Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

PENDIDIKAN ISLAM MASA REFORMASI


DOSEN PENGAMPU : ALMARATUS SHOLIHAH M.Sos

Disusun oleh kelompok 5 :

1. Keni desta riana dewi


2. Miftahul hidayah
3. M. Amin nur fauzi
4. Rika hariza
5. Sandriansyah
6. Nur Faizah us
7. Sindi fahmi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor penting yang mempunyai andil besar dalam
memajukan suatu bangsa, bahkan peradaban manusia. Tujuan pendidikan itu merupakan
tujuan dari negara itu sendiri. Pendidikan yang memiliki kualitas rendah
akan mengundang penjajah, baik penjajahan secara fisik maupun non fisik, seperti
penjajahan intelektual, pemikiran, ekonomi, sosial, politik dan agama.
Pendidikan era Reformasi telah melahirkan sejumlah kebijakan strategis dalam
bidang pendidikan yang pengaruhnya langsung dirasakan oleh masyarakat secara luas
dan menyeluruh. Bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung dibawah kementerian
pendidikan nasional saja, melainkan bagi madrasah dan Perguruan Tinggi yang bernaung
dibawah kementerian agama.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi?
2. Bagaimana Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi?
3. Bagaimana Orientasi Pendidikan Islam?
4. Bagaimana Kebijakan Pengembangan Pendidikan Islam pada Masa Reformasi?

C. Tujuan
1. Mengetahui Konsep Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
2. Mengetahui Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
3. Mengetahui Orientasi Pendidikan Islam
4. Mengatahui Kebijakan Pengembangan Pendidikan Islam pada Masa Reformasi

BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Reformasi
Secara harfiah reformasi adalah membentuk atau menata kembali, yaitu mengatur
dan menertibkan sesuatu yang kacau balau, yang didalamnya terdapat kegiatan
menambah, mengganti, mengurangi, dan memperbaharui. Adapun dalam arti yang lazim
digunakan di Indonesia, era reformasi adalah masa pemerintahan yang dimulai setelah
jatuhnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998, oleh sebuah gerakan massa yang
sudah tidak terbendung lagi. Sejak tahun itu sampai sekarang, disebut sebagai era
reformasi.
Masa ini diawali oleh tuntutan para mahasiswa agar pemerintah memberi ruang
dalam kebebasan berpendapat dan berbeda pendapat. Berbagai kebijakan Negara seperti
Undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang di revisi menjadi Undang-undang nomor 32
tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Demikian pula dengan bidang pendidikan di
susun Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dengan
pertimbangan bahwa sistem pendidikan harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal,
nasional dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara
terencana, terarah dan berkesinambungan.[1]

