Dosen:
ALWIYAH
Di sususn oleh:
Fatira Aanada 1905046009
Putri Nurisca 1905046036
Moh Faris Nur Wahib 1905046097
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas Kehadirat-Nya karena telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Materialitas dan risiko audit”
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari adanya kerjasama
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segenap kerendahan
hati,padakesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Alawiah selaku
pembina mata kuliah pengauditan LKS yang selalu membimbing dan memotivasi kami.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan ada hikmahnya sehinggadapat
memberikan inspirasi pada pembaca untuk membuat makalah lebih lanjut. Kami menyadari
bahwa pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu segala kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak selalu kami harapkan sehingga kami dapat
memperbaiki makalah kami di kemudian hari.
Latar belakang
Materialitas dan risiko audit merupakan hal yang penting dalam perencanaan audit.
Bab ini akan menunjukkan bagaimana kedua konsep ini mempengaruhi tahap perencanaan
audit.Materialitas yaitu suatu nilai informasi akuntansi yang dihilangkan atau salah saji dalam
lingkungan yang berlaku, mungkin akan mengubah pertimbangan seseorang yang bersandar
pada informasi tersebut karena hilangnya atau salah saji informasi tersebut. FASB
mendefinisikan:Yaitu besarnya kealpaan dan salah saji informasi akuntansi, yang dalam
lingkungan tersebut membuat kepercayaan seseorang berubah atau terpengaruh oleh adanya
kealpaan dan salah saji tersebut.
Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan auditor memberikan keyakinan
berikut ini: Auditor dapat memberi keyakinan bahwa jumlah–jumlah yang disajikan dalam
laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit
kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan
keuangan auditan. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat, bahwa
laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji
material karena kekeliruan dan kecurangan.
Pengertian Materialitas
Adalah besarnya suatu penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dipandang dari
keadaan-keadaan yang melingkupinya, memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh
orang yang mengandalkan pada informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh
penghilangan atau salah saji tersebut. Definisi mengharuskan auditor untuk
mempertimbangkan:
Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus mempertimbangkan materialitas pada dua
tingkatan yaitu;
a. Meliputi besarnya salah saji minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting
sehingga membuat laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Untuk tujuan perencanaan, auditor harus menggunakan perimbangan awal mengenai tingkat
materialitas dengan suatu cara yang diharapkan, dalam keterbatasan yang melekat pada
proses audit, dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan yang
memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Auditor biasanya
menggunakan salah saji terkecil yang dapat dianggap material untuk salah satu laporan
keuangan. Aturan pengambilan keputusan ini dilakukan karena :
(2). Sebagaian besar prosedur audit berhubungan dengan lebih dari satu jenis laporan
keuangan.b. Pedoman Kuantitatif yaitu pada saat ini ada standar akuntansi ataupun standar
auditing yang berisi pedoman tentang pengukuran materialitas secara kuantitatif. Contoh:
berikut ini adalah pedoman yang sering digunakan oleh kantor-kantor akuntan dalam praktik:
5% sampai 10% dari laba bersih (10% untuk laba bersih kecil, dan 5% untuk yang
lebih besar).
½% sampai 1% dari total aktiva.
1% dari modal.
½% sampai 1% dari pendapatan kotor.
Persentase yang berbeda-beda berdasarkan total aktiva atau pendapatan mana yang
lebih besar.
c. Pertimbangan Kualitatif yaitu berhubungan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji
yang secara kuantitatif tidak material, bisa menjadi material secara kualitatif, misalnya:
apabila suatu salah saji berhubungan dengan ketidakberesan atau tindakan melawan hukum
oleh klien. Ditemukannya hal demikian dalam audit, akan berakibat auditor menarik
kesimpulan bahwa terdapat risiko signifikan sebagai tambahan atas risiko untuk salah saji
yang sama tetapi tidak berhubungan dengan ketidakberesan atau tindakan melawan hukum.
Materialitas saldo Akun adalah minimum salah saji yang bisa ada pada suatu saldo Akun
yang dipandang sebagai salah saji material. Salah saji sampai tingkat tersebut salah saji bisa
diterima. Konsep materialitas pada tingkat saldo Akun hendaknya tidak dicampuradukkan
dengan istilah saldo Akun yang material. Perlu dipahami bahwa saldo Akun yang material
menunjukkan besarnya saldo sebuah Akun yang tercatat dalam pembukuan, sedangkan
konsep materialitas dengan jumlah salah saji yang bisa berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan oleh pemakai laporan keuangan.
