1. Kurikulum 1947
Kurikulum 1947 merupakan kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan,
lebih tepatnya dua tahun setelah merdeka dengan menggunakan istilah dalam bahasa
Belanda “leer plan” yang berarti “rencana pelajaran”. Kurikulum 1947 di Indonesia pada
saat itu masih dipengaruhi oleh sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang.
Kurikulum 1947 yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rentjana Pelajaran
1947”. Asas pendidikannya ditetapkan oleh Pancasila. pada saat itu bangsa Indonesia
sedang merasakan suasana kehidupan yang berbangsa dalam semangat juangnya untuk
merebut kemerdekaan. Di dalam kurikulum 1947 hanya memuat dua hal pokok saja,
yaitu daftar mata pelajaran beserta jam pengajaran dan garis-garis besar pengajarannya.
Materinya berhubungan dengan kejadian dalam kehidupan sehari-hari dan perhatiannya
kepada kesenian dan pendidikan jasmani. Di masa itu terdapat 16 mata pelajaran untuk
tingkat Sekolah Rakyat yang khususnya berada di Jawa, Sunda, dan Madura. Antara lain,
Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung,Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi,
Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian,
Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama.
Silabus mata pelajarannya lebih menekankan seorang guru mengajar satu mata
pelajaran, pada masa itu dibentuklah kelas masyarakat yaitu sekolah khusus bagi lulusan
sekolah rakyat 6 tahun yang tidak melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama
(SMP). Pada kelas masyarakat tersebut mengajarkan berbagai keterampilan seperti
pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak mampu memilki
kemampuan yang setara seperti jenjang sekolah menengah pertama (SMP) dan bisa
langsung bekerja.
Berikut adalah usaha yang dilakukan Indonesia terkait pendidikan dalam masa
kemerdekaan:
1) Dalam panitia persiapan kemerdekaan pada zaman Jepang, didalamnya telah
terdapat sub panitia pendidikan dan pengajaran yang bertugas merumuskan
rencana dan cita-cita serta usaha-usaha pendidikan dan pengajaran seperti yang
telah dikemukakan.
2) Setelah proklamasi kemerdekaan, di dalam UUD 1945 dicantumkan pula pasal
tentang pendidikan, yakni pasal 31 yang diuraikan lebih lanjut dalam
UndangUndang Pendidikan dan Pengajaran (UUPP) No. 4 Tahun 1950.
3) Tahun 1946, Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan membentuk Panitia
Penyelidik Pendidikan Pengajaran yang bertugas meninjau kembali dasar-dasar,
isi, susunan dan seluruh usaha pendidikan dan pengajaran.
4) Tahun 1947 diadakan kongres pendidikan Indonesia di Solo.
5) Tahun 1948,Menteri PP dan K Ali Sastroamidjojo membentuk panitia
pembentukan rencana UUPP yang bertugas menyusun rencana UUPP.
6) Tahun 1949 kongres pendidikan di Yogyakarta dengan tugas merumuskan dasar-
dasar pendidikan dan lain-lain.
7) Tahun 1950 rencana UUPP diterima oleh BPKNIP dengan suara terbanyak.
Setelah disahkan oleh Acting Presiden dan Menteri PP dan K maka RUU itu
diresmikan menjadi Undang-undang No 4 Tahun 1950 dengan nama undang
undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Konteks sosial dari Rentjana Pembelajaran 1947 meliputi sifat-sifat kemanusiaan dan
kewarganegaraan sebagai dasar pengajaran dan pendidikan di Negara Indonesia,
penanganan buta huruf melalui pendidikan, dan partispiasi masyarakat terhadap
pendidikan, pada saat Rentjana Pembelajaran 1947 ini berlaku. Sifat kemanusiaan dan
kewarganegaraan merupakan salah satu dasar pendidikan Rentjana Pembelajaran 1947,
hal tersebut dikaitkan dengan pancasila yang juga merupakan dasar-dasar pendidikan
yang dianut oleh Indonesia. Dalam penangan buta huruf di Indonesia, saat itu tingkat buta
huruf di Indonesia sangat tinggi karena efek dari pengaruh kolonialisasi khususnya dalam
pendidikan.Rentjana Pembelajaran 1947 mulai diterapkan tahun 1950 karena masih
terdapat banyak masalah salah satunya seperti tingginya angka buta huruf
Rentjana Pembelajaran 1947 sering kali disebut kurikulum 1950. Materinya
pelajarannya pun dikaitkan dengan kehidupan konkret sehari-hari serta perhatian
terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Dalam dunia pendidikan zaman dulu
menyebut setiap sekolah dengan sebutan Sekolah Rakyat.
Karakteristik dari kurikulum 1947antara lain :
a) Pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada
pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar
dengan bangsa lain di muka bumi ini.
b) Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950
c) Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran dalam arti kognitif,
namun yang diutamakan pendidikan watak atau perilaku (value , attitude)
d) Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana).
e) Pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan
moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
2. Kurikulum 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional, yang paling
menonjol. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran dengan merinci silabus
setiap mata pelajaran.
Tahun 1950 undang-undang pendidikan yang dikenal dengan Undang-undang No. 4
Tahun 1950 dapat dirampungkan. Selanjutnya undang-undang itu disahkan pada tahun
1954 sebagai UU No. 12 Tahun 1954. Dari situlah dikenal undang-undang pendidikan
yang pertama kali, yaitu “No. 4 Tahun 1950 No. 12 Tahun 1954”. kurikulum 1952
merupakan kurikulum pertama yang memiliki dasar hukum operasional. Landasan yuridis
kurikulum 1952 tidak berbeda jauh dari kurikulum 1947. Landasan idiilnya adalah
Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, sedangkan landasan
konstitusionalnya adalah UUD 1945. Landasan operasional kurikulum 1952 adalah UU
No. 4 Tahun 1950.
Isi kurikulum Rencana Pelajaran Terurai 1952 merupakan penjabaran arah dan
tujuan pendidikan sekolah menengah dan tujuan kurikulum. Tujuan pendidikan sekolah
menengah dan tujuan kurikulum ini diarahkan pada penyiapan pelajar ke pendidikan
tinggi serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus, sesuai dengan
bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat. Hal ini didasarkan pada kesadaran akan
corak pendidikan masa lampau. Penjalasan tersebut dapat diperoleh pada penjelasan UU
No. 4 Tahun 1950 Bab V Pasal 7 Ayat 3. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa pada masa lampau pendidikan menengah dibedakan menjadi dua, yakni
pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah umum. Sekolah menengah
umum mementingkan pelajaran-pelajaran bagi perguruan tinggi, sedangkan sekolah
menengah kejuruan mendidik tenaga-tenaga dalam bermacam-macam pekerjaan
kepandaian dan keahlian. Maka, sebagian besar siswa memilih pendidikan menengah
umum dengan maksud supaya dapat meneruskan pendidikan ke sekolah yang lebih
tinggi. Sementara itu, sekolah-sekolah kejuruan kurang mendapat minat. Merespon minat
siswa yang rendah dalam melanjutkan ke sekolah kejuruan, pemerintah melakukan
beberapa upaya. Sistem pendidikan mengutamakan pendidikan orang-orang yang dapat
bekerja. Baik sekolah menengah umum maupun sekolah menengah kejuruan, keduanya
bertujuan untuk mendidik tenaga-tenaga ahli yang dapat menunaikan kewajibannya
kepada negara.
Tujuan pendidikan nasional berdasarkan kurikulum Rencana Pelajaran Terurai 1952
adalah membentuk manusia yang susila dan cakap dan warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab akan kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Dalam proses pembelajaran, guru berperan sebagai model yang menerapkan etika,
moral, nilai-nilai, dan aturan-aturan yang berlaku. Kedisiplinan, kerajinan, sopan santun,
dan jiwa nasionalisme ditanamkan melalui tingkah laku guru dan penegakan peraturan
sekolah yang tegas. Proses pembelajaran kala itu berpusat pada guru. Siswa ditempatkan
sebagai obyek yang harus menerima informasi sebanyak-banyaknya dari guru. Peran
guru dalam kelas sangat dominan. Siswa bersifat pasif menerima informasi. Hal itu
sebagai dampak dari proses belajar yang mengutamakan materi dan penguasaan materi.
Karakteristik dari kurikulum 1952 antara lain :
a) Setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
b) Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. Yaitu sekolah khusus bagi
lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat
mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan.
Tujuannya agar anak tak mampu sekolah kejenjang SMP, bisa langsung
bekerja.
3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan
sistem kurikulum pendidikan di Indonesia. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul
Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Kurikulum kali ini diberi nama dengan
Rentjana pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah
konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini
mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan
persoalan (problem solving).
Kurikulum 1964 ditekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan. Kurikulum harus
diarahkan untuk mengembangkan kualitas yang dinyatakan dalam Panca Wardhana
dalam semangat Manipol-USDEK. Tujuan pendidikan berubah dari menghasilkan
manusia yang susila dan demokratis menjadi manusia susila yang sosialis dan pelopor
dalam membela Manipol- USDEK. Perubahan yang sangat menonjol dalam kurikulum
adalah adanya mata pelajaran Civics yang diarahkan untuk pembentukan warga negara
yang bercirikan Manipol-USDEK. Civics menjadi mata pelajaran yang mengemban
pendidikan ideologi bangsa dan ini merupakan awal dari pendidikan ideologi dalam
kurikulum.
Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak.Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Kurikulum 1964 adalah alat
untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti
pada ketetapan MPRS No II tahun 1960.
Model pengembangan rencana pembelajaran pada tahun 1960 merupakan model
pengembangan rencana pelajaran ini berbasis separated curriculume atau rencana
pelajaran terpisah. Rencana pembelajaran ini dipahami sebagai rencana pembelajaran dari
mata pelajaran yang terpisah satu sama lainnya. Rencana pembelajaran dari mata
pelajaran terpisah berarti rencana pelajarannya dalam bentuk mata pelajaran yang
terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran lainnya.
Pembelajaran bentuk rencana pembelajaran ini cenderung kurang memperhatikan
aktivitas siswa, karena yang dianggap penting adalah penyampaian sejumlah informasi
sebagai bahan pelajaran dapat diterima dan dihafal oleh siswa.
Karakteristik dari kurikulum 1964 antara lain :
a) Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD.
b) Menitikberatkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral,
yang kemudian dikenal dengan istilahPancawardhana
c) Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin.
d) Pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari
Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegiatan di bidang kebudayaan, kesenian,
olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa
e) Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata
pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana) yaitu
pengembangan moral, kecerdasan, emosional, keprigelan (Ketrampilan) dan
jasmani.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964. Kurikulum 1968
merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikanIsi pendidikan diarahkan pada kegiatan
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan
kuat.
pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.
Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat “hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok
saja”. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan
faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada
siswa di setiap jenjang pendidikan.
Struktur kurikulum 1968, atau istilah yang digunakan Rencana Pendidikan
(Depdikbud, 1996:120) mengalami perubahan mendasar. Untuk kurikulum SD,
kelompok mata pelajaran yang dulu dinamakan Perkembangan Moral diganti menjadi
Pembinaan Jiwa Pancasila dan isinya pun berubah. Kelompok lain dalam kurikulum SD
adalah Pembinaan Pengetahuan Dasar dan Pembinaan Kecakapan Khusus. Dalam
kelompok Pengembangan Moral terdapat mata pelajaran Kewargaan Negara dan Agama
sedangkan dalam kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila terdapat mata pelajaran
pendidikan agama, pendidikan kewargaan negara (ilmu bumi Indonesia, sejarah
Indonesia, dan civics), pendidikan bahasa Indonesia dan pendidikan olahraga. Kelompok
mata pelajaran Pembinaan Jiwa Pancasila, terutama materi pelajaran sejarah Indonesia
dan civic, mempunyai tugas untuk mengembangkan semangat Pancasila yang bebas dari
Manipol-USDEK dan Nasakom.
Dasar hukum kurikulum 1968 adalah TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang
agama, pendidikan, dan kebudayaan. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari
perubahan orientasi pada pelaksanan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan
konsekuen. Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan, dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan
diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Karakteristik dari kurikulum 1968 antara lain :
a) Perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus
b) Pokok pikiran bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga
pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu
pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, danjasmani.
c) Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budipekerti, dan keyakinan
beragama
d) Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran
pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan
e) Bidang studi pada kurikulum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar:
pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
5. Kurikulum 1975
Pada Kurikulum 1968 atau kurikulum sebelumnya, hal-hal yang merupakan faktor
kebijakan pemerintah yang berkembang dalam rangka pembangunan nasional tersebut
belum diperhitungkan, sehingga diperlukan peninjauan terhadap Kurikulum 1968
tersebut agar sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang membangun. Atas dasar
pertimbangan tersebut maka disusunlah Kurikulum 1975 sebagai upaya untuk
mewujudkan strategi pembangunan di bawah pemerintahan orde baru dengan program
Pelita dan Repelita.
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan agar pendidikan lebih efektif dan efisien
berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci
dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah
“satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran
dirinci menjadi: tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Pada kurikulum
ini, peran guru menjadi lebih penting karena setiap guru wajib untuk membuat rincian
tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar mengajar berlangsung. Setiap guru harus
menyiapkan dengan detail perencanaan pelaksanaan program belajar mengajarnya. Setiap
tatap muka telah diatur dan dijadwalkan sejak awal. Dengan kurikulum ini, semua proses
belajar mengajar menjadi sistematis dan bertahap.
Dasar pendidikan masa ini adalah KTPD, MPR-RI No. IV/MPR/1973, yaitu;
pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi
budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri dan
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Karakteristik dari kurikulum 1975 antara lain :
a) Berorientasi pada tujuan. Pemerintah merumuskan tujuan-tujuan yang harus
dikuasai oleh siswa yang lebih dikenal dengan khirarki tujuan pendidikan.
b) Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti
dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih
integratif.
c) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
d) Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
e) Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (Drill). Pembelajaran lebih banyak menggunaan
teori Behaviorisme, yakni memandang keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh
lingkungan dengan stimulus dari luar, dalam hal ini sekolah dan guru.
6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 dikembangkan sebagai penyempurnaan kurikulum 1975
berdasarkan tiga pertimbangan. Pertama adalah adanya perubahan dalam kebijakan
politik dengan ditetapkan TAP MPR nomor II/MPR/1983 dimana dinyatakan perlunya
adanya Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa sebagai mata pelajaran wajib di semua
jenjang pendidikan. Secara operasional TAP MPR tersebut dijabarkan dalam Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 0461/U/1983 tertanggal 22 Oktober 1983 yang
menyatakan perlunya perbaikan kurikulum. Kedua adalah hasil penilaian kurikulum 1975
antara tahun 1979 sampai dengan tahun 1981 yang juga mencakup perkembangan
kehidupan masyarakat. Perkembangan yang cepat dalam kehidupan masyarakat terutama
dalam bidang ilmu dan teknologi menghendaki adanya penyempurnaan kurikulum.
Ketiga adalah hasil-hasil yang dicapai oleh Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (1973
– 1984), hasil studi kognitif, keberhasilan perintisan Bantuan Profesional Kepada Guru
yang menekankan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (1978 – 1990) dan hasil
penelitian (1979 – 1986) dan pengembangan Ketrampilan Proses (1980 – 1984).
Pengembangan kurikulum 1984 juga didasarkan pada tujuan pendidikan nasional yang
tercantum dalam TAP MPR nomor IV/MPR/1978 dan dan nomor II/MPR/1983 yaitu
“Pendidikan Nasional berdasarkan azas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi
budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri
serta bersama sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan melakukan beberapa inovasi pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah yang mengarah pada pendekatan, metode dan strategi belajar mengajar
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Karakteristik dari kurikulum 1984 antara lain :
a) Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa
pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat
terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif.
b) Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar
siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual,
dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara
maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
c) Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral
adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar
berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran.
d) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Untuk
menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu
siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan
sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari
sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya
dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa
untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Banyak masalah yang terjadi saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal
ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut.
Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.
Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip
penyempurnaan kurikulum, yaitu penyempurnaan kurikulum secara terus menerus
sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat. Penyempurnaan kurikulum dilakukan
untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban
belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi
pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa. Penyempurnaan
kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi,
pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran. Penyempurnaan
kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat
menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di
sekolah.
Karakteristik dari kurikulum 1994 antara lain :
a) Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan. Pembelajaran
di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi
kepada materi pelajaran/isi).
b) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem
kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat
kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran
sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
c) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi
yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah
kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu
jawaban) dan penyelidikan.
d) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan
akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman
konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan
pemecahan masalah.
e) Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal
yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
f) Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan pemahaman.
g) Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan,
terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan
materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya
materi/ substansi setiap mata pelajaran.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan
aplikasi kehidupan sehari-hari.
Kurikulum 2013 telah berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik
pendidikan, seperti yang disampaikan oleh Mulyasa (2014:55) yang mengatakan
bahwa ada tiga konsep tentang perkembangan Kurikulum 2013, yaitu :