B. Konsep Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi


Secara politik, orde baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan diri
sebagai “Reformasi Pembangunan”. Walaupun demikian, sebagian besar roh orde
reformasi masih tetap berasal dari rezim orde baru, tetapi ada sedikit perubahan berupa
adanya sedikit kebebasan pers dan multi partai.
Dalam bidang pendidikan, kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib
belajar 9 tahun yang telah dimulai tahun 1994 dan melakukan perbaikan sistem
pendidikan agar lebih demokratis. Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling
pokok adalah menjaga agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap tinggi dan
tidak banyak mengalami putus sekolah.
Ketika terjadi krisis berkepanjangan beban pemerintah menjadi sangat berat
sehingga harus memangkas program, termasuk program penyerataan guru-guru dan
menoleransi terjadinya kemunduran penyelesaian program wajib belajar 9 tahun.
Sekolah sendiri mengalami masalah berat sehubungan dengan naiknya biaya operasional
di suatu pihak dan menurunnya jumlah masukan dari siswa. Pembangunan dibidang
pendidikan pun mengalami kemunduran.
Hal yang menyebabkan program pembangunan pemerintah dalam sektor
pendidikan belum terpenuhi secara maksimal adalah sebagai berikut:
1. Distribusi pembangunan sektor pendidikan kurang menyentuh lapisan sosial kelas
bawah.
2. Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan yang bersifat fisik material,
sedangkan masalah-masalah kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.
3. Munculnya sektor industri yang membengkak, cukup menjadikan agenda yang serius
bagi pendidikan Islam di Indonesia pada masa pembangunan ini.
4. Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak berurutan secara tertib, bahkan
kadang-kadang eksklusif dalam dialektik pembangunan tersebut diatas.
Semua itu disebabkan tidak terpenuhinya beberapa tujuan pemerintah dalam
menjalankan pembangunan dalam sektor pendidikan agama, khususnya bagi islam.
Semua itu sangat memprihatinkan, apalagi jika dibiarkan begitu saja tanpa upaya
retrospeksi atas kegagalan tersebut.
H.M. Yusuf Hasyim mengungkapkan besarnya pendidikan islam di Indonesia
hanya dengan menunjukkan salah satu sampelnya, yaitu pesantren. Sebagai lembaga
pendidikan, pesantren dan madrasah bertanggung jawab terhadap proses pencerdasan
bangsa secara keseluruhan.
Adapun secara khusus, pendidikan islam bertanggung jawab terhadap
kelangsungan tradisi keislaman dalam arti yang seluas-luasnya. Dari titik pandang ini,
pendidikan islam secara kelembagaan ataupun inspiratif memilih model yang dirasakan
mendukung secara penuh tujuan dan konsep pendidikan manusia, yaitu membentuk
mukmin yang sejati, memiliki kualitas moral dan intelektual. Saat ini banyak pesantren
dan madrasah yang modern dengan mengacu pada tujuan muslim dan memperhatikan
tujuan makro dan mikro pendidikan nasional indonesia. oleh sebab itu, pendidikan
pesantren akan memadukan produk santri untuk memiliki outputnya (lulusan) akan
memiliki 3 tipe lulusan berikut:
1. Religius skillfull people, yaitu insan muslim yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil,
ikhlas, cerdas, mandiri, dan iman yang tangguh sehingga religius dalam tingkah dan
perilaku, yang akan mengisi kehidupan dalam berbagai sektor pembangunan.
2. Religius community leader, yaitu insan Indonesia yang ikhlas, cerdas, dan mandiri akan
menjadi penggerak yang dinamis dalam sosial dan budaya serta mampu melakukan
pengendalian sosial (social control).
3. Religius intelektual, yaitu mempunyai integritas kukuh serta cakap melakukan analisis
ilmiah dan concren terhadap masalah-masalah ilmiah.
C. Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Sasaran kebijakan program pendidikan nasional perlu dijabarkan secara
operasional dengan menata kembali kondisi pendidikan nasional kita, yaitu perlu
ditempuh berbagai langkah managemen, perencanaan, sampai pada praksis pendidikan
ditingkat mikro.[2]
Pada masa reformasi, pemerintahan Indonesia memberikan otonomi kepada
setiap daerah untuk meningkatkan kualitas lembaga pendidikan masing-masing.
Sehingga, dengan adanya otonomi daerah tersebut banyak bermunculan sekolah-sekolah
yang bernuansa Islam yang lebih dikenal dengan sekolah Islam terpadu yang memadukan
antara kurikulum Depdiknas dengan kurikulum Depag. Sekolah-sekolah Islam tersebut
muncul sejak tahun 1990-an sampai sekarang. Tak hanya di kota-kota besar, tetapi juga
hampir di suluh daerah-daerah di Indonesia.
Dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa madrasah sebagai
lembaga pendidikan Islam dicantumkan dengan jelas dan tegas, yakni dicantumkan
dalam pasal 17 tentang Pendidikan Dasar. Pendidikan Dasar berbentuk Sekolah Dasar
(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang
sederajat. Pasal 18 tentang Pendidikan Menengah. Berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah
Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. Pasal 26, menjelaskan tentang
pendidikan nonformal. Pendididkan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta
satuan pendidikan sejenis.
Pasal 27 mengenai pendidikan informal. Kegiatan pendidikan informal yaitu
kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan
belajar secara mandiri. Kemudian pasal 28 tentang pendidikan usia dini. Pendidikan usia
dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak, Raudhatul Athfal atau
bentuk lain yang sederajat. [3]
Secara bertahap Departemen Agama pemberdayaan pengelolaan lembaga-
lembaga pendidikan tersebut, kemudian membentuk direktorat dalam pembinaan
Perguruan Agama Islam. Direktorat tersebut memiliki tugas untuk membina perguruan-
perguruan Islam yang mencakup pesantren dan madrasah, baik negeri maupun swasta,
pembinaan ketenagaan, kurikulum, sarana dan lain-lain.
Pembinaan pendidikan tinggi agama Islam terbagi menjadi tiga
yaitu, pertama IAIN (Institut Agama Islam Negeri), kedua STAIN (Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri), dan ketiga adalah UIN (Universitas Islam Negeri).[4]

