Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Fiqh Muamalah 2
“MLM Syariah”
Semester Genap Tahun 2018
Dosen Pembimbing : Dr. Hannani, M.Ag

Kelompok 3 :

Salma : 16.2300.041
Nur Atikah : 16.2300.069
Wahyuni : 16.2300.139

Jurusan Syariah
Prodi Perbankan Syariah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare
Tahun Ajaran 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan dengan sebaik- baiknya.

Makalah ini membahas tentang “MLM Syariah” Pemakalah sangat


berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi para
pembaca.

Tak ada gading yang tak retak, begitu pula makalah yang kami buat ini,
masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari kata sempurna tanpa saran yang
membangun. Oleh sebab itu, kami berharap adanya saran, kritik, komentar dan
masukan yang membangun demi perbaikan makalah kami.

Parepare, 2 Mei 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Bealakang

Sejak masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-an, jaringan-jaringan

bisnis langsung (direct selling) MLM terus marak dan menjamur setelah

setelah adanya krisis moneter dan ekonomi. Pemain yang terjun di dunia

MLM yang memanfaatkan momentum dan situasi krisis untuk menawarkan

solusi bisnis pemain asing maupun local.

Perusahaan Muktilevel Marketing (MLM) adalah perusahaan yang

menerapkan sistem pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang

berjenjang, yang dibangun secara permanen dengan memposisikan pelanggan

perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran, menurut Baharuddin,

Agustianto, Ramli Abdul Wahab dan Miftahudding akhir-akhir ini semakin

banyak kemunculan perusahaan-perusahaan yang menjual produknya melalui

MLM, semuanya dijalankan berdasarkan syariah Islam. Perlu dicatat, bahwa

perusahaan money game yang berkedok MLM tidak termasuk MLM Bisnis

haram yang menggunakan sistem piramida itu pasti merugikan sebagian besar

masyarakat dan hanya menguntungkan segelintir orang yang lebih dahulu

masuk.

Islam memahami bahwa perkembangan budaya bisnis berjalan begitu

cepat dan dinamis. Berdasarkan kaedah fikih di atas, maka terlihat bahwa

Islam memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan berbagai improvisasi

dan inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi dalam melakukan

perdagangan.
Namun, Islam mempunya prinsip-prinsip tentang pengembangan sistem

bisnis, yaitu harus terbebas dari unsur dharar (bahaya_, jahalah

(ketidakjelasan), zhulum (merugikan atau tidak adil terhdap salah satu pihak).

Sistem pemberian bonus harus adil, tidak  menzalimi dan tidak hanya

menguntungkan orang yang diatas. Bisnis juga harus terbatas dari unsur

MAGHRIB, singkatan dari tujuh unsur: (1) Maysir (judi); (2) Aniaya

(zhulm); (3) Gharar (penipuan); (4) Haram; (5) Riba (bunga);

(6) Iktinaz atau Ihtikar; dan (7) Batil. Jika ingin mengembangkan bisnis

MLM, maka harus berbebas dari unsur-unsur diatas. Karena itu, barang atau

jasa yang dibisniskan serta tata cara penjualannya harus halal, tidak haram,

tidak syubhat, serta tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip diatas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Multi Level Marketing (MLM) ?

2. Bagaimana sistem pemasaran MLM ?

3. Bagaimana MLM dalam perspektif Islam ?

4. Apa saja syarat agar  MLM menjadi syari’ah ?

5. Apa saja misi MLM Syari’ah ?

6. Bagaimana MLM menurut Fiqih Mu’amalah ?

7. Bagaimana MLM Syariah tekan solusi penipuan ?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Multi Level Marketing (MLM)

Definisi Multi Level Marketing (MLM) secara umum adalah model

pemasaran yang menggunakan mata rantai Up Line- Down Line dengan

memotong jalur distribusi. Menurut APLI (Asosiasi Pengusaha Langsung

Indonesia) saat ini terdapat lebih 200-an perusahaan yang menggunakan

sistem MLM dengan kharakteristik, pola dan sistemtersendiri.

Dalam mengkaji hukum halal-haramnya MLM dibutuhkan pendekatan

yang lebihmendalam. Dimulai dari manajemen perusahaannya, sistem

marketingnya, kegiatan operasionalnya serta produk yang dijualnya apakah

sesuai dengan prinsip dalam syariah. Hal ini untuk menghindari kesalahan

penilaian suatu bisnis yang menilai hanya berdasarkan satu sisi kegiatan

operasionalnya saja tanpa menilai sistemnya secara keseluruhan.

Hal yang perlu diketahui dalam menilai suatu bisnis/ jual-beli yang sesuai

dengan ketentuan Syariah (Standar 4+5):

Standar Moral dalam Berbisnis (Haedar Naqvi):

1. Tauhid

2. Kebebasan

3. Keadilan

4. Tanggung Jawab

Standar Operasional dalam Berbisnis :

1. Menghindari segala praktik Riba

2. Menghindari Gharar (ketidakjelasan kontrak/ barang)


3. Menghindari Tadlis (Penipuan)

4. Menghindari perjudian (spekulasi/Maysir)

5. Menghindari kezaliman dan eksploitatif

B. Sistem Pemasaran MLM

Pakar marketing ternama  Don Failla, membagi  marketing menjadi tiga

macam. Pertama, retail (eceran), Kedua, direct selling (penjualan langsung ke

konsumen), Ketiga multi level marketing (pemasaran berjenjang melalui

jaringan distribusi yang dibangun dengan memposisikan pelanggan sekaligus

sebagai tenaga pemasaran).

Kemunculan trend strategi pemasaran produk melalui sistem MLM di

dunia bisnis modern sangat menguntungkan banyak pihak, seperti pengusaha

(baik produsen maupun perusahaan MLM). Hal ini disebabkan karena adanya

penghematan biaya dalam iklan,  Bisnis ini juga menguntungkan para

distributor yang berperan sebagai simsar (Mitra Niaga) yang ingin bebas

(tidak terikat) dalam bekerja.

Sistem marketing MLM yang lahir pada tahun 1939  merupakan kreasi

dan inovasi marketing yang melibatkan masyarakat konsumen dalam kegiatan

usaha pemasaran dengan tujuan agar masyarakat konsumen dapat menikmati

tidak saja manfaat produk, tetapi juga manfaat finansial dalam bentuk

insentif, hadiah-hadiah, haji dan umrah, perlindungan asuransi, tabungan hari

tua dan bahkan kepemilikan saham perusahaan.(Ahmad Basyuni Lubis, Al-

Iqtishad, November 2000)


C. Perspektif Islam

Bisnis dalam syari’ah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalat

yang hukum asalnya adalah boleh berdasarkan kaedah Fiqh,”Al-Ashlu fil

muamalah al-ibahah hatta yadullad dalilu ‘ala tahrimiha (Pada dasarnya 

segala hukum dalam muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil/prinsip yang

melarangnya).

Islam memahami bahwa perkembangan budaya bisnis berjalan begitu

cepat dan dinamis. Berdasarkan kaedah fikih di atas, maka terlihat bahwa 

Islam memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan berbagai improvisasi

dan inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi dalam melakukan

perdagangan.

Namun, Islam mempunyai prinsip-prinsip  tentang pengembangan sistem

bisnis yaitu harus terbebas dari unsur  dharar (bahaya), jahalah

(ketidakjelasan) dan zhulm ( merugikan atau tidak adil terhadap salah satu

pihak). Sistem pemberian bonus  harus adil, tidak menzalimi dan tidak hanya

menguntungkan orang yang di atas. Bisnis juga harus terbebas dari unsur

MAGHRIB, singkatan dari lima unsur.

1. Maysir (judi), 5. Riba (bunga),

2. Aniaya (zhulm), 6. Iktinaz  atau Ihtikar dan

3. Gharar (penipuan), 7. Bathil.

4. Haram,

Kalau kita ingin mengembangkan bisnis MLM, maka ia harus  terbebas

dari unsur-unsur di atas. Oleh karena itu, barang atau jasa yang dibisniskan
serta tata cara penjualannya harus halal, tidak haram dan tidak syubhat serta

tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah.di atas..

MLM yang menggunakan strategi pemasaran secara bertingkat (levelisasi)

mengandung unsur-unsur positif, asalkan diisi dengan nilai-nilai Islam dan

sistemnya disesuaikan dengan syari’ah Islam. Bila demikian, MLM dipandang

memiliki unsur-unsur silaturrahmi, dakwah dan tarbiyah. Menurut

Muhammad Hidayat,  Dewan Syari’ah MUI Pusat, metode semacam ini

pernah digunakan Rasulullah dalam melakukan dakwah Islamiyah pada awal-

awal Islam. Dakwah Islam pada  saat itu dilakukan melalui teori gethok tular 

(mulut ke mulut) dari sahabat satu ke sahabat lainnya. Sehingga pada suatu

ketika Islam dapat di terima oleh masyarakat kebanyakan.(Lihat, Azhari

Akmal Tarigan, Ekonomi dan Bank Syari’ah, FKEBI IAIN, 2002, hlm. 30)

Bisnis yang dijalankan dengan sistem MLM tidak hanya sekedar

menjalankan penjualan produk barang, tetapi juga jasa, yaitu jasa marketing

yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee,

bonus, hadiah dan sebagainya, tergantung prestasi, dan level seorang anggota.

Jasa marketing yang bertindak sebagai perantara antara produsen dan

konsumen. Dalam istilah fikih Islam hal ini disebut Samsarah / Simsar.

(Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid II, hlm 159)

Kegiatan samsarah  dalam bentuk distributor, agen, member atau mitra niaga

dalam fikih Islam termasuk dalam akad ijarah, yaitu suatu transaksi

memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan, insentif atau bonus  (ujrah)

Semua ulama membolehkan akad seperti ini (Fikih Sunnah, III, hlm 159).
Sama halnya seperti cara berdagang yang lain, strategi MLM harus

memenuhi rukun jual beli serta akhlak (etika) yang baik. Di samping itu

komoditas yang dijual harus halal (bukan haram maupun syubhat), memenuhi

kualitas dan bermafaat. MLM tidak boleh memperjualbelikan produk yang

tidak jelas status halalnya. Atau menggunakan modus penawaran (iklan)

produksi promosi tanpa mengindahkan norma-norma agama dan kesusilaan.

D. Syarat agar  MLM menjadi syari’ah

1. Produk yang dipasarkan harus halal, thayyib (berkualitas) dan menjauhi

syubhat (Syubhat adalah sesuatu yang masih meragukan).

2. Sistem akadnya harus memenuhi kaedah dan rukun jual beli sebagaimana

yang terdapat dalam hukum Islam (fikih muamalah)

3. Operasional, kebijakan, corporate culture, maupun sistem akuntansinya

harus sesuai syari’ah.

4. Tidak ada excessive mark up harga barang (harga barang di mark up

sampai dua kali lipat), sehingga anggota terzalimi dengan harga yang amat

mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh.

5. Struktur manajemennya memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang

terdiri dari para ulama  yang memahami masalah ekonomi.

6. Formula intensif harus adil, tidak menzalimi down line dan tidak

menempatkan up line hanya menerima pasif income tanpa bekerja, up line

tidak boleh menerima income dari hasil jerih payah down linenya.

7. Pembagian bonus harus mencerminkan usaha masing-masing anggota.


8. Tidak ada eksploitasi dalam aturan pembagian bonus antara  orang yang

awal menjadi anggota dengan yang akhir

9. Bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal.

10. Tidak menitik beratkan  barang-barang tertier ketika ummat masih

bergelut dengan pemenuhan kebutuhan primer.

11. Cara penghargaan kepada mereka yang berprestasi tidak boleh

mencerminkan sikap hura-hura dan  pesta pora, karena sikap itu  tidak

syari’ah. Praktik ini banyak terjadi pada sejumlah perusahaan MLM.

12. Perusahaan MLM harus berorientasi pada kemaslahatan ekonomi ummat.

E. Misi Syari’ah

Usaha bisnis MLM, (khususnya yang dikelola oleh kaum muslimin),

seharusnya memiliki misi mulia dibalik kegiatan bisnisnya. Di antara misi

mulia itu adalah :

1. Mengangkat derjat ekonomi ummat melalui usaha yang sesuai dengan

tuntunan syari’at Islam.

2. Meningkatkan jalinan ukhuwah ummat Islam di seluruh dunia

3. Membentuk jaringan ekonomi ummat yang berskala internasional, baik

jaringan produksi, distribusi maupun konsumennya sehingga dapat

mendorong kemandirian dan kejayaan ekonomi ummat.

4. Memperkokoh ketahanan akidah dari serbuan idiologi, budaya dan produk

yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islami.


5. Mengantisipasi dan mempersiapkan strategi dan daya saing menghadapi

era globalisasi dan teknologi informasi.

6. Meningkatkan ketenangan konsumen dengan tersedianya produk-produk

halal dan   thayyib.

F. MLM Menurut Fiqih Mu’amalah

Perusahaan MLM adalah perusahaan yang menerapkan sistem pemasaran

modern melalui jaringan distribusi yang berjenjang, yang dibangun secara

permanen dengan memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai

tenaga pemasaran. Konsep perusahaan ini adalah penyaluran barang (produk

dan jasa tertentu) yang memberi kesempatan kepada para konsumen untuk

turut terlibat sebagai penjual dan memperoleh manfaat dan keuntungan di

dalam garis kemitraannya. Dalam istilah MLM, anggota dapat pula disebut

sebagai distributor atau mitra niaga. Jika mitraniaga mengajak orang lain

untuk menjadi anggota pula sehingga jaringan pelanggan/pasar semakin

besar/luas, itu artinya mitraniaga telah berjasa mengangkat omset perusahaan.

Atas dasar itulah kemudian perusahaan berterimakasih dengan bentuk

memberi sebagian keuntungannya kepada mitraniaga yang berjasa dalam

bentuk insentif berupa bonus, baik bonus bulanan, tahunan ataupun bonus-

bonus lainnya.

Konsep MLM pertama dicetuskan oleh NUTRILITE sebuah perusahaan

AS pada tahun 1939. Saat ini MLM di seluruh dunia telah mencapai jumlah

sekitar 10.000 an, di Indonesia jumlah MLM yang ada mencapai jumlah

1500an. Menurut data di internet, menunjukkan bahwa setiap hari muncul 10


orang millioner/ jutawan baru karena mereka sukses menjalankan bisnis

MLM. Data menunjukkan bahwa sekitar 50% penduduk di Amerika Serikat

kaya karena mereka sukses dari bisnis MLM, begitu pula di Malaysia. Kini

jumlah MLM di Malaysia telah mencapai sekitar 2000-an dengan jumlah

penduduk 20 jutaan. Tahun-tahun berikutnya diduga akan makin banyak

perusahaan MLM dari Malaysia dan Negara lain akan masuk ke Indonesia.

Perusahaan MLM syariah adalah perusahaan yang menerapkan sistem

pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang berjenjang, dengan

menggunakan konsep syariah, baik dari sistemnya maupun produk yang

dijual. Pada dasarnya MLM syariah merupakan konsep jual beli yang

berkembang dengan berbagai macam variasinya. Perkembangan jual beli dan

variasinya ini tentu saja menuntut kehati-hatian agar tidak bersentuhan

dengan hal-hal yang diharamkan oleh syariah, misalnya riba dan gharar, baik

pada produknya atau pada sistemnya. Menurut Syafei (2008:73) jual beli

dalam bahasa Arab adalah ba’i yang secara etimologi berarti pertukaran

sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut istilah ba’i berarti

pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus yang

diperbolehkan. Landasannya adalah terdapat pada surat Al Baqarah ayat 275,

Al Baqarah ayat 282 dan An Nisa ayat 29. Pada Al Baqarah ayat 275 Allah

berfirman :

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan

seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit

gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah

telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah

sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari

mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum

datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang

kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;

mereka kekal di dalamnya”.

Kemudian pada surat Al Baqarah ayat 282 Allah berfirman : “Dan

persaksikanlah apabila kamu berjual beli”.Allah SWT juga memerintahkan

manusia agar mengembara di muka bumi mencari karunia (nafkah) setelah

melakukan ibadah shalat. Allah SWT berfirman dalam surat Al Jumuah ayat

10 :“Apabila telah kamu ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka

bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya

kamu beruntung”.

Pada as Sunnah Rasululah SAW pernah ditanya mengenai mata pencaharian

yang paling baik. Rasul menjawab :” Seseorang bekerja dengan tangannya

dan setiap jual beli yang mabrur” (HR Bajjar, Hakim menyahihkannya dari

Rifaah ibnu Rafi’).

Kelahiran MLM Syari’ah dilatar belakangi oleh kepedulian akan kondisi

perekonomian umat Islam Indonesia yang masih terpuruk. Umat Islam yang

menjadi mayoritas di negeri ini, harus menggunakan kekuatan jaringan, agar

pemberdayaan potensi bisnis umat Islam Indonesia, bisa diwujudkan.


Pemberdayaan ekonomi kaum Muslimin, adalah pemberdayaan ekonomi

kerakyatan yang harus dilakukan, sebab sebagian besar rakyat Indonesia

adalah umat Islam.

Dalam MLM Syari’ah, kegiatan bisnisnya adalah penjualan atau

pemasaran produk-produk Muslim yang halalan thayyiban yang dibidani oleh

figur ulama dari MUI dan ICMI. Gerakan ini juga mendapat dukungan kuat

dari pakar ekonomi Islam dan perguruan tinggi Islam yang mengembangkan

kajian ekonomi syari’ah di seluruh Indonesia.

Dengan demikian, MLM konvensional yang berkembang pesat saat ini,

dimodifikasi dan disesuaikan dengan syari’ah. Aspek-aspek haram dan

syubhat dihilangkan dan diganti dengan nilai-nilai ekonomi syari’ah yang

berlandaskan tauhid, akhlak, hukum muamalah. Visi dan misi MLM bisa juga

berbeda total dengan MLM syari’ah. MLM Syari’ah juga sangat berbeda

dengan MLM konvensional yang pernah ada dan berkembang di Indonesia

saat ini. Perbedaan itu terlihat dalam banyak hal, seperti perbedaan motivasi

dan niat, visi, misi, prinsip, orientasi, komoditi, sistem pengelolaan,

pengawasan dan sebagainya.

Motivasi dan niat dalam menjalankan MLM Syari’ah setidaknya ada

empat macam. Pertama, kashbul halal wa intifa’uhu (usaha halal dan

menggunakan barang-barang yang halal). Kedua, bermu’amalah secara

syari’ah Islam. Ketiga, mengangkat derajat ekonomi umat. Keempat,

mengutamakan produk dalam negeri.


Adapun visi MLM Syari’ah adalah mewujudkan Islam Kaffah melalui

pengamalan ekonomi syari’ah. Sedangkan misinya adalah: Pertama,

mengangkat derajat ekonomi umat melalui usaha yang sesuai dengan

tuntunan syari’at Islam. Kedua, meningkatkan jalinan ukhuwah Islam di

seluruh dunia. Ketiga, membentuk jaringan ekonomi Islam dunia, baik

jaringan produksi, distribusi, maupun konsumennya, sehingga dapat

mendorong kemandirian dan kemajuan ekonomi umat. Keempat,

memperkukuh ketahanan aqidah dari serbuan budaya dan idelogi yang tidak

Islami. Kelima, mengantisipasi dan meningkatkan strategi menghadapi era

liberalisasi ekonomi dan perdagangan bebas. Keenam, meningkatkan

ketenangan batin konsumen Muslim dengan tersedianya produk-produk halal

dan thayyib.

Perusahaan MLM Syari’ah diduga prospektif dan memiliki potensi besar

untuk berkembang dimasa depan. Hal ini disebabkan mayoritas bangsa

Indonesia menganut agama Islam dan MLM yang dijalankan sesuai syari’ah

di Indonesia dan mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN)

MUI hanya ada tiga yaitu PT Ahad-Net Internasional, PT UFO, dan PT Exer

Indonesia dengan rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia No.

U-299/DSN-MUI/XI/2007.

Selanjutnya dari segi fikh muamalah ada beberapa ulama yang belum

berani memastikan apakah MLM dan MLM ‘syariah’ tersebut halal dan

thayib. Saat ini, keberadaan Multi Level Marketing masih menjadi

kontroversi bagi sebagian masyarakat ekonomi syari’ah. Berbagai alasan


menjadi penyebab keraguan masyarakat akan kehalalan MLM mengingat

begitu banyaknya kejadian di masyarakat yang kontroversial dimana

masyarakat yang menginginkan kemakmuran, kekayaan dan kesehatan dalam

waktu relative singkat dan juga terdapat beberapa kejadian-kejadian yang

menarik dan mengejutkan mengenai keberadaan MLM syariah ini, maka

penulis sangat tertarik untuk mendalami dan mencoba meneliti dari segi fikh

muamalah. 

Hukum awal secara prinsip dari seluruh transaksi muamalah, bermacam-

macam jenis perdagangan dan sumber penghasilan adalah halal dan boleh,

dan tidak ada boleh yang melarangnya kecuali yang telah diharamkan oleh

Allah dan rasulnya (Bassam, 2009:700). Berikut dalil dari jual beli (Al-

Albani et al, 2010:371) :

a. Dalil Al Quran :

: … “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Al-

Baqarah:275).

: …”Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli… ( Al Baqarah : 282)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu

membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu.” (An-Nisa’:29)
b. Dalil dari As Sunnah

Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:

Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Penjual dan pembeli, masing-

masing mempunyai hak pilih (untuk mengesahkan transaksi atau

membatalkannya) atas pihak lain selama belum berpisah, kecuali jual

beli khiyar (kesepakatan memperpanjang masa hak pilih sampai

setelah berpisah). (Shahih Muslim No.2821)

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:

Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Janganlah seorang muslim menawar

atas penawaran saudaranya. (Shahih Muslim No.2788)

Hadis riwayat Hakim bin Hizam ra.:

Dari Nabi saw. beliau bersabda: Penjual dan pembeli memiliki hak

pilih selama belum berpisah. Apabila mereka jujur dan mau

menerangkan (keadaan barang), mereka akan mendapat berkah dalam

jual beli mereka. Dan jika mereka bohong dan menutupi (cacat

barang), akan dihapuskan keberkahan jual beli mereka. (Shahih

Muslim No.2825)

Demikian dalil dasar mengenai jual beli, dan masih banyak lagi dalil

yang membolehkan jual beli, termasuk perusahaan MLM. Namun

demikian nilai jual beli ini juga harus memenuhi unsur syariah yaitu bebas

dari unsur-unsur haram di antaranya (Utomo, 2009)


 Riba (Transaksi Keuangan Berbasis Bunga); Dari Abdullah bin

Mas’ud ra. berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda:

“Riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu yang paling ringan adalah

semacam dosa seseorang yang berzina dengan ibunya sendiri” (HR.

Ahmad 15/69/230, lihat Shahihul Jami 3375.

 Gharar (Kontrak yang tidak Lengkap dan Jelas); Dari Abu Hurairah

ra. berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melarang jual beli

gharar”. (HR. Muslim 1513)

 Tadlis/Ghisy (Penipuan); Dari Abu Hurairah ra. berkata, “Rasulullah

shalallahu ‘alahi wasallam melewati seseorang yang menjual

makanan, maka beliau memasukkan tangannya pada makanan

tersebut, ternyata beliau tertipu. Maka beliau bersabda, “Bukan

termasuk golongan kami orang yang menipu”. (HR. Muslim 1/99/102,

Abu Daud 3435, Ibnu Majah 2224)

 Perjudian (Maysir atau Transaksi Spekulatif Tinggi yang tidak terkait

dengan Produktivitas Riil); Firman Allah Taala:“Hai orang-orang

beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk

berhala, mengundi nasib, adalah perbuatan syaithan maka jauhilah

perbuatan itu agar kamu beruntung.” (Al-Maidah: 90)

 Zhulm (Kezhaliman dan Eksploitatif). Firman Allah surat An-

Nisa:29 : 29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.


Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah

Maha Penyayang kepadamu.

Kajian Kholid (2009:33) juga menyatakan terdapat beberapa

kelemahan dalam sistem piramid ini. Pertama adalah ia menemukan

bahwa sistem ini tidak akan langgeng atau kontinyu, karena akan

menemukan antiklimaks dan kemudian berhenti. Apabila ia berhenti maka

level terbawah adalah yang rugi sedangkan level masih untung banyak.

Padahal jumlah orang yang terlibat dalam level bawah lebih banyak

daripada level atas.

Oleh karena itu ia menyatakan bahwa sistem MLM ini pada dasarnya

adalah tadlis (penipuan) dan taghrir (sesuatu yang memperdaya), serta jual

beli semu pada mayoritas anggota, untuk kesejahteraan minoritas up line

dan pemilik perusahaan.

G. MLM Syariah Tekan Solusi Penipuan

Majelis Ulama Indonesia menyatakan, kehadiran bisnis Multi

Level Marketing (MLM) MLM Syariahmerupakan solusi dari banyaknya

praktek penipuan berkedok MLM maupun bisnis riba lainnya.Ketua MUI,

KH. Amidan, di Jakarta, Senin, mengatakan, MLM Syariah melarang up

line memperolah keuntungan secara pasif dari kerja keras down line.

“Dengan begitu, kepentingan memberi lebih terproteksi dari praktek


penipuan berkedok MLM,” katanya dalam penyerahan sertifikasi MLM

syariah kepada PT.K-LinkIndonesia.

Dia menegaskan, bisnis Multi Level Marketing (MLM) bersifat

halal sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Jika dikelola

dengan baik, tambahnya, MLM memiliki banyak kemaslahatan bagi umat

selain memperkuat struktur ekonomi kaum muslim.

Model bisnisnya yang mensyaratkan adanya interaksi secara

langsung dinilainya dapat menjadi cara untuk memperkuat silaturahmi.

Menurut Amidan, MLM Syariah memiliki sejumlah keunggulan yang

tidak dimiliki MLM konvensional, antara lain mengangkat derajat

ekonomi umat melalui bisnis yang sesuai prinsip syariat Islam.

“Selain itu, konsumen akan terjamin dalam menggunakan produk-produk

dan praktek bisnis yang halal,” katanya.

Lebih lanjut Amidan mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak

praktek bisnis money game, berkedok MLM, apalagi MUI telah

mengharamkan bisnis money game. Sementara itu, Dewan Syarih

Nasional (DSN) MUI telah menetapkan sejumlah syarat yang harus

dipenuhi untuk mendapatkan sertifikat MLM Syariah.

Anggota Badan Pengurus Harian DSN, Ichwan Sam, mengatakan,

untuk memperoleh sertifikasi syariah, sebuah perusahaan MLM harus

dapat membuktikan bahwa produk yang dijualnya halal dan thayib

(berkualitas) serta menjauhi syubhat (sesuatu yang masih meragukan).

Selain itu, perusahaan MLM tersebut juga harus menerapkan praktek


bisnis yang sesuai syariah, yakni sistem akad jual belinya sesuai hukum

Islam dan struktur manajemennya memiliki Dewan pengawas yang terdiri

dari para ulama yang memahami masalah ekonomi. “Syarat yang

dikeluarkan MUI sangat ketat, sehingga banyak perusahaan yang tidak

lulus uji,” katanya.

Saat ini, K-Link Indonesia telah membentuk Dewan Pengawas

Syariah (DPS) yang didalamnya beranggotakan para ulama untuk

memastikan bahwa prinsip usahanya sesuai Syariah Islam. 


BAB III
PENUTUP

Setiap perdagangan pasti berorientasi pada  keuntungan. Namun Islam

sangat menekankan kewajaran dalam memperoleh keuntungan tersebut.

Artinya, harga produk harus wajar dan tidak dimark up sedemikian rupa

dalam jumlah yang amat mahal, sebagaimana yang banyak terjadi di

perusahaan bisnis MLM saat ini. Sekalipun Al-quran tidak menentukan

secara fixed besaran nominal keuntungan yang wajar dalam perdagangan,

namun dengan tegas Al-quran berpesan, agar pengambilan keuntungan

dilakukan secara fair, saling ridha dan menguntungkan.

Perusahaan MLM syariah adalah perusahaan yang menerapkan sistem

pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang berjenjang, dengan

menggunakan konsep syariah, baik dari sistemnya maupun produk yang

dijual. Pada dasarnya MLM syariah merupakan konsep jual beli yang

berkembang dengan berbagai macam variasinya. Perkembangan jual beli

dan variasinya ini tentu saja menuntut kehati-hatian agar tidak bersentuhan

dengan hal-hal yang diharamkan oleh syariah, misalnya riba dan gharar,

baik pada produknya atau pada sistemnya.

Jadi, dalam menjalankan bisnis MLM perlu diwaspadai dampak negatif

psikologis yang mungkin timbul, sehingga membahayakan kepribadian,

seperti yang dilansir Dewan Syari’ah Partai Keadilan, yaitu adanya

eksploitasi obsesi yang berlebihan untuk mencapai terget jaringan dan

penjualan. Karena terpacu oleh sistem ini, suasana yang tak kondusif
kadang mengarah pada pola hidup hura-hura ala jahiliyah, seperti ketika

mengadakan acara pertemuan para members.

          

Anda mungkin juga menyukai