Anda di halaman 1dari 31

Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia

1. Kurikulum 1947
Kurikulum 1947 merupakan kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan,
lebih tepatnya dua tahun setelah merdeka dengan menggunakan istilah dalam bahasa
Belanda “leer plan” yang berarti “rencana pelajaran”. Kurikulum 1947 di Indonesia pada
saat itu masih dipengaruhi oleh sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang.
Kurikulum 1947 yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rentjana Pelajaran
1947”. Asas pendidikannya ditetapkan oleh Pancasila. pada saat itu bangsa Indonesia
sedang merasakan suasana kehidupan yang berbangsa dalam semangat juangnya untuk
merebut kemerdekaan. Di dalam kurikulum 1947 hanya memuat dua hal pokok saja,
yaitu daftar mata pelajaran beserta jam pengajaran dan garis-garis besar pengajarannya.
Materinya berhubungan dengan kejadian dalam kehidupan sehari-hari dan perhatiannya
kepada kesenian dan pendidikan jasmani. Di masa itu terdapat 16 mata pelajaran untuk
tingkat Sekolah Rakyat yang khususnya berada di Jawa, Sunda, dan Madura. Antara lain,
Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung,Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi,
Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian,
Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama.
Silabus mata pelajarannya lebih menekankan seorang guru mengajar satu mata
pelajaran, pada masa itu dibentuklah kelas masyarakat yaitu sekolah khusus bagi lulusan
sekolah rakyat 6 tahun yang tidak melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama
(SMP). Pada kelas masyarakat tersebut mengajarkan berbagai keterampilan seperti
pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak mampu memilki
kemampuan yang setara seperti jenjang sekolah menengah pertama (SMP) dan bisa
langsung bekerja.
Berikut adalah usaha yang dilakukan Indonesia terkait pendidikan dalam masa
kemerdekaan:
1) Dalam panitia persiapan kemerdekaan pada zaman Jepang, didalamnya telah
terdapat sub panitia pendidikan dan pengajaran yang bertugas merumuskan
rencana dan cita-cita serta usaha-usaha pendidikan dan pengajaran seperti yang
telah dikemukakan.
2) Setelah proklamasi kemerdekaan, di dalam UUD 1945 dicantumkan pula pasal
tentang pendidikan, yakni pasal 31 yang diuraikan lebih lanjut dalam
UndangUndang Pendidikan dan Pengajaran (UUPP) No. 4 Tahun 1950.
3) Tahun 1946, Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan membentuk Panitia
Penyelidik Pendidikan Pengajaran yang bertugas meninjau kembali dasar-dasar,
isi, susunan dan seluruh usaha pendidikan dan pengajaran.
4) Tahun 1947 diadakan kongres pendidikan Indonesia di Solo.
5) Tahun 1948,Menteri PP dan K Ali Sastroamidjojo membentuk panitia
pembentukan rencana UUPP yang bertugas menyusun rencana UUPP.
6) Tahun 1949 kongres pendidikan di Yogyakarta dengan tugas merumuskan dasar-
dasar pendidikan dan lain-lain.
7) Tahun 1950 rencana UUPP diterima oleh BPKNIP dengan suara terbanyak.
Setelah disahkan oleh Acting Presiden dan Menteri PP dan K maka RUU itu
diresmikan menjadi Undang-undang No 4 Tahun 1950 dengan nama undang
undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Konteks sosial dari Rentjana Pembelajaran 1947 meliputi sifat-sifat kemanusiaan dan
kewarganegaraan sebagai dasar pengajaran dan pendidikan di Negara Indonesia,
penanganan buta huruf melalui pendidikan, dan partispiasi masyarakat terhadap
pendidikan, pada saat Rentjana Pembelajaran 1947 ini berlaku. Sifat kemanusiaan dan
kewarganegaraan merupakan salah satu dasar pendidikan Rentjana Pembelajaran 1947,
hal tersebut dikaitkan dengan pancasila yang juga merupakan dasar-dasar pendidikan
yang dianut oleh Indonesia. Dalam penangan buta huruf di Indonesia, saat itu tingkat buta
huruf di Indonesia sangat tinggi karena efek dari pengaruh kolonialisasi khususnya dalam
pendidikan.Rentjana Pembelajaran 1947 mulai diterapkan tahun 1950 karena masih
terdapat banyak masalah salah satunya seperti tingginya angka buta huruf
Rentjana Pembelajaran 1947 sering kali disebut kurikulum 1950. Materinya
pelajarannya pun dikaitkan dengan kehidupan konkret sehari-hari serta perhatian
terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Dalam dunia pendidikan zaman dulu
menyebut setiap sekolah dengan sebutan Sekolah Rakyat.
Karakteristik dari kurikulum 1947antara lain :
a) Pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada
pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar
dengan bangsa lain di muka bumi ini.
b) Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950
c) Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran dalam arti kognitif,
namun yang diutamakan pendidikan watak atau perilaku (value , attitude)
d) Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana).
e) Pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan
moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
2. Kurikulum 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional, yang paling
menonjol. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran dengan merinci silabus
setiap mata pelajaran.
Tahun 1950 undang-undang pendidikan yang dikenal dengan Undang-undang No. 4
Tahun 1950 dapat dirampungkan. Selanjutnya undang-undang itu disahkan pada tahun
1954 sebagai UU No. 12 Tahun 1954. Dari situlah dikenal undang-undang pendidikan
yang pertama kali, yaitu “No. 4 Tahun 1950 No. 12 Tahun 1954”. kurikulum 1952
merupakan kurikulum pertama yang memiliki dasar hukum operasional. Landasan yuridis
kurikulum 1952 tidak berbeda jauh dari kurikulum 1947. Landasan idiilnya adalah
Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, sedangkan landasan
konstitusionalnya adalah UUD 1945. Landasan operasional kurikulum 1952 adalah UU
No. 4 Tahun 1950.
Isi kurikulum Rencana Pelajaran Terurai 1952 merupakan penjabaran arah dan
tujuan pendidikan sekolah menengah dan tujuan kurikulum. Tujuan pendidikan sekolah
menengah dan tujuan kurikulum ini diarahkan pada penyiapan pelajar ke pendidikan
tinggi serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus, sesuai dengan
bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat. Hal ini didasarkan pada kesadaran akan
corak pendidikan masa lampau. Penjalasan tersebut dapat diperoleh pada penjelasan UU
No. 4 Tahun 1950 Bab V Pasal 7 Ayat 3. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa pada masa lampau pendidikan menengah dibedakan menjadi dua, yakni
pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah umum. Sekolah menengah
umum mementingkan pelajaran-pelajaran bagi perguruan tinggi, sedangkan sekolah
menengah kejuruan mendidik tenaga-tenaga dalam bermacam-macam pekerjaan
kepandaian dan keahlian. Maka, sebagian besar siswa memilih pendidikan menengah
umum dengan maksud supaya dapat meneruskan pendidikan ke sekolah yang lebih
tinggi. Sementara itu, sekolah-sekolah kejuruan kurang mendapat minat. Merespon minat
siswa yang rendah dalam melanjutkan ke sekolah kejuruan, pemerintah melakukan
beberapa upaya. Sistem pendidikan mengutamakan pendidikan orang-orang yang dapat
bekerja. Baik sekolah menengah umum maupun sekolah menengah kejuruan, keduanya
bertujuan untuk mendidik tenaga-tenaga ahli yang dapat menunaikan kewajibannya
kepada negara.
Tujuan pendidikan nasional berdasarkan kurikulum Rencana Pelajaran Terurai 1952
adalah membentuk manusia yang susila dan cakap dan warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab akan kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Dalam proses pembelajaran, guru berperan sebagai model yang menerapkan etika,
moral, nilai-nilai, dan aturan-aturan yang berlaku. Kedisiplinan, kerajinan, sopan santun,
dan jiwa nasionalisme ditanamkan melalui tingkah laku guru dan penegakan peraturan
sekolah yang tegas. Proses pembelajaran kala itu berpusat pada guru. Siswa ditempatkan
sebagai obyek yang harus menerima informasi sebanyak-banyaknya dari guru. Peran
guru dalam kelas sangat dominan. Siswa bersifat pasif menerima informasi. Hal itu
sebagai dampak dari proses belajar yang mengutamakan materi dan penguasaan materi.
Karakteristik dari kurikulum 1952 antara lain :
a) Setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
b) Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. Yaitu sekolah khusus bagi
lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat
mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan.
Tujuannya agar anak tak mampu sekolah kejenjang SMP, bisa langsung
bekerja.
3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan
sistem kurikulum pendidikan di Indonesia. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul
Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Kurikulum kali ini diberi nama dengan
Rentjana pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah
konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini
mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan
persoalan (problem solving).
Kurikulum 1964 ditekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan. Kurikulum harus
diarahkan untuk mengembangkan kualitas yang dinyatakan dalam Panca Wardhana
dalam semangat Manipol-USDEK. Tujuan pendidikan berubah dari menghasilkan
manusia yang susila dan demokratis menjadi manusia susila yang sosialis dan pelopor
dalam membela Manipol- USDEK. Perubahan yang sangat menonjol dalam kurikulum
adalah adanya mata pelajaran Civics yang diarahkan untuk pembentukan warga negara
yang bercirikan Manipol-USDEK. Civics menjadi mata pelajaran yang mengemban
pendidikan ideologi bangsa dan ini merupakan awal dari pendidikan ideologi dalam
kurikulum.
Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak.Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Kurikulum 1964 adalah alat
untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti
pada ketetapan MPRS No II tahun 1960.
Model pengembangan rencana pembelajaran pada tahun 1960 merupakan model
pengembangan rencana pelajaran ini berbasis separated curriculume atau rencana
pelajaran terpisah. Rencana pembelajaran ini dipahami sebagai rencana pembelajaran dari
mata pelajaran yang terpisah satu sama lainnya. Rencana pembelajaran dari mata
pelajaran terpisah berarti rencana pelajarannya dalam bentuk mata pelajaran yang
terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran lainnya.
Pembelajaran bentuk rencana pembelajaran ini cenderung kurang memperhatikan
aktivitas siswa, karena yang dianggap penting adalah penyampaian sejumlah informasi
sebagai bahan pelajaran dapat diterima dan dihafal oleh siswa.
Karakteristik dari kurikulum 1964 antara lain :
a) Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD.
b) Menitikberatkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral,
yang kemudian dikenal dengan istilahPancawardhana
c) Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin.
d) Pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari
Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegiatan di bidang kebudayaan, kesenian,
olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa
e) Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata
pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana) yaitu
pengembangan moral, kecerdasan, emosional, keprigelan (Ketrampilan) dan
jasmani.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964. Kurikulum 1968
merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikanIsi pendidikan diarahkan pada kegiatan
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan
kuat.
pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.
Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat “hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok
saja”. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan
faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada
siswa di setiap jenjang pendidikan.
Struktur kurikulum 1968, atau istilah yang digunakan Rencana Pendidikan
(Depdikbud, 1996:120) mengalami perubahan mendasar. Untuk kurikulum SD,
kelompok mata pelajaran yang dulu dinamakan Perkembangan Moral diganti menjadi
Pembinaan Jiwa Pancasila dan isinya pun berubah. Kelompok lain dalam kurikulum SD
adalah Pembinaan Pengetahuan Dasar dan Pembinaan Kecakapan Khusus. Dalam
kelompok Pengembangan Moral terdapat mata pelajaran Kewargaan Negara dan Agama
sedangkan dalam kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila terdapat mata pelajaran
pendidikan agama, pendidikan kewargaan negara (ilmu bumi Indonesia, sejarah
Indonesia, dan civics), pendidikan bahasa Indonesia dan pendidikan olahraga. Kelompok
mata pelajaran Pembinaan Jiwa Pancasila, terutama materi pelajaran sejarah Indonesia
dan civic, mempunyai tugas untuk mengembangkan semangat Pancasila yang bebas dari
Manipol-USDEK dan Nasakom.
Dasar hukum kurikulum 1968 adalah TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang
agama, pendidikan, dan kebudayaan. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari
perubahan orientasi pada pelaksanan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan
konsekuen. Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan, dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan
diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Karakteristik dari kurikulum 1968 antara lain :
a) Perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus
b) Pokok pikiran bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga
pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu
pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, danjasmani.
c) Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budipekerti, dan keyakinan
beragama
d) Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran
pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan
e) Bidang studi pada kurikulum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar:
pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
5. Kurikulum 1975
Pada Kurikulum 1968 atau kurikulum sebelumnya, hal-hal yang merupakan faktor
kebijakan pemerintah yang berkembang dalam rangka pembangunan nasional tersebut
belum diperhitungkan, sehingga diperlukan peninjauan terhadap Kurikulum 1968
tersebut agar sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang membangun. Atas dasar
pertimbangan tersebut maka disusunlah Kurikulum 1975 sebagai upaya untuk
mewujudkan strategi pembangunan di bawah pemerintahan orde baru dengan program
Pelita dan Repelita.
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan agar pendidikan lebih efektif dan efisien
berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci
dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah
“satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran
dirinci menjadi: tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Pada kurikulum
ini, peran guru menjadi lebih penting karena setiap guru wajib untuk membuat rincian
tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar mengajar berlangsung. Setiap guru harus
menyiapkan dengan detail perencanaan pelaksanaan program belajar mengajarnya. Setiap
tatap muka telah diatur dan dijadwalkan sejak awal. Dengan kurikulum ini, semua proses
belajar mengajar menjadi sistematis dan bertahap.
Dasar pendidikan masa ini adalah KTPD, MPR-RI No. IV/MPR/1973, yaitu;
pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi
budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri dan
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Karakteristik dari kurikulum 1975 antara lain :
a) Berorientasi pada tujuan. Pemerintah merumuskan tujuan-tujuan yang harus
dikuasai oleh siswa yang lebih dikenal dengan khirarki tujuan pendidikan.
b) Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti
dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih
integratif.
c) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
d) Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
e) Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (Drill). Pembelajaran lebih banyak menggunaan
teori Behaviorisme, yakni memandang keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh
lingkungan dengan stimulus dari luar, dalam hal ini sekolah dan guru.
6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 dikembangkan sebagai penyempurnaan kurikulum 1975
berdasarkan tiga pertimbangan. Pertama adalah adanya perubahan dalam kebijakan
politik dengan ditetapkan TAP MPR nomor II/MPR/1983 dimana dinyatakan perlunya
adanya Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa sebagai mata pelajaran wajib di semua
jenjang pendidikan. Secara operasional TAP MPR tersebut dijabarkan dalam Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 0461/U/1983 tertanggal 22 Oktober 1983 yang
menyatakan perlunya perbaikan kurikulum. Kedua adalah hasil penilaian kurikulum 1975
antara tahun 1979 sampai dengan tahun 1981 yang juga mencakup perkembangan
kehidupan masyarakat. Perkembangan yang cepat dalam kehidupan masyarakat terutama
dalam bidang ilmu dan teknologi menghendaki adanya penyempurnaan kurikulum.
Ketiga adalah hasil-hasil yang dicapai oleh Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (1973
– 1984), hasil studi kognitif, keberhasilan perintisan Bantuan Profesional Kepada Guru
yang menekankan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (1978 – 1990) dan hasil
penelitian (1979 – 1986) dan pengembangan Ketrampilan Proses (1980 – 1984).
Pengembangan kurikulum 1984 juga didasarkan pada tujuan pendidikan nasional yang
tercantum dalam TAP MPR nomor IV/MPR/1978 dan dan nomor II/MPR/1983 yaitu
“Pendidikan Nasional berdasarkan azas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi
budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri
serta bersama sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan melakukan beberapa inovasi pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah yang mengarah pada pendekatan, metode dan strategi belajar mengajar
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Karakteristik dari kurikulum 1984 antara lain :
a) Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa
pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat
terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif.
b) Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar
siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual,
dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara
maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
c) Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral
adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar
berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran.
d) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Untuk
menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu
siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan
sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari
sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya
dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa
untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Banyak masalah yang terjadi saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal
ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut.
Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.
Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip
penyempurnaan kurikulum, yaitu penyempurnaan kurikulum secara terus menerus
sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat. Penyempurnaan kurikulum dilakukan
untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban
belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi
pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa. Penyempurnaan
kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi,
pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran. Penyempurnaan
kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat
menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di
sekolah.
Karakteristik dari kurikulum 1994 antara lain :
a) Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan. Pembelajaran
di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi
kepada materi pelajaran/isi).
b) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem
kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat
kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran
sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
c) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi
yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah
kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu
jawaban) dan penyelidikan.
d) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan
akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman
konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan
pemecahan masalah.
e) Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal
yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
f) Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan pemahaman.
g) Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan,
terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan
materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
 Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya
materi/ substansi setiap mata pelajaran.
 Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan
aplikasi kehidupan sehari-hari.

8. Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK))


Kurikulum ini dirancang sejak tahun 2000 dan diterapkan pada tahun 2004.Dalam
tahap-tahap pengembangannya kurikulum ini dikenal dengan memperhatikan peserta
didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah. Dengan demikian sekolah diharapkan
dapat melakukan proses pembelajaran yang efektif, dapat mencapai tujuan yang
diharapkan, materi yang diajarkan relevan dengan kebutuhan masyarakat, berorientasi
pada hasil (Output), dan dampak (Outcome), serta melakukan penilaian, pengawasan, dan
pemantauan secara terus dan berkelanjutan.
Kurikulum tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Menekankan kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi Kurikulum dapat
diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa.
2) Orientasi pada proses dan hasil.
3) Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
4) Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan, (siswa dapat belajar dari apa
saja).
5) Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
6) Belajar sepanjang hayat: (1) Belajar mengetahui (Learning how to know) (2)
Belajar melakukan (Learning how to do) (3) Belajar menjadi diri sendiri
(Learning how to be) (4) Belajar hidup dalam keberagaman (Learning how to live
together)
Di samping itu, KBK sebagai sebuah kurikulum memiliki tiga karakteristik utama.
Pertama, KBK memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa.
Artinya melalui KBK diharapkan siswa memiliki kemampuan standar minimal yang
harus dikuasai. Kedua, implementasi pembelajaran dalam KBK menekankan pada proses
pengalaman dengan memperhatikan keberagaman setiap individu. Dalam pembelajaran
tidak sekedar diarahkan untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana materi
itu dapat menunjang dan mempengaruhi kemampuan berfikir dan kemampuan bertindak
sehari-hari. Ketiga, evaluasi dalam KBK menekankan pada evaluasi hasil dan proses
belajar. Kedua sisi evaluasi itu sama pentingnya sehingga pencapaian standar kompetensi
dilakukan secara utuh yang tidak hanya mengukur aspek pengetahuan saja, tetapi sikap
dan keterampilan
Kelemahan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai berikut:
1) Dalam kurikulum dan hasil belajar indikator sudah disusun, padahal indikator
sebaiknya disusun oleh guru, karena guru yang paling mengetahui tentang kondisi
peserta didik dan lingkungan.
2) Konsep KBK sering mengalami perubahan termasuk pada urutan standar
kompetensi dan kompetensi dasar sehingga menyulitkan guru untuk merancang
pembelajaran secara berkelanjutan.
3) Paradigma guru dalam pembelajaran KBK masih seperti kurikulum-kurikulum
sebelumnya yang lebih pada teacher oriented.
4) memandang kompetensi sebagai sebuah entitas yang bersifat tunggal, padahal
kompetensi merupakan ” a complex combination of knowledge,attitudes, skills
and values displayed in the context of task performance “. ( Gonczi,1997), sistem
pengukuran perilaku yang menggunakan paradigma behaviorisme ditengarai tidak
mampu mengukur sesuatu perilaku yang dihasilkan dari pembelajaran bermakna
(significant learning) (Barrie dan Pace,1997), dan kendala yang dihadapi dalam
mengimplementasikan KBK adalah waktu,biaya dan tenaga yang banyak.
9. Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP))
Kurikulum 2006 merupakan perubahan dari kurikulum sebelumnya, Tujuan dari
perubahan ini adalah untuk membuat para siswa menjadi lebih mandiri dengan cara
memberdayakan satuan pendidikan tadi melalui pemberian otonomi kepada lembaga
pendidikan. Perubahan ini dipicu oleh penurunan minat dan potensi yang diinginkan dari
para pelajar.
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan dengan memperhatikan
dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).
KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.Kurikulum pada semua jenjang dan jenis
pendidikan dikembangkan dengan prinsip diverifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah dan peserta didik.
Karakteristik dari kurikulum 2006 antara lain :
a) Guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada.
b) Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang
memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang
puncaknya tugas itu akan diemban oleh masing-masing pengampu mata pelajaran
yaitu guru. Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar
digerakkan menjadi manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan
seorang guru.
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
1) KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan
karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
2) Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar
kompetensi lulusan, dibawah supervise dinas pendidikan kabupaten/kota dan
departemen agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.
3) Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan
tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
4) KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah
yang efektif, produktif dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru
pengembangan kurikulum, yang otonomi luas pada setiap satuan pendidikan dan
pelibatan pendidikan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar-
mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan
sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana,
sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta
lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Pada sistem KTSP, sekolah memiliki “full authority and responsibility” dalam
menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi dan tujuan tersebut,
sekolah dituntut untuk mengembangkan strategi, menentukan prioritas, mengendalikan
pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan lingkungan sekitar, serta
mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah. Dalam KTSP,
pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta Komite Sekolah
dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan
musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan
rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga pendidikan,
perwakilan orang tua peserta didik dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang
menetapkan kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikan
yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu menetapkan visi, misi dan tujuan
sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program- program kegiatan operasional
untuk mencapai tujuan sekolah.
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan
memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada
lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Secara khusus tujuan diterapkannya
KTSP adalah untuk:
1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia.
2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan
kurikulum melalui pengembalian keputusan bersama.
3) Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai.
4) Memahami tujuan di atas, KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan
baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang
digulirkan dewasa ini. Oleh karena itu, KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan
pendidikan, terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagai berikut:
Kelemahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1) Kurangnnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan
satuan pendidikan yang ada. Minimnya kualitas guru dan sekolah.
2) Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan
dari pelaksanaan KTSP .
3) Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik
konsepnya, penyusunannya,maupun prakteknya di lapangan
4) Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan
berdampak berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban
mengajar 24 jam, sebagai syarat sertifikasi guru untuk mendapatkan tunjangan
profesi.
5) pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.
6) Tidak tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif juga
merupakan kendala yang banyak dijumpai di lapangan, banyak satuan pendidikan
yang minim alat peraga, laboratorium serta fasilitas penunjang yang menjadi
syarat utama pemberlakuan KTSP.
7) Diperlukannya waktu yang cukup oleh pedidik dalam membina perkembangan
peserta didiknya,terutama peserta didik yang berkemampuan dibawah rata –
rata.Kenyataan membuktikan ,kondisi social,dan ekonomi yang menghimpit
kesejahteraan hidup para guru.
8) Kendala lain yang dialami guru adalah ketidakpahaman mengenai apa dan
bagaimana melakukan evaluasi dengan prtofolio.karena ketidakpemahaman ini
mereka kembali kepada pola assessment lama dengan tes –tes dan ulangan –
ulangan yang cognitive based semata.
10. Kurikulum 2013
Alasan perubahan kurikulum dari KTSP menjadi Kurikulum 2013 yaitu karena
tantangan masa depan juga kompetensi masa depan (Kemendikbud, 2014). Beberapa
tantangan masa depan diantaranya yaitu, globalisasi, masalah lingkungan hidup,
kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis
pengetahuan, kebangkitan industri kreatif dan budaya, pergeseran kekuatan ekonomi
dunia, pengaruh dan imbas teknosains, mutu, investasi dan transformasi pada sektor
pendidikan.
Perubahan kurikulum KTSP ke Kurikulum 2013 ini memberikan perubahan
dalam sistem serta proses pembelajaran di tiap sekolah. Pada kurikulum 2013 ini
menekankan kepada peserta didik agar mampu lebih baik dalam berobservasi, bertanya,
bernalar, dan mengkomunikasikan yang diperoleh siswa selama materi pembelajaran.
Sedangkan kurikulum KTSP siswa diberikan materi oleh guru secara terus menerus yang
mana membuat peserta didik menjadi kurang aktif dan tidak memiliki pemikiran kritis.
Perubahan kurikulum ini juga menjadi suatu persiapan untuk peserta didik dalam
menghadapi perkembangan zaman yang begitu cepat sehingga peserta didik dapat
bersaing di masa yang akan datang. Selain permasalahan-permasalahan sebelumnya,
masih banyak hal yang mendasari perubahan kurikulum KTSP ke Kurikulum 2013, salah
satunya pada KTSP belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada
tingkat lokal, nasional, maupun global.
Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang terintegrasi, yaitu sebuah
kurikulum yang mengintegrasikan Skill, Theme, Concepts, And Topic baik dalam bentuk
Within Sigle disciplines, Acrous several disciplines and Within and Acrous Learners.
dengan kata lain bahwa kurikulum 2013 ialah kurikulum yang terpadu sebagai suatu
konsep atau sebagai sebuah sistem atau pendekatan pembelajaran yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu untuk memberikan pengalaman yang bermakna dan luas kepada
peserta didik.
Karakteristik kurikulum 2013 menurut Prof. Dr. H. S. Hamid Hasan, M.Pd. :
a) Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi
Inti (KI) satuan pendidikan dan kelas, dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi
Dasar (KD) mata pelajaran.
Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (kognitif dan
psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas
dan mata pelajaran.
b) Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik
untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk
SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK.
c) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar di jenjang pendidikan menengah
diutamakan pada ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah
berimbang antara sikap dan kemampuan intelektual (kemampuan kognitif tinggi).
d) Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi
Dasar yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai
kompetensi dalam Kompetensi Inti.
e) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling
memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal) diikat oleh kompetensi
inti.
f) Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat
yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana
pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery).
g) Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan
hasilnya segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan
penguasaan kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan
Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat memuaskan).

Kurikulum 2013 telah berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik
pendidikan, seperti yang disampaikan oleh Mulyasa (2014:55) yang mengatakan
bahwa ada tiga konsep tentang perkembangan Kurikulum 2013, yaitu :

1) Kurikulum sebagai suatu substansi kegiatan pembelajaran yang berisi rumusan


tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal dan evaluasi
pembelajaran.
2) Kurikulum 2013 sebagai suatu sistem dari sekolah, pendidikan bahkan
masyarakat.
3) Kurikulum sebagai suatu bidang studi untuk mendalami dan mengembangkan
ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum tersebut”.
Kurikulum 2013 menghadirkan pembelajaran yang mengacu pada tiga ranah
kompetensi yaitu, sikap, pengetahuan dan keterampilan. Kurikulum 2013 menganut
pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindakan secara utuh dari guru kepada
siswa, melainkan membutuhkan proses pembelajaran secara langsung/ilmiah untuk
menyampaikan informasi sehingga dapat memberikan makna dalam belajar. Siswa adalah
subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah,
mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan.
Kurikulum 2013 dihadirkan untuk membangun siswa yang siap mengahadapi
perkembangan zaman di masa mendatang. Dimana dibutuhkan keterampilan-
keterampilan yang mendasar untuk dimiliki, diantaranya adalah keterampilan dalam
berpikir kritis. Dalam teori Greenstein dalam Machanal (2012) yang menyatakan bahwa
bentuk keterampilan abad 21 adalah berpikir kritis, keterampilan menyelesaikan
permasalahan, keterampilan berpikir yang kreatif, metakognisi, keterampilan dalam
berkomunikasi, keterampilan berkolaborasi, keterampilan berliterasi serta keterampilan
untuk memahami kehidupan dan pekerjaan. Berpikir kritis menjadi dasar bagi
keterampilan lainnya dikarenakan berhubungan dengan kemampuan individu dalam
mengembangkan pola pikirnya. Dengan pemahaman tersebut, Kurikulum 2013
diharapkan mampu mengaplikasikan keterampilan-keterampilan untuk membekali siswa
di masa mendatang.
Kekurangan Kurikulum 2013
Selain itu, adapun kelemahan Kurikulum 2013 menurut Kurniasih dan Sani, (2014:41-42)
sebagai berikut:
1) Tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam
Kurikulum 2013.
2) Materi yang disampaikan terlalu banyak sehingga tidak maksimal penyampaian
dalam pembelajaran.
3) Beban belajar bagi siswa maupun guru yang sangat banyak.
4) Adanya kecemasan yang diakibatkan oleh bebrapa mata pelajaran yang dihapus.
5) Sebagian besar guru masih terbiasa menggunakan cara konvensional.
6) Penguasaan teknologi dan informasi untuk pembelajaran masih terbatas.
7) Kurangnya kemampuan guru dalam proses penilaian sikap, ketrampilan dan
pengetahuan secara holistik.
8) Kreatifitas dalam pengembangan silabus yang dianggap kurang.
9) Otonomi sekolah dalam pengembangan kurikulum berkurang.
10) Sekolah tidak mandiri dalam menyikapi kurikulum.
11) Tingkat keaktifan siswa belum merata. KBM umumnya masih konvensional.
12) Belum semua guru memahami sistem penilaian sikap dan keterampilan.
13) Menambah beban kerja guru.
14) Citra sekolah dan guru menurun jika tidak berhasil menjalankan Kurikulum 2013.
15) Pramuka menjadi beban bagi siswa yang tidak menyukai Pramuka, sehingga ada
unsur keterpaksaan.
11. Kurikulum 2013 revisi
Terjadinya perkembangan pendidikan di Indonesia merupakan tuntutan yang mau
tidak mau tetap dilakukan, berkembangnya kesadaran semua pihak tentang pendidikan di
Indonesia, tentu melahirkan banyak hal positif, termasuk dengan berlakunya kembali
kurikulum 2013 secara nasional atau seluruh Indonesia mulai tahun ajaran 2016/2017.
Kurikulum 2013 yang diberlakukan secara nasional pada tahun ajaran atau TA 2016/2017
bukanlah kurikulum 2013 lalu, melainkan kurikulum 2013 yang telah direvisi oleh
Kemendikbud. Kurikulum 2013 yang lalu dinilai memberatkan kini telah diervisi oleh
Kemendikbud sehingga diharapkan tidak lagi memberatkan dan setiap sekolah dapat
menerapkan kurikulum 2013 revisi pada TA 2016/2017.
Perubahan atau direvisinya kurikulum 2013 tidak merubah namanya, ada beberapa poin
perubahan atau revisi kurikulum 2013 termasuk dalam aspek penilaian yaitu:
1) Nama Kurikulum tidak berubah menjadi Kurikulum Nasional tetapi menggunakan
nama Kurikulum 2013 Edisi Revisi yang berlaku secara Nasional
2) Penyederhanaan aspek penilaian siswa oleh guru Pada kurikulum 2013 yang baru,
penilaian aspek sosial dan keagamaan siswa hanya dilakukan oleh guru PPKn dan
guru pendidikan agama atau budi pekerti.
3) Tidak adanya pembatasan pada proses berpikir siswa Kurikulum 2013 yang baru
semua jenjang pendidikan baik SD, SMP dan SMA dapat belajar tahap
memahami sampai mencipta. Sehingga anak SD pun boleh mencipta walaupun
kadar ciptaannya atau produknya sesuai dengan usianya, hal ini untuk
membiasakan anak berpikir ilmiah sejak SD.
4) Penerapan teori jenjang 5M Pada kurikulum 2013 yang baru ini, guru dituntut
untuk menerapkan teori yang ada di dalam pembelajarannya, sehingga guru tidak
sekedar berteori saja. Namun dapat mempraktekannya. Adapun teori jenjang
tersebut adalah mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mencipta.
5) Struktur mata pelajaran dan lama belajar di sekolah tidak diubah.
6) Menggunakan metode pembelajaran aktif Metode pembelajaran aktif adalah
metode yang membuat siswa menjadi pemeran utama dalam setiap proses
pembelajaran, guru hanya berperan sebagai fasilitator saja.
7) Meningkatkan hubungan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).
8) Penilaian sikap KI 1 & KI 2 sudah ditiadakan disetiap mata pelajaran hanya
agama dan PPKn namun Kompetensi Inti (KI) tetap dicantumkan dalam penulisan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
9) Skala penilaian menjadi 1-100. Penilaian sikap diberikan dalam bentuk predikat
dan deskripsi.
10) Remidial diberikan untuk yang kurang, namun sebelumnya siswa diberikan
pembelajaran ulang. Nilai Remidial inilah yang dicantumkan dalam hasil
( Kurniasih & Sani, 2016).
12. Kurikulum Merdeka Belajar
Kurikulum merdeka belajar merupakan sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sebagai upaya
mengembangkan kurikulum dari yang sudah ada sebelumnya. Alasan perubahan
kurikulum tersebut ialah Kurikulum 2013 atau kurikulum sebelumnya sangat tidak
fleksible. Mengingat, saat ini terjadi pandemi covid-19. Kemudian, materi pembelajaran
di Kurikulum 2013 terlalu padat. hal itu kerap menjadi keluhan guru maupun peserta
didik. Padatnya materi membuat pembelajaran tidak maksimal. Akhirnya, materi yang
ada tidak dapat diperdalam.Lalu, Kurikulum 2013 kurang mampu mengakomodir
kemampuan anak yang berbeda-beda. Selain itu, materi pembelajaran di kurikulum
tersebut membosankan.
Menurut Buku Saku Kurikulum Merdeka, Kurikulum Merdeka Belajar adalah
kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam, di mana konten belajar
akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk menguatkan
kompetensi.Pada pelaksanaannya, guru lebih memiliki keleluasaan dalam memilih
perangkat mengajar sehingga proses pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan
belajar dan minat peserta didik.
Selain itu, pendapat lain menurut Badan Standar Nasional Pendidikan, pengertian
Kurikulum Merdeka Belajar merupakan kurikulum yang dalam proses pembelajarannya
mengacu pada pendekatan bakat dan minat. Artinya para peserta didik bisa memilih
pelajaran apa saja yang diinginkan sesuai dengan bakat dan minatnya.
Pengembangan kurikulum merdeka belajar dilakukan dengan lebih fleksibel dan berfokus
pada materi esensial dan pengembangan karakter peserta didik. Oleh karena itu, terdapat
karakteristik khusus yang digunakan dalam kurikulum merdeka belajar, antara lain:
1) Pembelajaran berbasis proyek yang bertujuan untuk mengembangkan soft skills
dan karakter sesuai profil belajar Pancasila.
2) Berfokus pada materi esensial sehingga tersedia waktu yang cukup untuk
pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
3) Fleksibilitas bagi guru dalam melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai
dengan kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks
dan muatan lokal.
Kurikulum Merdeka Belajar ini akan diterapkan di seluruh jenjang pendidikan,
termasuk SMP. Kurikulum Merdeka Belajar SMP adalah kurikulum baru yang diterapkan
pada jenjang pendidikan SMP dengan keberagaman pembelajaran intrakurikuler agar
siswa dapat menyesuaikannya dengan kompetensi dan bakat yang dimiliki. Pembelajaran
dengan Kurikulum Merdeka ini memberikan siswa kebebasan dalam memilih mata
pelajaran yang paling sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang dimiliki. Selain
itu, kurikulum ini juga memberikan kebebasan pada guru Untuk jenjang SMP, struktur
Kurikulum Merdeka Belajar dikelompokkan ke dalam fase D untuk kelas VII, VIII, dan
IX dengan kegiatan pembelajaran yang dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
 Pembelajaran intrakurikuler adalah pembelajaran tatap muka yang sudah
terjadwal berdasarkan muatan pelajaran yang terstruktur dan wajib diikuti oleh
seluruh siswa di dalam kelas.
 Pembelajaran kokurikuler adalah adalah pembelajaran berbasis proyek untuk
mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dengan alokasi waktu 25% total JP per tahun
Pelaksanaan pembelajaran kokurikuler ini dilakukan secara fleksibel, baik dalam hal
muatan maupun waktu pelaksanaannya. Secara muatan, pembelajaran kokurikuler ini
harus mengacu pada capaian Profil Pelajar Pancasila sesuai dengan fase perkembangan
siswa dan tidak harus berkaitan dengan capaian pembelajaran yang telah ditentukan pada
masing-masing mata pelajaran. Sementara secara waktu pelaksanaannya, pembelajaran
kokurikuler berbasis Proyek Profil Pelajar Pancasila ini dapat dilaksanakan dengan
menjumlah alokasi jam pelajaran projek dari semua mata pelajaran. Masing-masing
proyek boleh memiliki jumlah total waktu yang berbeda-beda.
Alokasi waktu mata pelajaran Kurikulum Merdeka SMP dibagi menjadi dua, yaitu
pembelajaran intrakurikuler dan kokurikuler.
Adapun daftar mata pelajaran Kurikulum Merdeka Belajar SMP kelas VII dan VIII
beserta alokasi waktunya dengan asumsi 1 tahun = 36 minggu dan 1 JP = 40 menit adalah
sebagai berikut.
Tidak ada perbedaan mata pelajaran antara kelas VII dan VIII dengan kelas IX. Hanya
saja, alokasi jam belajar di kelas IX lebih singkat dibandingkan kelas VII dan VIII.
alokasi waktunya dengan asumsi 1 tahun = 32 minggu dan 1 JP = 40 menit berikut ini.
Kurikulum Merdeka SMA adalahh kurikulum yang diterapkan pada jenjang
pendidikan SMA dengan kegiatan belajar mengajar yang lebih fleksibel, mulai dari segi
alokasi waktu hingga materi pelajaran, tapi tetap berfokus pada materi esensial,
pengembangan karakter, dan kompetensi peserta didik. Dalam kurikulum ini, siswa
memiliki kebebasan untuk mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan yang dimiliki.
Selain itu, Kurikulum Merdeka juga memberikan kebebasan pada guru dalam memilih
perangkat ajar sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat siswa.
Struktur Kurikulum Merdeka SMA terbagi atas dua fase, yaitu fase E untuk kelas X dan
fase F untuk kelas XI dan XII. Selain itu, kegiatan pembelajaran di jenjang pendidikan ini
juga dibagi menjadi dua, yaitu pembelajaran intrakurikuler dan projek penguatan profil
pelajar Pancasila dengan alokasi waktu 30% total JP per tahun.
Pada kurikulum sebelumnya, mata pelajaran IPA dipisahkan menjadi tiga, yaitu Fisika,
Kimia, dan Biologi. Namun, pada Kurikulum Merdeka, mata pelajaran IPA tidak
dipisahkan menjadi mata pelajaran yang lebih spesifik. Hal yang sama juga berlaku pada
mata pelajaran IPS.
Meskipun demikian, Kemendikbud tetap memberikan kebebasan pada sekolah untuk
memilih pendekatan yang tepat dalam menentukan bagaimana mata pelajaran tersebut
diorganisasikan. Adapun pendekatan yang bisa dipilih oleh sekolah adalah sebagai
berikut.
 Mengintegrasikan muatan mata pelajaran IPA dan IPS.
 Mengajarkan muatan mata pelajaran IPA dan IPS secara bergantian dalam blok
waktu terpisah.
 Mengajarkan muatan pelajaran IPA dan IPS secara paralel dengan Jam Pelajaran
(JP) terpisah antara satu mata pelajaran dengan lainnya. Selain itu, guru juga perlu
membuat pembelajaran inkuiri yang mengintegrasikan muatan pelajaran IPA dan
IPS bila memilih pendekatan yang ketiga ini.
Alokasi waktu dalam Kurikulum Merdeka dibagi menjadi dua macam, yaitu untuk
pembelajaran intrakurikuler dan projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.Untuk mata
pelajaran pilihan di tingkat SMA, Kurikulum Merdeka menyediakan 20-25 JP dengan
alokasi waktu masing-masing mata pelajaran adalah lima JP per minggunya. Berikut
adalah daftar mata pelajaran kelas X beserta alokasi waktunya dengan asumsi 1 tahun =
36 minggu dan 1 JP = 45 menit.
Berikut adalah daftar mata pelajaran kelas XI beserta alokasi waktunya dengan asumsi 1
tahun = 36 minggu dan 1 JP = 45 menit.
Alokasi waktu per mata pelajaran kelas XII sebenarnya tidak berbeda jauh dengan kelas
XI. Hanya saja, jumlah JP pada mata pelajaran umum kelas XII lebih sedikit
dibandingkan kelas XI.

Anda mungkin juga menyukai