Contoh: Bagaimana auditor melakukan pengalokasian, Aktiva PT. ABC terdiri dari:
AKUN SALDO
%
Kas 500.000 5
Piutang Usaha 15
1.500.000
Persediaan 3.000.000 30
10.000.000 100
Auditor menduga terdapat sedikit salah saji dalam kas dan aktiva tetap dan sejumlah salah
saji dalam piutang dagang dan persediaan. Berdasarkan pengalaman dimasa lalu dengan
klien, Dengan asumsi bahwa taksiran awal materialitas laporan keuangan adalah 1 % dari
Total aktiva atau Rp.100.000,-. maka auditor bisa membuat rencana pengalokasikan sebagai
berikut:
PENGALOKASIAN MATERIALITAS
AKUN RENCANA %
5.000
Kas 5
Piutang Usaha 15
15.000
Persediaan 30
30.000
Aktiva Tetap 50
50.000
Materialitas adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertimbangan auditor tentang
kecukupan (jumlah yang dibutuhkan) bukti audit. Dalam melakukan generalitas tentang
hubungan ini, perbedaan antara pengertian materialitas dengan saldo Akun material.
Materialitas Keseluruhan didasarkan atas apa yang layaknya diharapkan berdampak terhadap
terhadap keputusan yang dibuat pengguna laporan keuangan. Jika auditor memperoleh
informasi yang menyebabkan ia menentukan angka materialitas yang berbeda dari yang
ditetapkannya semula, angka materialitas semula seharusnya direvisi.
Specific Materiality
Specific materiality untuk jenis transaksi, saldo akun atau disclosures tertentu dimana jumlah
salah sajinya akan lebih rendah dari overall materiality.
Specific performance materiality ditetapkan lebih rendah dari specific materiality. Hal ini
memungkinkan auditor menanggapi penilaian risiko tertentu dan memperhitungkan
kemungkinan adanya salah saji yang tidak terdeteksi dan salah saji yang tidak material, yang
secara agregat dapat berjumlah material.
Overall Materiality
Misalkan, jumlah aset PT. Sumber Rezeki, Tbk IDR 907 miliar
Opsi 1
Materialitas pada tingkat laporan keuangan = 2% x IDR 907 miliar = IDR 18,14 miliar
Opsi 2
Jenjang 1 = IDR 200 miliar x 1% = IDR 2 miliar; ditambah
Jenjang 2 = IDR 300 miliar x 0,6% = IDR 1,8 miliar; ditambah
Jenjang 3 = IDR 407 [907 – 500] miliar x 0,4% = IDR 1,63 miliar.
Opsi 3
Materialitas pada tingkat laporan keuangan:
Jenjang 2 = IDR 300 miliar x 1,5% = IDR 4,5 miliar; ditambah
Menurut SA 320, par A.12, penentuan materialitas pelaksanaan bukan merupakan suatu
perhitungan mekanis yang sederhana dan membutuhkan adanya pertimbangan (kearifan)
professional. Penentuan ini dipengaruhi oleh:
Menurut SA 320, par 11, materialitas pelaksanaan digunakan untuk sebagai berikut:
Asumsi materialitas pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan pada PT. Sumber
Rezeki, Tbk yang digunakan adalah IDR 18,14 miliar.
PT. Sumber Rezeki adalah Tbk, performance materiality = IDR 18,14 miliar x 60% =
IDR 10,88 miliar
Performance materiality ini akan diterapkan untuk seluruh area audit
Ketiga performance materiality ini akan diterapkan pada setiap area audit, tergantung pada
hasil penilaian risiko kesalahan penyajian material.
Ada beberapa hal dimana salah saji yang lebih kecil dari angka materialitas untuk laporan
keuangan secara keseluruhan dapat diperkirakan secara layak, akan mempengaruhi
pengambil keputusan oleh pemakai laporan keuangan, diantaranya:
Tahap perencanaan, ketika keputusan dibuat mengenai luasnya pekerjaan audit yang
harus dilaksanakan
Audit, jika berdasarkan temuan audit, diperlukan revisi atas overall
materiality atau performance materiality untuk jenis transaksi, saldo akun
atau disclosures tertent
1. Anggapan bahwa akun tertentu lebih banyak kekeliruan daripada yang lain.
2. Perlunya mempertimbangkan apakah kekeliruan tersebut lebih saji atau kurang saji.
3. Biaya audit relatif dari prosedur audit yang mempengaruhi alokasi untuk tiap akun
sulit diramalkan
Salah saji yang dapat ditoleransi (tolerable misstatement) yaitu materialitas yang
dialokasikan dalam pertimbangan awal kepada saldo perkiraan.
Tolerable misstatement dapat melebihi materialitas dalam hal :
Tipe Risiko
Risiko deteksi terencana (planned detection risk) merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit
atas segmen tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai
salah saji yang masih dapat ditoleransi, andaikan salah saji semacam itu ada. Terdapat dua
poin utama tentang risiko deteksi terencana ini yaitu sebagai berikut :
1. Risiko ini tergantung pada ketiga faktor lainnya yang terdapat dalam model. Risiko
deteksi terencana hanya akan berubah jika auditor melakukan perubahan pada salah
satu dari ketiga faktor lainnya tersebut.
2. Risiko ini menentukan nilai substantif yang direncanakan oleh auditor untuk
dikumpulkan, yang merupakan kebalikan dari ukuran risiko deteksi terencana itu
sendiri. Jika nilai risiko deteksi terencana berkurang, maka auditor harus
mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai nilai risiko deteksi yang
berkurang ini.
Risiko inheren
Risiko inheren (inheren risiko) merupakan suatu ukuran yang dipergunakan oleh auditor
dalam menilai adanya kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji yang material
(kekeliruan atau kecurangan) dalam suatu segmen sebelum ia mempertimbangkan keefektifan
dan pengendalian intern yang ada. Dengan mengasumsikan tiadanya pengendalian intern,
maka risiko inheren ini dapat dinyatakan sebagai kerentanan laporan keuangan terhadap
timbulnya salah saji yang material. Jika auditor, dengan mengabaikan pengendalian intern,
menyimpulkan bahwa terdapat suatu kecenderungan yang tinggi atas keberadaan sejumlah
salah saji, maka auditor akan menyimpulkan bahwa tingkat risiko inherennya tinggi.
Pengendalian intern diabaikan dalam menetapkan dalam menetapkan nilai risiko inheren
karena pengendalian intern ini dipertimbangkan secara terpisah dalam model risiko audit
sebagai risiko pengendalian. Penilaian ini cenderung didasarkan atas sejumlah diskusi yang
telah dilakukan dengan pihak manajemen, pemahaman yang dimiliki akan perusahaan, serta
hasil- hasil yang diperoleh dari tahun-tahun sebelumnya.
Hubungan antara risiko dengan risiko deteksi terencana serta dengan bukti audit yang
direncanakan adalah sebagai berikut : risiko inheren saling berlawanan dengan risiko deteksi
terencana serta memiliki hubungan yang searah dengan bukti audit.
Selain semakin meningkatnya bukti audit yang diperlukan untuk suatu tingkat risiko inheren
yang lebih tinggi dalam suatu area audit tertentu, merupakan hal yang umum dilakukan pula
untuk menugaskan staf yang telah memiliki lebih banyak pengalaman untuk melakukan audit
pada area tersebut serta melakukan riview yang lebih mendalam pada kertas kerja yang telah
selesai dibuat.
Sebagai contoh: jika risiko inheren atas keusangan persediaan sanagt tinggi, maka sangatlah
masuk akal bila kantor akuntan publik memilih staf yang berpengalaman untuk melakukan
sejumlah tes yang lebih mendalam atas keusangan persediaan ini dan melakukan review yang
lebih cermat atas hasil-hasil yang diperoleh dari audit ini.
Resiko pengendalian
Resiko pengendalian (control risk) merupakan ukuran yang digunakan oleh auditor untuk
menilai adanya kemungkina bahwa terdapat sejumlah salah saji material yang melebihi nilai
salah saji yang masi dapat ditoleransi atas segmen tertentu akan tidak terhadang atau tidak
terdeteksi oleh pengendalian intern yang dimiliki klien. Resiko pengendalian ini
memperhatikan 2 hal berikut:
1. penilaian tentang apakah pengendalian intern yang dimiliki klien efektif untuk
mencegah atau mendeteksi terjadinya salah saji.
2. kehendak auditor membuat penilaian tersebut senantiasa berada di bawah nilai
maksimum (100 persen) sebagai bagian dari rencana audit yang dibuatnya.
Model resiko audit menunjukan hubungan yang erat antara resiko inheren dan resiko
pengendalian.
Sama dengan yang terjadi pada resiko inheren, hubungan antara resiko pengendalian dan
resiko deteksi terencana adalah saling berlawanan, sementara hubungan antara resiko
pengendalian dan bukti substantif merupakan hubungan yang searah. Sebagai contoh, jika
auditor menyimpulkan bahwa pengendalian intern bersifat efektif, maka nilai resiko deteksi
terencana dapat meningkat sehingga jumlah bukti audit yang direncanakan akan dikumpulkan
akan turun. Auditor dapat meningkatkan resiko deteksi terencana pada saat pengendalian
intern bersifat efektif karena pengendalian intern yang efektif akan mengurangi kemungkinan
hadirnya salah saji dalam laporan keuangan.
Sebelum auditor dapat menetapkan nilai resiko pengendalian kurang dari 100 persen, auditor
harus memahami pengendalian intern yang ada, dan berdasarkan pemahaman itu, auditor
melakukan evaluasi tentang bagaimana seharusnya fungsi pengendalian intern tersebut, serta
melakukan uji atas efektifitas pengendalian intern tersebut. Hal pertama dari semua ini adalah
keharusan untuk memahami semua jenis audit. Dua hal terakhir adalah langkah-langkah
penilaian resiko pengendalian yang diperlukan jika auditor memilih untuk memberikan nilai
atas resiko pengendalian supaya berada di bawah nilai maksimum.
yakin.
Dalam audit terdapat istilah audit assurance atau tingkat keyakinan, yaitu merupakan
pelengkap dari resiko akseptibilitas audit. Audit assurance dihitung dengan perhitungan satu
dikurangi resiko akseptibilitas audit. Sebagai contoh, tingkat resiko akseptibilitas audit
sebesar 2 persen sama dengan tingkat audit assurance sebesar 98 persen.
Dengan mempergunakan model audit, akan terlihat adanya hubungan yang searah antara
resiko akseptibilitas audit dan resiko deteksi terencana, serta hubungan yang saling
berlawanan antara resiko akseptibilitas audit dan bukti audit yang direncanakan. Sebagai
contoh, jika auditor memutuskan akan mengurangi nilai resiko akseptibilitas audit, maka
akan mengurangi pula resiko deteksi terencana serta bukti audit yang direncanakan akan
dikumpulkan harus ditingkatkan. Auditor pun seringkali harus menugaskan staf yang lebih
berpengalaman atau mereview kertas kerja dengan lebih cermat bagi klien dengan tingkat
resiko akseptibilitas audit yang lebih rendah.
Resiko kecurangan
Resiko kecurangan merupakan resiko selain 4 resiko di atas dan resiko ini biasanya di
perhitungkan di luar dari model resiko audit. Karena resiko kecurangan secara konsep dan
praktek sangat sulit untuk dipisahkan faktor-faktornya ke dalam 4 jenis resiko di atas.
Kecurangan sendiri memiliki arti kesalahan penyajian yang dilakukan secara sengaja dalam
bentuk penggelapan aktiva dan kecurangan pelaporan keuangan.
Evaluasi Resiko
Ukuran risiko yang sudah diambil auditor bahwa suatu akun dalam laporan disalahsajikan
secara material setelah auditor mengumpulkan bukti audit.
Faktor risiko inheren yang sama yang dibahas dalam perencanaan kecuali sudah direvisi
karena ada informasi baru.
Risiko pegendalian yang sama yang telah dibahas sebelumnya kecuali sudah direvisi selama
audit.
AcDR = Achieved Detection Risk (risiko deteksi yang dicapai).
Ukuran risiko bahawa bukti audit untuk suatu segmen tidak mendeteksi salah saji yang
melampaui salah saji yang dapat ditoleransi, jika salah saji semacam itu memang ada.
Auditor dapat mengurangi risiko deteksi yang dicapai ini hanya dengan mengumpulkan bukti.
Berdasarkan riset, tidak tepat menggunakan rumus evaluasi ini untuk benar-benar
menghitung risiko audit yang dicapai sebagai mana yang dinyatakan rumus di atas. Riset
menununjukkan bahwa penggunaan rumus ini dapat mengakibatkan risiko audit yang dicapai
kurang saji. Namun, hubungan yang ada dalam rumus itu valid dan harus digunakan dalam
praktik.
Rumus tersebut menunjukkan tiga cara untuk mengurangi risiko audit yang dicapai ke tingkat
yang dapat diterima:
Penggabungan ketiga faktor tersebut secara subjektif untuk mencapai tingkat risiko audit
yang cukup rendah membutuhkan pertimbangan profesional yang matang. Model risiko audit
merupakan model perencanaan, sehingga penggunaannya terbatas pada mengevaluasi hasil
audit saja.
Meskipun tidak ada kesulitan yang dihadapi oleh auditor dalam mengumpulkan bukti yang
direncanakan dan menyimpulkan bahwa penilaian setiap risiko sudah wajar atau lebih baik
daripada yang diduga semula, auditor tetap harus sangat hati-hati dalam mengambil
keputusan.
Penilaian awal atas risiko pengendalian atau risiko inheren dapat ditetapkan terlalu rendah
atau risiko audit yang dapat diterima ditetapkan terlalu tinggi.
Dalam keadaan seperti itu, auditor harus mengikuti pendekatan dua langkah:
1. Auditor harus merevisi penilaian awal atas tingkat risiko yang tepa
2. Auditor harus mempertimbangkan dampak revisi tersebut terhadap kebutuhan bukti,
tanpa menggunakan model risiko audit.
Pengujian Pengendalian
Fungsi utama dari pemahaman auditor terhadap pengendalian intern adalah untuk
memperkirakan risiko pengendalian dalam setiap tujuan audit berkait transaksi. Contohnya
adalah memperkirakan tujuan ketepatan untuk transaksi pendapatan adalah lemah dan untuk
tujuan eksistensi adalah sedang. Pengujian pengendalian dilakukan untuk menentukan
kelayakan dari rancangan dan efektifitas operasi dari pengendalian intern khusus.
Pengendalian intern ini dapat dengan cara manual atau terotomatisasi. Pengujian
pengendalian mencakup prosedur-prosedur audit dibawah ini:
1. Melakukan wawancara dengan pegawai yang tepat
2. Memeriksa dokumen, catatan-catatan, dan laporan-laporan
3. Mengamati kegiatan-kegiatan pengendalian
4. Melaksanakan kembali prosedur auditan
Pengujian Substantif
Tujuan dari pengujian substantif atas transaksi adalah untuk menentukan apakah semua
tujuan audit berkaitan dengan transaksi (transaction-related audit objectives) telah terpenuhi
untuk setiap kelas transaksi. Sebagai contoh auditor melakukan pengujian substantif atas
transaksi untuk menguji apakah transaksi yang dicatat benar-benar ada dan transaksi yang ada
semua telah dicatat.
Auditor juga melakukan pengujian ini untuk menentukan apakah transaksi belanja telah
dicatat dengan benar, transaksi belanja telah dicatat pada periode laporan yang tepat, belanja
telah diklasifikasikan dengan benar dalam neraca, dan apakah belanja telah diikhtisarkan dan
diposting dengan benar ke buku besar. Jika auditor merasa yakin bahwa transaksi-transaksi
telah dicatat dan diposting dengan benar, auditor dapat meyakini bahwa jumlah dalam buku
besar juga benar.
Kesimpulan
Materialitas yaitu suatu nilai informasi akuntansi yang dihilangkan atau salah saji dalam
lingkungan yang berlaku, mungkin akan mengubah pertimbangan seseorang yang bersandar
pada informasi tersebut karena hilangnya atau salah saji informasi tersebut.
Untuk tujuan perencanaan, auditor harus menggunakan perimbangan awal mengenai tingkat
materialitas dengan suatu cara yang diharapkan, dalam keterbatasan yang melekat pada
proses audit, dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan yang
memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Auditor biasanya
menggunakan salah saji terkecil yang dapat dianggap material untuk salah satu laporan
keuangan
Resiko pengendalian (control risk) merupakan ukuran yang digunakan oleh auditor untuk
menilai adanya kemungkina bahwa terdapat sejumlah salah saji material yang melebihi nilai
salah saji yang masi dapat ditoleransi atas segmen tertentu akan tidak terhadang atau tidak
terdeteksi oleh pengendalian intern yang dimiliki klien.