Anda di halaman 1dari 11

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA

A. Perkembangan Pendidikan pada Awal Kemerdekaan

patung ki hajar dewantara

Pada masa penjajahan, kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak- anak Indonesia sangat
terbatas. Dari sejumlah anak-anak usia sekolah, hanya sebagian kecil saja yang sempat menikmati
sekolah. Akibatnya, sebagian besar penduduk indonesia masih buta huruf. Oleh karena itu, segera
setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah mengangkat Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K). ki Hajar  Dewantara menjabat jabatan ini
hanya selama 3 bulan. Kemudian, jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh Mr. T.S.G. Mulia yang
hanya menjabat selama 5 bulan. Selanjutnya, jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh Mohammad
syafei. Kemudian, ia digantikan oleh Mr. Soewandi.
Pada masa jabatan Mr. Suwandi, dibentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia
yang bertugas untuk meneliti dan merumuskan masalah pengajaran setelah Kemerdekaan. Setelah
menyelesaikan tugasnya, panitia ini menyampaikan saran-saran kepada pemerintah. Kemudian,
disusunlah dasar struktur dan sistem pendidikan di Indonesia. Tujuan umum pendidikan di
Indonesia merdeka adalah mendidik anak-anak menjadi warga negara yang berguna, yang
diharapkan kelak dapat memberikan pengetahuannya kepada negara. Dengan kata lain, tujuan
pendidikan pada masa itu lebih menekankan pada penanaman semangat patriotisme.
Pendidikan pada awal Kemerdekaan terbagi atas 4 tingkatan, yaitu: pendidikan rendah,
pendidikan menengah pertama, pendidikan menengah atas, dan pendidikan tinggi. Pada akhir tahun
1949, tercatat sejumlah 24.775 buah sekolah rendah di seluruh Indonesia. Untuk pendidikan tinggi,
1
sudah ada sekolah tinggi dan akademi di beberapa kota seperti Jakarta, Klaten, Solo dan
Yogyakarta. Selain itu, ada pula universitas seperti Universitas Gajah Mada.
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum tahun 1947

 Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa
Belanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular dibanding istilah
curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi
pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan Rentjana Pelajaran 1947, yang baru
dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum
diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
a. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya,
b. Garis-garis besar pengajaran.
Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan
kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya.
Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial
Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut
kemerdekaan maka pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia
Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang
diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan
pendidikan jasmani.

B. Perkembangan Pendidikan pada Masa Demokrasi Liberal


Pada tahun 1950, diadakan pengalihan masalah pendidikan dari Pemerintah Belanda kepada
Pemerintah RIS (Republik Indonesia Serikat). Kemudian, disusunlah suatu konsepsi pendidikan
yang dititikberatkan kepada spesialisasi sebab menurut Menteri Pendidikan pada saat itu, bangsa
Indonesia sangat tertinggal dalam pengetahuan teknik yang sangat dibutuhkan oleh dunia modern.
Menurut garis besar konsepsi tersebut, pendidikan umum dan pendidikan teknik dilaksanakan
dengan perbandingan 3 banding 1. Maksudnya, setiap ada 3 sekolah umum, diadakan 1 sekolah
teknik. Setiap lulusan sekolah dasar diperbolehkan melanjutkan ke sekolah teknik menengah (3
tahun), kemudian melanjutkan ke sekolah teknik atas (3 tahun). Setelah lulus sekolah teknik
menengah dan sekolah teknik atas, diharapkan siswa dapat mengerjakan suatu bidang tertentu.
2
Selain itu, karena Indonesia merupakan negara kepulauan, di beberapa kota seperti Surabaya,
Makassar, Ambon, Manado, Padang, dan Palembang diadakan Akademi Pelayaran, Akademi
Oseanografi, dan Akademi Research Laut. Tenaga pengajarnya didatangkan dari luar negeri seperti
Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis.
Pada masa Demokrasi Liberal, didirikan beberapa universitas baru diantaranya adalah
universitas Hasanuddin di Makassar, Universitas Andallas  di Padang, Universitas Padjajaran di
Bandung, dan Universitas Sumatra Utara di Medan. Kurikulum yang digunakan adalah kutikulum
tahun 1952.

 Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952


Pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini
lebih merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai
1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran
Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali, seorang guru mengajar satu mata
pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995.
Pada masa itu juga dibentuk kelas Masyarakat. Yaitu sekolah khusus bagi lulusan Sekolah
Rendah 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan,
seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke
jenjang SMP, bisa langsung bekerja.

C. Perkembangan Pendidikan pada Masa Demokrasi Terpimpin


Pada tahun 1950-an, murid-murid sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat
atas jumlahnya banyak sekali dan semuanya mengharapkan menjadi mahasiswa. Murid-murid ini
adalah hasil pertama dari sistem pendidikan setelah Kemerdekaan. Supaya mereka dapat
melanjutkan pendidikan, pemerintah menetapkan kebijakan untuk mendirikan universitas baru di
setiap ibu kota provinsi dan menambahkan jumlah fakultas di Universitas-universitas yang sudah
ada.
Selain itu, didirikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) untuk muridmurid lulusan pesantren
yang beragama Islam. Adapun untuk murid-murid yang beragama Kristen Protestan dan Katholik
didirikan sekolah Tinggi Theologia dan seminari-seminari. Selanjutnya, didirikan pula perguruan
3
tinggi-perguruan tinggi Islam, Kristen dan Katholik, seperti Universitas Islam Indonesia,
Universitas Kristen Indonesia serta Universitas Katholik Atmajaya. Tercatat pada tahun 1961 telah
berdiri sebanyak 181 buah perguruan tinggi.

 Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964


Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilann,
dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang
studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah.
Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

D. Perkembangan Pendidikan pada Masa Orde Baru


Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar,
terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan
Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi
kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah
menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan
hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena
pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam
bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas peserta
didik.
Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur
dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru. Pada masa ini,
peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan
keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka
terhadap lingkungan. Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini adalah:
1. Produk-produk pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja. Sehingga, berimplikasi pada
hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak memanusiakan
manusia).

4
2. Lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda yang
berpikiran positivistik
3. Hilangnya kebebasan berpendapat.
Pemerintah orde baru yang dipimpin oleh Soeharto megedepankan motto “membangun
manusia Indonesia seutuhnya dan Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini seluruh bentuk
pendidikan ditujukkan untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk pembangunan
nasional. Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi manusia “pekerja” yang  kelak
akan berperan sebagai alat penguasa dalam menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan
bukan ditujukan untuk mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi
intelektualitas mereka demi hasrat kepentingan penguasa.
Kurikulum-kurikulum yang digunakan pada masa orde baru yaitu sebagai berikut:
 Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran
bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya
menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif
dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya
menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.
    
 Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien
berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci
dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang  dikenal dengan istilah
“satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran
dirinci menjadi : tujuan instruksional  umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk
membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar berlangsung.
Tiap guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan program belajar mengajar. Setiap
tatap muka telah di atur dan dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini semua proses
belajar mengajar menjadi sistematis dan bertahap.

 Kurikulum 1984

5
Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting
dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru
sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum
ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar.
Siswa juga diperankan dalam pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan
untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.

 Kurilukum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada
siswa mulai terjadi dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai
muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing,
misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu
tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum
super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka
tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap
banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.

E. Perkembangan Pendidikan pada Masa Reformasi


Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan
pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi berbasis
kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik (orde lama)
menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja
negara.
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%)
dari anggaran pendapatan dan belanja negara, serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang diperkuat
dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan
digiring pada pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat dapat
berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
6
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia melalui UU
No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan.
Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”. Sementara untuk
mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibuat sistem
“Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989., dan sejak saat itu pendidikan dipahami sebagai:
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
pendidikan di masa reformasi juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Karena, pemerintah
belum memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingan lokal, misalnya penentuan kelulusan siswa masih diatur dan ditentukan oleh
pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang mengatur posisi siswa sebagai subjek yang setara
dengan guru, namun dalam pengaplikasiannya, guru masih menjadi pihak yang dominan dan
mendominasi siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan proses pendidikan Indonesia
masih jauh dari dikatakan untuk memperjuangkan hak-hak siswa.
Ada beberapa kesalahan dalam pengelolaan pendidikan pada masa ini, telah melahirkan
hasilnya yang pahit yakni:
1. Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.
2.  Birokrasi yang lamban, korup dan tidak kreatif.
3. Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis.
4. Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah.
5.  Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan.
6. Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.
Adapun kurikulum-kurikulum yang dipakai pada masa reformasi yaitu sebagai berikut:
 Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan sebagai subjek
dalam proses pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi untuk memperoleh suatu
pengetahuan. Siswa justru dituntut untuk aktif dalam memperoleh informasi. Kembali peran
guru diposisikan sebagai fasilitator dalam perolehan suatu informasi.

Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber


belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
7
Hal ini mutlak diperlukan mengingat KBK juga memiliki visi untuk memperhatikan aspek
afektif dan psikomotorik siswa sebagai subjek pendidikan. Berikut karakteristik utama KBK,
yaitu:
1) Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
2) Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal,
sedang, dan tinggi).
3) Berpusat pada siswa.
4) Orientasi pada proses dan hasil.
5) Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
6) Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
7) Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
8) Belajar sepanjang hayat;
9) Belajar mengetahui (learning how to know),
10) Belajar melakukan (learning how to do),
11) Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),
12) Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).

 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006


Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang menonjol
terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem
pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar,
sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk
silabus dan  penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk menyusun dan
membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan kepentingan lingkungan.
KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan. Karena KTSP berdasar pada pelaksanaan
KBK, maka siswa juga diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan secara terbuka
berdasarkan sistem ataupun silabus yang telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah.

Dalam kurikulum ini, unsur pendidikan dikembalikan kepada tempatnya semula yaitu
unsur teoritis dan praksis. Namun, dalam kurikulum ini unsur praksis lebih ditekankan dari
pada unsur teoritis. Setiap kebijakan yang dibuat oleh satuan terkecil pendidikan dalam
menentukan metode pembelajaran dan jenis mata ajar disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan
lingkungan sekitar
 Kurikulum 2013
8
Kurikulum 2013 menekankan pada kompetensi berbasis sikap, ketrampilan, dan
pengetahuan, serta menekankan pada keaktifan siswa untuk mendapatkan pengalaman personal
melalui observasi (pengamatan), bertanya, menalar, menyimpulkan, dan mengomunikasikan
informasi dalam kegiatan pembelajaran.
Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses,
maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta
penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan
pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum
sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus
mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa
lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
1. Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah;
2.  Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri;
3. Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu
strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang dialami peserta didik
akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses
pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang
dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:
1. Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi
Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
2. Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang
harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
9
3.  Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu
mata pelajaran di kelas tertentu.
4. Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan
pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD
suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.
5.  Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik
atau sesuatu yang berasal dari pendekatan “disciplinary–based curriculum” atau “content-
based curriculum”.
6. Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling
memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
7. Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang
memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan
adalah konten yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik
adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah
kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan proses
pendidikan yang tidak langsung.
8. Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya
segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi
pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat
memuaskan).

Pengembangan kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:


1. Kurikulum satuan pendidikan atau jenjang pendidikan bukan merupakan daftar mata
pelajaran.
2.  Standar kompetensi lulusan ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan,
dan program pendidikan.
3. Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa
sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas
dalam berbagai mata pelajaran.
4.  Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang
dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan dikuasai
setiap peserta didik (mastery learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis
kompetensi.
5.  Kurikulum dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan minat.
10
6.  Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
serta lingkungannya.
7.  Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi,
dan seni.
8.  Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan kehidupan..
9.  Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
10.  Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan
daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
11. Penilaian hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian
kompetensi.

Stategi Implementasi Kurikulum terdiri atas:


1. Pelaksanaan kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:
 Juli 2013: Kelas I, IV, VII, dan X
 Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI
 Juli 2015: kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan XII
2. Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dari tahun 2013 – 2015
3. Pengembangan buku siswa dan buku pegangan guru dari tahun 2012 – 2014
4. Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya
sekolah (budaya kerja guru) terutama untuk SMA dan SMK, dimulai dari bulan Januari –
Desember 2013
5. Pendampingan dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk menemukan kesulitan dan
masalah implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013 – 2016

11

Anda mungkin juga menyukai