Anda di halaman 1dari 13

STUDI FIQH KONTEMPORER

Analisis Bisnis Multi Level Marketing (MLM) Dalam Perspektif Hukum Islam
Ditinjau Dari Hukum Fiqih Muammalah

Pauli Anggraini1 Dr. Ali Imran Sinaga,M.Ag2

1Mahasiswi Magister Pendidikan Agama Islam, UIN Sumatera Utara

2 Dr. Ali Imran Sinaga,M.Ag, UIN Sumatera Utara

paulianggraini63@gmail.com

Abstrac

Multi-level marketing is a trick of marketing or buying and selling that uses consumers
to distribute a certain product using several levels that they make themselves. This marketing
strategy is very popular in this increasingly modern market world, even in some subjects the
Multi Level Marketing system is widely used as a side profession or a main profession which
of course has a high economic value. But departing from this, not all Multi Level Marketing
has rules that are in accordance with Islamic law. But also not all Multi Level Marketing
violates Islamic law. Basically the buying and selling system in Islam must have two mutually
beneficial sides between the seller and the buyer. However, there are also some Multi-level
marketing systems that do not have two important sides in muamalah or in other words tend
to be aggravating on the one hand. In this discussion, we will discuss the perspective of
Contemporary Fiqh in Multi Level Marketing.

Keywords : Multi Level Marketing, Muamalah, Islamic law

Abstrak

Multi level marketing merupakan suatu trik dalam bidang pemasaran atau jual beli yang
memanfaatkan konsumen untuk menyalurkan suatu produk tertentu dengan memakai
beberapa level yang mereka buat sendiri. Strategi pemasaran ini sangat popular di dunia
market yang semakin modern ini, bahkan dlaam beberapa subjek system Multi Level
Marketing ini banyak dijadikan sebagai profesi sampingan maupun profesi utama yang
tentunya sangat memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Namun berangkat dari hal tersebut,

1
STUDI FIQH KONTEMPORER

tidak semua Multi Level Marketing memiliki kaidah yang sesuai dengan hukum islam.
Namun juga tak semua Multi Level Marketing melanggar hokum islam. Pada dasarnya
system jual beli dalam islam haruslah memiliki dua sisi yang saling menguntungkan antara
si penjual juga si pembeli. Namun beberapa system Multi level marketing ada juga yang tidak
memiliki dua sisi penting dalam bermuamalah atau dalam kata lain cenderung memperberat
di satu pihak. Pada bahasan ini akan membahas mengenai sudut pandang Fiqh Kontemporer
dalam Multi Level Marketing.

Kata Kunci : Multi level marketing, muamalah, hokum islam

A. PENDAHULUAN
Bisnis merupakan bagian dari kegiatan ekonomi dan memiliki peranan yang sangat vital
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berbagai motif berbisnis dapat menjadi pendorong
yang kuat dalam mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat, baik di tingkat regional,
nasional, ataupun internasional. Bisnis selalu berkaitan dengan membangun relasi dan
kontrak antar individu ataupun golongan yang bermuara pada adanya kesepakatan antara
kedua belah pihak. Rasulullah sangat memotivasi umatnya untuk berbisnis, karena berbisnis
adalah cara yang paling cepat mendatangkan rezeki. Hal ini dibuktikan dengan adanya
beberapa perintah untuk berbisnis dengan cara yang benar.
Salah satu pola bisnis yang saat ini sangat marak dan berkembang adalah bisnis dengan
sistem MLM (Multilevel Marketing) yang merupakan salah satu cabang dari direct selling.
Bisnis MLM ini beroperasi tidak seperti mayoritas bisnis umumnya, karena kebanyakan
konsumen menempatkan motif pembelian produk atau jasa yang ditawarkan di dalamnya,
berdasarkan sugesti untuk memperoleh keuntungan yang tinggi di dalam dan di luar produk
atau jasa yang dipakainya. Di Indonesia sendiri, setidaknya terdapat 1500-an bisnis Multi
Level Marketing1

1
Rivai, Veithzal. Islamic Marketing: Membangun dan Mengembangkan Bisnis dengan Praktik
Marketing Rasulullah SAW. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 11.

2
Perkembangan industri bisnis MLM di Indonesia memberi dampak positif bagi
kemajuan perekonomian nasional. Masyarakat Indonesia yang memperoleh sumber
penghidupan melalui industri ini sekurang-kurangnya berjumlah 4,5 juta jiwa dan masih

STUDI FIQH KONTEMPORER

akan bertambah lagi. Sayangnya, prestasi ini sering kali kurang mendapat apresiasi yang
positif di masyarakat. Kurangnya apresiasi tersebut disebabkan karena maraknya praktek
ilegal yang telah merugikan banyak orang dengan mengatasnamakan MLM sebagai kedok
usahanya, sehingga mencoreng citra industri bisnis MLM itu sendiri.
Bisnis berkedok MLM (money game) telah muncul di Indonesia sejak tahun 1998 dan
terus berkembang hingga saat ini, misalnya saja BMA (1998), New Era 21 (1999), Higam
Net (1999), Promail (2000), Goldquest (2000), Probest International (2000), YAMI (2002),
Golden Saving (2003), TV1 Express (2011) dan lain-lain. Masyarakat yang menjadi korban
akibat dari praktik-praktik ilegal tersebut diperkirakan sudah mencapai puluhan ribu jiwa
dengan total kerugian mencapai puluhan triliun rupiah. Namun demikian, tak sedikit juga
bidang MLM yang dikenal baik dan berlegalitas seperti misalnya Mahakarya Sukses
Indonesia, Oriflame, Sophi Martin, HNI HPAI, dan lainnya.
B. PEMBAHASAN
1. Devinisi Multi Level Marketing
Multi level marketing merupakan bagian dari system muamalah atau jual beli. Secara
bahasa jual beli terdiri dari dua kata, yaitu ‚jual‛ dan ‚beli‛. Kedua kata ini dalam bahasa
Arab sama dengan al-bai’ dan alsyira’. Keduanya merupakan rangkaian makna timbal balik.
Di dalam alQur’an, kedua term itu disebutkan secara terpisah tetapi mepunyai makna
bersamaan. Kadang-kadang al-Qur’an menyebut al-bai saja dan di tempat lain menyebut al-
syira’ saja. Namun penyebutan masing-masing itu mempunyai makna keduanya. Karena
adanya penjualan pasti ada pembelian, demikian sebaliknya 2
Jual beli merupakan perbuatan hukum yang mempunyai konsekuensi terjadinya
peralihan hak atas sesuatu barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka dengan
sendirinya dalam perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi rukun dan syarat sahnya jual beli.
Rukun jual beli menurut jumhur ulama terdiri dari: Pihak-pihak yang berakad (al-‘aqidani),

2Dede Nurohman, Memahami Dasar-Dasar Ekonomi Islam (Yogyakarta: Teras, 2011),hlm. 62.

3
adanya uang (harga) dan barang (ma‘qud‘ala), adanya sighat akad (ijab qabul). Di samping
harus memenuhi rukun-rukun tersebut di atas, dalam transaksi jual beli juga harus memenuhi
syarat-syarat yang secara umum tersebut antara lain untuk menghindari

STUDI FIQH KONTEMPORER

pertentangan di antara manusia, menjaga kemaslahatan orang yang sedang berakad,


menghindari jual beli gharar. Jika jual beli tidak memenuhi syarat terjadinya akad, akad
tersebut batal. Jika tidak memenuhi syarat-syarat sah, menurut ulama’ Hanafiyah, akad
tersebut fasid. Jika tidak memenuhi syarat nafas, akad tersebut mauquf yang cenderung
boleh, bahkan menurut ulama Malikiyah, cenderung kepada kebolehan. Jika tidak memenuhi
syarat lujum, akad tersebut mukhayyir (pilih-pilih), baik khiyar untuk menetapkan maupun
membatalkan.3
Gharar adalah ketidakpastian/ketidakjelasan dalam suatu akad, baik mengenai kualitas
atau kuantitas obyek akad maupun mengenai penyerahannya. Dalam kitab shahih muslim
disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli gharar ini
merupakan dasar yang fital dan kaidah umum dalam transaksi-transaksi tukar menukar dalam
jual beli, ijarah, dan lain sebagainya. Nilai gharar (penipuan) itu berbeda-beda. Jika unsur
yang tidak dapat diketahui hakikatnya sangat besar, maka keharaman dan dosanya juga lebih
besar. Semua penipuan yang tidak diketahui dan adanya unsur bahaya yang nyata dalam
semua jenis transaksi tukar menukar dan syirkah termasuk dalam kategori larangan dalam
hadits diatas.
Multi level marketing merupakan strategi pemasaran yang berjenjang atau berantai.
Dalam multi level marketing, pihak penjual tidak hanya mendapat kompensasi atau
keuntungan jual saja, melainkan juga mendapatkan komppensasi atau keuntungan atas
jasanya merekrut anggota baru. Umunya dalam system Multi Level Marketing dikenal
dengan istilah piramida sebagai system penjualanannya. Dalam system tersebut, ada istilah
anggota yang lazim di sebut dengan upline dan downline, yaitu ketika orang akan melakukan
penjualan produk sesuai dengan urutan rekrutan atau pendaftaran. Dalam system ini juga,

3Wahbah az-Z{uhaili, al-Fiqh al-Isla>mi wa Adillatu>hu (Beirut: Da>r al-Fikr, 1989), hlm.19.

4
anggota upline diharuskan untuk merekrut anggota sebanyak-banyaknya agar mendapatkan
bonus atau keuntungan berlipat. Sedangkan downline merupakan tenaga penjual produk 4

STUDI FIQH KONTEMPORER

Terkadang, MLM sering disebut juga direct selling (bisnis penjualan langsung). Pendapat
ini didasari pelaksanaan penjualan MLM yang memang dilakukan secara langsung oleh
wiraniaga kepada konsumen, tidak melalui perantara, toko swalayan, kedai dan warung,
tetapi langsung kepada pembeli. Di Indonesia, saat ini direct selling, baik yang single level
maupun multilevel bergabung dalam suatu asosiasi yaitu Asosiasi Penjualan Langsung
Indonesia (APLI), ada perbedaan mendasar antara direct selling dan MLM. Istilah ini
merujuk pada aktifitas penjualan produk langsung kepada konsumen, di mana aktifitas
penjualan tersebut dilakukan oleh seorang penjual langsung (direct seller) dengan disertai
kejelasan, presentasi dan demo produk. Esensinya adalah adanya tenaga penjual independen
yang menjualkan produk dari produsen tertentu kepada konsumen.
Nilai gharar (penipuan) itu berbeda-beda. Jika unsur yang tidak dapat diketahui
hakikatnya sangat besar, maka keharaman dan dosanya juga lebih besar. Semua penipuan
yang tidak diketahui dan adanya unsur bahaya yang nyata dalam semua jenis transaksi tukar
menukar. Gharar ada 3 macam sebagaimana berikut ini:
1. Jual beli sesuatu yang tidak ada, seperti jual beli habl al-habalah.
2. Jual beli sesuatu yang tidak diserahterimakan, seperti unta yang melarikan diri.
3. Jual beli sesuatu yang tidak dapat diketahui jenis, atau ukurannya5

Imam nawawi menyatakan bahwa larangan jual beli gharar merupakan dasar yang
penting dalam bab jual beli, dan memuat masalahmasalah yang sangat banyak dan tak
terbatas, seperti jual beli sesuatu yang tidak ada, hewan atau budak yang melarikan diri,
sesuatu yang tidak diketahui, sesuatu yang tidak dapat diserahterimakan, sesuatu yang belum

4Rivai,Veithzal. Islamic Marketing: Membangun dan Mengembangkan Bisnis dengan Praktik


Marketing Rasulullah SAW. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 297.

5Abdullah bin Muhammad, Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam pandangan 4 madzhab (Yogyakarta:
Maktabah Al-Hanif, 2004), hlm.39.

5
menjadi hak milik penjual secara penuh, menjual ikan yang masih dalam air yang banyak,
air susu yang belum diperah menjual janin dalam kandungan, jual beli baju di antara beberapa
baju, kambing di antara beberapa kambing dan lain sebagainya, semua itu tidak sah karena
mengandung gharar (penipuan) yang besar dan tidak dibutuhkan 6

STUDI FIQH KONTEMPORER

2. Sejarah hadirnya Multi Level Marketing


Dalam sejarah industri, direct selling pertama kali muncul dengan beroperasinya The
California Perfume Company di New York tahun 1886 yang di dirikan oleh Dave Mc
Connel. Mc Connel memiliki ide untuk mempekerjakan Mrs. Albee sebagai California
Perfume lady yang pertama dengan cara menjual langsung kepada konsumen dari rumah ke
rumah. Perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi Avon pada tahun 1939, sementara
Mrs.Albee sendiri dianggap sebagai pioneer metode penjualan direct selling.
Istilah MLM pertama kali ditemukan oleh dua orang profesor pemasaran dari Universitas
Chicago pada tahun 1934 dengan nama perusahaan Nutrilite. Produk pertamanya yang
dijual perusahaan Nutrilite adalah vitamin dan makanan tambahan. Perusahaan Nutrilite ini
merupakan salah satu perusahaan pertama yang menawarkan konsep bisnis MLM. Bisnis
ini memberi komisi tambahan pada distributor independen yang berhasil merekrut, melatih
dan membantu anggota baru itu untuk ikut menjual produk. Metode baru ini memungkinkan
seorang distributor terus merekrut anggota baru dengan kedalaman dan keluasan yang tidak
terbatas. Konsep bisnis ini, pada tahun 1959 dikembangkan dan disahkan secara hukum di
Michigan, Amerika Serikat melalui perusahaan Amway Corporation. Sistem MLM ini
kemudian terus berkembang, dan terus merambah 70 negara di dunia, termasuk Indonesia.7
MLM merupakan sistem penjualan secara langsung kepada konsumen yang dilakukan
secara berantai, di mana seorang konsumen dapat menjadi distributor produk dan dapat

6Ibid
7Efayanti, Indria Mukti. “Analisis Kelayakan Finansial Bisnis MLM sebagai Alternatif Berwirausaha:
Studi Kasus Distributor Amway Indonesia dengan Sistem Network Twentyone”. Skripsi, Institut Pertanian
Bogor, hlm.1.

6
mempromosikan orang lain untuk bergabung dalam rangka memperluas jaringan
distributornya. Dalam rangkaian distributor terdapat istilah ”Upline-Downline”.
Dengan kata lain, setiap distributor memiliki dua fungsi dasar (ganda), yaitu menjual
produk (barang atau jasa) serta membangun jaringan distribusi melalui perekrutan
distributor lainnya untuk juga menjual produk dan jasa perusahaan. Setiap distributor baru
yang dibawa masuk ke dalam perusahaan, akan terdorong untuk mengajak distributor
berikutnya ke dalam perusahaan. Hasilnya, seorang distributor yang aktif menjalankan

STUDI FIQH KONTEMPORER

fungsi ganda di atas akan membangun sebuah sub struktur berjenjang, yang dikenal dengan
istilah jaringan downline. Setiap anggota di dalam jaringan downline tersebut juga memiliki
kesempatan yang sama untuk membangun jaringan downline-nya sendiri8
Setiap anggota mandiri (distributor) akan mendapatkan komisi dari penjualan yang
dilakukannya sendiri dan juga mendapatkan sebagian kecil komisi dari penjualan yang
dilakukan oleh para distributor di jaringan downlinenya. Selain itu, biasanya tersedia
berbagai bonus kinerja (performance bonus) dan hadiah berupa royalty bonus apabila
volume penjualan pribadi maupun grup downline-nya mencapai level tertentu. Ketentuan
ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia bahwa
komisi adalah imbalan yang diberikan perusahaan MLM kepada mitra usaha yang besarnya
dihitung berdasarkan hasil kerja nyata sesuai volume atau nilai hasil penjualan barang dan
atau jasa, baik secara pribadi maupun jaringannya. Sedangkan bonus adalah tambahan
imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha karena berhasil melebihi target
penjualan barang dan atau jasa yang ditetapkan perusahaan MLM.9
Dengan demikian, komisi yang diberikan dalam bisnis MLM dihitung berdasarkan
banyaknya jasa distribusi yang otomatis terjadi jika bawahan melakukan pembelian barang.
Upline akan mendapatkan bagian komisi tertentu sebagai bentuk balas jasa atas perekrutan
bawahan. Sedangkan harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga

8Tampubolon, Robert. Sinergi 9 Kekuatan MLM Support System dan Koperasi. Jakarta: Gramedia,
2007.hlm.23
9Ibid

7
produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah
membantu kelancaran distribusi10
Secara sistematis, sistem kerja MLM dijelaskan sebagai berikut:
1. Pertama, pihak perusahaan berusaha menjaring konsumen untuk menjadi member
dengan cara mengharuskan calon konsumen membeli paket produk perusahaan
dengan harga tertentu.
2. Kedua, dengan membeli paket produk perusahaan tersebut, pihak pembeli diberi satu
formulir keanggotaan (member) dari perusahaan.
STUDI FIQH KONTEMPORER

3. Ketiga, sesudah menjadi member, maka tugas berikutnya adalah mencari member
baru dengan cara seperti di atas, yaitu membeli produk perusahaan dan mengisi
formulir keanggotaan.
4. Keempat, para member baru juga bertugas mencari calon member baru lainnya
dengan cara seperti di atas, yaitu membeli produk perusahaan dan mengisi formulir
keanggotaan.
5. Kelima, jika member mampu menjaring member baru yang banyak, maka ia akan
mendapat bonus. Semakin banyak member yang dapat dijaring, maka semakin
banyak pula bonus yang didapatkan karena perusahaan merasa diuntungkan oleh
banyaknya member yang sekaligus menjadi konsumen paket produk perusahaan.
6. Keenam, dengan adanya para member baru yang sekaligus menjadi konsumen paket
produk perusahaan, maka member yang berada pada level pertama, kedua, dan
seterusnya akan selalu mendapatkan bonus secara estafet dari perusahaan. 11
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pola bisnis MLM adalah membangun bisnis
dari rumah (home based business) atau pola pemarasan jaringan progresif. Seorang yang
mengikuti pola bisnis MLM merupakan distributor atau member yang menempati suatu
posisi dalam jenjang karir sistem tersebut. Distributor mempunyai seorang upline yaitu

10 Rivai, Veithzal. Islamic Marketing: Membangun dan Mengembangkan Bisnis dengan Praktik
Marketing Rasulullah SAW. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 298
11 Rivai, Veithzal. Islamic Marketing: Membangun dan Mengembangkan Bisnis dengan Praktik

Marketing Rasulullah SAW. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 300.

8
pihak yang mengajaknya (mensponsori) dalam bisnis MLM, sedangkan distributor itu
sendiri disebut downline, yaitu pihak yang disponsori. Seorang downline akan menjadi
upline jika telah memiliki downline lain di bawahnya. Sekumpulan distributor yang
membentuk struktur upline-downline akan membentuk suatu jaringan.
Dalam jaringan terdapat “kaki” dan level. Kaki adalah bagian dari jaringan yang ditinjau
secara vertikal, dan level adalah bagian dari jaringan yang ditinjau secara horizontal.
Jaringan yang telah terbentuk akan terus tumbuh tanpa ada batasnya, selama para member
terus mensponsori pihak baru untuk masuk dalam bisnis MLM sehingga jaringan akan terus
membesar dan meluas, mulai dari berawal hanya mensponsori satu atau dua orang, hingga
memiliki downline mungkin sampai ratusan.

STUDI FIQH KONTEMPORER

Gambar : system kerja MLM

3. Fatwa MUI tentang MLM

Semua bisnis yang menggunakan sistem MLM, dalam literatur fiqh termasuk dalam
kategori muamalah yang dibahas dalam bab al-buyu’ (jual-beli). Dalam kajian fiqh
kontemporer,bisnis MLM ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu: (1) produk barang atau jasa
yang dijual; dan (2) sistem penjualannya (selling marketing). 12

12Sabiq, Sayyid. Fiqh as-Sunnah. Juz. III, Beirut: Dar al-Fath, hlm.209.

9
Pertama, berkaitan dengan produk atau barang yang dijual apakah halal atau haram
tergantung kandungannya, apakah terdapat sesuatu yang diharamkan Allah seperti unsur
babi, khamr, bangkai atau darah. Begitu pula dengan jasa yang dijual apakah mengandung
unsur kemaksiatan seperti praktik perzinaan, perjudian, gharar dan spekulatif.

Kedua, berkaitan dengan sistem penjualannya, bisnis MLM tidak hanya sekedar
menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga produk jasa, yaitu jasa marketing
yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus, dan
sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa
marketing yang bertindak sebagai perantara antara produsen dan konsumen ini, dalam
terminologi fiqh disebut sebagai “Samsarah/simsar” (perantara perdagangan yaitu orang
yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli untuk memudahkan jual beli). Kegiatan

STUDI FIQH KONTEMPORER

samsarah/simsar dalam bentuk distributor, agen atau member, dalam fiqh termasuk akad
ijarah yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan, insentif atau
bonus (ujrah). Pada dasarnya, semua ulama memandang boleh (mubah) di antaranya adalah:
distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak
menjalankan bisnis yang haram dan syubhat. Selain itu, distributor berhak menerima imbalan
setelah berhasil memenuhi akadnya. Sedangkan pihak perusahaan yang menggunakan jasa
marketing harus segera memberikan imbalan para distributor dan tidak boleh
menghanguskan atau menghilangkannya. Pola bisnis ini sejalan dengan firman Allah SWT.
sebagai berikut:

“Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi
manusia barang-barang takaran dan timbangannya (QS. al-A’raf : 85).

