Anda di halaman 1dari 12

Multi Level Marketing Dalam Perspektif Islam

Disusun Oleh :

Adina Kartika Isnani (I0217002)

Alvis Prima Fernando (I0217008)

Amalia Setiyani Dewi (I0217009)

Destiani Nursabrina (I0217032)

Program Studi Arsitektur


Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret
Tahun Akademik 2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi saat ini, memungkinkan ilmu pengetahuan dan teknologi


berkembang dengan pesatnya. Informasi pun semakin mudah diakses oleh siapa
saja setiap saat. Perkembangan teknologi yang begitu pesatnya juga berpengaruh
terhadap salahsatu bidang yaitu, ekonomi. Kegiatan ekonomi saat ini dapat
dilakukan dengan mudah dengan adanya kemajuan teknologi. Salahsatu sistem
perdagangan yang tengah populer saat ini adalah multi level marketing (MLM).
Banyak perusahaan yang berlomba-lomba menggunakan sistem ini untuk
mendapatkan keuntungan yang maksimal. Namun, sistem ini cenderung
menimbulkan banyak kerugian pada anggotanya karena tidak ada jaminan
keuntungan. Disisi yang lain banyak masyarakat umum yang belum paham akan
sistem multi level marketing tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin menguak multi level marketing
dalam perspektif hukum Islam serta menjabarkan keresahan masyarakat
mengenai multi level marketing itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Multi Level Marketing (MLM) ?
2. Bagaimana cara kerja Multi Level Marketing (MLM) ?
3. Bagaimana hukum Islam mengenai Multi Level Marketing (MLM) ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Multi Level Marketing

Secara etimologi, multi level marketing (MLM) adalah pemasaran yang


dilakukan melalui banyak level (tingkatan) yang sering disebut dengan
istilah up line (tingkat atas) dan down line (tingkat bawah). Bisnis MLM ini
menerapkan sistem pemasaran modern melalui jaringan kerja (network)
distribusi yang berjenjang yang dibangun secara permanen dengan
memosisikan pelanggan sekaligus sebagai tenaga pemasaran (Rivai,2012:
297)

Sedangkan secara operasional, MLM adalah menjual atau memasarkan


langsung suatu produk, baik berupa barang maupun jasa konsumen sehingga
biaya distribusi dari barang yang dijual atau dipasarkan tersebut sangat
minim bahkan sampai ke titik nol, yang artinya, bahwa dalam bisnis MLM
ini tidak diperlukan biaya distribusi. Dengan kata lain, bisnis MLM
menghilangkan biaya promosi dari barang yang hendak dijual, karena
distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem
berjenjang (Wahyudi, 2013:3)

Banyak para tokoh dan pakar ekonomi yang telah mendefinisikan arti
dari MLM itu sendiri. Salah satunya adalah seperti yang dikemukakan oleh
Sabiq (2013: 1) mengemukakan bahwa MLM adalah suatu metode bisnis
alternatif yang berhubungan dengan pemasaran dan distribusi yang
dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan
istilah upline dan downline. Inti dari bisnis MLM ini digerakkan dengan
jaringan, baik yang bersifat vertikal atas bawah maupun horizontal kiri
kanan ataupun gabungan antara keduanya.

Sementara itu, Tampubolon (2007: 21) menjelaskan bahwa MLM


merupakan sebuah business model yang mengombinasikan direct marketing
dengan franchising. MLM berfungsi merekrut para penjual (sering juga
disebut sebagai distributor, independent business owners, IBOs, franchise
owners, sales consultant, beauty consultant, consultant, dan sebagainya)
untuk menjual sebuah produk dan menawarkan tambahan komisi penjualan
yang didasarkan pada penjualan orang-orang yang direkrut oleh para penjual
sebagai jaringan downline, yaitu sebuah organisasi dari sejumlah besar
penjual yang mencakup orang yang direkrut langsung (frontline) dan orang-
orang yang direkrut oleh orang-orang yang direkrut lebih awal.

Lebih lanjut, Tampubolon (2007: 22) mengungkapkan bahwa pengaturan


jenjang organisasi jaringan ini sama dengan pengaturan franchise
(berjenjang) di mana berbagai royalti dibayarkan dari hasil penjualan
franchisee (terwaralaba) perorangan kepada franchisor (pewaralaba)
perorangan yang dalam beberapa program MLM bisa berjenjang sampai
tujuh level atau lebih penerima royalti dari penjualan seorang penjual.

Definisi MLM secara lengkap dikemukakan oleh Fauzia (2011: 5) adalah


bisnis dengan teknik membangun organisasi jaringan distribusi dan
pemasaran secara mandiri, dengan memangkas saluran pemasaran barang
konsumsi dan barang produksi. Sebuah produk atau jasa dalam MLM akan
ditawarkan secara satu-satu dan dijual langsung (direct selling) oleh tenaga
penjual kepada konsumen yang juga merangkap menjadi penjual
(distributor). Ketika seorang konsumen MLM memilih untuk menjadi
konsumen dan juga penjual, maka sebagai up line ia harus merekrut
konsumen baru untuk menjadi down line-nya. Down line tersebut lalu
mendaftar terlebih dahulu kepada perusahaan MLM dan berhak menjadi
member perusahaan tersebut, sehingga tidak mengherankan, pemasaran
dengan sistem komunikasi yang khas tersebut mampu membentuk suatu
jaringan (network marketing) yang solid. Oleh karena itu, terkadang bisnis
MLM ini sering juga disebut dengan network marketing.
B. Cara Kerja Multi Level Marketing

 Multi Level Marketing Konvensional

Tujuan MLM Konvensional yaitu untuk meningkatkan keuntungan


perusahaan. Hal itu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

a. Meningkatkan Pemasukan
Peningkatan pemasukan bisa dilakukan dengan meningkatkan dua
elemen, yaitu omzet penjualan dan laba untuk setiap produk. Berkaitan
dengan meningkatkan penjualan, perusahaan MLM sudah memposisikan
diri mereka dengan jelas. Mereka menjual produk dari mulut ke mulut
berdasarkan hubungan yang mereka miliki.

b. Mengurangi Pengeluaran
Ada dua langkah yang bisa dilakukan perusahaan MLM untuk
mengurangi pengeluaran, yaitu pertama memindahkan produk lebih
dekat dengan pelanggan. MLM memungkinkan untuk melakukan hal ini
dengan biaya yang lebih murah karena para distributor mereka akan
menanggung biaya ini. Yang kedua adalah merekrut tenaga penjualan
berdasarkan komisi. Biasanya seorang tenaga penjualan dari suatu
perusahaan memperoleh dua komponen gaji. Komponen gaji yang
pertama adalah gaji pokok yang jumlahnya tetap dan tidak ditentukan
dari jumlah penjualan yang dilakukan. Biasanya komponen ini dibuat
sebagai jaminan dari perusahaan untuk menjamin kelangsungan hidup
para karyawan mereka.Komponen yang kedua adalah komisi dari
penjualan yang jumlahnya tergantung dari banyaknya komponen yang
dijual. Jadi karyawan akan dibayar sesuai dengan prestasi yang mereka
hasilkan.

Diambil dari buku “How to Build MLM Leaders for Fun Profit”
yang ditulis oleh Tom “Big Al” Schreiter berikut adalah bagaimana cara
perusahaan Multi-level bekerja, yaitu perusahaan MLM menggunakan
uang yang mereka terima. 50% untuk bonus, 25% untuk biaya produk
yang diberikan, 25% untuk keuntungan dan biaya lain-lain. Setiap
perusahaan MLM tentu punya persentase untuk setiap pembagian
pendapatan mereka. Sama seperti lotre, perusahaan MLM akan
mengembalikan sebagian uang yang mereka terima kepada para
distributor mereka. Sisanya digunakan untuk menghasilkan produk,
keuntungan dan biaya lain-lain. Para distributor llakan tetap
berpartisipasi walaupun mereka tahu akan kehilangan 50% uang yang
mereka investasikan. Jika perusahaan MLM tidak mempunyai produk
atau mempunyai produk, tetapi dengan nilai yang tidak tinggi, maka para
distributor akan segera kecewa karena kehilangan 50% dari uang mereka.

Kesalahan inilah yang banyak dilakukan oleh banyak industri


multi-level. Terlalu banyak distributor yang mempunyai pandangan yang
salah dan menganggap bahwa semua orang akan mampu menghasilkan
uang lebih banyak daripada jumlah uang yang mereka investasikan. Hal
ini secara matematis tidak akan mungkin terjadi.

Para distributor yang mempunyai pandangan seperti ini akan


merekrut calon distributor baru dengan mengatakan bahwa mereka akan
menerima uang lebih banyak daripada jumlah yang mereka investasikan.
Padahal, kenyataannya hampir semua distributor akan menerima uang
lebih kecil dari yang mereka investasikan. Bahkan banyak distributor
yang tidak menerima uang sepersen pun. (Benny Santoso, 35)

Berikut ini adalah mekanisme dari MLM

1. Keterlibatan Anda dengan perusahaan MLM dimulai dengan


menjadi seorang pelanggan dari produk MLM tersebut. Hal ini bisa
terjadi karena produk yang dijual memiliki kualitas yang bagus
dengan harga yang murah/bersaing dengan produk serupa yang ada
di pasaran.
2. Karena kualitas produk yang bagus, Anda menceritakannya
kepada rekan-rekan Anda.
3. Daripada mengirim orang-orang ini kepada distributor Anda,
Anda menjadi distributor untuk mereka. Dan jika orang ini
berjumlah 40 orang, setiap orangnya mempunyai 5 teman lainnya,
maka Anda mempunyai 40 orang yang akan membeli priduk-produk
melalui Anda.
4. Jika 40 orang mengetahui 5 orang lainnya, makan Anda akan
mempunyai 200 orang. Jika 200 orang ini mengenal 5 oramg maka
Anda akan memiliki 1000 orang pada level ke-4. Jika masing-
masing orang membelanjakan $30 per bulan, maka anda akan
menghasilkan total penjualan sebesar $30000. Anda akan mendapat
paling seikit seperempat dari total penjualan tersebut.
5. Komisi dan bonus akan berbeda untuk setiap perusahaan, tetapi
paling banyak akan melalui 4 sampai 8 level dan mempunyai 2 atau
3 level di mana komisi yang sangat tinggi akan dibayarkan. Hal ini
disediakan untuk memberi motivasi kepada para distributor lain
untuk membangun sampai level ini.
6. Beberapa jaringan akan berhenti sampai pada level tertentu
dimana orang-orang akan membeli produk, tetapi tidak dapat
merekrut orang baru lagi.

 Multi Level Marketing Syariah

Multi Level Marketing Syariah yang membedakan dengan Multi


Level Marketing Konvensional adalah MLM Syariah lebih
memperhatikan syarat-syarat dan ketentuan menurut hukum islam.
Karena jual beli juga sudah diatur dalam Islam salah satu adalah firman
Allah SWT. Yang diterjemahkan “Wahai orang-orang yang beriman !
Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil (tidak
benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama
suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh,
Allah Maha Penyayang kepadamu. “
MLM Syariah juga harus mematuhi rukun jual beli yang sudah
diatur dalam islam, yaitu :

a. Penjual dan Pembeli (baligh, berakal sehat, merdeka)


b. Barang yang dijual (harus barang yang halal, barang yang bisa
diserahkan, barang yang diketahui oleh penjual dan pembeli, harga
barangnya diketahui)
c. Ijab

Dan MLM Syariah memiliki struktur organisasi, ada lembaga


yang mengawasi yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS). MLM Syariah
juga tidak boleh melebihkan harga produk untuk mendapatkan
keuntungan yang setinggi-tingginya karena dapat menzalimi pembeli
dengan memanfaatkan mereka.

C. Hukum Islam mengenai Multi Level Marketing

Bisnis MLM menurut syariat Islam dapat ditinjau dengan dua


aspek, yaitu: (1) Produk dan jasa yang dijual dan (2) Sistem
penjualannya (selling marketing).

Berkaitan dengan produk yang dijual yaitu produk harus terbebas


dari unsur yang diharamkan seperti babi, khamr, darah, ataupun bangkai.
Sedangkan apabila jasa harus terbebas dari unsur kemaksiatan seperti
perzinaan, perjudian, penipuan, dan masih banyak lagi.

Yang kedua, berkaitan dengan sistem penjualannya, bisnis MLM


tidak hanya menjual barang semata tetapi juga jasa marketing yang
bertingkat (level) dengan mendapatkan bonus sesuai dengan capaian
prestasi yang didapat dan juga status keanggotaan. Di dalam ilmu fiqh
jasa marketing yang berperan menghubungkan antara produsen dengan
konsumen ini disebut “samsarah”. Perantara tersebut bertindak
menjualkan barang atau mencarikan pembeli supaya memudahkan proses
jual-beli. Kegiatan samsarahmenurut para ulama pada dasarnya
diperbolehkan (mubah).Namun, untuk sahnya pekerjaan ini harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu:

1. Adanya Perjanjian yang jelas antara kedua belah pihak.


2. Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat
diserahkan.
3. Objek akad bukan hal-hal yang diharamkan dan maksiat Distributor.

Mengenai bisnis MLM ini, setidaknya para ulama mengemukakan tiga


pendapat:

1. Pendapat pertama, MLM adalah haram karena tidak sesuai dengan


syariat Islam. Para anggota MLM menjual suatu produk yang tidak
mereka miliki ataupun mereka beli melainkan milik perusahaan
suplier. Di sisi lain, bisnis MLM menggunakan sistem dua akad. Akad
jual-beli sekaligus akad makelar (samsarah). Dalam hadist
disebutkan:
“Tidak halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan
hutangan, dua syarat dalam satu transaksi, keuntungan menjual
sesuatu yang belum engkau jamin, serta menjual sesuatu yang bukan
milikmu.” (HR. Abu Daud).
“Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah melarang dua
pembelian dalam satu pembelian” (HR. Ahmad, an-Nasa’i dan at-
Tirmidzi).
2. Pendapat kedua, MLM adalah halal karena mengikuti syariat Islam.
Yaitu dua unsur penting telah dipenuhi mengenai produknya dan
sistemnya.
3. Pendapat ketiga, MLM adalah antara halal dan haram (syubhat).
Karena terjadi perbedaan pendapat yaitu MLM diperbolehkan apabila
mengikuti syariat Islam tetapi MLM sering menimbulkan dampak
negatif pada beberapa kasus dan menjadikan seseorang memiliki
obsesi berlebih terhadap uang yang menjadikannya lupa diri.
Bisnis dalam syariat Islam pada dasarnya termasuk kategori
muamalat yang hukum asalnya adalah boleh berdasarkan kaidah Fiqh
“Pada dasarnya segala hukum dalam muamalah adalah boleh, kecuali ada
dalil yang melarangnya”.Islam memahami bahwa perkembangan budaya
bisnis berjalan begitu cepat dan dinamis. Namun, Islam mempunyai
prinsip-prinsip tentang pengembangan sistem bisnis yaitu harus terbebas
dari unsur ketidakjelasan (jahalah), bahaya (dharar), dan merugikan salah
satu pihak (zhulm).

Pada bisnis MLM distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas,


transparan, tidak menipu dan tidak menjalankan bisnis yang haram dan
syubhat (tidak jelas halal dan haramnya). Distributor dalam hal ini berhak
menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya. Sedangkan pihak
perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan
imbalan para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau
menghilangkannya. Seperti firman Allah dan hadist Rasulullah:

“Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah


kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya” (QS. Al-Baqarah[2]: 233)

“Berilah para pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya.”


(H.R. Ibnu Majah).

Sistem pemberian bonus harus adil, tidak menzalimi dan tidak


hanya menguntungkan orang yang di atas saja.Jumlah upah atau imbalan
jasa yang harus diberikan kepada makelar atau distributor adalah menurut
perjanjian sesuai firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu” (QS.


AlMa’idah[5]:1)

Karena bisnis MLM merupakan bagian dari perdagangan, oleh


sebab itu bisnis ini juga harus memenuhi syarat dan rukun sahnya sebuah
perikatan.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

 Multi Level Marketing (MLM) adalah suatu sistem perdagangan yang


digunakan perusahan-perusahan untuk mendapatkan keuntungan
dengan cara penjualan dan distribusi yang berjenjang (level).
 Inti dari cara kerja multi level marketing itu sendiri adalah setiap
anggota yang tergabung dalam perusahaan multi level marketing
akan berusaha memasarkan produknya dan mencari anggota baru
untuk memperluas wilayah penjualan, yang akhirnya akan
membentuk suatu jaringan yang besar.
 Multi Level Marketing menurut perspektif hukum Islam dapat
dikategorikan halal jika dalam penerapannya memenuhi syariat-
syariat Islam tentang perdagangan yang meliputi syarat dan rukun
sah perdagangan dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzia, Ika Yunia. ”Perilaku Bisnis dalam Jaringan Pemasaran: Studi Kasus
Pemberian

Kepercayaan dalam Bisnis Multilevel Marketing Shariah (MLMS) pada Herba


al Wahida (HPA) di Surabaya”. Disertasi, IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011.

Rivai, Veithzal. Islamic Marketing: Membangun dan Mengembangkan Bisnis


dengan Praktik

____ (2012). Marketing Rasulullah SAW. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,.

Sabiq, Sayyid (1995). Fiqh as-Sunnah. Juz. III. Beirut: Dar al-Fath.

Tampubolon, Robert (2007). Sinergi 9 Kekuatan MLM Support System dan


Koperasi. Jakarta: Gramedia.

Wahyudi, Firman. Multi Level Marketing (MLM) dalam Tinjauan Hukum


Positif dan Perikatan Islam.

Abdurrahman, Hafidz. “Hukum Syara’ Multilevel Marketing”. http:///www.


unhas.ac.id., diakses 19 September 2013.

Fuad, (2009), “Multilevel Marketing dalam Tinjauan Hukum Islam”, Jurnal


Ekonomi dan Bisnis Islam,Vol 4, No.1

Anda mungkin juga menyukai