Anda di halaman 1dari 15

RUANG LINGKUP MLM (MULTI LEVEL MARKETING)

DALAM PADANGAN HUKUM ISLAM

RIFA MUTIA
191130030

Abstrak
Hukum Islam sangat memahami dan menyadari karakteristik muamalah
dan bahwa perkembangan sistem serta budaya bisnis akan selalu
berubah secara dinamis. Oleh karena itu berdasarkan kaidah fiqih di
atas, maka terlihat bahwa Islam memberikan jalan bagi manusia untuk
melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui sistem, teknik dan
mediasi dalam melakukan perdagangan. Artinya, apabila kita ingin
mengembangkan bisnis melalui model MLM, maka harus dari unsur-
unsur maghrib. Oleh karena itu, barang atau jasa yang di bisniskan serta
tata cara penjualannya harus halal, tidak syubhat dan tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah.

Kata Kunci: Multi Level Marketing, Hukum Islam

A. Pendahuluan

Bagi masyarakat Indonesia, terutama para pelaku bisnis, istilah Multi Level

Marketing (MLM). Tidak asing lagi karena banyak n-perusahaan yang memasarkan

produknya melalui sistem MLM. Sampai sekarang sudah ada sekitar 200 perusahaan

yang mengatasnamakan dirinya menggunakan sistem MLM. Sistem pemasaran melalui

MLM menjadi menarik karena melibatkan masyarakat konsumen dalam kegiatan

pemasaran produk, dan konsumen diiming-imingi, selain dapat menikmati manfaat

produk, juga memperoleh intensif atau hadiah-hadiah yang ditawarkan produsen, seperti

haji dan umroh, perlindungan asuransi, tabungan hari tua dan lain sebagainya. Bagi

produsen sendiri, melalui sistem MLM dapat melakukan efisiensi biaya distribusi produk

seminimal mungkin atau bahkan bisa ditekan sampai ke titik nol.

B. Pengertian Multi Level Marketing


Multi Level Marketing (MLM) dalam hukum Islam semua bisnis yang

menggunakan sistem MLM dalam literatur fiqih termasuk dalam kategori muamalah

yang dibahas dalam Bab Al-Buyu’ (Jual-Beli). Dalam kajian fiqih kontemporer bisnis

Multi Level Marketing (MLM) ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu produk barang atau

jasa yang dijual dan cara atau sistem penjualannya (selling marketing).

Mengenai produk atau barang yang dijual apakah halal atau haram tergantung

kandungannya, apakah terdapat sesuatu yang diharamkan Allah seperti unsur babi

bangkai atau darah. Begitu pula dengan jasa yang dijual apakah mengandung unsur

kemaksiatan seperti praktek perzinaan, perjudian atau perdagangan anak dan lain

sebagainya. Semua ini bisa kita rujuk pada sertifikasi Halal dari LP-POM MUI.

Multi Level Marketing dapat dikatakan konsep penyaluran barang (produk atau

jasa tertentu) yang memberikan kesempatan pada para konsumen untuk turut terlibat

secara aktif sebagai penjual dan memperoleh keuntungan di dalam garis kemitraannya.

Kuswara, Mengenal MLM Syariah, hlm. 17

MLM disebut juga sebagai network marketing, di mana demikian karena

anggota kelompok tersebut semakin banyak, sehingga membentuk sebuah jaringan kerja

(Network) yang merupakan suatu sistem pemasaran dengan menggunakan jaringan kerja

berupa sekumpulan banyak orang yang kerjanya melakukan pemasaran. Gemala Dewi,

et.al, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, hlm. 194.

Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem Multi Level Marketing

(MLM) tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga

produk jasa, yaitu jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan

imbalan berupa marketing fee, bonus sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan

status keanggotaan distributor. Jasa penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqih

disebut sebagai “Samsarah/simsar”. Maksudnya perantara perdagangan ( yang


menjualkan barang atau mencarikan pembelian) untuk memudahkan jual beli. Sayyid

Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Penerbit Pena Pundi Aksara, jilid IV, 1994, hal 137

Pekerjaan Samsarah/simsar yang berupa makelar, distributor atau agen dalam

fiqh termasuk akad ijarah yaitu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada

dasarnya para ulama seperti Ibnu Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, Atha dan Ibrahim

memandang boleh jasa ini.20 Ibid, hlm.137 Namun untuk sahnya pekerjaan ini harus

memenuhi beberapa syarat diantaranya: a. Adanya Perjanjian yang jelas antara kedua

belah pihak. b. Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata.c. Objek akad bukan

hal-hal yang diharamkan dan maksiat

Distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan

tidak menjalankan bisnis yang haram dan syubhat (tidak jelas halal/haramnya).

Distributor dalam hal ini berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya.

Sedangkan pihak perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus segera

memberikan imbalan para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau

menghilangkannya. Sistem kerja Multi Level Marketing (MLM) yang sesuai syariah

menurut al-Quran dan al-hadits yaitu terhindar dari unsur-unsur haram seperti riba,

gharar, dharar, dan jahalah. Dzulm, walaupun barang atau jasa yang dibisniskan adalah

halal. Dan tidak diperbolehkan memakan sstem Multi Level Marketing (MLM) atau

hanya berkedok Multi Level Marketing (MLM) yang masih meragukan ataupun yang

sudah jelas ketahuan tidak sehatnya bisnis tersebut baik dari segi kehalalan produknya,

sistem marketing pertanggungjawabannya.

C. Dasar Hukum Multi Level Marketing dalam Hukum Fatwa DSN MUI No 75

Fatwa DSN MUI terkait Multi Level Marketing (MLM) adalah fatwa

Nomor 75/DSN MUI/VII/2009 Tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah

(PLBS). Dalam fatwa tersebut dicantumkan beberapa hal:


a. Pertimbangan

Yang menjadi bahan pertimbangan dasar bagi fatwa ini adalah telah

merebaknya praktek penjualan barang dan jasa dengan sistem Multi Level

Marketing (MLM) yang berpotensi merugikan masyarakat serta ketidak pastian

pelaksanaannya, apakah sudah sesuai dengan prinsip syariah ataukah belum,

sehingga DSN MUI melihat perlunya fatwa mengenai Multi Level Marketing

(MLM) atau Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS).

b. Dasar Hukum

Dasar hukum dari Al-Quran, ada beberapa hadits yang menjadi dasar

hukum dalam fatwa tersebut, intisari dari hadits-hadits yg menjadi dsar hukum

fatwa tersebut berisi : kewajiban seorang muslim untuk memenuhi kontrak/akad

yang sudah disepakati bersama, bolehnya melakukan syirkah atau kerjasama,

larangan berbuat dzalim, larangan berbuat bahaya, larangan khianat, larangan jual

beli yang mengandung unsure gharar (ketidak jelasan), larangan menipu dan

larangan risywah.

Selain beberapa hal tersebut, hadits yang juga menjadi dasar hukum

fatwa tersebut adalah hadits yang melarang jual beli anjing, khamr, bangkai,

dan patung serta jasa pelacuran. Hadits-hadits ini dimaksudkan sebagai adanya

larangan menjual belikan produk atau jasa yg haram, dalam praktek Multi Level

Marketing (MLM) maksudnya adalah bahwa komoditas yang dijual melalui

Multi Level Marketing (MLM) harus merupakan produk barang atau jasa yang

halal. Istidlal atau penggunaan hadits-hadits tersebut dalam fatwa ini diarahkan

bahwa Multi Level Marketing (MLM) tidak boleh mengandung unsur dzulm,

gharar, dzarar, khianat, risywah, penipuan dan mengambil hak orang lain serta

tidak menjual barang atau jasa yang diharamkan.


Fatwa Ulama tentang Multi Level Marketing (MLM) Dr. Setiawan Budi Utomo

dalam tulisannya di laman dakwatuna.com menyatakan : The Islamic Food and

Nutrition of America (IFANCA) telah mengeluarkan edaran tentang produk

Multi Level Marketing (MLM) halal dan dibenarkan oleh agama yang

ditandatangani langsung oleh Presiden IFANCA M. Munir Chaudry, Ph.D.

IFANCA mengingatkan untuk meneliti kehalalan suatu bisnis Multi Level

Marketing (MLM) sebelum bergabung atau menggunakannya dengan mengkaji

aspek:

a. Marketing Plan.

Adakah unsur skema piramida? Unsur piramida memungkinkan

distributor yang lebih dulu bergabung selalu diuntungkan dengan mengurangi

hak distributor di bawahnya sehingga merugikan downline dan hukumnya

haram.

b. Track Record.

Apakah perusahaan Multi Level Marketing (MLM) tersebut

memiliki track record positif atau tiba-tiba muncul, terutama jika

mengundang banyak kontroversi.

c. Produk.

Apakah produknya mengandung zat-zat haram. Apakah

mendapatkan jaminan untuk ditukar apabila produk cacat produksi.

d. Investasi Berlebihan.

Apabila perusahaan menekankan target penghimpunan dana dan

menganggap bahwa produk tidak penting atau hanya sebagai kedok,

terutama jika modal awal seperti uang pendaftarannya cukup besar. Ini patut

dicurigai sebagai arisan berantai (money game) yang menyerupai judi.


e. Sistem Kerja.

Telitilah skema kerja sebagai distributor terutama jika perusahaan

Multi Level Marketing (MLM) tersebut menjanjikan kaya mendadak tanpa

bekerja.

Di Indonesia, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN

MUI) sebagai lembaga resmi yang diakui pemerintah Republik Indonesia (RI)

dan melibatkan ulama dari berbagai Ormas Islam telah mengeluarkan fatwa

yang dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk menentukan halal

haramnya sebuah perusahaan yang bergerak dalam bisnis Multi Level Marketing

(MLM).

Dalam fatwa yang ditandatangani oleh Ketua DSN MUI DR.KH. Sahal

Mahfudz dan Sekretaris KH. Drs. Ichwan Sam pada tanggal 25 Juli 2009,

dijelaskan ada 12 persyaratan bagi Multi Level Marketing (MLM) terkategori

sesuai syariah, yaitu :

1) Ada obyek transaksi riil yang diperjual belikan berupa barang atau produk

jasa;

2) Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang

diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;

3) Transaksi dalam perdagangan tidak mengandung unsur gharar, maysir,

riba‟, dharar, dzulm, maksiat; 4)

4) Tidak ada kenaikan harga/biaya yang berlebihan(excessive mark-up),

sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas;

5) 5) Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota, besaran

maupun bentuknya harus berdasarkan prestasi kerja yang terkait langsung

dengan volume atau nilai hasil penjualan produk, dan harus menjadi
pendapatan utama mitra usaha dalam Penjualan Langsung Berjenjang

Syariah (PLBS); 6)

6) Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota harus jelas

jumlahnya, saat transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan

atau produk jasa yang ditetapkan perusahaan;

7) Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara

reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau

jasa;

8) Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra

usaha) tidak menimbulkan ighra‟. 9)

9) Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara

anggota pertama dengan anggota berikutnya; 10)

10) Sistem perekrutan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang

dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah,

syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan sebagainya; 11)

11) Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan wajib membina

dan mengawasi anggota yang direkrutnya; 12)

12) Tidak melakukan kegiatan money game.

D. Sejarah singkat Multi Level Marketing

Bisnis pemasaran jaringan dimulai pada tahun 1940-an saat Califiornia

Vitamins merancang penjualan dengan sistem yang merangsang para pemakai

(user) untuk mengajak pelanggan lebih banyak (rekrutmen) untuk memakai produk

yang mereka pakai. Para pelanggan itu mempunyai hak yang sama yang dapat

mensponsori pelanggan lain. Pada tahun berikutnya California Vitamins mengganti

nama menjadi NatureLite Food Supplement Corporations. Pada tahun 1956,


NatureLite menerapkan pola pemasaran jaringan dan bergabunglah Dr. Forrest

Shaklee untuk memperluas pasar produk suplemen kesehatan, yaitu produk yang

dikembangkan oleh dokter tersebut. Tidak lama kemudian, sekitar tahun 1959 Rich

DeVoss dan Jay Van Andel mencetuskan perusahan Amway sebagai satu-satunya

sarana bagi bangsa Amerika memasarkan produk dengan cara pemasaran jaringan.

Ketika sistem pemasaran jaringan diterapkan, bisnis ini tidak berjalan

dengan baik ada banyak tantangan berat bahkan menjadi malapetaka. Konsep

pemasaran jaringan disalahgunkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab

dengan menyelebarkan selebaran surat yang menyebutkan suatu keuntungan besar

jika ada orang yang bersedia mengirimkan dana sebesar 1 USD kepada seseorang.

Dengan kata lain bisnis ini disalahgunakan untuk mengeruk keuntungan dengan

mempengaruhi orang lain lewat iming-iming keutungan besar.

Pada tahun 1975 Federal Trade Commission (FTC) menuding Amway

sebagai salah satu perusahan piramida illegal. Langkah FTC diantaranya melarang

seluruh kegiatan penjualan produk-produk Amway. Setelah melakukan upaya

hukum selama empat tahun, akhirnya FTC meyatakan sistem distribusi dan

pembagian komisi yang dilakukan Amway adalah legal. Keputusan itu lebih

dikenal dengan Amway Safeguards Rule yang kemudian dijadikan standar

pengadilan dan badan hukum utnuk mengatur legalitas perusahan pemasaran

jaringan. Diharapakan dengan peraturan tersebut, baik distributor maupun perusahan

memilki payung hukum yang dapat melindungi hak-hak mereka secara hukum.

4Andy Yosh, “Sejarah Asal Mula Bisnis Jaringan (MLM),” dalam

http://aipunyasendiri.blogspot.co.id, (diakses pada tanggal 19 Maret 2016, jam

08.47). 3

E. Awal Berdirinya Multi Level Marketing Syariah


Kinerja operasional yang kurang etis dan merugikan konsumen yang

ditunjukkan oleh beberapa oknum pelaku bisnis MLM sebagaimana telah diterangkan

sebelumnya telah memberikan inspirasi kreatif dan inovatif di kalangan pelaku bisnis

muslim dalam membaca peluang bisnis dengan cara membangun marketing system yang

sesuai dengan tuntunan syari'ah. Apalagi pada saat itu, kondisi riil bisnis MLM masih

cenderung memiliki prospek baik di kalangan pangsa pasar masyarakat muslim

Indonesia, di samping makin menjamurnya berbagai aktifitas ekonomi syari'ah baik di

bidang keuangan perbankan maupun keuangan non-perbankan.

Dalam konteks yang demikian inilah maka selanjutnya muncul ide atau gagasan

di kalangan pelaku bisnis muslim tentang model bisnis MLM Syari'ah. Mereka adalah H.

Setyotomo, H. Muhammad Hidayat, KH. Ma'ruf Amin, H. Ateng Kusnadi, H. Abdul

Halim dan H. Danny Ramadhani, di bawah bendera PT Ahad Net International.

Berbeda dengan bisnis MLM konvensional yang telah ada seperti Amway,

Avon, CNI, Foreveryoung dan lain-lain, bisnis MLM ala PT Ahad Net International

kental sekali dengan nuansa agama Islam, baik dalam tingkatan operasional, reward,

produk maupun profitnya. Seluruh aktifitas bisnisnya didasari oleh semangat

menjalankan tuntutan agama sebagaimana ditentukan oleh syari'at. Oleh karenanya

mereka menyebutnya dengan MLM Syari'ah.7 Atau dengan kata lain, MLM Syari'ah

adalah sebuah sistem pemasaran yang dalam penerapannya didasarkan pada nilai-nilai

ekonomi syari'ah yang berlandaskan tauhid, akhlak dan hukum muamalah.8Agustino,

Prospek MLM Syari’ah di Indonesia, Republika, (Jakarta : 15 Pebruari 2002), h. 8

Sedang menurut Ahmad Teguh Wibowo Yusuf, MLM merupakan sistem "getok

tular" (informasi) yang berjalan dari mulut ke mulut dan konsep ini sebenarnya sudah

diterapkan oleh Rasulullah SAW dalam mengembangkan misi dakwahnya, dimana

Rasulullah menyampaikan risalah Islam kepada isteri, keluarga dan sahabatnya baru
kemudian kepada masyarakat luas. Sama halnya dengan sistem MLM yang merupakan

sistem levelisasi atau sponsorisasi.9 Ahmad Teguh Wibowo Yusuf, Dialog MLM

Syari'ah, (Jakarta : Ahad-Net, 2002), h. 3

F. Sistem Kerja MLM

Secara global sistem bisnis MLM dilakukan dengan cara menjaring calon

nasabah atau masyarakat sekaligus berfungsi sebagai konsumen dan member

(anggota) dari perusahaan yang melakukan praktek MLM. Pada umumnya, MLM

memiliki pola pemasaran sebagai berikut:

1. Mula-mula pihak perusahaan berusaha menjaring konsumen untuk menjadi

member, dengan cara mengharuskan calon konsumen membeli paket produk

perusahaan dengan harga tertentu. Dengan membeli paket produk perusahaan

tersebut, pihak pembeli diberi satu formulir keanggotaan (member) dari

perusahaan.

2. Sesudah menjadi member maka tugas berikutnya adalah mencari

membermember baru dengan cara seperti diatas, yakni membeli produk

perusahaan dan mengisi formulir keanggotaan.

3. Para member baru juga bertugas mencari calon member-member baru lagi

dengan cara seperti diatas yakni membeli produk perusahaan dan mengisi

formulir keanggotaan.

4. Jika member mampu menjaring member dengan kuantitas yang banyak, maka

ia akan mendapat bonus dari perusahaan. Semakin banyak member yang dapat

dijaring, maka semakin banyak pula bonus yang didapatkan karena perusahaan

merasa diuntungkan oleh banyaknya member yang sekaligus mennjadi

konsumen paket produk perusahaan. Dengan adanya para member baru yang

sekaligus menjadi konsumen paket produk perusahaan, maka member yang


berada pada level pertama, kedua dan seterusnya akan selalu mendapatkan

bonus secara estafet dari perusahaan, karena perusahaan merasa diuntungkan

dengan adanya member-member baru tersebut.

Adapun hal-hal yang harus dicermati dalam praktek bisnis MLM antara lain

adalah :

1. Konsep halal haram, maka si penjual harus benar-benar mengerti perbedaan antara

halal dan haram, yang bukan hanya terletak pada pencapaian hasil semata tetapi

juga proses atau cara mendapatkannya;

2. Mengingat dasar utama aktifitas bisnis MLM adalah marketing atau pemasaran

maka penawaran produk atau promosi adalah merupakan inti dari aktifitas bisnis

tersebut. Metode promosi yang baik adalah yang memenuhi unsur-unsur ta’aruf,

silaturahim, dakwah dan tarbiyah12. Dalam hal ini Rasulullah SAW telah

memberikan tuntunan dan teladan baik tentang promosi dalam bisnis perdagangan,

yaitu :

a. Tidak ada manipulasi dan tipu daya, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu

Hurairah ra, beliau berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,

“Yang dinamakan bisnis dagang dengan sumpah palsu adalah usaha bisnis

untuk melariskan barang dagangannya dengan cara yang tercela (curang). HR.

Bukhori Muslim;

b. Tidak ada keterangan dan pengakuan fiktif, yang biasanya dilakukan dengan

cara menyebar kebohongan bahwa barang dagangannya telah ditawar oleh

banyak pembeli padahal tidak demikian kenyataannya;

c. Tidak ada iklan yang menyesatkan, yakni dengan memberikan keterangan

atau keadaan yang tidak sebenarnya tentang produk barang yang dijual;
d. Tidak melanggar akhlakul karimah;

e. Tidak mendatangkan sesal di kemudian hari bagi konsumen.13 Drs.H.

Mohamad Hidayat, MBA., MBL., Marketin g dalam Perspektif

Muamalah Analisa Teoritis Normatif Multilevel , (Jakarta : Gema

Insani Press, 2003), h. 9

3. Dari segi insentif, penghargaan, hadiah dan sejenisnya yang diperuntukkan bagi

anggota mitra harus berorientasi pada nilainilai ketuhanan, artinya jauh dari praktek

konsumerisme, materialisme dan hedonisme;

4. Dalam hal transaksi atau ikatan kerjasama bisnis perdagangan dengan pihak lain

maka hal yang diutamakan adalah asas kebebasan berkehendak yang memenuhi

prinsip-prinsip syariat, karena setiap muslim terikat pada syarat-syarat yang telah

mereka setujui bersama kecuali persyaratan yang menghalalkan sesuatu yang haram

dan mengharamkan sesuatu yang halal;

5. Adanya kewajaran dalam perolehan keuntungan dengan besaran nominal yang

sesuai dengan prestasi yang dicapai dan dilakukan secara fair, saling rela dan

menguntungkan (QS. An-Nisa : 29), lain daripada itu hal yang harus

dipertimbangkan juga adalah bahwa besarnya upah tergantung pada tingkat

kesulitan atau kesungguhan dalam berusaha;

6. Perluasan jaringan atau peningkatan jumlah level yang dilakukan oleh para up line,

pada orang-orang di bawahnya, yaitu para down line, harus senantiasa berorientasi

pada pembinaan, pengawasan dan keteladanan yang selaras dengan jiwa agama

sehingga applause atau gathering party atas prestasi mereka tidak melampaui batas,

yaitu jauh dari kultus individu dan sikap berlebihan lainnya karena dikhawatirkan

akan mengarah pada perilaku ujub, takabur dan kufur;


7. Bisnis MLM yang baik adalah yang menjunjung dan mengedepankan empat hal,

yaitu:

a. Jalinan ukhuwwah Islamiyyah;

b. Pembentukan jaringann ekonomi umat, baik berupa jaringan produksi, distribusi

dan konsumen sehingga tercipta kemandirian dan kejayaan ekonomi umat;

c. Memperkokoh ketahanan akidah dari serbuan ideologi, budaya dan produk yang

tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam;

d. Mengantisipasi dan mempersiapkan strategi dan daya maksimal dalam

menghadapi era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi.14 Ahmad

Teguh Wibowo Yusuf, Loc. Cit.

G. Tujuan dan Manfaat Multi Level Marketing

a. Tujuan Multi Level Marketing

Tujuan MLM sama dengan tujuan dari metode pemasaran yang lain,

yakni untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Hal ini bisa dilakukan

dengan 2 dua cara yaitu:

1. Meningkatkan Pemasukan

Peningkatan pemasukan dari perusahaan bisa di dapatkan dengan

meningkatkan dua elemen, yaitu omset penjualan dan laba untuk setiap

produk. Biasanya, perusahaan lebih memusatkan pada peningkatan omset

penjualan daripada meningkatkan laba yang didapat dari setiap produk

dengan menaikkan harga produk. Kompetitor biasanya akan memenangkan

persaingan jika suatu perusahaan menaikkan harga produk mereka.19

2. Mengurangi Pengeluaran

Paling tidak ada dua langkah yang bisa dilakukan oleh

perusahaan MLM untuk mengurangi pengeluaran mereka, yaitu: .


a) Memindahkan produk lebih dekat ke pelanggan. Suatu produk

dipindahkan dari gudang-gudang yang mereka miliki ke tempat yang

dekat dengan pelanggan. Pemindahan tempat ini diharapkan akan dapat

mneningkatkan volume penjualan. Pada perusahaan yang tidak

menggunakan cara MLM, hal ini dikerjakan dengan biaya operasional

yang sangat tinggi.

b) Merekrut tenaga penjualan berdasarkan pada komisi. Hal ini bisa

dimaklumi tujuan utama perusahaan MLM adalah melakukan

penghematan dalam membayar tenaga penjualan mereka.20

b. Manfaat Multi Level Marketing

Manfaat dari Multi Level Marketing yaitu sebagai berikut:

1. Menghemat biaya distribusi

Salah satu alternatif untuk penghematan biaya bisa dilakukan

dengan melakukan pemasaran melalui MLM. Di dalam MLM, jalur

distribusi yang dipergunakan adalah melalui Downline.Dari pada

membangun Outline yang membutuhkan biaya mahal, MLM memanfaatkan

pribadi-pribadi sebagai jalur distribusi mereka. Dengan demikian perusahaan

tidak perlu memikirkan biaya operasional untuk jalur distribusi ini yang

biasanya sekitar 40 - 60 dari harga suatu produk.21

2. Menghemat Biaya

Pemasaran Pada MLM, pemasaran dilakukan oleh para distributor

dengan menggunakan metode dari mulut ke mulut. Dengan demikian

perusahaan bisa mengeluarkan uang yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan pemasaran konvensional. Iklan yang biasanya menggunakan sebagai

sarana utama untuk memasarkan suatu produk diganti dengan penjelasan


dari mulut ke mulut. Sasaran dari iklan MLM adalah orang-orang yang

mereka kenal, bahkan setiap distributor bias membuat brosur sendiri dengan

biaya sendiri sehingga perusahaan bisa menghemat cukup banyak uang

untuk pembuatan materi pemasaran.22

3. Menghemat Biaya Pelatihan

Pada perusahaan MLM, biaya pelatihan yang bisanya merupakan

biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dibuat menjadi tanggungan

yang harus dikeluarkan oleh setiap tenaga penjualan. Bahan-bahan pelatihan

yang dipergunakan untuk meningkatkan kemampuan para tenaga penjual

juga harus mereka dapatkan dengan biaya mereka sendiri. Hal ini juga

berlaku ketika para tenaga penjualan ini harus mengikuti acara seminar

atau workshop.

Dengan kata lain, perusahaan mengalihkan biaya untuk melatih

tenaga penjualan kepada tenaga penjualan itu sendiri. Tindakan ini akan

membuat perusahaan menghemat sangat banyak uang, bahkan ada beberapa

distributor yang mendapatkan uang dari pelatihan ini jauh lebih banyak

daripada uang yang didapat dari komisi penjualan produk.23

Anda mungkin juga menyukai