Anda di halaman 1dari 12

BISNIS POLA MULTI LEVEL MARKETING (MLM)

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata kuliah : Etika Bisnis Syariah

Dosen Pengampu : Ida Roza, M.E.I

Disusun oleh:

Anna Zahiroh (1905046001)

Annisa Azzahra (1905046003)

Nurul Putri ( 1905046015)

Laila Azkia (1905046033)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI WALISONGO SEMARANG

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karana hanya dengan
rahmat-Nya lah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Kontrak Syariah
dan Penyusunannya” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Tidak lupa kami
mengucapkan rasa terimakasih kepada Ibu Dosen juga kepada rekan rekan mahasiswa yang
telah memberikan konstribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga
makalah ini dapat selesai pada waktu yang telah di tentukan. Meskipun kami sudah
mengumpulkan banyak refrensi untuk menujang maklah ini, namun kami menyadari bahwa
di dalam makalah yang telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta
kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran, masukan dari para pembaca demi
tersusunnya makalah yang lebih baik lagi.

Semarang, 22 November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................4
C. Kesimpulan ........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................
A. Bisnis Pola MLM
1. Pengertian MLM…………………………………………………….5
2. Mekansime MLM……………………………………………………6
3. Hukum Skema Bisnis MLM ……………………………………….8

BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………….11

A. Kesimpulan………………………………………………………………11
B. Saran………………………………………………………………………..11

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalaah
1. Apa pengertian dari MLM?
2. Bagaimana mekanisme dalam menjalankan MLM?
3. Bagaimana Hukum Skema Bisnis MLM?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian MLM
2. Mengetahui mekanisme dalam menjalankan MLM
3. Mengetahui Hukum Skema Bisnis MLM

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Multi Level Marketing (MLM)


Multi Level Marketing (MLM) secara etimologi dapat diartikan sebagai pemasaran
yang berjenjang.1 Sehingga dapat dikatan multi level marketing adalah sebuah
organisasi distributor yang melaksanakan penjualan yang berjenjang banyak atau
bertingkat.2 MlM merupakan salah satu cara dari banyaknya cara yang ditempuh oleh
perusahaan untuk memasarkan produk mereka.3 Pengertian multi level marketing atau
di singkat MLM adalah sebuah system pemasaran modern melalui jaringan distribusi
yang dibangun secara permanen dengan memposisikan pelanggan perusahaan
sekaligus sebagai tenaga pemasaran. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa
MLM adalah pemasaran berjenjang melalui jaringan distributor yang dibangun
dengan menjadikan konsumen sebagai tenaga pemasaran.

Menurut Royan (202) MLM atau Multi Level Marketing adalah suatu metode
pemasaran yang memanfaatkan sistem jaringan atau network sehingga MLM ini dapat
dikatakan juga sebagai Network Marketing. Yusuf (dalam Rozi, 2003) berpendapat
bahwa, dikatakan network marketing karena merupakan sebuah jaringan kerja
pemasaran yang di dalamnya terdapat sejumlah orang yang melakukan proses
pemasaran produk/jasa. Pemasaran dan distribusi yang dilakukan melalui banyak
level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan istilah Upline (tingkat atas) dan
Downline (tingkat bawah), orang akan disebut Upline jika mempunyai Downline. Dan
inti dari bisnis MLM ini adalah digerakkan dengan jaringan, baik yang sifatnya
vertikal atas bawah maupun horizontal kiri-kanan atau pun bisa juga gabungan antara
keduanya. Setiap orang yang berhasil diajak dan bergabung dalam kelompoknya akan

1
Ahmad Mardalis dan Nur Hasanah, Multi Level Marketing (MLM) Prespektif Ekonomi Islam, FALAH Jurnal
Ekonomi Syariah, Vol. 1, No.1, Februari 2016.
2
Agus Marimin, Abdul Haris Romdhoni, dan Tira Nur Fitria, “ BISNIS MULTI LEVEL MARKETING
(MLM)DALAM PANDANGAN ISLAM”, JURNAL ILMIAH EKONOMI ISLAM VOL. 02, NO. 02, JULI 2016.
3
Ahmad Mardalis dan Nur Hasanah, Multi Level Marketing (MLM) Prespektif Ekonomi Islam, FALAH Jurnal
Ekonomi Syariah, Vol. 1, No.1, Februari 2016.

