Anda di halaman 1dari 22

Hukum Bisnis Multi Level Marketing (MLM)

Di Buat Oleh :

1. Iis Mulianty Pauli (182042021)


2. Sulastri Masihu

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

IAIN SULTAN AMAI GORONTALO

2021
I
PPENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belakangan ini semakin banyak muncul perusahaan-perusahaan yang menjual
produknya melalui sistem Multi Level Marketing (MLM). Karena itu, perlu dibahas
hukumnya menurut syari’ah Islam. Kajian ini dianggap semakin penting setelah
lahirnya perusahaan MLM yang menamakan perusahaannya dengan label syariah.

Oleh karena banyaknya perusahaan MLM yang berkembang, maka Dewan


Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa terkait MLM tersebut, Nama fatwa
DSN tersebut adalah Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) atau at-Taswiq
asy-Syabakiy, Sistem marketing MLM yang lahir pada tahun 1939 merupakan kreasi
dan inovasi marketing yang melibatkan masyarakat konsumen dalam kegiatan usaha
pemasaran dengan tujuan agar masyarakat konsumen dapat menikmati tidak saja
manfaat produk, tetapi juga manfaat finansial dalam bentuk insentif, hadiah-hadiah,
haji dan umrah, perlindungan asuransi, tabungan hari tua dan bahkan kepemilikan
saham perusahaan.

Transaksi dengan sistem MLM ini telah merambah di tengah manusia dan
banyak mewarnai suasana pasar masyarakat. Maka kita selaku mahasiswa yang
bergelut dalam dunia pendidikan islam yang dalam hal ini adalah mahasiswa Hukum
Ekonomi Syariah wajib untuk mengetahui hukum transaksi dengan sistem MLM ini
sebelum bergelut didalamnya.

B. Rumusan Masala
A. Pengertian Hukum Bisnis Multi Level Marketing (MLM)
B. Sistem Kerja MLM
C. Kontroversi Seputar Bisnis MLM Dan Money Game
D. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli
E. Multi Level Marketing Dalam Pandangan Fiqh Muamalah Kontemporer
II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Bisnis Multi Level Marketing (MLM)


Multi Level Marketing atau yang terkadang juga disebut dengan Networking
Selling (jaringan penjualan) atau direct selling (penjualan langsung) adalah bentuk
pemasaran suatu produk atau jasa dari suatu perusahaan yang dilakukan secara
perorangan atau berkelompok yang membentuk jaringan secara berjenjang, lalu dari
hasil penjualan pribadi dan jaringan tersebut, setiap bulannya perusahaan akan
memperhitungkan bonus atau komisi sebagai hasil usahanya.

Multilevel Marketing adalah merupakan sebuah sistem pemasaran modern


melalui jaringan distribusi yang dibangun secara permanen dengan memposisikan
pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran. Singkatnya, bahwa
Multilevel Marketing adalah suatu konsep penyaluran (distribusi) barang berupa
produk dan jasa tertentu, yang memberi kesempatan kepada para konsumen untuk
turut terlibat sebagai penjual dan memperoleh keuntungan di dalam garis
kemitraannya.

Sistem MLM sesungguhnya sudah ada semenjak tahun 1930 di Amerika


Serikat, dengan perusahaan pertamanya yang memasarkan produk-produk makanan
tambahan (nutrilite) yang didistribusikan dengan penjualan langsung. Kemudian pada
tahun 1959 muncul perusahaan MLM lain, di antaranya Amway yang merupakan
perusahaan MLM terbesar di dunia.

Di Indonesia, bisnis MLM mulai ada sejak tahun 1992 ketika bisnis MLM
Amway diperkenalkan. Namun sebenarnya, pada tahun 1986 sebuah perusahaan
MLM telah didirikan di Bandung dengan nama Nusantara Sun Chorelatama yang
kemudian berubah nama menjadi CNI.1

1
Anis Tyas Kuncoro, “KONSEP BISNIS MULTI LEVEL MARKETING DALAM PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH”,
(SULTAN AGUNG VOL XIV NO. 119 SEPTEMBER-NOVEMBER 2009), hlm. 24
Perkembangan bisnis MLM semakin menjanjikan dari tahun ke tahun dan
menjadi stimulus bagi sebagian orang untuk memanfaatkan peluang pasar bisnis
MLM dengan bisnis yang serupa dan dengan cara yang lebih mudah, dengan iming-
iming keuntungan berlipat secara ekonomi dan finansial sehingga tidak jarang di
antara mereka yang berakhir dengan penipuan seperti kasus BMA (Banyumas Mulia
Abadi) dan yang belakangan ini ramai dibicarakan orang, yaitu KSU Prasetya
Nugroho di Semarang.

Lain daripada itu juga masih banyak pelbagai raga model jenis bisnis MLM
yang menyimpang dari konsep dan aturan main bisnis MLM yang sebenarnya, antara
lain Sistem Piramid, Money Game, Get Rich Quick Scheme, Arisan Berantai dan lain
sebagainya. Pada sistem-sistem tersebut, ada banyak praktek korup, penipuan dan
kecurangan yang mengarah pada malpraktek bisnis yang dilarang syari'at yaitu
praktek gharar, maisir dan zalim, dimana upline mengambil keuntungan dari
downlinenya, sedang downline mendapatkan ketidakpastian akan hasil yang
diperolehnya. Dan pada umumnya, downline tidak punya kesempatan untuk lebih
maju dari uplinenya.

Lain daripada itu, malpraktek bisnis MLM dapat juga terjadi pada produknya,
dimana produknya tidak berupa sesuatu apapun melainkan hanya semacam money
game (permainan uang). Di samping itu pula, terkadang harga produk yang
dipasarkan dimark-up hingga 400% atau lebih dari nilai jual yang wajar. Dampak
negatifnya, banyak calon distributor yang dikecewakan dan tertipu sehingga
menimbulkan sikap apriori.2

Namun demikian, para pakar Marketing dunia meyakini bahwa bisnis MLM
sebagai salah satu penemuan monumental abad XX. Karena tidak ada satu pun
Marketing system yang ada saat ini dianggap mampu menandingi keluwesan,
kedinamisan dan kesempatan yang bisa diberikan oleh sistem bisnis MLM, baik dari
sisi produsen, Marketing Company maupun dari sisi distributor dan konsumen. Bisnis
yang diyakini mampu bertahan pada abad XXI adalah yang mampu menciptakan
"Learning Organization" pada kinerja usahanya. "Belajar" merupakan langkah awal
untuk melakukan bisnis MLM. Jadi inti dari kinerja dan operasional bisnis MLM
2
Ibid, hlm. 25
adalah bertumpu pada dinamika lingkaran kerja pelakunya yang senantiasa
berorientasi pada proses belajar.3

B. Sistem kerja MLM


MLM merupakan sistem penjualan secara langsung kepada konsumen yang
dilakukan secara berantai, di mana seorang konsumen dapat menjadi distributor
produk dan dapat mempromosikan orang lain untuk bergabung dalam rangka
memperluas jaringan distributornya. Dalam rangkaian distributor terdapat istilah
”Upline-Downline”.

Bisnis MLM lebih memanfaatkan “kekuatan manusia” daripada institusi ritel


dan lainnya, untuk mempromosikan dan menjual produk (barang atau jasa). MLM
juga menitikberatkan pada kekuatan kontak pribadi dan persuasif dalam penjualan, di
mana si penjual berfungsi lebih dari sekedar seorang juru tulis yang mencatat hasil
penjualan. MLM berbeda dengan sistem penjualan lainnya. Dalam bisnis MLM,
distributor multilevel tidak hanya berusaha menjual barang kepada konsumen secara
eceran, tetapi juga mencari distributor lain untuk menjual produk (barang atau jasa)
kepada konsumen (Efayanti, 2006: 9).

Dengan kata lain, setiap distributor memiliki dua fungsi dasar (ganda), yaitu
menjual produk (barang atau jasa) serta membangun jaringan distribusi melalui
perekrutan distributor lainnya untuk juga menjual produk dan jasa perusahaan. Setiap
distributor baru yang dibawa masuk ke dalam perusahaan, akan terdorong untuk
mengajak distributor berikutnya ke dalam perusahaan. Hasilnya, seorang distributor
yang aktif menjalankan fungsi ganda di atas akan membangun sebuah sub struktur
berjenjang, yang dikenal dengan istilah jaringan downline. Setiap anggota di dalam
jaringan downline tersebut juga memiliki kesempatan yang sama untuk membangun
jaringan downline-nya sendiri (Tampubolon, 2007: 22-23).4

Setiap anggota mandiri (distributor) akan mendapatkan komisi dari penjualan


yang dilakukannya sendiri dan juga mendapatkan sebagian kecil komisi dari
3
Ibid
4
Anita Rahmawaty, “BISNIS MULTI LEVEL MARKETING DALAM PERSPEKTIF ISLAM”, (Volume 2, No. 1, Juni
2014), hlm. 73-74
penjualan yang dilakukan oleh para distributor di jaringan downline-nya. Selain itu,
biasanya tersedia berbagai bonus kinerja (performance bonus) dan hadiah berupa
royalty bonus apabila volume penjualan pribadi maupun grup downline-nya mencapai
level tertentu. Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia bahwa komisi adalah imbalan yang diberikan
perusahaan MLM kepada mitra usaha yang besarnya dihitung berdasarkan hasil kerja
nyata sesuai volume atau nilai hasil penjualan barang dan atau jasa, baik secara
pribadi maupun jaringannya. Sedangkan bonus adalah tambahan imbalan yang
diberikan oleh perusahaan kepmitra usaha karena berhasil melebihi target penjualan
barang dan atau jasa yang ditetapkan perusahaan MLM (Tampubolon, 2007: 23).

Dengan demikian, komisi yang diberikan dalam bisnis MLM dihitung


berdasarkan banyaknya jasa distribusi yang otomatis terjadi jika bawahan melakukan
pembelian barang. Upline akan mendapatkan bagian komisi tertentu sebagai bentuk
balas jasa atas perekrutan bawahan. Sedangkan harga barang yang ditawarkan di
tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak
konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi (Rivai,
2012: 298-299).
Menurut Efayanti (2006: 13), terdapat beberapa kompensasi yang diperoleh
dari bisnis MLM, yaitu sebagai berikut :
1. komisi dari penjualan perorangan;
2. bonus kelompok;
3. bonus kepemimpinan;
4. pendapatan redusial; dan
5. bonus lainnya dari perusahaan, seperti potongan harga dan royalti.5

Bonus-bonus yang disediakan oleh perusahaan merupakan rangsangan yang


diberikan kepada distributor agar mensponsori lebih banyak orang dan melatihnya
untuk dapat menjual lebih banyak barang.6

Secara sistematis, sistem kerja MLM, sebagaimana diungkapkan oleh Rivai


(2012: 299-300) dapat dijelaskan sebagai berikut :

5
Ibid
6
Ibid, hlm. 75
1. Pihak perusahaan berusaha menjaring konsumen untuk menjadi member dengan
cara mengharuskan calon konsumen membeli paket produk perusahaan dengan
harga tertentu.
2. Dengan membeli paket produk perusahaan tersebut, pihak pembeli diberi satu
formulir keanggotaan (member) dari perusahaan.
3. Sesudah menjadi member, maka tugas berikutnya adalah mencari member baru
dengan cara seperti di atas, yaitu membeli produk perusahaan dan mengisi
formulir keanggotaan.
4. Para member baru juga bertugas mencari calon member baru lainnya dengan cara
seperti di atas, yaitu membeli produk perusahaan dan mengisi formulir
keanggotaan.
5. Jika member mampu menjaring member baru yang banyak, maka ia akan
mendapat bonus. Semakin banyak member yang dapat dijaring, maka semakin
banyak pula bonus yang didapatkan karena perusahaan merasa diuntungkan oleh
banyaknya member yang sekaligus menjadi konsumen paket produk perusahaan.
6. Dengan adanya para member baru yang sekaligus menjadi konsumen paket
produk perusahaan, maka member yang berada pada level pertama, kedua, dan
seterusnya akan selalu mendapatkan bonus secara estafet dari perusahaan.7

C. Kontroversi seputar bisnis MLM dan money game


Sering Kali ditemukan kerancuan istilah antara bisnis MLM dengan money
game. Bisnis MLM pada hakikatnya adalah sebuah sistem distribusi barang, di mana
banyaknya bonus didapat dari omzet penjualan yang didistribusikan melalui
jaringannya. Sebaliknya, dalam money game, bonus didapat dari perekrutan, bukan
omzet penjualan produk (Wahyudi, 2013: 4).8 Perusahaan money game ini biasanya
menawarkan bisnisnya kepada masyarakat dengan tawaran iming-iming kemewahan
dan bonus yang cukup besar yaitu hingga 50%, sehingga membuat masyarakat tertarik
untuk mengikutinya. Kesulitan membedakan bisnis MLM dengan money game
disebabkan bonus yang diterima berupa gabungan dengan komposisi tertentu antara
bonus perekrutan dan komisi omzet penjualan. Sistem money game cenderung
menggunakan skema piramida (pyramid scheme) dan orang yang terakhir bergabung
akan kesulitan mengembangkan bisnisnya. Dalam bisnis MLM, meskipun

7
Ibid
8
Ibid, hlm. 76
dimungkinkan telah memiliki banyak bawahan, tetapi tanpa omzet, tentu saja bonus
tidak akan diperoleh.

Masalah di dalam bisnis MLM sering terjadi bila sistem komisi menjurus pada
money game. Biaya keanggotaan bawahan secara virtual telah dibagikan menjadi
komisi promotor sementara harga barang menjadi terlalu mahal untuk menutupi
pembayaran komisi kepada promotor. Dalam jangka panjang, hal ini membuat komisi
menjadi tidak seimbang, di mana komisi telah melebihi harga barang dikurangi harga
produksi. Hal ini tentu akan membuat membuat konsumen di tingkat tertinggi
mendapatkan harga termurah atau bahkan mendapatkan keuntungan bila mengetahui
cara mengolah jaringannya, sedangkan konsumen yang baru bergabung mendapatkan
kerugian secara tidak langsung karena mendapatkan harga termahal tanpa
mendapatkan komisi atau komisi yang didapatkan tidak sesuai dengan usaha yang
telah dilakukan sehingga akhirnya anggota baru tersebut terangsang untuk mencari
konsumen baru agar mendapat komisi yang bisa menutupi kerugian virtual yang
ditanggungnya (Wahyudi, 2013: 5). Karena sulit membedakan antara MLM dengan
Money game, akibatnya MLM sering mendapat citra buruk di mata masyarakat
hingga masyarakat mulai memandang apriori terhadap bisnis MLM. Oleh sebab itu,
banyak perusahaan yang menggunakan istilah-istilah baru, seperti affiliate Marketing
atau home-based business franchising. Bahkan bisnis Network Marketing sendiri
sering menyatakan bahwa mereka tidak sama dengan MLM. Masalahnya banyak
bisnis dengan skema piramida (Money game) berusaha mendapatkan legitimasi
ibaratnya bisnis MLM (Tampubolon, 2007: 22).9

9
Ibid, hlm. 77
D. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli ialah menukar sesuatu dengan sesuatu. Sedangkan berdasarkan
pendapat istilah ialah menukar harta dengan harta berdasarkan pendapat cara-cara
yang telah di tetapkan-syara. Hukum jual beli ialah halal atau boleh.dalam Kitab
Kifayatul Ahyar disebutkan Definisi Jual beli berdasarkan pendapat bahasa ialah:
“memberikan sesuatu karena ada pemberian (imbalan tertentu)”.

Berdasarkan pendapat Syeh Zakaria al-Anshari jual beli ialah: “Tukar


menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sayyid sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah
menerangkan jual beli secara etimologi bahwa jual beli berdasarkan pendapat
Definisi lughawiyah ialah saling menukar (pertukaran)”. Sedangkan berdasarkan
pendapat Hamzah Ya’qub dalam bukunya Kode Etik Dagang Berdasarkan
pendapat Islam menjelaskan: “jual beli berdasarkan pendapat bahasa yakni
‚menukar sesuatu dengan sesuatu”.10 dari defnisi di atas dapat dipahami bahwa inti
jual beli merupakan suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
memiliki nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima
benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau peraturan
yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.

2. Dasa-Dasar Jual Beli


Jual beli sebagai sarana saling membantu anatara sesama Insan
mempunyai landasan yang kuat dalam Al quran dan Hadist . Terdapat dalam
beberapa ayat al quran dan Hadist yang membahas tentang jual beli , antara lain :
Firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 27511

LُL‫ ن‬L‫ط‬ Lٰ LْL‫ ي‬LL‫ش‬L‫ل‬L‫ا‬


َّ ُ LLَّ‫ ب‬L‫خ‬
LُL‫ ه‬LL‫ط‬ Lَ LَL‫ ت‬LL‫ َي‬L‫ي‬ Lِ LLَّ‫ل‬L‫ ا‬L‫م‬Lُ L‫و‬Lْ LL‫ ُق‬LL‫ َي‬L‫ ا‬L‫م‬Lَ L‫ك‬Lَ
Lْ L‫ذ‬L ‫ اَّل‬LL‫ ِا‬L‫ن‬Lَ L‫و‬Lْ L‫م‬Lُ L‫و‬Lْ LL‫ ُق‬LL‫ اَل َي‬L‫ا‬L‫ و‬L‫ب‬Lٰ LL‫ر‬L‫ل‬L‫ا‬ ِّ L‫ن‬Lَ L‫و‬Lْ LL‫ ُل‬L‫ك‬Lُ LL‫ ْأ‬LL‫َي‬
Lُ ‫ هّٰللا‬LL‫ َّل‬L‫ح‬ Lَ LL‫ َا‬L‫و‬Lَ L‫ا‬L‫و‬Lۘ L‫ب‬Lٰ LL‫ر‬L‫ل‬L‫ا‬
ِّ Lُ L‫ث‬Lْ L‫م‬Lِ LُL‫ ع‬LْL‫ ي‬LL‫ َب‬L‫ل‬L‫ا‬
L‫ل‬ Lْ L‫ ا‬L‫م‬L ُ LL‫ َق‬L‫م‬Lْ LُL‫ه‬LLLَّ‫ن‬LLَ ‫ ا‬LL‫ ِب‬L‫ك‬
Lَ LL‫ َّن‬LL‫ ِا‬L‫ ا‬L‫و‬LْLٓ LL‫ل‬L‫ا‬ Lَ LL‫ ِل‬L‫ذ‬Lٰ L‫س‬ LLِّ ۗ L‫م‬Lَ L‫ل‬L‫ا‬
Lْ L‫ن‬Lَ L‫م‬Lِ
Lْ LL‫ َف‬L‫ه‬Lٖ L ِّL‫ ب‬LL‫ َّر‬L‫ن‬Lْ LL‫ ِّم‬LL‫ ٌة‬L‫ظ‬
L‫ ا‬L‫م‬Lَ L‫ه‬Lٗ LL‫ َل‬LL‫ َف‬L‫ ى‬L‫ه‬Lٰ LَL‫ ت‬L‫ن‬L‫ا‬ Lَ L‫ع‬Lِ L‫و‬Lْ L‫م‬Lَ L‫ه‬Lٗ L‫ء‬Lَ L‫ا‬Lۤ L‫ج‬ Lَ L‫ن‬Lْ L‫م‬Lَ LL‫ َف‬L‫ا‬L‫و‬ Lۗ L‫ب‬Lٰ LL‫ر‬L‫ل‬L‫ا‬
ِّ L‫م‬Lَ LL‫ َّر‬L‫ح‬ Lَ L‫و‬Lَ L‫ع‬ Lْ
Lَ LْL‫ ي‬LL‫ َب‬L‫ل‬L‫ا‬
ٰۤ ُ
L‫ ا‬LL‫ َه‬LْL‫ ي‬LL‫ ِف‬L‫م‬Lْ LُL‫ ه‬Lۚ L‫ر‬L‫ا‬ َّ L‫ب‬
Lِ LL‫ن‬L‫ل‬L‫ا‬ Lُ L‫ح‬Lٰ L‫ص‬ Lْ LL‫ َا‬L‫ك‬ L L‫ ا‬LL‫ َف‬LَL‫د‬L‫ ا‬LَL‫ ع‬L‫ن‬Lْ L‫م‬Lَ L‫و‬Lَ Lۗ Lِ ‫ هّٰللا‬L‫ ى‬LL‫ َل‬LL‫ ِا‬L‫ه‬Lٓٗ L‫ر‬
Lَ L Lِ‫ ِٕٕى‬L‫ل‬L‫و‬L Lُ L‫م‬Lْ LL‫ َا‬L‫و‬Lَ L‫ف‬ LَLۗ LL‫ َل‬L‫س‬Lَ
LَL‫ ن‬L‫و‬Lْ LُL‫ د‬LL‫ ِل‬L‫خ‬Lٰ

10
Akhmad Farroh Hasan, “FIQH MUAMMALAH dari klasik hingga kontemporer”, (UIN-Maliki Press, Cetakan I,
Malang Oktober 2008), hlm. 29
11
Ibid, hlm. 30
Artinya : Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu
karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat
peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.12

Firman Allah dalam Surat An-Nisa Ayat 29 :


Lْ Lَ‫ا‬
L‫ن‬L ‫ ٓاَّل‬LL‫ ِا‬L‫ل‬ Lِ L‫ط‬L‫ا‬ Lْ LL‫ ِب‬L‫م‬Lْ L‫ك‬Lُ LَL‫ ن‬LْL‫ ي‬LL‫ َب‬L‫م‬Lْ L‫ك‬Lُ LL‫ل‬L‫ا‬
Lِ LL‫ َب‬L‫ل‬L‫ا‬ َ L‫و‬Lَ L‫م‬Lْ LL‫ َا‬L‫ ا‬L‫و‬LْLٓ LL‫ ُل‬L‫ك‬Lُ LL‫ ْأ‬LَL‫ اَل ت‬L‫ ا‬L‫و‬Lْ LL‫ ُن‬L‫م‬Lَ L‫ا‬Lٰ L‫ن‬ Lِ LLَّ‫ل‬L‫ ا‬L‫ ا‬LL‫ َه‬L ُّL‫ي‬LLَ ‫ ا‬LL‫ي‬Lٓ ٰ
Lَ LْL‫ ي‬L‫ذ‬L
LَL‫ن‬L‫ ا‬L‫ك‬Lَ Lَ ‫ هّٰللا‬L‫ن‬ L َّ LL‫ ِا‬Lۗ L‫م‬Lْ L‫ك‬Lُ L‫س‬Lَ LL‫ ُف‬L‫ن‬Lْ LL‫ َا‬L‫ ا‬L‫و‬LْLٓ LL‫ ُل‬LL‫ ُت‬L‫ق‬Lْ LَL‫ اَل ت‬L‫و‬Lَ Lۗ L‫م‬Lْ L‫ك‬Lُ L‫ن‬Lْ LL‫ ِّم‬L‫ض‬L‫ا‬ Lٍ Lَ LَL‫ ت‬L‫ن‬Lْ LَL‫ ع‬LL‫ ًة‬L‫ر‬L‫ا‬
L‫ر‬ Lَ L‫ج‬ Lَ LL‫ ِت‬L‫ن‬Lَ L‫و‬Lْ L‫ك‬Lُ LَL‫ت‬
L‫ ا‬L‫م‬Lً LْL‫ ي‬L‫ح‬ Lَ L‫م‬Lْ L‫ك‬Lُ LL‫ِب‬
Lِ L‫ر‬

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah ialah: Maha Penyayang
kepadamu”. ( QS An-Nisa’: 29)13

3. Syarat- Syarat Jual beli


Adapun Syarat- syarat jual beli diantaranya ialah:
Syarat Jual Beli Adapun syarat jual beli harus sesuai rukun jual beli
sebagaimana berdasarkan pendapat jumhur ulama, sebagai berikut:
1. Syarat orang yang sedang berakad antara lain berakal maksudnya orang
gila atau belum orang yang belum mumayiz tidak sah dan yang
mengerjakan akad tersebut harus orang yang berbeda.
2. Syarat yang berhubungan dengan ijab dan qabul, semua ulama sepakat
unsur utama dalam jual beli yakni kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan
kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab dan qabul.14 Para ulama’ fiqih

12
Ibid
13
Ibid, hlm 32
14
Ibid
berpendapat syarat-syarat dalam ijab qabul di antaranya: orang yang
mengucapkan telah balig dan berakal, qabul yang dilaksanakan harus
sesuai ijab, ijab dan qabul harus dilaksanakan dalam satu majlis.
3. Syarat barang yang diperjual belikan (ma’qud alaih), antara lain: barang
ada atau tidak ada di tempat tapi penjual menyatakan kesanggupannya
untuk mengadakan barang tersebut, dapat berfungsi atau difungsikan
4. barang sudah ada pemiliknya, boleh diserahkan pada saat akad
berlangsung atau waktu yang ditentukan ketika transaksi berlangsung.
5. Syarat nilai tukar (harga barang), tergolong unsur yang mendasar dalam
jual beli ialah nilai tukar, dan kebanyakan manusia memakai uang. Terkait
dengan nilai tukar Para ulama Fiqih membedakan al-staman dengan al-si’r.
staman ialah harga pasar yang berlaku di tengah-tengah masyarakat, al-sir
ialah modal barang yang seharusnya diterima semua pedagang sebelum
dijual ke konsumen.

Syarat-syarat staman sebagai berikut: harga yang disepakati harus jelas


jumlahnya, boleh diberikan pada waktu akad, jika jual beli almuqoyadah
(saling mempertukarkan barang) maka barang yang dijadikan nilai tukar
bukan barang yang diharamkan syara’”.15

4. Rukun-rukun Jual Beli


Rukun secara umum ialah suatu yang harus dipenuhi untuk sahnya
pekerjaan. Dalam jual beli berdasarkan pendapat ulama Hanafiah yang
terdapat dalam bukunya Abdul Rahman Ghozali rukun jual beli ialah ijab dan
qabul yang menunjukan sikap saling tukar, atau saling memberi.16

Rukun dalam jual beli berdasarkan pendapat ulama Hanfiah ada dua
yakni ijab dan qobul. Sedangkan berdasarkan pendapat jamhur ulama’ rukun
jual beli harus mencakup empat macam, antara lain:
a. Akidain (penjual dan pembeli).
b. Ada barang yang dibeli.
c. Sighat ( lafad ijab dan qabul).

15
Ibid, hlm. 33
16
Ibid
d. Ada nilai tukar pengganti barang”.60Artinya : Perdagangan itu atas
dasarsamasama rela. (HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah)17
5. Prinsip-prinsip jual Beli
Prinsip Prinsip Jual beli diantaranya ialah:
a. Prinsip keadilan
Berdasarkan pendapat Islam adil merupakan aturan paling utama
dalam semua aspek perekonomian”. Salah satu ciri keadilan ialah tidak
memaksa manusia membeli barang dengan harga tertentu, jangan ada
monopoli, jangan ada permainan harga, serta jangan ada cengkeraman
orang yang bermodal kuat terhadap orang kecil yang lemah.
b. Suka sama suka
Prinsip ini merupakan kelanjutan dari asas pemerataan, asas ini
mengakui bahwa setiap format muamalah antar pribadi atau antar pihak
harus berdasarkan kerelaan masing-masing, kerelaan disini dapat berarti
kerelaan mengerjakan suatu format muamalat, maupun kerelaan dalam
menerima atau memberikan harta yang dijadikan objek dalam format
muamalat lainnya”.
c. Bersikap benar, amanah, dan jujur.
1) Benar: Benar ialah merupakan ciri utama orang mukmin, bahkan ciri
pada Nabi. Tanpa kebenaran, agama tidak bakal tegak dan tidak bakal
stabil. Bencana terbesar di dalam pasar saat ini ialah meluasnya
tindakan dusta dan bathil, misalnya berdusta dalam mempromosikan
barang dan menetapkan harga, oleh sebab itu salah satu karakter
pedagang yang urgen dan diridhai oleh Allah ialah kebenaran. Karena
kebenaran menyebabkan berkah bagi penjual maupun pembeli, andai
keduanya bersikap benar dan mau menjelaskan kelemehan barang
yang diperdagangkan maka dua-duanya mendapatkan berkah dari jual
belinya.18 Namun andai keduanya saling menutupi aib barang
dagangan itu dan berbohong, maka andai mereka mendapat laba,
hilanglah berkah jual beli itu”.
2) Amanah: Maksud amanat ialah mengembalikan hak apa saja kepada
pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak

17
Ibid
18
Ibid, hlm. 34
meminimalisir hak orang lain, baik berupa harga atau upah Dalam
berniaga dikenal dengan istilah” memasarkan dengan “amanat” seperti
menjual murabaha “ maksudnya, penjual menjelaskan ciri-ciri,
kualitas,dan harga barang dagangan kepada pembeli tanpa melehi-
lebihkannya. Di dalam hadist Qutdsi, Allah berfirman: “ Aku ialah
yang ketiga dari dua orang berserikat, selama salah satu dari keduanya
tidak menghianati temannya. Apabila salah satu dari keduanya
berkhianat, aku keluar dari mereka”.
3) Jujur (setia): disamping benar dan amanat, seorang pedagang harus
berlaku jujur, dilandasi suapaya orang lain mendapatkan kebaikan dan
kebahagiaan sebagaimana ia menginginkannya dengan menjelaskan
cacat barang dagangnya yang dia ketahui dan yang tidak terlihat oleh
pembeli. Salah satu sifat curang ialah melipatkan gandakan
hargaterhadap orang yang tidak mengetahui harga pasaran. Pedagang
mengelabui pembeli dengan memutuskan harga diatas harga pasaran.
d. Tidak mubazir (boros)
Islam mengharuskan setiap orang membelanjakan harta miliknya
untuk memenuhi keperluan diri pribadinya dan keluarganya serta
menafkahkannya dijalan Allah dengan kata lain, Islam ialah agama yang
memerangi kekikiran dan kebatilan. Islam tidak mengizinkan tindakan
mubazir sebab Islam mengajarkan agar konsumen bersikap sederhana
e. Kasih sayang
Kasih sayang dijadikan lambang dari risalah Muhammad SAW,
dan Nabi sendiri menyikapi dirinya dengan kasih sayang beliau bersabda
“Saya ialah seorang yang pengasih dan mendapat petunjuk”.19 Islam
mewajibkan mengasih sayangi manusia dan seorang pedagang jangan
hendaknya perhatian umatnya dan tujuan usahanya untuk mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya Islam ingin mengatakan di bawah naungan
norma pasar, kemanusiaan yang besar menghormati yang kecil, yang kuat
membantu yang lemah, yang bodoh belajar dari yang pintar, dan manusia
menentang kezaliman”.20
6. Macam-macam jual Beli

19
Ibid, hlm. 35
20
Ibid
Jual beli dapat ditinjau dari beberapa sisi, yakni dari sisi obyek dan Subjek
jual beli. Pembahasannya sebagai berikut:
a. Ditinjau dari sisi benda yang dijadikan obyek jual beli ada tiga macam:
1) Jual beli benda yang kelihatan, yakni pada waktu mengerjakan akad
jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual
dan pembeli. Hal ini lazim dilaksanakan masyarakat Umum.
2) Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian, yakni jual
beli salam (pesanan). Salam merupakan jual beli yang tidak tunai
(kontan), pada awalnya meminjamkan barang atau sesuatu yang
seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian sesuatu
yang penyerahan barangbarangnya ditangguhkan hingga masa-masa
tertentu, sebagai imbalan harga yang telah diputuskan ketika akad.
3) Jual beli benda yang tidak ada serta tidak bisa dilihat, yakni jual beli
yang dilarang oleh agama Islam, sebab barangnya tidak pasti atau
masih gelap, sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari
curian atau barang titipan yang akibatnya dapat memunculkan
kerugian diantara pihak”.
b. Dari segi obyeknya jual beli dibedakan menjadi empat macam:
1) Bai’ al-muqayadhah, yakni jual beli barang dengan barang, atau yang
lazim disebut dengan barter. Seperti menjual garam dengan sapi.21
2) Ba’i al-muthlaq, yakni jual beli barang dengan barang lain secara
tangguh atau menjual barang dengan saman secara mutlaq, seperti
dirham, dolar atau rupiah.
3) Ba’i al-sharf, yakni menjualbelikan saman (alat pembayaran) dengan
tsaman lainnya, seperti rupiah, dolar atau alat-alat pembayaran lainnya
yang berlaku secara umum.
4) Ba’i as-salam. Dalam hal ini barang yang diakadkan bukan berfungsi
sebagai mabi’ melainkan berupa dain (tangguhan) sedangkan uang
yang dibayarkan sebagai saman, bisa jadi22 berupa ‘ain bisa jadi
berupa dain namun harus diserahkan sebelum keduanya berpisah. Oleh
karena itu saman dalam akad salam berlaku sebagai ‘ain”.

21
Ibid, hlm. 36
22
Ibid
c. Ditinjau dari segi pelaku akad (subyek) jual beli terbagi menjadi tiga agian,
yakni:
1) Akad jual beli yang dilaksanakan dengan lisan, yakni akad yang
dilaksanakan oleh kebanyakan orang, bagi orang bisu diganti dengan
isyarat yang merupakan pembawaan alami dalam menampakkan
kehendak, dan yang dipandang dalam akad ialah maksud atau
kehendak dan Definisi, bukan pembicaraan dan pernyataan.
2) Penyampaian akad jual beli melewati utusan, perantara, tulisan atau
surat-menyurat, jual beli seperti ini sama dengan ijab kabul dengan
ucapan, misalnya JNE TIKI dan lain sebagainya. Jual beli ini
dilaksanakan antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu
majlis akad, tapi melalui JNE TIKI. Jual beli seperti ini dibolehkan
berdasarkan pendapat syara’. Dalam pemahaman sebagian Ulama’ ,
format ini hampir sama dengan format jual beli salam, hanya saja jual
beli salam antara penjual dan pembeli saling berhadapan dalam satu
majlis akad. Sedangkan dalam jual beli via pos dan giro antara penjual
dan pembeli tidak berada dalam satu majlis akad.23
3) Jual beli dengan tindakan (saling memberikan) atau dikenal dengan
istilah mu’athah, yakni mengambil dan menyerahkan barang tanpa ijab
dan qabul, seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan
label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian memberikan
uang pembayaranya kepada penjual. Jual beli dengan cara demikian
dilaksanakan tanpa ijab qabul antara penjual dan pembeli, berdasarkan
pendapat sebagian ulama’ Syafi’iyah tentu hal ini dilarang, tetapi
berdasarkan pendapat sebagian lainnya, seperti Imam Nawawi
membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan cara yang
demikian, yakni tanpa ijab qabul terlebih dahulu”.24

23
Ibid, hlm. 37
24
Ibid
E. Multi Level Marketing Dalam Pandangan Fiqh Muamalah Kontemporer

Semua bisnis yang menggunakan sistem MLM dalam literatur fiqh termasuk
dalam kategori muamalah yang dibahas dalam bab Al-Buyu’ (JualBeli). Dalam kajian
fiqh kontemporer bisnis MLM ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu produk barang
atau jasa yang dijual dan cara atau sistem penjualannya (selling marketing). Mengenai
produk atau barang yang dijual apakah halal atau haram tergantung kandungannya,
apakah terdapat sesuatu yang diharamkan Allah seperti unsur babi, khamr, bangkai
atau darah. Begitu pula dengan jasa yang dijual apakah mengandung unsur
kemaksiatan seperti praktik perzinaan, perjudian atau perdagangan anak dan
sebagainya. Iini semua bisa dirujuk pada serifikasi halal dari LP-POM MUI.

Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya


menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga produk jasa, yaitu jasa
marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing
fee, bonus sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan
distributor. Jasa penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqh disebut sebagai
“Samsarah/simsar”. Maksudnya perantara perdagangan (orang yang menjualkan
barang atau mencarikan pembeli) untuk memudahkan jual beli.25

Pekerjaan Samsarah/simsar yang berupa makelar, distributor atau agen dalam


fiqh termasuk akad ijarah yaitu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan.
Pada dasarnya para ulama seperti Ibnu Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, Atha dan
Ibrahim memandang boleh jasa ini.26 Namun untuk sahnya pekerjaan ini harus
memenuhi beberapa syarat di antaranya :

1. Adanya Perjanjian yang jelas antara kedua belah pihak.


2. Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
3. Objek akad bukan hal-hal yang diharamkan dan maksiat.

Distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan
tidak menjalankan bisnis yang haram dan tidak jelas halal/haramnya (syubhat).
Distributor dalam hal ini berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi
akadnya. Sedangkan pihak perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus
segera memberikan imbalan para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau

25
Sayyid Sabiq, “Fiqh as-Sunnah”, Penerbit Pena Pundi Aksara, jilid IV, hlm 137
26
Ibid, hlm 137
menghilangkannya. Pola ini sejalan dengan firman Allah QS. Al-A‟raf : 85 dan al-
Baqaarah : 233, Yang artinya “Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan
janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya… “ 27

Dalam hadis Nabi yang berbunyi “Berilah para pekerja itu upahnya sebelum
kering keringatnya” (H.R. Ibnu Majah, Abu Ya‟la dan Thabrani). Jumlah upah atau
imbalan jasa yang harus diberikan kepada makelar atau distributor adalah menurut
perjanjian seuai dengan al-Qur’an surah Al-Maidah : 1, yang artinya : “Hai orang-
orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”. Kemudian hadis Nabi menyatakan
“orang-orang muslim itu terikat dengan pejanjian-perjanjian mereka”. (H.R. Ahmad,
Abu Dawud, Hakim dari Abu Hurairah).28

Oleh karena itulah, hukum dari MLM ini adalah mubah berdasarkan kaidah
ushuliyah “al-ashlu fil mu’amalah al-ibahah hatta dallad dalilu ala tahrimiha” (asal
dari semua transaksi/perikatan adalah boleh sehingga ada indikator yang
menunjukkan keharamannya). Selain itu bisnis ini bebas dari unsur-unsur Riba
(sistem bunga), gharar (penipuan), dharar (bahaya), jahalah (tidak transparan) dan
zhulm (merugikan orang lain) dan yang lebih urgen adalah produk dan jasa yang
dibisniskan adalah halal. Karena bisnis MLM merupakan bagian dari perdagangan
oleh sebab itu bisnis ini juga harus memenuhi syarat dan rukun sahnya sebuah
perikatan.29

Dalam pandangan jumhur yang termasuk rukun akad adalah sebagai berikut :

1. Al-‘aqidain (subjek/dua orang yang melakukan akad)


Para pihak yang melakukan akad. Sebagai pelaku dari suatu
tindakan hukum (subjek hukum) tertentu dan sering kali diartikan sebagai
pengemban hak dan kewajiban. Subjek hukum terdiri dari dua macam
yaitu manusia dan badan hukum. Adapun syarat manusia yang menjadi
subjek hukum adalah berakal, tamyiz (dapat membedakan), dan mukhtar
(bebas dari paksaan/suka sama suka). Sedangkan badan hukum memiliki
perbedaan dengan manusia dalam hal:

27
Firman Wahyudi, “Multi Level Marketing Dalam Kajian Fiqh Muamalah”, Vol. 13, No. 2, Juli-Desember 2014,
hlm 171
28
Ibid, hlm 172
29
Ibid, hlm 172
a. Hak-hak badan hukum berbeda dengan hak-hak yang dimiliki manusia
seperti hak berkeluarga, hak pusaka dll.
b. Badan hukum tidak hilang dengan meninggalnya pengurus badan
hukum.
c. Badan hukum diperlukan adanya pengakuan hukum.
d. Ruang gerak badan hukum dalam bertindak dibatasi oleh ketentuan-
ketentuan hukum dan dibatasi dalam bidang-bidang tertentu.
e. Tindakan badan hukum adalah tetap tidak berkembang.
f. Badan hukum tidak dapat dijatuhi hukuman pidana tapi hanya dapat
dijatuhi hukuman perdata.30

Dari unsur diatas maka dapat dilihat bahwa bisnis MLM adalah
sebuah perusahaan bisnis yang memilki badan hukum, yang mana dalam
pelaksanaan sistemnya dikerjakan oleh orang perseorangan serta
diharuskan bagi anggota yang ingin bergabung dengan perusahaan ini
melakukan sebuah akad/transaksi yang didasarkan atas persetujuan kedua
belah pihak. Jika salah satu pihak keberatan atas sistem dan perjanjian
mereka maka salah satunya diberi hak untuk memilih untuk bergabung
atau tidak, dan ini dilakukan diawal transaksi. Sistem ini sesuai dengan
syarat syahnya subjek hukum yaitu mukhtar (tidak ada paksaan dan suka
sama suka).31

2. Mahallul ‘aqdi (Objek Perikatan)


Sesuatu yang dijadikan objek akad dikenakan padanya akibat
hukum yang ditimbulkan. Hal ini bisa berupa benda (produk) atau jasa
(manfaat). Adapun syarat yang harus dipenuhi yaitu :
a. Objek harus ada ketika akad dilangsungkan
b. Objek harus dibenarkan oleh syariah
c. Objek harus jelas dan dikenali
d. Objek dapat diserah terimakan. 32

Dalam bisnis MLM biasanya menjual sebuah produk baik itu


barang maupun jasa. Produk tersebut haruslah memiliki kualitas yang

30
Ibid, hlm 173
31
Ibid, hlm 173
32
Ibid, hlm 173
cukup baik agar bisa bersaing di pasar dan ini merupakan faktor kunci dari
sebuah perusahaan agar bisa disebut sebagai sebuah MLM atau tidak dan
produk ini sudah disiapkan oleh perusahaan sebelum perusahaan menjual
kepada calon member atau konsumen. Ketika seorang calon member
membeli sebuah produk, dia diharuskan mempelajari terlebih dahulu
kegunaan dan manfaat dari produk yang akan dibelinya, apakah sesuai
dengan syariah atau tidak. Selanjutnya setelah dia membeli produk
tersebut maka otomatis dia memiliki hak kepemilikan atas produk tersebut
serta otomatis produk tersebut telah berpindah ketangan calon
member/konsumen tersebut, dan pola ini sesuai dengan syarat dan rukun
diatas.33

3. Maudhu’ul aqdi (Tujuan Perikatan)


Sebuah akad harus sesuai dengan azas kemaslahatan dan manfaat.
Ahmad Azhar Basyir menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar
suatu tujuan sebuah akad dipandang sah dan memiliki akibat hukum yaitu :
a. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-
pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan.
b. Tujuan akad harus berlangsung adanya hingga berakhirnya
pelaksanaan akad
c. Tujuan akad harus sesuai syariat.

Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak


hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga
bertujuan untuk merekrut calon member agar bisa memasarkan produknya
tersebut melalui sistem multi level yang telah ditetapkan perusahaan. Jasa
pemasaran (marketing) ini akan dihargai dengan sejumlah pemberian
bonus (fee) tergantung sampai sejauh mana target pemasaran yang telah
dia peroleh. Selain produknya mendatangkan manfaat bagi konsumen juga
bermanfaat bagi member yang ingin menjalankan bisnisnya secara teratur
dan baik. Tujuan inilah yang mungkin sesuai dengan rukun akad diatas.34

4. Shigatul aqdi (Ijab-kabul)

33
Ibid, hlm 174
34
Ibid, hlm 174
Ijab merupakan suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak
pertama untuk melakukan sesuatu atau tidak sedangkan kabul merupakan
pernyataan menerima atau persetujuan dari pihak kedua atas penawaran
dari pihak pertama. Ijab dan kabul dapat dilakukan dengan empat cara
yaitu lisan, tulisan, isyarat dan perbuatan.35

Sistem MLM melakukan sebuah transaksi atas keempat hal diatas,


bisa dilakukan dengan tulisan dimana calon member/konsumen diharuskan
mengisi formulir pendaftaran yang disediakan oleh perusahaan sebelum
membeli produk atau menjadi anggota dari perusahaan tersebut, kemudian
ketika dia merekrut anggota baru otomatis dia mendapatkan bonus (fee)
dari hasil kerjanya memasarkan produk tersebut kepada orang lain.
Pendapatan bonus ini bekerja secara otomatis sesuai dengan sistem yang
telah ditetapkan dan ini bisa di analogikan dengan bentuk ijab-kabul secara
perbuatan yang dalam istilah fiqhnya disebut ta‟athi atau mu‟athah
(saling memberi dan menerima). Adanya perbuatan saling memberi dan
menerima dari para pihak yang telah saling memahami perbuatan
perikatan tersebut akan membawa kepada sahnya transaksi tersebut.36

35
Ibid, hlm 174
36
Ibid, hlm 175
III
PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan ayat Alquran dan Hukum-hukum yang Mengatur tentang Jual Beli di
atas dapat diketahui bahwa Islam mempunyai prinsip-prinsip tentang pengembangan
sistem bisnis yaitu harus terbebas dari unsur dharar (bahaya), jahalah (ketidakjelasan) dan
zhulm ( merugikan atau tidak adil terhadap salah satu pihak). Oleh karena itu, sistem
pemberian bonus harus adil, tidak menzalimi dan tidak hanya menguntungkan orang yang
di atas. Sebagian pakar ekonomi Islam membuat istilah bawa bisnis yang islami harus
terbebas dari unsur MAGHRIB, singkatan dari lima unsur yaitu : (1) maysir (judi), (2)
gharar (penipuan), (3) haram, (4) riba (bunga) dan (5) batil.

Artinya, apabila kita ingin mengembangkan bisnis melalui model MLM, maka
harus terbebas dari unsur-unsur maghrib di atas. Oleh karena itu, barang atau jasa yang
dibisniskan serta tata cara penjualannya harus halal, tidak syubhat dan tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip syari’ah di atas sejatinyalah MLM yang menggunakan strategi
pemasaran secara bertingkat (levelisasi) mengandung unsur-unsur positif, asalkan diisi
dengan ruh syari’ah dan sistemnya disesuaikan dengan syari’ah Islam. Bila demikian,
MLM dipandang memiliki unsur-unsur silaturrahmi, dakwah dan tarbiyah.

Yang pada intinya adalah MLM ditentukan oleh bentuk muamalatnya. jika
muamalat yang terkandung didalamnya adalah muamalat yang tidak bertentangan dengan
syariat islam, maka absahlah MLM tersebut. namun, jika muamalatnya bertentangan
dengan syariat islam, maka haramlah MLM itu.
Daftar Pustaka

Kuncoro, Tyas Anis. “KONSEP BISNIS MULTI LEVEL MARKETING DALAM


PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH”. SULTAN AGUNG VOL XIV NO. 119
SEPTEMBER-NOVEMBER (2009)

Rahmawaty, Anita. “BISNIS MULTI LEVEL MARKETING DALAM PERSPEKTIF


ISLAM”. Volume 2, No. 1, Juni (2014)

Hasan, Farroh Akhmad. “FIQH MUAMMALAH dari klasik hingga kontemporer”, UIN-
Maliki Press, Cetakan I, Malang Oktober 2008

Sayyid Sabiq, “Fiqh as-Sunnah”, Penerbit Pena Pundi Aksara, jilid IV

Firman Wahyudi, “Multi Level Marketing Dalam Kajian Fiqh Muamalah”, Vol. 13, No. 2,
Juli-Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai