Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

LANDASAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

Akwan Sagara Darussalam


2284220044

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


JURUSAN PENDIDIKAN VOKASIONAL TEKNIK MESIN
SERANG
2022
Pendidikan yang diselenggarakan kaum pergerakan kebangsaan
(Pergerakan Nasional) dan Pendidikan zaman pendudukan militerisme
jepang

Jepang memperkenalkan militarism dengan landasan ideal dalam


pemerintahannya di Indonesia. Landasan itu ialah kemakmuran bersama Asia
Timur Raya berpusat di Jepang, Manchuria, dan Cina. Dalam menyelenggarakan
pendidikan, semua sekolah harus dipadukan dan terbuka, serta dimulai dengan
sekolah rakyat 6 tahun untuk semua lapisan masyarakat. Bahasa Jepang yang
diajarkan, juga latihan militer dan adat istiadat Jepang. Semua sekolah merupakan
sekolah negeri yang merupakan tanggung jawab pemerintah.

Di samping sekolah rakyat dibuka juga sekolah lanjutan (menengah), sekolah


guru, sekolah kejuruan termasuk sekolah pelayaran, dan beberapa sekolah tinggi
tertentu. Inovasi yang paling penting adalah pendidikan merupakan hak semua
warga Negara, pengadaan buku, dan rindunya bangsa Indonesia kepada
kemerdekaan dan juga pendidikan yang merata dengan sistem administrasi yang
benar. Namun kenyataan proses pembelajaran selama tuga setengah tahun tidak
efektif, karena pemerintah Jepang menghadapi peperangan, yang pada akhirnya
harus bertekuk lutut kepada sekutu.

Landasan idiil pendidikan pada zaman Jepang disebut Hakko Ichiu, yaitu
bangsa Indonesia bekerjasama dengan bangsa Jepang dalam rangka mencapai
kemakmuran bersama Asia Raya. Oleh karena itu semua pelajar setiap hari harus
mengucapkan sumpah setia kepada kaisar Jepang dan membentuk Indonesia baru
dalam rangka kemakmuran bersama Asia Raya.
Tujuan pendidikan di Indonesia adalah menyediakan tenaga sukarela dan
prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kemenangan Jepang, dalam
melawan tentara sekutu yaitu Inggris, dan Amerika Serikat. Oleh karena itu para
pelajar diharuskan mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi
yang ketat.

Sistem persekolahan di zaman pendudukan Jepang banyak mengalami


perubahan karena system penggolongan baik menurut bangsa maupun status
social dihapus. Jenis sekolah hanya terdiri dari :
a) Sekolah Rakyat 6 tahun ( Kokumin Gakko ), SMP 3 tahun ( Koto Chu Gakko),
b) Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun ( Kogya Semmon Gakko ). Pada zaman
Jepang didirikan Sekolah Pelayaran dan Sekolah Pelayaran Tinggi.
Pendidikan Indonesia Periode Tahun 1945-1969
Dan
Masa Pembangunan Masa Panjang (PJP) Kel. 1 : 1969-1993

1. Pendidikan Indonesia Tahun 1945-1950 (dari proklamasi sampai RIS

Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan. Menteri Pendidikan


Pengajaran dan Kebudayan (PP dan K) Ki Hajar Dewantara mengeluarkan
“instruksi umum” yang berisi seruan kepada para guru agar meninggalkan
sistem pendidikan colonial dan mengutamakan patriotism. Isi “instruksi
umum” tersebut adalah :
 Pengibaran “Sang Merah Putih” setiap hari di halaman sekolah.
 Menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya
 Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian
Kimigayo (lagu kebangsaan Jepang).
 Menghapuskan pelajaran bahasa Jepang, serta segala upacara yang berasal
dari Pemerintahan Balatentara Jepang.
 Memberi semangat kebangsaan kepada kepada semua Murid
(Jumhur dan Danasuparta, 1959)

Undang-Undang Dasar 1945 dan sekaligus sebagai pedoman dan


penyelenggaraan pendidikan :
 Pasal 31 Ayat 1 : Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran,
 Pasal 31 Ayat 2 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pengajaran yang diatur dengan undang-undang,
 Pasal 32 : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

Tujuan pendidikan dan pengajaran berdasarkan UU No. 4 Tahun 1950


tertuang pada pasal 3, yaitu membentuk manusia susila yang cakap dan warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
masyarakat dan tanah air. Pada pasal 4 tercantum bahwa pendidikan dan
pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas Kebudayaan
Kebangsaan Indonesia

Selama penjajahan Jepang, sistem persekolahan di Indonesia sudah


dipersatukan dan terus disempurnakan dalam zaman Negara Kesatuan I.
Namun karena masih ada daerah yang ada dalam pendudukan. Tetapi setelah
dilakukan konsolidasi intensif, selama 1945-1950 sistem persekolahan
Indonesia akhirnya dengan penjenjangan sebagai berikut:
a. Pendidikan rendah (Sekolah Rakyat),
b. Pendidikan Menengah (Pendidikan Menengah Umum, Kejuruan dan
Keguruan), dan
c. Pendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi, Universitas, Sekolah Tinggi, dan
Akademi).

2. Pendidikan Indonesia Tahun 1950-1959 (Demokrasi liberal)

Masa demokrasi liberal ditandai dengan dilaksanakannya UUD Sementara


1950, yang merupakan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat yang
diubah menjadi Undang-undang Dasar Sementara Republik Indoenesia
berdasarkan Piagam Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan
Pemerintah Republik Indonesia tanggal 19 Mei 1950.

Tujuan pendidikan dan pengajaran didasarkan pada UU NO. 4 Tahun 1950


tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah yang berlaku di
Republik Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 1954 berlaku untuk seluruh
Indonesia pada tanggal 18 Maret 1954 setelah menjadi UU NO. 12 Tahun
1954. Tujuan pendidikan dan pengajaran tersebut tertuang pada pasal 3, yaitu
membentuk masyarakat susila yang cakap dan warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

Sistem persekolahan pada masa demokrasi liberal mengikuti zaman


sebelumnya yang disesuaikan dengan UU No. 12 Tahun 1954. Menurut
jenisnya pendidikan dan pengejaran dibagi atas : (a) Pendidikan dan
Pengajaran Taman Kanak-kanak, (b) Pendidikan dan Pengajaran Rendah, (c)
Pendidikan dan Pengajaran menengah, (d) Pendidikan dan Pengajaran Tinggi.

Pendidikan dan pengarjaran taman kanak-kanak bertujuan menuntun


timbulnya rohani dan jasmani kanak-kanak sebelum ia masuk sekolah rendah,
sedangkan pendidikan dan pengajaran rendah bertujuan menuntun timbulnya
jasmani dan rohani kanak-kanak, memberikan kesempatan kepadanya guna
mengembangkan bakat dann kesukaannya masing-masing dan memberikan
dasar-dasar pengetahua, kecakapan, ketangkasan baik lahir maupun batin.

Pendidikan dan pengajaran menengah (umum dan vak) bertujuan


melanjutkan dan meluaskan pendidikan dan pengajaran yang diberikan di
sekolah rendah untuk mengembangkan cita-cita hidup serta membimbing
kesanggupan murid sebagai anggota masyarakat, mendidik tenaga ahli dalam
berbagai lapangan khusus sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan
masyarakat dan/atau mempersiapkannya bagi pendidikan dan pengajaran
tinggi.

Pendidikan dan pengajaran tinggi bertujuan memberi kesempatan kepada


pelajar untuk menjadi orang yang dapat memberi pimpinan di dalam
masyarakat dan memelihara kemajuan ilmu dan kemajuan hidup
kemasyarakatan. Pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan secara khusus
bagi mereka yang membutuhkan,. Tujuannya adalah memberi pendidikan dan
pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan kekurangan, baik jasmani
maupun rohaninya, supaya dapat memiliki kehidupan lahir dan batin yang
layak.

Salah satu masalah yang dihadapi pemerintah dalam pendidikan adalah


kekuranga tenaga guru. Pada tahun 1950 kekurangan itu mencapai 20.816
orang, bahkan jika semua calon murid SR ditampung seluruhnya, maka
kekurangan itu akan mencapai jumlah kurang lebih 168.000 orang guru. Untuk
mengatasi masalah tersebut pemerintah menempuh dua jalan, yaitu;
a. Memperbanyak jumlah SGB (Sekolah Guru 4 Tahun)
b. Mengerjakan tenaga guru yang belum mempunyai wewenang untuk
mengajar (calon guru). Pada umumnya mereka lulusan SR 6 tahun.

Mulai 1 Agustus 1950 pemerintah menyelenggarakan suatu jenis pendidikan


guru secara istimewa yang dinamakan Kursus Pengajar untuk Kursus
Pengantar ke Kewajiban Belajar (KPK-PKB) dengan lama belajar 4 tahun,
tetapi sesudah 1 tahun calon-calon disuruh mengajar sambil belajar melalui
kursus tertulis. Pada tahun 1953 Kursus ini dijadikan SGB. Pada tahun 1954,
didirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) di Bandung, Malang, dan
Batu Sangkar. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas pendidikan guru dan
sekaligus meningkatkan citra dan martabat guru.

3. Pendidikan Indonesia Tahun 1959-1965 (Demokrasi Terpimpin)

Pendidikan Indonesia tahun 1959-1965 berlandaskan Undang-Undang


Dasar 1945 yang mulai berlaku lagi mengganti Undang-Undang Dasar
Sementara melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dengan demikianlah Pancasila
kembali pada rumusan seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia pada masa ini adalah sebagaimana


tersurat dalam UU No. 12 Tahun 1954, yaitu manusia susila yang cakap dan
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan
masyarakat dan tanah air. Dalam keputusan Presiden RI No, 145 Tahun 1965
tentang Nama dan Rumusan Induk Sistem Pendidikan Nasional, tujuan
pendidikan nasional adalah melahirkan warga Negara Sosialis, yang
bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil
dan makmur baik spititual maupun material dan yang berjiwa Pancasila.

Di samping UU No. 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya


Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu tentang
Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia.
UU No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi menjadi dasar formal sistem
persekolahan pada zaman Demokrasi Terpimpin, sistem persekolahan disusun
dengan struktur yang terdiri atas : (1) Pra Sekolah (Taman Kanak-Kanak), (2)
Sekolah Dasar (SD, Madrasah Ibtidaiyah), (3) Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SMP, Madrasah Tsanawiyah, SMEP, SKKP, Sekolah Teknik), (4)
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA, Madrasah Aliyah, SMEA, SKKA,
STM, SPG, SMOA, dan lain-lain), dan (5) Perguruan Tinggi.

Selama Demokrasi Terpimpin,terjadi perubahan kurikulum mulai jenjang


SD sampai jenjang SLTA. Kurikulum SD 1964 membedakan dua macam
struktur program, yaitu SD yang menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah
dari kelas I sampai kelas III, dan SD yang menggunakan bahasa Indonesia
sejak kelas I. Kurikulum SD 1964 terdiri atas lima kelompok bidang studi atau
wardhana, yaitu Wardhana Perkembangan Moral, Wardhana Perkembangan
Kecerdasan, Wardhana Perkembangan Emosional/Artistik, Wardhana
Perkembangan Keprigelan, dan Wardhana Perkembangan Jasmani, mencakup
pendidikan Jasmani/Kesehatan.

Kurikulum SMP mengalami perubahan pada tahun 1962 yang dilaksanakan


pada tahun ajaran 1962/1963, sampai tahun ajaran 1968/1969. Kurikulum SMP
1962 disebut pula kurikulum SMP Gaya Baru. Perubahan kurikulum SMP
tersebut mencakup empat hal penting, yaitu penghapusan bagian A dan B di
kelas III SMP penambahan dua mata pelajaran baru, yaitu Ilmu Administrasi
dan Kesejahteraan Keluarga, dimasukannya jam kerja yang bertujuan memberi
kesempatan kepada siswa mengembangkan bakat dan minatnya, dan
pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan (BP).

Kurikulum SMA mengalami tiga kali perubahan yaitu, tahun 1952, tahun
1961, dan tahun 1964. Berdasarkan Kurikulum 1952, SMA terdiri atas bagian
(Bahasa/Sastra), Bagian B (Ilmu Pasti dan Alam), dan bagian C (Ekonomi).
Kurikulum SMA 1961 disebut juga Kurikulum SMA Gaya Baru yang
dikembangkan melalui pertemuan antar SMA Teladan di Surakarta.

4. Pendidikan Nasional Indonesia Tahun 1665-1969 (Zaman Awal Orde


Baru atau Transisi)

Orde Baru adalah tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara
Indonesia yang diletakkan kembali kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila
dan UUD 1945. Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S, pada tahun
1965, dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Struktur persekolahan pada masa Orde Baru pada dasarnya masih
tetap mengikuti struktur lama berdasarkan UU No. 12 Tahu 1954 dan UU No.
22 Tahun 1961.

5. Pendidikan Nasional Indonesia Pada Masa Pembangunan Jangka


Panjang I (Tahun 1969/1970-1993/1994)

Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP 1) merupakan pengamatan


Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pelaksanaannya mengacu pada
ketetapan-ketetapan yang dihasilkan oleh Sidang Umum MPR terutama yang
berkenaan dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Tap MPR-RI No. IV/MPR/1973 antara lain menetapkan bahwa pendidikan
pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan berlangsung seumur
hidup.
Berdasarkan Tap MPR-RI No. IV/MPR/1973 pembangunan di bidang
pendidikan didasarkan atas falsafah Negara Pancasila dan diarahkan
membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk
membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan
tangguung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan tenggang rasa,
dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti luhur,
mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan
yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.
UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional berlaku sejak 27
Maret 1989, antara lain menyatakan:
1) Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. (Pasal 2)
2) Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman
dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyakatan dan kebangsaan. (Pasal 4)
Pendidikan Indonesia Pada Masa Reformasi-Sekarang

Indonesia merupakan negara terbesar keempat di dunia, bukan hanya besar


dari segi jumlah populasinya, melainkan juga besar dalam kepemilikan
kekayaan sumber daya alamnya, seharusnya juga besar dalam pencapaian
kualitas pendidikan. Sayangnya dari aspek pendidikan, negara ini masih jauh di
bawah peringkat pendidikan yang diselenggarakan oleh kebanyakan negara-
negara lain di dunia, walaupun juga harus diakui terdapat berbagai prestasi
yang berhasil ditorehkan oleh putra-putri terbaik bangsa melalui berbagai even
seperti dalam olimpiade ilmu pengetahuan beberapa tahun terakhir ini.

Berdasarkan data dalam Education for All (EFA) Global Monitroring


Report 2011 yang dikeluarkan UNESCO menunjukkan bahwa indeks
pembangunan pendidikan Indonesia berada pada urutan 69 dari 127 negara
yang disurvei atau turun empat tingkatan jika dibandingkan hasil survei
sebelumnya yang menempatkan Indonesia pada urutan ke 65. Survei itu
menggunakan empat tolok ukur, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar,
angka melek huruf pada anak usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut
kesetaraan jender, dan angka bertahan peserta didik hingga kelas V sekolah
dasar.1 Prestasi tersebut akan berdampak buruk bagi kemajuan bangsa ini di
masa yang akan datang jika tidak sesegera mungkin dilakukan perbaikan di
sektor pendidikan.

Secara normatif, kebijakan pemerintah Indonesia dalam upaya perbaikan


kualitas pendidikan tercermin dalam undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat 1
yang berbunyi “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan
kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).”

Dengan mengalokasikan anggaran pendidikan yang tinggi diharapkan dapat


menciptakan pendidikan yang baik sehingga mampu berkompetisi secara
global dengan negara-negara di dunia. Namun, kenyataan menunjukkan realitas
yang sebaliknya. Berbagai permasalahan internal seperti layanan pendidikan
tanpa diskriminasi, ketersediaan dana untuk program wajib belajar,
ketersediaan tenaga pendidik yang bermutu, pembinaan tenaga pendidik untuk
sekolah dan di luar sekolah, sarana dan prasarana pendidikan, dan pengawasan
penyelenggaraan pendidikan menjadi hambatan utama dalam menciptakan
pendidikan yang bermutu.
Pada awal masa reformasi masih menggunakan Kurikulum 1994. Beberapa saat
kemudian Kurikulum 1994 diubah menjadi Kurikulum 2000 dan disempurnakan
menjadi kurikulum 2002 (Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kurikulum ini  fokus
pada 3 aspek utama yaitu aspek afektif, kognitif dan juga psikomotorik. Pada
tahun 2005, Kurikulum 2002 digantikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Pada tahun 2013, Kurikulum kembali diubah menjadi
Kurikulum 2013. Kurikulum 12 (K13) menekankan pada kompetensi berbasis
sikap, keterampilan dan juga pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai