Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejarah kebijakan pendidikan Islam dapat dilihat dari masa pra kemerdekaan,
orde lama, orde baru dan reformasi. Sejak masa pra kemerdekaan hingga awal
reformasi kebijakan pendidikan Islam dinilai diskriminatif dan tidak berkeadila. Baru
kemudian pada masa reformasi dengan disahkannya UUSPN nomor 20 tahun 2003.
Kebijakan pendidikan Islam menemukan babak baru, sebab secara eksplisit UU
tersebut menyebutkan peran dan kedudukan pendidikan Islam (agama) sebagai bagian
integral dari sistem pendidikan nasional. Momentum ini dinilai sebagai titik awal
kebangkitan perkembangan pendidikan Islam yang berkeadilan.
Pada saat ini pendidikan di indonesia terus berkembang terutama pendidikan
islma. Di indonesia sendiri masyarakatnya yang mendominasi adalah masyarakat
yang beragama islam. Jadi kemungkinan besarnya juga pendidikan islam juga ikut
berkembang seiring perkembangan zaman yang terjadi. Pendidikan islam menjadi
salah satu isu penting dalam setiap pembahasan yang menyangkut kehidupan umat
islam. Itulah sebabnya berbagai pertemuan ilmiah baik yang berskala lokal sanpai
internasional. Dalam konteks nasional, bahkan isu tersebut mengemukkan secra
inheren setiap kali muncul permasalahan dalam pendidikan nasional. Ketika orientasi
dan tujuan pendidikan di indonesia dibicarakan, masalah pendidikan islam pasti
menjadi salah satu topik pembahasan yang cukup dominan. Saat ini kehidupan kaum
muslimin di berbagai negeri tengah didera oleh ideologi kapitalisme maupun
sosialisme-komunisme. Tidak terkecuali dengan Indonesia yang merupakan salah satu
negeri muslim terbesar di dunia kini tengah mengalami berbagai macam keterpurukan
akibat mengemban ideologi tersebut. Secara praktis, mafahim, maqayis, dan qanaah
yang dimiliki oleh masyarakatpun tidak sepenuhnya diberikan kepada Islam,
melainkan kepada kapitalisme maupun sosialisme-komunisme. Oleh karena itu
merupakan suatu kewajiban pula bagi kaum muslimin untuk mengembalikan unsur
2MQ tersebut kepada mabda Islam melalui aktifitas dakwah yang dilakukan secara
berjamaah dalam berinteraksi dengan masyarakat hingga dapat menanamkan nilai-
nilai baru ditengah-tengah masyarakat secara berkesinambungan.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perspektif historis pendidikan islam di indonesia?
2. Apa saja Permasalahan pendidikan islam?
3. Bagaimana pendidikan islam sebagai subsistem pendidikan nasional?
4. Bagaimana pendidikan islam dalam UUSPN?

C. TUJUAN
Untuk menjelaskan apa saja yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah
terhadap pendidikan islam mulai dari perspektif historisnya dilanjutkan dengan
permasalahan yang terjadi dalam pendidikan islam dan juga pendidikan nasional atau
pendidikan islam dalam UUSPN.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERSPEKTIF HISTORIS PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA


Eksistensi pendidikan islam di Indonesia adalah suatu kenyataan yang sudah
berlangsung sangat panjang dan sudah memasyarakat. Pada masa penjajahan belanda
dan pendudukan jepang, pendidikan diselenggarakan oleh masyarakat sendiri dengan
mendirikan pesantren, sekolah dan temapat latihan-latihan lain. Setelah merdekan
pendidikan islam dengan ciri khasnya madrasah dan pesantren mulai mendapatkan
perhatian dan pembinaan dari pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah pada orde lama yang dimaksudkan kepada rentang waktu 1945
sampai dengan 1965 diberi tugas oleh UUD 1945 untuk mengusahakan agar
terbentuknya suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat nasional. Oleh
karena itu pastilah sejarah mencatat bagaimana pemerintah orde lama memberikan
sumbangsih yang signifikan terhadap perkembangan pendidikan islam. Pemerintahan
memandang bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat pentinan
strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam
pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia
dan kemakmuran rakyat. Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan
diamalkan oleh individu warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai
kehidupan bangsa dan negara.
Pendidikan islam secara khusus bertanggung jawab atas kelangsungan tradisi
keislaman dalam arti yang seharusnya. Berdasarkan undang-undang dan peraturan
tentang pendidikan dapat dilihat bahwa posisi pendidikan islam dalam sistem
pendidikan nasional meliputi pendidikan islam seperti mata pelajaran, pendidikan
islam sebagai lembaga, pendidikan islam sebagai nilai. Pendidikan islam sebagai mata
pelajaran adalah diberikan mata pelajaran agama islam disekolah-sekolah mulai dari
pemdidikan dasar sampai perguruan tinggi. Kedudukan mata pelajaran ini semakin
kuat dari satu fase ke fase lain.
1. Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama
Setelah Indonesia merdeka, pentelenggaraan pendidikan agama mendapat
perhatian serius dari pemerintah, baik disekolah negeri maupun swasta. Berbagai
kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam bidang pendidikan islam antara

3
lain yaittu, Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka namun pada bukan
Oktober 1945 para ulama di Jawa mengumumkan perang fisabilillah terhadap
belanda atau sekutu. Hal ini berarti memberikan fatwa kepastia hukum terhadap
perjuangan umat islam. Pahlawan perang berarti pahlawan jihad yang berkategori
sebgai syuhada perang. Di tinjau dari segi pendidikan rakyat, maka fatwa para
ulamabesar sekali artinya. Fatwa tersebut memberikan banyak manfaat
diantaranya sebagai berikut:
a. Para ulama dan santri-santri dapat mempraktikkan ajaran fisabilillah yang
sudah dikaji bertahun-tahun dalam pengajian kiab-kitab fikih di pondok
pesantren atau madrasah.
b. Penanggung jawaban mempertahankan kemerdekaan tanah air itumenjadi
sempurna terhadap sesama manusia dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
c. Pada tanggal 13 Januari 1946 dibentuk Departaemen Agama, di mana
tugasnya mengurusi penyelenggaraan pendidikan agama islam di Sekolah
umum dan mengurusi sekolah agama seperti pondok pesantren dan madrasah,
telah ada panitia penyelidik pengajaran Republic Indonesia yang diketuai oleh
Ki Hajar Dewantar, panitia ini merekomendasikan mengenai sekolah-sekolah
agama dalam laporannya tanggal 2 Juni 1946 yang berbunyi: “bahwa
pengajaran yang bersifat pondok pesantren dan madrasah perlu dipertinggi dan
dimodernisasikan serta diberikan bantuan biaya dan lain-lain.
d. Pada bulan Desember 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua menteri yaitu
menteri Agama dan menteri Pendidikan dan Pengajaran yang menetapkan
bahwa pendidikan agama akan diberikan mulai kelas IV SR (Sekolah Dasar)
sampai kelas VI. Pada masa SKB Dua Menteri belum dapat berjalan dengan
semestinya. Daerah-daerah di luar Jawa masih banyak yang memberikan
pendidikan agama mulai drai kelas I SR. pemerintah membentuk majelis
Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun 1947 yang dipimpin oleh
Ki Hajar Dewantara dari Departemen P dan K serta Prof. Drs. Abdullah Sigit
dari Departemen Agama. Tugasnya ikut mengatur pelaksanaan dan pengajaran
agama yang diberikan di sekolah umum.

Melalui langkah demi langkah pada akhirnya pendidikan Islam semakin


mengintegrasikan secara total dalam pendidikan nasional. Pentingnya pendidikan
agama yang telah diintegrasikan dengan pendidikan nasional akhirnya mendapat

4
kekuatan hukum dalam rumusan Komisi Pembaharuan Pendidikn Nasional. Pada
tahun 1950 di mana kedaulatan Indonesia telah pilih untuk seluruh Indonesia
maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia mkin
disempurnakan dengan dibentuknya Panitia bersama yang di pimpin Prof.
Mahmud Yunus dari departemen agama, Mr. Hadi dari departemen P dan K hasil
dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari ialah:

a. Pendidikan agama yang diberikan mulai diberikan di kelas IV SR.


b. Di daerah-daerah yang masyarakat aamanya kuat maka pendidikan agama
diberikan muali kelas I SR dengan catatan bahwa pengetahuanumumnya tidak
boleh berkurang dibandingkan denga sekolah lain yang pendidikan agamanya
dimulai dari kelas IV SR.
c. Di skeolah lanjutan pertama dan tingkat atas (umum dan kejuruan) diberikan
pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
d. