diibaratkan sebagai tetesan air jernih yang berkilau
masuk ke dalam telinga sang bayi. Kalimat adzan inilah yang akan mampu mencegah
nafsunya dari kecenderungan melakukan kemusyrikan dan perbuatan buruk lainnya.

3. Hadis tentang Pendidikan Anak yang Berkaitan dengan Ibadah

ْ‫ﺣَدﱠﺛَﻧَﺎ ﻣُﺣَﻣﱠدٌ ﺑْنُ ﻋِﯾْﺳَﻰ ﯾَﻌْﻧِﻰ اِﺑْنُ اﻟطﱠﺑَﺎعِ ﺣَدﱠﺛَﻧَﺎ اِﺑْرَاھِﯾْمُ ﺑْنُ ﺳَﻌْدٍ ﻋَن‬
ُ‫ ﻗَﺎلَ رَﺳُوْل‬: َ‫ ﻋَنْ ﺟَدﱠهِ ﻗَﺎل‬,ِ‫ﻋَﺑْدِ اﻟْﻣَﻠِكِ ﺑْنِ اﻟرﱠﺑِﯾْﻊِ ﺑْنِ ﺳَﺑْرِةَ ﻋَنْ أَﺑِﯾْﮫ‬
َ‫ ﻣُرُوْا اﻟﺻﱠﺑِﻰﱠ ﺑِﺎﻟﺻﱠﻼَةِ اِذَا ﺑَﻠَﻎَ ﺳَﺑْﻊَ ﺳِﻧِﯾْن‬: َ‫ﷲِ ﺻَلﱠ ﷲُ ﻋَﻠَﯾْﮫِ وَﺳَﻠﱠم‬
.‫وَ اِذَا ﺑَﻠَﻎَ ﻋَﺷْرَ ﺳِﻧِﯾْنَ ﻓَﺎﺿْرِﺑُوْهُ ﻋَﻠَﯾْﮭَﺎ‬
Muhammad bin Isa yakni ibn al-Thabi’ mencertiakan kepada kami, Ibrahim bin
Sa’ad menceritakan kepada kami dari ‘Abd. Al-Malik bin Rabi’ bin Sabrah dari
bapaknya (Rabi’) dari kekeknya (Sabrah) berkata, bahwa Rasulllah Saw
bersabda: Perintahkanlah anak-anak kalian mengerjakan shalat apabila telah
berumur tujuh tahun dan pukullah mereka bila berusia sepuluh tahun jika
mereka meninggalkannya (HR. At-Tirmidzi).19

Hadis di atas menjelaskan bahwasanya Rasulullah Saw. telah memerintahkan


kepada para orang tua untuk mengajarkan dan memerintahkan anak-anak untuk
melaksanakan shalat. Orang tua dalam mengajarkan cara-cara shalat terhadap anak,
tentunya diajarkan sesuai dengan perkembangan kognitif anak.20
Pendidikan dalam hadis tersebut berkaitan dengan tingkat usia anak. Berbeda
dengan bimbingan yang diberikan pada tingkat usia sebelumnya, maka di usia 7-14
tahun bimbingan dititikberatkan pada pembentukan disiplin. Anak-anak itu harus

18
Hasbi, Pendidikan, hal. 237.
19
Abu Isa Muhammad bin Isa ibn Saurah at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Juz IV, Kitab al-
Azhari, Bab 17, Beirut: Dar al Fikr, hal. 372.
20
Andi Safar Danial, (2018), Peran Dan Tanggung Jawab Orang Tua Tentang Pendidikan Anak
Dalam Perspektif Hadis, Skripsi: UIN Alauddin Makassar, hal. 48.

12
dilatih melakukan pekerjaan pekerjaan yang tepat waktu dan berulang-ulang. Dan
langkah awal yang dinilai efektif dalam pembentukan disiplin seperti itu adalah pada
pendidikan ibadah yaitu shalat.21
Pendidikan ibadah termasuk salah satu dari beberapa prinsip pendidikan yang
harus mendapat perhatian penuh dari pendidik sebab pendidikan ibadah khususnya
shalat merupakan pokok ajaran yang sangat esensial dan penting, dalam rangka
menjadikan anak beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., maka orang tua atau
pendidik perlu mengarahkan dan menuntun anak dalam melaksanakan ibadah
khususnya shalat, sebagaimana yang telah digariskan dalam ajaran Islam.
Pembinaan orang tua terhadap anak mengenai ibadah (shalat) termasuk dalam
kategori tanggungjawab pendidikan iman orang tua terhadap anak. Ulama dalam
penjelasannya mengatakan bahwa tanggungjawab pendidikan iman dari orang tua
kepada anaknya meliputi, perintah mengawali mendidik anak dengan kalimat tauhid
‫ ﻻاﻟﮫ اﻻ ﷲ‬setelah itu orang tua memperkenalkan halal dan haram sebagaimana yang
pertama dipahami, dalam arti untuk tahap pengenalan pertama dalam bentuk
pemahaman yang sederhana agar mudah dimengerti oleh anak selanjutnya orang tua
mendidik anak mengerjakan shalat sejak mereka berumur tujuh tahun.22
Menurut logika, anak yang telah diperintahkan dan dididik untuk mengerjakan
shalat sejak umur tujuh tahun wajar saja bila pada usia sepuluh tahun jika
meninggalkan atau tidak mengerjakan shalat mendapat sanksi atau hukuman. Hal ini
dikarenakan sebelum usia sepuluh tahun, anak memang telah diperintahkan dan
dididik untuk mengerjakan shalat. Tiga tahun sebelum umur sepuluh tahun,
merupakan proses atau tahap pembiasaan dan pendidikan anak untuk melaksanakan
kewajiban shalat, baik itu diberikan oleh orang tua maupun pendidik yang
bertanggungjawab terhadap anak tersebut. selama tiga tahun melalui proses
pembiasaan dan suri tauladan dari orang tua dan pendidik, anak sudah harus
menyadari bahwa shalat itu adalah suatu kewajiban, meskipun harus disadari oleh

21
Jalaluddin, Psikologi Agama, hal. 302.
22
Hasbi Siddik, Pendidikan Anak, hal. 237.

13
pendidik bahwa sanksi yang diberikan kepada anak yang meninggalkan shalat
haruslah ada tata caranya yaitu sanksi yang mendidik.23
Pendidikan anak yang berkaitan dengan ibadah dapat dimaknai bahwa didalam
mendidik anak, kita harus melalui tahapan-tahapan dari yang sederhana hingga yang
kompleks. Barangkali sebelum usia tujuh tahun itu, anak diajak shalat terlebih dahulu
tanpa dituntut mampu melafalkan bacaan niat dan seterusnya. Di usia tujuh tahun
mereka mulai diajak menghafal bacaan-bacaan shalat, baik dilakukan secara
individual atau bersama-sama.24
Dari beberapa pernyataan diatas, hadis tentang pendidikan anak yang berkaitan
tentang ibadah menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. telah memerintahkan kepada para
orang tua untuk mengajarkan dan memerintahkan anak-anak untuk melaksanakan
shalat sehingga anak sudah dapat menyadari bahwa shalat itu adalah suatu kewajiban,
dan shalat merupakan tiang agama. Hal ini sesuai dengan terungkap dalam sabda
Nabi Muhammad Saw berikut ini:

: َ‫ ﻗَﺎلَ رَﺳُوْلُ ﷲِ ﺻَﻠَﻰ ﷲُ ﻋَﻠﯾْﮫِ وَﺳَﻠﱠم‬: ‫ﻋَنْ ﻋُﻣَرَ رَﺿِﻲ ﷲُ ﻋَﻧْﮫُ ﻗَﺎل‬
ِ‫اﻟﺻﱠﻼَ ةُ ﻋَﻣُوْدُ اﻟدﱢ ﯾْن‬
Dari ‘Umar r.a ia berkata, bahawa Rasulullah Saw bersabda: Shalat adalah tiang
agama. (H.R. Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliya’, Jami’ush-shaghir).25
Hadis tersebut menjelaskan tentang perintah shalat yang merupakan tiang
agama, dan barangsiapa mengerjakan shalat berarti ia telah menegakkan agama.
Sementara barangsiapa meninggalkan shalat berarti ia telah merobohkan agama.
Dengan demikian, seorang anak haruslah dituntut untuk tidak meninggalkan shalat,
karena anak yang saleh mengetahui bahwa shalat merupakan tiang agama dan
kewajiban yang harus dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan.

4. Hadis tentang Pendidikan Anak yang Berkaitan dengan Akhlak


23
Hasbi Siddik, Pendidikan Anak, hal. 238.
24
Muslimin Hosaini, (2019), Konsep Pendidikan Anak Menurut Al-Qur’an Dan Hadits,
Edupedia: Jurnal Alquran Hadits, Vol. No.1, hal. 70.
25
Syaikh Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi Rah.a, (2007), Muntakhab Hadits,
Yogyakarta: Ash-Shaff, hal. 132.

14
ُ‫ﺣَدﱠﺛَﻧَﺎ ﻧَﺻْرُ ﺑْنُ ﻋَﻠِﻲﱟ اﻟْﺟَﮭْﺿَﻣِﻲﱡ ﺣَدﱠﺛَﻧَﺎ ﻋَﺎﻣِرُ ﺑْنُ أَﺑِﻲ ﻋَﺎﻣِرٍ اﻟْﺧَزﱠاز‬
ُ‫ﺣَدﱠﺛَﻧَﺎ أَﯾﱡوبُ ﺑْنُ ﻣُوﺳَﻰ ﻋَنْ أَﺑِﯾْﮫِ ﻋَنْ ﺟَدﱢهِ أَنﱠ رَﺳُوْلُ ﷲِ ﺻَﻠﱠﻰ ﷲ‬
.ٍ‫ ﻣَﺎ ﻧَﺟَلَ وَاﻟِدٌ وَﻟَدًا ﻣِنْ ﻧَﺟْلِ أَﻓْﺿَلَ ﻣِنْ أَدَبٍ ﺣَﺳَن‬: َ‫ﻋَﻠَﯾْﮫِ وَﺳَﻠﱠمَ ﻗَﺎل‬
Nasir bin Ali al-Jahdhaniy mencertiakan kepada kami, yang bersumber dari
‘Amin bin ‘Ali bin Abi ‘Amr al-Khazzaz, yang bersumber dari Ayyub bin
Musa dari Bapaknya dari kakeknya sesungguhnya Rasulullah bersabda “Tidak
ada suatu pemberian yang diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya yang
lebih utama dari pada pemberian budi pekerti yang baik. (HR. Tirmidzi)26

Hadis diatas menjelaskan tentang pendidikan akhlak yang berkaitan dengan


pendidikan agama tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam
pengertian islam adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan agama, yang
baik menurut akhlak adalah apa yang baik menurut ajaran agama, dan yang buruk
menurut akhlak adalah apa yang dianggap buruk oleh ajaran agama. Hampir sepakat
para Filosof pendidikan Islam bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam,
sebab tujuan tetinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak.27
Kaitannya dengan pendidikan akhlak terhadap anak, Rasulullah Saw
memberikan nasehat dan petunjuk kepada para pendidik dengan sabdanya.
Berdasarkan hadis paedagogis di atas dapat dikatakan bahwa para pendidik, terutama
orang tua, mempunyai tanggungjawab sangat besar dalam mendidik anak-anak
dengan kebaikan dan dasar-dasar moral. Orang tua dan pendidik hendaknya
memberikan contoh tauladan yang baik tentang akhlak ini terhadap anaknya, baik
melalui perkataan maupun perbuatannya. Hal ini sangat wajar dilakukan oleh orang
tua maupun pendidik, sebab orang tua dan pendidik yang memilih intergritas
kepribadian yang baik dapat meyakinkan anak-anaknya untuk memegang akhlak
yang diajarkan.
Pendidikan akhlak disini juga biasa dikenal dengan menerapkan metode
memberikan keteladanan. Metode dengan memberikan contoh perilaku secara

26
at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, hal. 298.
27
Hasan Langgulung, (1989), Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan
Pendidikan, Jakarta: Pustaka al-Husna, hal. 373.

15
langsung agar dapat senantiasa diamati oleh anak dalam berkehidupan sehari-hari.
Umumnya metode pendidikan keteladanan berlangsung begitu natural sebagaimana
menjalani kehidupan seperti biasanya, kemudian anak akan mencontoh dan meniru
perilaku tersebut sebagai bagian dari kebiasaaan. Pendidikan keteladanan juga
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw dalam menyampaikan
dakwahnya, orang-orang begitu terkesan akan kebiasaan dan perilaku rasulullah
dalam kesehariannya yang mencerminkan atas apa yang di katakannya.
Apabila seorang anak berada dalam lingkungan yang baik, maka ia akan
mendapatkan keteladan yang baik pula, sebagai pengamat dan peniru di masa
emasnya seorang anak akan melakukan apa saja yang menjadi keseharian perilaku
dalam keluarga dan lingkungan tersebut. Diluar dari pendidikan dan pengalaman
yang didapatkannya dari luar, maka sebaik nya adalah pengaruh positif yang ia dapat
dari orangutan dan lingkungannya.

5. Hadis tentang Pendidikan Anak yang Berkaitan dengan Adab

ْ‫ﺣَدﱠﺛَﻧَﺎ ﻣُﺣَﻣﱠدُ ﺑْنُ ﺳُﻠَﯾْﻣَﺎنُ ﺑْنُ ﺑِﻼَل ﻋَنْ اَﺑِﻲْ وَﺟْزَة ﻋَنْ ﻋُﻣَرَ ﺑْنُ اَﺑِﻲ‬
َ‫ ﻗَﺎلَ اﻟﻧﱠﺑِﻲ ﺻَﻠﱠﻰ ﷲِ وَﺳَﻠﱠمَ اَدْنِ ﺑَﻧِﻲ ﻓَﺳْمُ ﷲ وﻛُل ﯾَﻣِﯾْﻧِك‬: َ‫ﺳُﻠَﻣَﺔ ﻗَﺎل‬
(‫ )رواه أﺑوداد‬.َ‫وَﻛُل ﻣِﻣﱠﺎ ﯾَﻠِﯾْك‬
Muhammad ibn Sulaiman Luain dari Sulaiman ibn Bilal dari Abi Wajzah dari
Umar ibn Abi Salamah, menceritakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
Mendekatkan padaku hai anakku, bacalah bismillah, makanlah dengan tangan
kananmu dan makanlah yang dekat denganmu.” (H.R Abu Daud).

Hadis di atas berkaitan dengan adab ketika makan. Kebiasaan yang pada
dasarnya amat ringan, termasuk kebiasaan yang sering dilakukan oleh seorang anak
yang sering terlalaikan yakni berdoa sebelum makan. Padahal sesungguhnya lebih
ringan daripada sekedar mengangkat sesuap nasi ke mulut dan tidak lebih berat dari
menahan rasa lapar.
Seperti yang telah dikemukakan pada hadis nabi tersebut di atas, syariat Islam
dalam ajarannya mengucapkan Bismillah sebelum makan dan minum serta

16
mengakhirinya dengan memuji Allah Swt. Imam Ahmad mengatakan, “Bahwa jika
dalam satu makanan terkumpul empat hal, maka makanan tersebut adalah makanan
yang sempurna. Empat hal tersebut adalah menyebut nama Allah Swt saat mulai
makan, memuji Allah Swt diakhir makan, banyaknya orang yang turut makan dan
berasal dari sumber yang halal.
Hadis tentang pendidikan anak yang berkaitan dengan adab makan tersebut
menyebut nama Allah Swt sebelum makan berfungsi mencegah setan untuk ikut
berpartisipasi menikmati makan yang dihidangkan. Apabila seseorang selesai makan
dan minum lalu memuji nama Allah Swt, nampaknya amalan ini sepele, padahal
dapat menjadi sebab seseorang mendapatkan ridha Allah Swt.28
Pada kesempatan lain, seperti yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Jubair
dia mendengar cerita dari seorang yang melayani Rasulullah Saw. selama delapan
belas tahun. Orang tersebut mengatakan, ia mendengar Rasulullah Saw.
mengucapkan Bismillah apabila makanan disuguhkan kepada beliau. Apabila selesai
makan nabi berdo’a: Allahumma Ath’amta wa asqaita wa aqnaita wa ahyaita
falillahil hamdu ala ma A’thaita. Yang artinya, “Ya Allah engkaulah yang memberi
makan, memberi minum, memberi berbgai barang kebutuhan, memberi petunjuk dan
menghidupkan, maka hanya untuk-Mu segala puji atas segala yang Kau beri.”29
Dari beberapa penyataan diatas, dapat diketahui bahwa pendidikan anak ketika
makan harus dijadikan kebiasaan khususnya pada orang tua yang menanmkan hal ini
pada anak sejak kecil. Kemudian, setelah memulai makan dan minum dengan
membaca Bismillah, dianjurkan makan dan minum dengan tangan kanan. Makan dan
minum dengan tangan kanan pada dasarnya adalah wajib. Dengan demikian,
seseorang yang makan dan minum dengan tangan kiri adalah berdosa karena telah
melanggar perintah Allah Swt yang telah disampaikan melalui Rasulullah Saw. serta
merupakan bentuk perbuatan tasyabuh (meniru) perilaku setan dan orang-orang kafir.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

28
Sohrah, (2016), Etika Makan dan Minum dalam Pandangan Syariah, Al-Daulah: Jurnal
Pendidikan, Vol. 5 No. 1, hal. 33.
29
Sohrah, Etika Makan hal. 34.

17
‫ اِذَا‬: َ‫ﻋَنْ اﻟ ﱡزھْرِيﱢ ﻋَنْ ﺳَﺎﻟِمٍ ﻋَنْ أَﺑِﯾْﮫِ أَنﱠ رَﺳُوْلُ اﷲِ ﺻّﻠﱠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﯾْﮫِ وَﺳَ ﱠﻠمَ ﻗَﺎل‬
ُ‫ﺷﯾْطَﺎنَ ﯾَﺎْٔ ﻛُلُ ﺑِﺷِﻣَﺎ ﻟِﮫِ وَ ﯾَﺷْرَب‬
‫أَﻛَلَ أَﺣَدُ ﻛُمْ ﻓَﻠْﯾَﺎْٔ ﻛُلْ ﺑِﯾَﻣِﯾْﻧِﮫِ وَ ﻟْﯾَﺷْرَبْ ﺑِﯾَﻣِﯾْﻧِﮫِ ﻓَﺎِنﱠ اﻟ ﱠ‬
.ِ‫ﺑِﺷِﻣَﺎﻟِﮫ‬

Dari Az Zuhri dari Salim dari bapaknya bahwa Rasulullah Saw bersabda: Jika
salah satu dari kalian makan, maka hendaklah makan dengan tangan kanan dan
apabila dia minum, minumlah dengan tangan kanan. Karena setan apabila dia
makan, makan dengan tangan kiri dan apabila minum, minum dengan tangan
kiri. (HR. Imam Muslim)
Hadis di atas juga menunjukkan bahwasanya pendidikan anak mengenai adab
kendati pun dalam hal makan yang menunjukkan adanya anjuran mengajari adab
makan dengan tangan kanan begitu juga dengan minum. Disini peran orang tua
mendidik anak untuk menerapkan pendidikan adab, khusunya pada saat makan.
Ibnu Sina dalam bukunya al-Siyasah sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Abd.
Ali telah membentangkan pendapat yang berharga dalam pendidikan dan pengajaran
anak. Beliau menasehatkan supaya pendidikan anak dimulai dengan pelajaran al-
Qur’an, yaitu setelah anak siap secara fisik dan mental untuk belajar. Pada waktu
yang sama ia belajar a, b, c, membaca, menulis dan mempelajari dasar-dasar agama,
setelah itu, belajar syair-syair dan dimulai dengan yang singkat-singkat, karena
menghafal syair-syair pendek itu lebih gampang dan mudah.
Kemudian dipilih syair-syair terbaik perihal kesopanan yang tinggi, pujian
terhadap ilmu, celaan terhadap kejahilan, juga dianjurkan untuk menghafal syair-syair
yang mendorong berbuat baik kepada ibu-bapak, melakukan amal saleh, memuliakan
tamu, dan lain-lain kejahilan. Bila si anak telah selesai menghafal Alquran dan
mengerti tata bahasa Arab, barulah dilihat diarahkan, dan diberikan petunjuk kepada
ilmu yang sesuai dengan bakat dan kesediaannya. Ibnu Miskawaih mengatakan
bahwa orang yang telah sepakat untuk mendidik anak mereka berdasarkan adab dan
menjadikan anak terbiasa dengannya, kemudian sesudah itu ia memperhatikan buku-
buku yang berkaitan dengan akhlak hingga anak berkata jujur.30

30
Hasbi Siddik, Pendidikan Anak, hal. 238-239.

18
Hadis-hadis tentang pendidikan anak yang sudah dipaparkan diatas dapat
dijadikan pegangan dalam mendidik anak, khsusnya dalam menanamkan prinsip-
prinsip pendidikan terhadap anak. Pendidikan yang dianjurkan oleh Rasulullah saw.
dalam hadis-hadis tersebut dapat dijadikan pedoman dan diterapkan pada kondisi
sekarang ini, karena dari hadis-hadis itu menggambarkan bahwa mendidik anak itu
harus dengan cara bertahap. Selain itu orang tua dan para pendidik hendaklah
memperhatikan dan memberikan pendidikan kepada anak sejak dini, dengan pola
pendidikan yang terdapat dalam syariat agama dan hadis Rasulullan Saw, semoga
dengan memberikan pendidikan seperti itu, mereka akan tumbuh menjadi anak yang
beriman dan bertakwa yang memiliki wawasan keilmuan.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak merupakan manusia yang dalam pertumbuhan dan perkembangannya dan
merupakan amanah yang harus dijaga. Salah satu cara untuk menjaga amanah
tersebut, yaitu dengan jalan memberikan pendidikan. Sementara pendidikan anak
dapat dipahami sebagai proses pemberian bimbingan dan pendidikan oleh seorang
pendidik kepada anak didik demi terbentuknya kedewasaan emosional, mental, cara
berfikir, maupun kedewasaan fisik bagi generasi penerus, mulai dari anak keluar dari
fase bayi hingga menjelang pubertas.
Islam memandang anak sebagai manusia yang memiliki potensi yang harus
dikembangkan, maka dari itu, anak sebagai amanah harus dibimbing dan diarahkan
agar terbentuk pribadi yang diinginkan, sehingga tercapai tujuan pendidikan yang
selaras dengan tujuan hidup manusia. Karena begitu pentingnya pendidikan bagi anak,
maka pemahaman terhadap hadis tentang pendidikan anak perlu dikaji dan dimengerti
untuk selanjutnya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya ialah hadis
tentang pendidikan anak yang berkaitan dengan fitrah, tauhid, ibadah, akhlak dan
adab.
Hadis-hadis tersebut dapat dijadikan pegangan dalam mendidik anak, khsusnya
dalam menanamkan prinsip-prinsip pendidikan terhadap anak. Pendidikan yang
dianjurkan oleh Rasulullah saw. dalam hadis-hadis tersebut dapat dijadikan pedoman
dan diterapkan pada kondisi sekarang ini, karena dari hadis-hadis itu menggambarkan
bahwa mendidik anak itu harus dengan cara bertahap. Selain itu orang tua dan para
pendidik hendaklah memperhatikan dan memberikan pendidikan kepada anak sejak
dini, dengan pola pendidikan yang terdapat dalam syariat agama dan hadis Rasulullah
Saw, semoga dengan memberikan pendidikan anak sesuai dengan hadis yang telah
dipaparkan, akan tumbuh seorang anak yang beriman dan bertakwa yang memiliki
wawasan keilmuan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 2005. Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta.

Al-Bukhori, Shahih al-Bukhori, kitab al-Jana’iz, Bab Ma Qila fi Aulad al-Musyrikin. No.
Hadis: 1296.

Al Asqalani. 2004. Fathul Baari Jilid 7. Jakarta: Pustaka Azzam.

al-Azdī, Abū Dāud Sulaimān ibn al-Sajistānī. Sunan Abī Dāud, Juz II. Beirut: Dār al-fikr.

Arief, A. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers.

Danial, Andi Safar. 2018. Peran Dan Tanggung Jawab Orang Tua Tentang Pendidikan Anak
Dalam Perspektif Hadis. Skripsi: UIN Alauddin Makassar.

Hamdani dan Nasrullah. 2019. Nilai-Nilai Pedagogis dalam Hadits Nabi Tentang Adzan di
Telinga Bayi. Jurnal Pendidikan: Universitas Garu.

Hosaini, Muslimin. 2019. Konsep Pendidikan Anak Menurut Al-Qur’an Dan Hadits.
Edupedia: Jurnal Alquran Hadits. Vol. No.1.

Langgulung, Hasan, 1989. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan
Pendidikan. Jakarta: Pustaka al-Husna.

Marimba, Ahmad D. 1987. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: al-Ma’arif.

Maulidi, Ahmad Riyadh. 2021. Hadis Pendidikan Anak: Potensi Dasar Anak Sebagai Modal
Pengembangan Diri. Ngaji: Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 1 No. 1.

Muhammad, Abu Isa bin Isa ibn Saurah at-Tirmidzi. Sunan at-Tirmidzi, Juz IV. Kitab al-
Azhari Bab 17. Beirut: Dar al Fikr.

Mustaqim, Abdul. 2008. Ilmu Ma’anil Hadis Paradigma Interkoneksi. Yogyakarta: IDEA
Press.

21
Nizar, Samsul dan Zainal Efendi Hasibuan. 2011. Hadis Tarbawi, Membangun Kerangka
Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah. Jakarta: Kalam Mulia.

Rahman, Hibana S. 2005. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Cerdas
Pustaka.

Rah.a, Syaikh Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi. 2007. Muntakhab Hadits.


Yogyakarta: Ash-Shaff.

Siddik, Hasbi dkk. 2020. Pendidikan Anak dalam Perspektif Hadis. Al-Riwayah: Jurnal
Kependidikan. Vol. 12 No. 2.

Sohrah. 2016. Etika Makan dan Minum dalam Pandangan Syariah. Al-Daulah: Jurnal
Pendidikan. Vol. 5 No. 1.

Suwaid, Muhammad. 2004. Mendidik Anak Bersama Nabi Terjemahan: Salafuddin Abu
Sayyid. Solo: Pustaka Arafa.

Suwarno. 1992. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Zuhairini. dkk. 1981.Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional.

22

Anda mungkin juga menyukai