5
memberikan manfaat dan keuntungan
kepada yang mengajaknya, lazimnya dengan memakai sistem presentase atau
bonus.
MLM atau Multi Level Marketing sendiri masuk ke Indonesia sekitar tahub 80-an.
Sejak saat itu prakter MLM di Indonesia menjadi marak dan menjamur dimana-mana
apalagi saat itu terjadi krisis monoter. Hal ini dimanfaatkan oleh oknum yang
menjalankan metode MLM untuk ditawarkan kepada pemain bisnis asing ataupun
lokal. MLM dinilai sebagai metode pemasaran yang lebih efisien dalam tingkatan
retail. Karena lancar nya individu yang menyebar luaskan bisnis ini lancar daripada
sistem pemasaran biasa. Multi Level Marketing atau Network Marketing merupakan
sistem pendistribusian barang atau jasa lewat suatu jaringan atau orang-orang yang
independen, kemudian orang-orang ini
akan mensponsori orang-orang lain untuk membantu-meneruskan lewat satu atau
beberapa tingkat pemasukan. Peter Clotier dalam bukunya yang berjudul Multi Level
Marketing A Practical Guide To Succesful Network Selling seperti yang dikutip
Axinantio (1996:10), merumuskan Multi Level Marketing merupakan suatu cara atau
metode menjual barang secara langsung kepada pelanggan melalui jaringan yang
dikembangkan oleh para distributor yang memperkenalkan para distributor
berikutnya.4

B. MEKANISME MULTI LEVEL MARKETING

MLM adalah menjual atau memasarkan langsung suatu produk baik brupa barang
atau jasa konsumen sehingga biaya distribusi dari barang yang dijual atau dipasarkan
tersebut sangat minim bahkan sampai ke titik nol, yang artinya bahwa dalam bisnis
MLM ini tidak diperlukan biaya distribusi.5 MLM juga menghilangkan biaya
promosi dari barang yang hendak dijual karena distribusi dan promosi ditangani
langsung oleh distributor dengan sistem berjenjang.

Mekanisme operasional pada MLM ini adalah seorang distributor dapat mengajak
orang lain untuk ikut jug sebagai distributor. Kemudian orang lain Itu dapat mengajak

4
Agus Marimin, Abdul Haris Romdhoni, dan Tira Nur Fitria, “ BISNIS MULTI LEVEL MARKETING
(MLM)DALAM PANDANGAN ISLAM”, JURNAL ILMIAH EKONOMI ISLAM VOL. 02, NO. 02, JULI 2016.
5
Andreas Harefa, 10 Kiat Sukses Distributor MLM, Belajar dari AMWAY, CNI dan Herbalife (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1999) halaman 12

6
pula orang lain lagi untuk ikut bergabung. Begitu Seterusnya, semua yang diajak dan
ikut merupakan suatu kelompok distributor yang bebas mengajak orang lain lagi
sampai level yang tanpa batas. Inilah salah satu perbedaan MLM dengan
pendistribusian secara konvensional yang bersifat single level. Pada pendistribusian
konvensional, seorang agen mengajak beberapa orang bergabung ke dalam
kelompoknya menjadi penjual atau sales atau wiraniaga. Pada sistem single level para
wiraniaga tersebut meskipun mengajak temannya, hanya sekedar pemberi referensi
yang secara organisasi tidak di bawah koordinasinya melainkan terlepas. Mereka
berada sejajar samasama sebagai distributor.
Dalam MLM terdapat unsur jasa. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya seorang
distributor yang menjualkan barang yang bukan miliknya dan ia mendapatkan upah
dari presentase harga barang. Selain itu jika ia dapat menjual barang tersebut sesuai
dengan target yang telah ditetapkan maka ia mendapatkan bonus yang ditetapkan
perusahaan. Menurut catatan APLI, saat ini terdapat sekitar 200-an perusahaan yang
menggunakan sistem MLM dan masing-masing memiliki karakteristik, spesifikasi,
pola, sistem dan model tersendiri. Sehingga untuk menilai satu persatu perusahaan
MLM sangat sulit sekali6.
Dalam situs APLI dikemukakan bahwa MLM/Pemasaran Berjenjang disebut sistem
penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung,
dimana harga barang yang ditawarkan ditingkat konsumen adalah harga produksi
ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena tidak secara langsung telah
membantu kelancaran distribusi.
Promotor (upline) biasanya adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan
terlebih dahulu, sedangkan bawahan (downline) adalah anggota baru yang mendaftar
atau direkrut oleh promotor. Akan tetapi, pada beberapa sistem tertentu, jenjang
keanggotaan ini bisa berubah-ubah sesuai dengan syarat pembayaran atau pembelian
tertentu.
Komisi yang diberikan dalam pemasaran berjenjang dihitung berdasarkan banyaknya
jasa distribusi yang otomatis terjadi jika bawahan melakukan pembelian barang.
Promotor akan mendapatkan bagian komisi tertentu sebagai bentuk balas jasa atas
perekrutan bawahan.

6
Bisnis Dengan Sistem MLM dalam http://www.dakwatuna.com/2006- artikel ekonomi Syariah

7
C. Multi Lavel Marketing dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha

Pasal yang Dilanggar Oleh Praktek MLM Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Uraian Unsur-Unsur Pasal

Salah satu substansi yang di atur di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 8 yang mengatur
mengenai larangan membuat perjanjian yang memuat persyaratan bahwa penerima barang
dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan jasa yang diterimanya,
dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan selanjutnya disebut
"penetapan harga jual kembali" sehingga dapat mengakibatkan terjadinya Persaingan Usaha
Tidak Sehat.

Ketentuan tersebut pada prinsipnya mempersyaratkan pembuktian persaingan usaha tidak


sehat, sehingga untuk menentukan ada atau tidaknya ketentuan tersebut diperlukan
pengukuran terhadap darnpak ekonomi yang diakibatkan oleh pelaku usaha. Hal ini sejalan
dengan teori ekonomi yang menyiratkan bahwa pelaku Penetapan Minimum Harga Jual
Kembali dapat memiliki darnpak positif clanlatau negatif.

Munculnya Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 8 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pasal 8 (Penetapan Harga Jual Kembali) - Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, bertujuan agar para
pelaku usaha dan stakeholders lainnya dapat menyesuaikan dirinya sehingga tidak melanggar
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan memberikan gambaran lebih jelas tentang ketentuan-
ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Salah satu tugas KPPU adalah membuat
pedoman danlatau publikasi yang berkaitan dengan Pasal 35 huruf f Undang-Undang No. 5
Tahun 1999.

Dengan dernikian, Pedoman Pasal 8 tentang karangan Penetapan Minimum Harga Jual
Kembali (untuk selanjutnya disebut "Pedoman") bertujuan untuk:

a. Memberikan pengertian yang jelas dan tepat tentang larangan Penetapan Minimum
Harga Jual Kembali sebagaimana dirnaksud dalam Pasal8 Undang-Undang No. 5 Tahun
1999.
b. Memberikan dasar pemahaman dan arah yang jelas dalam pelaksanaan Pasal 8 sehingga
tidak ada penafsiran lain yang diuraikan dalam Pedoman ini.
c. Digunakan oleh semua pihak sebagai landasan dalam berperilaku agar tidak ada pihak-
pihak yang dirugikan dan selanjutnya untuk menciptakan kondisi persaingan usaha yang
tumbuh secara wajar.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 melarang adanya tentang Penetapan Minimum Harga Jual
Kembali yang dilakukan oleh para pelaku usaha di Indonesia. Hal ini tercantum di dalam
Pasal 8 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, yang berbunyi:

"Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku lain yang memuat persyaratan
bahwa penerirna barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang

8
danlatau jasa yang diterimanya dengan harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat."

Adapun penjabaran dari unsur Pasal 8 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yaitu:

 Unsur Pelaku Usaha


 Unsur Perjanj ian
 Unsur Pelaku Usaha lain
 Memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa
 Unsur Menjual
 Unsur Mernasok
 Unsur Dapat menyebabkan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Persaingan usaha tidak sehat dapat dipahami sebagai kondisi persaingan di antara para pelaku
usaha yang berjalan secara tidak fair. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 memberikan 3
(tiga) indikator untuk menyatakan terjadinya persaingan usaha tidak sehat, yaitu :

a. Persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur;


Persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur dapat dilihat dari cara pelaku
usaha dalam bersaing dengan pelaku usaha lain. Misalnya dalam persaingan tender,
para pelaku usaha telah melakukan konspirasi usaha dengan panitia lelang untuk
dapat memenangkan tender tersebut.
b. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara melawan hub;
Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara melawan hukum dapat dilihat dari cara
pelaku usaha dalam bersaing dengan pelaku usaha lain dengan melanggar ketentuan-
ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau peraturan-peraturan yang
disepakati. Misalnya, ada pelaku usaha yang bebas pajak atau bea cukai.
c. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara menghambat terjadinya persaingan di
antara pelaku usaha.
Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara menghambat terjadinya persaingan di
antara pelaku usaha melihat kondisi pasar yang tidak sehat. Dalam pasar ini mungkin
tidak terdapat kerugian pada pelaku usaha lain, dan para pelaku usaha juga tidak
mengalami kesulitan. Namun, perjanjian yang dilakukan pelaku usaha menjadikan
pasar bersaing secara tidak kompetitif.

Perjanjian tertutup merupakan salah satu bentuk teknis dari hambatan vertikal (vertical
restrainf). Dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 terdapat beberapa pasal yang mengatur
strategi hambatan vertikal seperti ini, namun khusus untuk mengatur perjanjian tertutup ini
diatur di dalam Pasal15 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.

Di dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 disebutkan bahwa:

"Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang hanya akan memasok atau tidak memasok
kembali barang danlatau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu."

9
Agar dapat dilarangnya perjanjian tertutup menurut Pasal 15 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka barus dipenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:"

1. Adanya suatu perjanj ian;


2. Perjanjian tersebut dibuat dengan pelaku usaha lain;
3. Perjanjian tersebut memenuhi salah satu unsur sebagaimana dimaksud dalam angka 1
sampai dengan angka 7 di atas;
4. Tidak disyaratkan bahwa perjanjian tersebut harus dapat mengakibatkan terjadinya
monopoli atau persaingan curang.
Bentuk-bentuk perjanjian tertutup yang dilarang meliputi:

a. Pasall5 (ayat 1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999:


"Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang hanya akan
memasok atau tidak memasok kembali barang Matau jasa tersebut kepada pihak
tertentu danlatau pada tempat tertentu (exclusive dealing distribution)."
b. Pasal 15 (ayat 2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999:
"Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dardatau
jasa tertentu harus bersedia membeli barang Matau jasa lain dari pelaku usaha
pemasok (tying agreement)."
c. Pasall5 (ayat 3) poin a. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999:
"Perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang danlatau jasa
yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang danlatau jasa
dari pelaku usaha pemasok hams bersedia membeli barang danlatau jasa lain dari
pelaku usaha pemasok (tying agreement dikaitkan dengan potongan harga)".
d. Pasal 3 (ayat 2) poin b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999:
"Perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang atau jasa yang
memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang atau jasa dari pelaku
usaha pemasok tidak akan membeli barang ddatau jasa yang sama atau sejenis dari
pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok (exsclusive
dealing dikaitkan dengan potongan harga)".

Daftar Pustaka : Rizky Maesa. 2014. Multilavel Marketing (MLM) dalam Perspektf
Hukum Persaingan Usaha. Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta

10
BA III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN

Pengertian multi level marketing atau di singkat MLM adalah sebuah system
pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang dibangun secara permanen dengan
memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran. Dengan
kata lain dapat dikemukakan bahwa MLM adalah pemasaran berjenjang melalui
jaringan distributor yang dibangun dengan menjadikan konsumen sebagai tenaga
pemasaran. MLM juga memasarkan langsung suatu produk baik brupa barang atau
jasa konsumen sehingga biaya distribusi dari barang yang dijual atau dipasarkan
tersebut sangat minim bahkan sampai ke titik nol, yang artinya bahwa dalam bisnis
MLM ini tidak diperlukan biaya distribusi.7 MLM juga menghilangkan biaya
promosi dari barang yang hendak dijual karena distribusi dan promosi ditangani
langsung oleh distributor dengan sistem berjenjang.

B. SARAN

Dalam makalah ini penulis berharap agar pembaca mengetahui tentang bisnis pola
multi level marketing (MLM) yang berkaitan dengan pembelajaran Etika Bisnis
Islam. Penulis juga menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan makalah
ini. Oleh karna itu jika ada saran atau ktitik mohon untuk di sampaikan agar bisa di
perbaiki. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi teman teman semua.

7
Andreas Harefa, 10 Kiat Sukses Distributor MLM, Belajar dari AMWAY, CNI dan Herbalife (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1999) halaman 12

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mardalis dan Nur Hasanah, Multi Level Marketing (MLM) Prespektif Ekonomi Islam,
FALAH Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 1, No.1, Februari 2016.

Agus Marimin, Abdul Haris Romdhoni, dan Tira Nur Fitria, “BISNIS MULTI LEVEL
MARKETING (MLM)DALAM PANDANGAN ISLAM”, JURNAL ILMIAH EKONOMI
ISLAM VOL. 02, NO. 02, JULI 2016.

Ahmad Mardalis dan Nur Hasanah, Multi Level Marketing (MLM) Prespektif Ekonomi Islam,
FALAH Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 1, No.1, Februari 2016.

Andreas Harefa, 10 Kiat Sukses Distributor MLM, Belajar dari AMWAY, CNI dan Herbalife (Jakarta
: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999) halaman 12

Bisnis Dengan Sistem MLM dalam http://www.dakwatuna.com/2006- artikel ekonomi Syariah

12

Anda mungkin juga menyukai