D. Orientasi Pendidikan Islam


Orientasi pendidikan Islam berusaha mengubah keadaan seseorang dari tidak
tahu menjadi tahu, dan dari tidak dapat berbuat menjadi dapat berbuat. Dengan
pendidikan, seseorang akan mengerti akan dirinya segala potensi kemanusiaannya,
lingkungan masyarakat, dan alam sekitar. Bahkan, dengan adanya pendidikan, manusia
dapat menyadari sekaligus menghayati keberadaannya di hadapan Khaliknya.
Berbicara tentang pendidikan adalah berbicara tentang keyakinan, pandangan,
dan cita-cita tentang hidup dan kehidupan manusia dari generasi ke generasi maka
penggunaan istilah ”Pendidikan Islam” atau penambahan kata Islam di belakang kata
“Pendidikan" pada kajian ini meniscayakan bahwa pendidikan Islam tidak dapat
dipahami secara terbatas hanya pada ”Pengajaran Islam" karena keberhasilan
pendidikan Islam tidak cukup diukur hanya dari segi seberapa jauh anak menguasai hal-
hal yang bersifat kognitif atau pengetahuan tentang ajaran agama atau bentuk-bentuk
ritual keagamaan. Yang lebih penting adalah seberapa jauh nilai-nilai keagamaan
tersebut tertanam dalam jiwa dan seberapa jauh nilai-nilai tersebut mewujud dalam
sikap dan tingkah laku sehari-hari.
Seorang kader pemimpin Islam yang berwawasan luas selain memiliki cita-cita
dan komitmen untuk mewujudkan cita-cita ajaran Islam sebagaimana secara terpadu dan
serempak juga memiliki pandangan faham keagamaan pluralis inklusif, yaitu suatu
faham keagamaan yang meyakini kebenaran agama yang dianutnya dan
mengamalkannya secara sungguh-sungguh namun pada saat bersamaan juga mengakui
eksistensinya keberadaan agama lain. Sikap tersebut amat dibutuhkan dalam memasuki
abad 21 atau melenium ke 3 atau di tandai dengan karakteristik, yaitu :
1. Saling kebergantungan sosial ekonomi
2. Kompetisi antar bangsa yang semakin besar
3. Makin besarnya usaha Negara berkembang untuk mencapai posisi Negara maju
4. Munculnya masyarakat hiperindustrial yang tidak akan mengubah budaya bangsa.

E. Kebijakan Pengembangan Pendidikan Islam pada Masa Reformasi


Berbagai kebijakan pendidikan Islam era Reformasi bertujuan, menjadikan
pengembangan pendidikan Islam pada Orde Reformasi lebih baik dari masa-masa
sebelumnya, yaitu masa Orde Lama dan masa Orde Baru. Menurut Abuddin Nata (2011:
352-355), kebijakan kebijakan tersebut mencakup hal-hal berikut.
1. Kebijakan tentang Pemantapan Pendidikan Islam sebagai Bagian dari Sistem
Pendidikan Nasional
Upaya ini dilakukan“ melalui penyempurnaan Undang-Undang Nomor 2 tahun
1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jika Undang-Undang No. 2 tahun 1989 hanya menyebutkan madrasah yang
masuk dalam sistem pendidikan nasional, Undang-Undang No. 20 tahun 2003
menyebutkan pesantren, ma'had Ali, Raudhatul Athfal (taman kanak-kanak), dan Majelis
Taklim termasuk dalam sistem pendidikan nasional.
Dengan demikian, selain eksistensi dan fungsi pendidikan Islam semakin diakui,
kesan dikotomi dan diskriminasi semakin berkurang. Sejalan dengan itu, berbagai
perundang-undangan dan peraturan tentang standar nasional pendidikan tentang
Sertifikasi? Guru dan Dosen, bukan hanya mengatur Standar Pendidikan.
Sertifikasi Guru dan Dosen tidak hanya yang berada di bawah Kementerian
Pendidikan Nasional, tetapi juga Standar Pendidikan, Sertifikasi Guru dan Dosen yang
berada di bawah Kementerian Agama.
2. Kebijakan tentang Peningkatan Anggaran Pendidikan
Anggaran pendidikan ditetapkan sesuai dengan UUD 1945 yaitu 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan APBD, sehingga banyak terjadi reformasi di
dunia pendidikan terutama dalam pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
wajib belajar 9 tahun, dan peningkatan standar penghasilan guru dengan adanya
sertifikasi guru, serta pemberian bantuan pendidikan (beasiswa).[5]
Dengan adanya anggaran pendidikan yang cukup besar ini, pendidikan saat ini
mengalami pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan yang signifikan dibandingkan
dengan keadaan sebelumnya, termasuk keadaan pendidikan Islam.
3. Program Wajib Belajar 9 Tahun
Program wajib belajar 9 tahun, yaitu setiap anak Indonesia wajib memiliki
pendidikan minimal sampai 9 tahun. Program wajib belajar ini tidak hanya berlaku bagi
anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan
Kementerian Pendidikan Nasional, tetapi juga bagi anak-anak. yang belajar di lembaga
pendidikan yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Agama.
4. Penyelenggaraan Sekolah/Madrasah Bertaraf Nasional (SBN)
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu pendidikan yang seluruh komponen
pendidikannya menggunakan standar nasional dan internasional. Pemerintah
menetapkan, sekolah yang akan ditetapkan menjadi SBI harus terlebih dahulu mencapai
sekolah bertaraf SBN.
Sekolah yang bertaraf nasional dan internasional tidak hanya ditujukan pada
sekolah yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, tetapi juga pada
sekolah yang bernaung di bawah Kementerian Agama.
5. Kebijakan Sertifikasi bagi Guru dan Dosen
Kebijakan sertifikasi bagi semua guru dan dosen, baik negeri maupun swasta, baik
umum maupun guru agama., baik guru yang berada di bawah naungan Kementerian
Pendidikan Nasional maupun guru yang berada di bawah Kementerian Pendidikan
Agama. Program ini berkaitan erat dengan peningkatan mutu tenaga guru dan dosen
sebagai tenaga pengajar yang profesional. [6]
Pemerintah sangat mendukung program sertifikasi tersebut dengan
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2005 tentang Sertifikasi Guru dan
Dosen, serta mengalokasikan anggaran biayanya sebesar 20 °o dari APBN. Melalui
program sertifikasi tersebut, kompetensi akademik, kompetensi pedagogik (teaching
skill), kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial para guru dan dosen ditingkatkan.
6. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK / tahun 2004) dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP / tahun 2006).
Melalui kurikulum ini, peserta didik tidak hanya dituntut menguasai mata
pelajaran sebagaimana yang ditekankan pada kurikulum 1995, tetapi juga dituntut
memiliki pengalaman proses mendapatkan pengetahuan tersebut, seperti membaca
buku, memahami, menyimpulkan, mengumpulkan data, mendiskusikan, memecahkan
masalah, dan menganalisis. Dengan cara demikian para peserta didik diharapkan
memiliki rasa percaya diri, kemampuan mengemukakan pendapat, kritis, inovatif, kreatif,
dan mandiri.
Peserta didik seperti itulah yang diharapkan akan dapat menjawab tantangan era
global serta merebut berbagai peluang yang terdapat di masyarakat.
7. Pengembangan Pendekatan Pembelajaran Tidak Berpusat pada Guru
Pendekatan pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru (teacher centris)
melalui kegiatan teaching, tetapi juga berpusat pada murid (student centris) melalui
kegiatan learning (belajar) dan research (meneliti) dalam suasana yang partisipatif,
inovatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan pendekatan ini, metode yang
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar tidak hanya ceramah; tetapi juga seperti
diskusi, seminar, pemecahan masalah, penugasan, dan penemuan. Pendekatan proses
belajar mengajar ini juga harus didasarkan pada asas demokratis, humanis dan adil,
dengan-cara menjadikan peserta didik bukan hanya sebagai objek pendidikan;
melainkan juga sebagai subjek pendidikan yang berhak mengajukan Baran tentang
pendekatan dan metode pendidikan.
8. Penerapan Manajemen Berorientasi pada Pelayanan
Penerapan manajemen berorientasi pada pemberian pelayanan yang baik dan
memuaskan (to give good service and satisfaction for all customers). Dengan pandangan
bahwa pendidikan adalah sebuah komoditas yang diperdagangkan agar komoditas
tersebut menarik minat, komoditas tersebut harus diproduksi dengan kualitas yang
unggul.
Untuk itu, seluruh komponen pendidikan harus dilakukan standardisasi. Standar
tersebut harus dikerjakan oleh sumber daya manusia yang unggul, dilakukan perbaikan
terus-menerus, dan dilakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada era Reformasi lahir Peraturan 1 Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional 1 Pendidikan (SNP) yang meliputi:
a. Standar Isi (kurikulum);
b. Standar Mutu Pendidikan;
c. Standar Proses Pendidikan;
d. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan;
e. Standar Pengelolaan;
f. Standar Pembiayaan;
g. Standar Penilaian (PP-RI No. 19 tahun 2005).
9. Kebijakan Mengubah Sifat Madrasah Menjadi Sekolah Umum yang Berciri Khas
Keagamaan
Dengan ciri ini madrasah menjadi sekolah umum plus karena di madrasah
(Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah), selain pelajaran. agama, para siswa juga
memperoleh pelajaran umum yang terdapat di sekolah umum, seperti SD, SMP, dan SMU.
Selain itu, ada Perubahan IAIN menjadi UIN. Dengan kebijakan tersebut, tidak mustahil
jika pada suatu saat madrasah/ UIN menjadi pilihan utama masyarakat.
Lahirnya berbagai kebijakan pemerintah tentang pendidikan nasional disambut
positif dan penuh optimisme oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama para pengelola
pendidikan. Berbagai inovasi dan kreativitas dalam mengembangkan komponen
pendidikan telah bermunculan di lembaga pendidikan. Dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) telah memberikan peluang bagi masyarakat yang kurang mampu untuk
menyekolahkan putra putrinya. Program sertifikasi guru dan dosen pun telah
menimbulkan perhatian bagi guru dan dosen untuk melaksanakan tugasnya dengan
baik. [7]

BAB III
PENUTUP
A. Saran
Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt, yang telah
memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Kami mohon maaf
karena dalam makalah ini tentunya masih banyak kekurangan karena keterbatasan
pengetahuan kami. Untuk itu kami mohon saran dan kritik yang membangun agar dalam
pembuatan makalah yang berikutnya lebih baik lagi. Dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk para pembaca.

B. Kesimpulan
Pada masa reformasi pendidikan sudah mulai diperhatikan oleh pemerintah, tidak
hanya pendidikan formal saja yang diwajibkan dalam pembelajaran melainkan juga
pendidikan agama. Pendidikan agama sudah mulai di ajarkan mulai dari tingkat Taman
kanak-kanak sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi. Pendidikan agama ini Islam ini
tidak hanya di ajarkan di kota-kota besar saja, tetapi juga di daerah-daerah di seluruh
Indonesia. Dalam proses pembelajarannya pemerintah juga sudah menerapkan
kebijakan-kebijakan dalam pengatur pendidikan Islam di Indonesia. Sehingga tidak
hanya pendidikan formal yang di pentingkan oleh masyarakat tetapi juga pendidikan
agama Islam

Anda mungkin juga menyukai