Di Susun Oleh :
1. Bima Mahendra
2. Fahrudin
Puji syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penulisan makalah dari bapak dosen. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan
Makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih
memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun Makalah ini dengan baik, namun penulis pun
menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan kami sebagai manusia biasa. Oleh karena
itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari isi, maka
kami memohon maaf dan kritik serta saran dari dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat
diharapkan oleh kami untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita
bersama.
Page 2
PENDAHULUAN
Page 3
penjajahan Belanda dan Jepang.
Pendidikan adalah pilar utama berdirinya sebuah bangsa. Pendidikan merupakan usaha untuk
merancang masa depan manusia sebagai generasi yang memajukan sebuah bangsa. Penyelenggaraan
pendidikan, selain dilakukan oleh masyarakat sendiri, juga dilakukan oleh pemerintah, atau sekurang-
kurangnya mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Menurut UU Nomor 2 tahun 1989, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Selanjutnya di dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS dijelaskan
tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan diantaranya:
1. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
3. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan Islam dilaksanakan pada semua jalur tersebut, oleh karena itu pendidikan Islam
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional.
Pendidikan Islam pada masa Orde Baru setahap demi setahap mengalami perkembangan, di
antaranya adalah pemerintah mulai memberlakukan pendidikan agama harus diajarkan pada sekolah
dasar hingga pendidikan tinggi, lembaga-lembaga pesantren mulai mendirikan madrasah dalam sistem
pendidikannya yang terbagi menjadi Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Sistem madrasah ini
mendorong perkembangan pesantren sehingga jumlahnya meningkat pesat. Pada tahun 1958/1959 lahir
Madrasah Wajib Belajar yang memiliki hak dan kewajiban seperti sekolah negeri. Selanjutnya, di tahun
1965, berdasarkan rumusan Seminar Pondok Pesantren di Yogyakarta disepakati di pondok pesantren
perlu dimasukkan pelajaran keterampilan seperti: pertanian dan pertukangan.
Perkembangan pendidikan agama Islam di Indonesia pada masa Orde Baru ditandai dengan
selesainya bangsa Indonesia dalam menumpas G30 /PKI (1965-1966). Sejak saat itu pula pemerintah
Indonesia semakin menunjukkan perhatiannya terhadap pendidikan agama, sebab disadari dengan
bermentalkan agama yang kuatlah bangsa Indonesia akan terhindar dari paham komunisme.
Reformasi Indonesia diawali ketika mantan Presiden Soeharto membaca “Surat Pengunduran”
dirinya pada tanggal 21 Mei 1998, yang sebelumnya diawali dengan terjadinya krisis ekonomi.
Meskipun bermula dari krisis ekonomi, namun tuntutan reformasi itu bukan hanya sebaas di bidang
ekonomi saja, tetapi lebih utama lagi reformasi di bidang politik. Karena masalah ekonomi itu bertali-
temali dengan masalah politik. Kehidupan ekonomi suatu segara akan mempengaruhi pemerintah
dalam mengambil kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan, salah satunya mengenai Pendidikan
Agama Islam.
Gerakan reformasi yang bergulir di tanah air kita saat ini sedang berada pada sebuah fase atau
tahapan paling krusial yang akan menentukan apakah ia akan benar-benar menghasilkan sebuah
perubahan fundamental dan menyeluruh dalam tata kehidupan politik, ekonomi, hukum dan sosial serta
pendidikan terutama Pendidikan Agama Islam ataukah sebaliknya.
Dalam makalah ini, kami akan memberikan suatu uraian penjelasan yang membahas mengenai
pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Indonesia pada masa Reformasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis menetukan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana periodisasi pendidikan Islam di Indonesia ?
2. Bagaimana kondisi pendidikan Islam di Indonesia zaman Orde Lama ?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam di Indonesia ?
4. Bagaimana keadaan Islam pada masa orde baru ?
5. Bagaimana kebijakan pendidikan Islam masa orde baru ?
6. Bagaimana kondisi pendidikan Islam di Indonesia zaman Reformasi ?
Page 4
PEMBAHASAN
Mengenai Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama
Pendidikan Islam di Indonesia didasarkan dengan awal mula masuknya Islam ke nusantara.
Kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara damai. Berbeda dengan penyebaran Islam di Timur
Tengah yang dalam beberapa kasus disertai dengan pendudukan wilayah oleh militer muslim. Islam
dalam batas tertentu disebarkan oleh pedagang, kemudian dilanjutkan oleh para guru agama dan
pengembara sufi.
Sistem pendidikan Islam yang digunakan adalah sistem pendidikan non formal dan formal.
Pendidikan formal dilaksanakan di langgar, masjid, dan pesantren, sedangkan untuk pendidikan
formal dilaksanakan di madrasah, sekolah dinas dan perguruan tinggi. Sistem pendidikan Islam mulai
mengalami perubahan sejalan dengan perubahan zaman dan pergeseran kekuasaaan di Indonesia.
Kejayaan Islam yang mengalami kemunduran sejak jatuhnya Andalusia kini mulai bangkit dengan
gerakan pembaharuan Islam, disamping itu pemerintahan Belanda mulai mengenalkan sistem
pendidikan formal yang lebih sistematis dan teratur untuk menarik kaum muslimin masuk pada
pendidikan formal. Hal ini karena sistem pendidikan Islam di masjid surau atau langgar sudah
dipandang tidak memadai lagi dan perlu adanya pembaharuan dan disempurnakan.
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia pada zaman Orde Lama tidak lepas dari peran
organisasi Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan, lembaga pendidikan Islam dan para tokoh
pendidikan Islam. Selanjutnya, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia ditentukan oleh sekolah
– sekolah swasta yang secara konsisten mengadakan pendidikan Islam seperti halnya madrasah.
PEMBAHASAN
Mengenai Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Setelah presiden Sukarno turun, secara otomatis rezim Orde Lama juga terhenti. Bersamaan
dengan itu, lahirlah orde lain sebagai penerus perjuangan. Orde ini tidak lain adalah Orde Baru yang
dipimpin oleh Presiden Suharto. Orde ini berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu
kurang lebih 32 tahun.
Dilihat dari segi fisik, Indonesia sangat berkembang dan maju. Di berbagai tempat (terutama di
kota-kota besar) bangunan-bangunan besar dan mewah didirikan. Tapi jika ditinjau dari segi politik,
maka Indonesia semakin menurun. Karena ‘trias politika’ sebagai lembaga-lembaga tertinggi negara,
yang berfungsi hanya lembaga eksekutif saja, sementara dua lembaga lainnya, baik itu lembaga
legistatif dan yudikatif kurang atau bahkan tidak berfungsi sama sekali. Kedua lembaga ini tunduk di
bawah lembaga eksekutif. Keduanya tidak lebih hanyalah sebagai ‘robot’ yang gerak-geriknya diatur
oleh lembaga eksekutif.
Kebijakan pemerintah tentang pendidikan agama juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan
politik. Terjadi ketegangan antara PKI dan tentara di masa akhir kekuasaan Sukarno, kelompok-
kelompok agama (terutama Islam dan Kristen) memutuskan untuk beraliansi dengan tentara. Sejak
tahun 1961 hingga akhir kekuasaan Sukarno, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dipegang dua
orang Menteri. Menteri Pendidikan Dasar dipegang oleh Prijono, seorang tokoh Murba yang dekat
dengan PKI, sedangkan Menteri Pendidikan Tinggi dipegang oleh Sjarief Tajeb, seorang tokoh militer.
Dengan dukungan kelompok agama, pada akhirnya Sjarief Tajeb dapat mewajibkan pendidikan agama
di berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia, meskipun UU Pendidikan 1950 tidak mewajibkan
pendidikan Agama.
Kudeta berdarah 30 September 1965 yang gagal telah mengubah arah politik bangsa Indonesia.
Dalam perlawanan terhadap PKI yang dilakukan setelah kudeta, kaum Muslim dan Kristen
bekerjasama bahu membahu dengan tentara. Pada sidang MPRS tahun 1966 diputuskan bahwa
pendidikan agama wajib dilaksanakan dari tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Tetapi
konversi besar yang terjadi itu disamping menggembirakan bagi sebagian tokoh agama, juga telah
menjadi pemicu bagi timbulnya ketegangan dan konflik antara tokoh-tokoh Islam dan Kristen.
Banyaknya orang yang masuk Kristen (meski yang masuk Islam dan agama lain juga banyak)
kemudian dibesar-besarkan oleh media Barat atau misionaris asing, membuat kalangan Muslim
ketakutan dan merasa terancam. Inilah pangkal dari wacana ancaman Kristenisasi di kalangan Islam
yang berujung pada tuntutan untuk (1) membatasi penyiaran agama hanya kepada yang belum
beragama, (2) agar pembangunan tempat ibadah mendapat persetujuan penduduk pusat.
Kegiatan misi Kristen di Indonesia tampak meningkat setelah meletusnya pemberontakan
komunis G. 30 S/PKI. Keluarga orang-orang komunis yang ditangkap dan umat Islam yang miskin
adalah sasaran utama mereka. Berpuluh-puluh ribu orang terpaksa masuk Kristen berkat bujukan-
Page 5
bujukan dan dana-dana misi tersebut. Organisasi-organisasi misionaris itu bermacam-macam dan cara
yang mereka jalankan dalam kegiatannya bertentangan dengan Pancasila (kebebasan menganut agama).
Pada tahun 1967, misi tersebut mulai menunjukkan cara-cara yang sangat menyinggung perasaan umat
Islam, yaitu mendirikan gereja-gereja dan sekolah-sekolah Kristen di lingkungan kaum Muslim.
Keadaan yang demikian itu telah menimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan, yaitu
perusakan gereja di Meulaboh, Aceh, pada bulan Juni 1967, perusakan gereja di Ujung pandang
(Makassar) bulan Oktober 1967, dan perusakan sekolah Kristen di Palmerah, Slipi, Jakarta.
Agama Kristen Katolik di Indonesia tampaknya benar-benar memanfaatkan kesempatan dengan
melakukan upaya Kristenisasi secara terbuka pasca-G. 30 S/PKI. Peluang ini ternyata berhasil merayu
sebagian umat Islam untuk berpindah ke agama mereka. Yang lebih demonstratif lagi adalah sebagai
minoritas, mereka tidak segan-segan mendirikan gereja dan sekolah-sekolah di tengah-tengah
lingkungan masyarakat mayoritas Muslim. Mereka tidak segan-segan melakukan ajakan Kristenisasi
dari rumah ke rumah kepada umat Islam dengan membagikan sejumlah materi yang menjadi kebutuhan
masyarakat Islam. Alasannya sederhana, yaitu bantuan sosial dan kepedulian mereka terhadap nasib
sebagian umat Islam yang memerlukan bantuan. Jika diteliti, sebenarnya kegiatan seperti ini tidak lebih
dari peaceful aggressison ‘suatu penyerangan yang bersemboyan perdamaian’. Dari segi ini,
risten/Katolik melalui misionarisnya tampak sudah melampaui batas, sebab mereka sudah tidak
mengindahkan lagi etika beragama, atau dengan pengertian lain, para misionaris Kristen/Katolik
tampak demonstratif memasuki rumah-rumah orang Islam dengan berbagai dalih untuk menyampaikan
pekabaran Injil.
Page 6
bisa dianggap subversif. Tindakan dan kebijakan pemerintah Orde Baru-lah yang paling benar. Semua
wadah-wadah organisasi baik yang tunggal maupun yang majemuk dibentuk pada budaya homogen
bahkan partai politik pun dibatasi. Hanya tiga partai yang berhak mengikuti Pemilu. Namun, pada
waktu itu tidak ada yang berani bicara. Masa itu tidak ada lagi perbedaan pendapat sehingga
melahirkan disiplin ilmu yang semu dan melahirkan generasi yang latah dan penakut.
Pada masa pemerintahan Orde Baru pertumbuhan ekonomi tidak berakar pada ekonomi rakyat
dan sumber daya domestik, melainkan bergantung pada utang luar negeri sehingga menghasilkan
sistem pendidikan yang tidak peka terhadap daya saing dan tidak produktif. Pendidikan tidak
mempunyai akuntabilitas sosial karena masyarakat tidak diikutsertakan dalam merancang sistem
pendidikan karena semua serba terpusat. Dengan demikian, pendidikan pada masa itu mengingkari
pluralisme masyarakat sehingga sikap toleransi semakin berkurang, yang ada adalah sikap egoisme.
Perkembangan pendidikan Islam masa Orde Baru setahap demi setahap mengalami perkembangan
yang cukup signifikan. Di antaranya lembaga-lembaga pesantren mulai mendirikan madrasah dalam
sistem pendidikannya. Dalam sistem ini jenjang-jenjang pendidikan terbagi menjadi Ibtidaiyah,
Tsanawiyah, dan Aliyah. Sistem madrasah ini mendorong perkembangan pesantren sehingga
jumlahnya meningkat pesat. Pada tahun 1958/1959 lahir Madrasah Wajib Belajar yang memiliki hak
dan kewajiban seperti sekolah negeri. Selanjutnya, di tahun 1965, berdasarkan rumusan Seminar
Pondok Pesantren di Yogyakarta disepakati di pondok pesantren perlu dimasukkan pelajaran
keterampilan seperti: pertanian dan pertukangan.
Keadaan inilah yang mendorong tokoh-tokoh Islam menuntut agar madrasah dan pendidikan
keagamaan dimasukkan menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional. Reaksi terhadap sikap
pemerintah yang mendiskriminasikan menjadi lebih keras dengan keluarnya Keputusan Presiden No.
34 Tahun 1972, yang kemudian diperkuat dengan Intruksi Presiden No. 15 Tahun 1974. Kepres dan
Inpres ini isinya dianggap melemahkkan dan mengasingkan madrasah dari pendidikan nasional.
Bahkan sebagian umat Islam memandang Kepres dan Inpres itu sebagai manuver untuk mengabaikan
peran dan manfaat madrasah yang sejak zaman penjajahan telah diselenggarakan umat Islam.
Munculnya reaksi keras umat Islam disadari oleh pemerintah yang kemudian mengambil kebijakan
untuk melakukan pembinaan mutu pendidikan madrasah. Untuk mengatasi kekhawatiran dan
kecemasan umat Islam akan dihapuskannya sistem pendidikan madrasah sebagai kongkurensi Kepres
dan Inpres di atas, maka pada tanggal 24 Maret 1975 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB)
Tiga Menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri) No.
03 Tahun 1975.
SKB ini merupakan model solusi yang di satu sisi memberikan pengakuan eksistensi madrasah,
dan di sisi lain memberikan kepastian akan berlanjutnya usaha yang mengarah pada pembentukan
sistem pendidikan nasional yang integratif. Dalam SKB tersebut diakui ada tiga tingkatan madrasah
yaitu Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah yang ijazahnya diakui sama dan setingkat dengan SD, SMP,
dan SMA. Kemudian lulusannya dapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebih tinggi, serta
siswanya dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
PEMBAHASAN
Mengenai Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Page 7
Beberapa hal yang menyebabkan program pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan
terutama dalam Pendidikan Agama Islam belum terpenuhi secara maksimal.
1. Distribusi pembangunan sektor pendidikan kurang menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
2. Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan yang bersifat fisik material, sedangkan
masalah-masalah kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.
3. Munculnya sektor industri yang membengkak, cukup menjadikan agenda yang serius bagi
pendidikan Islam di Indonesia pada masa pembangunan ini.
4. Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak berurutan secara tertib, bahkan terkadang
eksklusif dalam dialektik pembangunan sebagaimana tersebut di atas.
5. Kurikulum yang belum mantap, terlihat dari beragamnya jumlah presentasi untuk pelajaran
umum dan agama pada berbagai sekolah yang berlogo Islam.
6. Kurang berkualitasnya guru, yang dimaksud disini adalah kurang kesadaran professional,
kurang inofatif, kurang berperan dalam pengembangan pendidikan.
7. Dualisme pengelolaan pendidikan yaitu antara Depag dan Depdikbud.
8. Belum adanya sentralisasi dan disentralisasi yang jelas.
9. Sisa-sisa pendidikan penjajahan yang masih ditiru seperti penjurusan dan pemberian gelar.
10. Minimnya persamaan hak dengan pendidikan umum
11. Minimnya peminat sekolah agama karena dipandang prospeknya tidak jelas.
Semua hal diatas adalah faktor penyebab dari tidak terpenuhinya beberapa maksud pemerintah
dalam menjalankan pembangunan dalam sektor pendidikan agama khususnya bagi Pendidikan Agama
Islam. Semua itu sangat memprihatinkan apalagi jika dibiarkan begitu saja tanpa upaya retrospeksi atas
kegagalan tersebut.
Yang harus disadari adalah lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan Islam memiliki
potensi yang sangat besar bagi jalannya pembagunan di negeri ini terlepas dari berbagai anggapan
tentang pendidikan yang ada sekarang, harus diingat bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah banyak
melahirkan putera puteri bangsa yang berkualitas.
HM. Yusuf Hasyim mengungkapkan betapa besarnya pendidikan Islam di Indonesia hanya
dengan menunjukkan salah satu sampelnya yaitu pesantren. sebagai lembaga pendidikan Islam
pesantren dan madrasah-madrasah bertanggungjawab terhadap proses pencerdasan bangsa secara
keseluruhan. Sedangkan secara khusus pendidikan Islam bertanggungjawab terhadap kelangsungan
tradisi keislaman dalam arti yang seluas-luasnya. Dari titik pandang ini pendidikan Islam, baik secara
kelembagaan maupun inspiratif, memilih model yang dirasakan mendukung secara penuh tujuan dan
hakikat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentuk manusia mukmin yang sejati, mempunyai
kualitas moral dan intelektual.
Sistem Pendidikan Nasional seperti dijelaskan dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS adalah Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang termasuk didalamnya mengenai
Pendidikan Agama Islam.
Di dalam pasal-pasal dan penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional ini ditemukan sebagai berikut : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu
dan cakap (Bab II pasal 3 ayat 1-6). Butir-butir dalam tujuan Nasional tersebut terutama yang
menyangkut nilai-nilai dan berbagai aspeknya, sepenuhnya adalah nilai-nilai dasar ajaran Islam, tidak
ada yang bertentangan dengan tujuan pendidikan Islam. Oleh karena itu, berkembangnya pendidikan
Islam akan berpengaruh sekali terhadap keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional yang
dimaksud dan demikian juga sebaliknya.
Selanjutnya di dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS dijelaskan
tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan diantaranya :
a. Jalur pendidikan dilaksanakan melalui :
1) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang.
3) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Bab I pasal 1 ayat 11-13).
Pendidikan Islam dilaksanakan pada semua jalur tersebut oleh karena itu pendidikan Islam
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional.
Page 8
b. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejujuran akademik, profesi, vokasi, keagamaan
dan khusus (bab V pasal 16)
Yang dimaksud dengan pendidikan keagamaan di sini adalah merupakan pendidikan dasar,
menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peran yang
menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
Oleh karena itu setiap orang Islam, dalam menjalankan peran hidupnya sebagai orang muslim,
sangat berkepentingan dengan pengetahuan tentang ajaran-ajaran Islam, terutama yang berhubungan
dengan nilai, moral, dan sosial budaya keagamaan. Oleh karenanya, pendidikan Islam dengan lembaga-
lembaganya, tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.
Beberapa strategi yang perlu dicanangkan untuk memperbaiki pendidikan Islam masa depan
adalah sebagai berikut.
1. Strategi sosial politik
Menekankan diperlukannya merinci butir-butir pokok formalisasi ajaran Islam di lembaga-
lembaga negara melalui upaya legal formalitas yang terus menerus oleh gerakan Islam terutama
melalui sebuah partai secara eklusif khusus bagi umat Islam termasuk kontrol terhadap aparatur
pemerintah. Umat Islam sendiri harus mendidik dengan moralitas Islam yang benar dan menjalankan
kehidupan Islami baik secara individu maupun masyarakat.
2. Strategi Kultural
Dirancang untuk kematangan kepribadian kaum muslimin dengan memperluas cakrawala
pemikiran, cakupan komitmen dan kesadaran mereka tentang kompleksnya lingkungan manusia.
3. Strategi Sosio cultural
Diperlukan upaya untuk mengembangkan kerangka kemasyarakatan yang menggunakan nilai-nilai
dan prinsip-prinsip Islam.
Page 9
KESIMPULAN
A. Kesimpulan Historis
Pendidikan Islam di Indonesia mengalami pasang surut dalam masa perkembangannya terutama
pada masa kemerdekaan. Hal ini dikarenakan Indonesia mengalami masa penjajahan oleh beberapa
negara kolonial sebelumnya. Perkembangan Pendidikan Islam pada masa koloni Belanda saat itu
mengalami banyak kesulitan. Hal ini disebabkan karena kebijakan-kebijakan Belanda yang membatasi
Pendidikan Agama dan menitik beratkan pada sekolah-sekolah yang bermuatan umum saja.
Setelah Belanda hengkang, Indonesia kembali dijajah oleh Jepang yang keberadaannya
membuat perubahan dalam masalah Pendidikan Islam. Sikap Jepang terhadap Pendidikan Islam
ternyata lebih lunak sehingga ruang gerak Pendidikan Islam lebih berkembang dan bebas, dikarenakan
Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama. Yang terpenting bagi Jepang adalah mereka
ingin memenangkan perang dan kalau perlu para pemuka agama lebih diberikan keleluasaan dalam
mengembangkan pendidikan. Namun ketika Perang Dunia II berlangsung, kedudukan Jepang semakin
terjepit yang akhirnya Jepang mulai menekan dan menjalankan kekerasan terhadap rakyat Indonesia.
Hal ini juga berakibat kepada Pendidikan Islam di Indonesia yang mengalami kemerosotan dan
kemunduran karena ketatnya pengaruh indoktrinasi serta disiplin mati akibat pendidikan militerisme
fascisme Jepang. Namun demikian masih ada beberapa ibrah dibalik kekejaman Jepang tersebut
diantaranya bahasa nasional Indonesia menjadi hidup dan berkembang secara luas di Indonesia, baik
dalam pergaulan, bahasa pengantar maupun sebagai bahasa ilmiah. Dengan begitu, aktivitas-aktivitas
penerjemahan buku ilmiah kedalam bahasa Indonesia sangat pesat sehingga lahirlah guru-guru kreatif
dan berkembang dalam mendidik generasi bangsa Indonesia
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia masa orde lama berkaitan erat dengan peran
Departemen yang Agama mulai resmi berdiri 3 Januari 1946. Lembaga ini secara intensif
memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Secara lebih spesifik, usaha ini ditangani oleh
bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan agama.
Peraturan resmi pertama tentang pendidikan agama di sekolah umum, dicantumkankan dalam
UU Pendidikan tahun 1950 No. 4 dan UU Pendidikan tahun 1954 No. 20 yang berbunyi :
1. Pada sekolah-sekolah negeri di selenggarakan pelajaran agama. Dan orang tua murid berhak
menetapkan apakah anaknya mengikuti pelajaran tesebut atau tidak
2. Cara menyelenggarakan PA di sekolah – sekolah negeri di atur melalui menteri pendidikan,
pengajaran dan kebudayaan ( PPK ) bersama menteri agama
Pada tahun 1960 sidang MPRS menetapkan bahwa pendidikan agama diselenggarakan di
Perguruan Tinggi Umum dan memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengikuti ataupun
tidak. Namun, pada tahun 1967 (pada awal Orde Baru), ketetapan itu diubah dengan mewajibkan
mahasiswa mengikuti mata kuliah agama dan mata kuliah ini termasuk kedalam sistem penilaian.
B. Kesimpulan Pedagogis
Keadaan pendidikan Islam di Indonesia masa Orde Lama jauh lebih maju dibandingkan
dengan keadaan pendidikan masa kolonial. Hal tersebut dapat di lihat dari banyak berkembangnya
lembaga-lembaga pendidikan Islam dan organisasi yang bergerak dalam dunia pendidikan Islam.
Sehingga dapat membangun generasi penerus bangsa yang berjiwa Islami.
Page 10
Dalam bidang pendidikan kabinet Reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun
yang sudah dimulai sejak tahun 1994 serta melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih
demokratis. Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling pokok adalah bagaimana menjaga
agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap tinggi dan tidak banyak yang mengalami putus
sekolah.
Sistem Pendidikan Nasional seperti dijelaskan dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS adalah Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang termasuk didalamnya mengenai
Pendidikan Agama Islam.
Beberapa strategi yang perlu dicanangkan untuk memperbaiki pendidikan Islam masa depan
adalah sebagai berikut.
1. Strategi sosial politik
2. Strategi Kultural
3. Strategi Sosio cultural
Page 11
DAFTAR PUSTAKA
1. Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara
2. Daulay, Haidar Putra. 2012. Pemikiran Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
3. 2008. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana
4. Hasbullah. 2008. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Pertumbuhan dan
Perkembangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
5. Hikmawati. Fenti.2008. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: PT. Pustaka
6. Karim, M. Abdul. 2005. Islam dan Kemerdekaan Indonesia. Yogyakarta: Sumbangsih Press
Yogyakarta
7. Kodir, Abdul. 2015. Sejarah Pendidikan Islam Dari Masa Rasullah Hingga Reformasi di
Indonesia. Bandung: CV Pustaka
8. Moesa, Ali Maschan. 2007. Nasionalisme Kiai Konstruksi Sosial Berbasis Agama. Yogyakarta:
LkiS
9. Mohammad, Heri dkk. 2006. Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20.
10. Jakarta: Gema Insani Press
11. Muhaimin. 2004. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Pelajar
12. Nata, Abuddin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Angkasa
13. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
14. 2001. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Lembaga - Lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta: Grasindo
15. Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Group
16. Notosusanto, Nugroho, Marwati Djoened Poesponegoro. 2008. Zaman Pertumbuhan dan
Perkembangan Kerajaan Islam. Jakarta: Balai Pustaka
17. Ahmad Arifi, Politik Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2010.
18. Coser, et.al, Introduction To Sosiology, Florida: Harcout Brace Javanovich,1983.
19. Cheppy Hari Cahyono dan Suparlan Alhakim, Ensiklopedi Politika, Surabaya: Usaha Nasional,
1982.
20. Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama,
2005.
21. Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1980.
22. M. Natsir, Mencari Modus Vivendi Antarumat Beragama Di Indonesia, Jakarta: Media Dakwah,
1980.
23. Mochtar Buchori, Peranan Pendidikan Dalam Pembentukan Budaya Politik Di Indonesia, dalam
Quo Vadis Pendidikan Di Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, t.t.
24. Nursyirwan, Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia Setelah Kemerdekaan, Didaktika
Jurnal Kependidikan Vol. 4 No. 2 November 2009.
25. Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya, Jakarta: Kalam Mulia, 2009
26. Richard I. Hofferbert, The Study of Public Policy, Indianapolis: Bobbs-Merrill, 1974.
27. Randal B. Ripley, Policy Analysis in Political Science, Chicago: Nelson-Hal Publishers, 1985.
28. Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 1999.
29. Rossi, Pendidikan Islam Masa Orde Baru, http://coretan-rossi.blogspot.com/2011/06/pendidikan
-islam-masa-orde-baru.html, (diakses 19 Oktober 2011).
30. Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall,
1978.
31. Thohir Luth, M. Natsir; Dakwah Dan Pemikirannya, Jakarta: Gema Insani, 1999.
32. Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS (Bab I pasal 1 ayat 11-13).
33. [1] Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS (Bab I pasal 1 ayat 11-13).
34. [2] Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya, Jakarta: Kalam Mulia, 2009, hlm. 83
35. [3] Coser, et.al, Introduction To Sosiology, (Florida: Harcout Brace Javanovich,1983), hal. 94
36. [4] Ramayulis dan Samsul Nizar, Op. Cit.,, hlm. 88.
37. [5] Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif,
1980), hal. 87
38. [6] Ahmad Arifi, Politik Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2010), hal. 41
39. [7] Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, (Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall,
1978), hlm. 3
Page 12