Fatwa DSN MUI tentang Multi Level Marketing (MLM) yaitu DSN MUI sudah
mengeluarkan fatwa tentang MLM dengan nama Penjualan Langsung Berjenjang Syariah
No 75 Tahun 2009. DSN MUI menetapkan sebagai berikut :13

13Fatwa Dewan Syariah Nasional, No: 75/Dsn-Mui/VII/2009, Tentang Pedoman Penjualan Langsung
Berjenjang Syariah (PLBS).

10
1. Penjualan Langsung Berjenjang adalah cara penjualan barang atau jasa melalui
jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah
perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut.
2. Barang adalah setiap benda berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat
dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat dimiliki, diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
3. Produk jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau pelayanan untuk
dimanfaatkan oleh konsumen.
4. Perusahaan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang melakukan
kegiatan usaha perdagangan barang dan atau produk jasa dengan sistem penjualan
langsung yang terdaftar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Konsumen adalah pihak pemakai barang dan atau jasa, dan tidak untuk
diperdagangkan.
STUDI FIQH KONTEMPORER
6. Komisi adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas
penjualan yang besaran maupun bentuknya diperhitungkan berdasarkan prestasi kerja
nyata, yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang dan atau
produk jasa.
7. Bonus adalah tambahan imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha
atas penjualan, karena berhasil melampaui target penjualan barang dan atau produk jasa
yang ditetapkan perusahaan.
8. Ighra‟ adalah daya tarik luar biasa yang menyebabkan orang lalai terhadap
kewajibannya demi melakukan hal-hal atau transaksi dalam rangka mempereroleh bonus
atau komisi yang dijanjikan.
9. Money Game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan
uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan/pendaftaran
Mitra Usaha yang baru/bergabung kemudian dan bukan dari hasil penjualan produk, atau
dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya sebagai kamuflase
atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang dapat dipertanggung jawabkan.
10. Excessive mark-up adalah batas marjin laba yang ber-lebihan yang dikaitkan dengan
hal-hal lain di luar biaya.

11
11. Member get member adalah strategi perekrutan keanggotaan baru PLB yang
dilakukan oleh anggota yang telah terdaftar sebelumnya.
12. Mitra usaha/stockist adalah pengecer/retailer yang menjual/memasarkan produk-
produk penjualan langsung14

14Fatwa Dewan Syariah Nasional, No: 75/Dsn-Mui/VII/2009, Tentang Pedoman Penjualan Langsung
Berjenjang Syariah (PLBS).

12
STUDI FIQH KONTEMPORER

C.KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan dari pembahasan ini yaitu :

Multi Level Marketing merupakan suatu jenis akad jual beli (al-ba’i) dengan system jual
beli langsung (direct selling) atau net work marketing yang memberdayakan distributor
independent untuk memasarkan produk langsung secara mandiri. Dalam literatur hukum
Islam, selama bisnis MLM tersebut bebas dari unsurunsur haram, seperti riba, gharar, dzulm
dan maisir, maka hukumnya adalah mubah. Sebaliknya, bisnis MLM atau bisnis lain yang
mengatasnamakan MLM, seperti money game, yang di dalamnya terdapat unsur gharar,
maisir dan dzulm, maka hukumnya adalah haram.

Semua bisnis yang menggunakan sistem MLM, dalam literatur fiqh termasuk dalam
kategori muamalah yang dibahas dalam bab al-buyu’ (jual-beli). Dalam kajian fiqh
kontemporer,bisnis MLM ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu: (1) produk barang atau jasa
yang dijual; dan (2) sistem penjualannya (selling marketing). Tinjauan bisnis ini dilegalkan
atau tidak dalam islam berdasarkan dua hal berikut :

Pertama, berkaitan dengan produk atau barang yang dijual apakah halal atau haram
tergantung kandungannya, apakah terdapat sesuatu yang diharamkan Allah seperti unsur
babi, khamr, bangkai atau darah. Begitu pula dengan jasa yang dijual apakah mengandung
unsur kemaksiatan seperti praktik perzinaan, perjudian, gharar dan spekulatif.

Kedua, berkaitan dengan sistem penjualannya, bisnis MLM tidak hanya sekedar
menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga produk jasa, yaitu jasa marketing
yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus, dan
sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa
marketing yang bertindak sebagai perantara antara produsen dan konsumen ini, dalam
terminologi fiqh disebut sebagai “Samsarah/simsar” (perantara perdagangan yaitu orang
yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli untuk memudahkan jual beli).

13

Anda mungkin juga menyukai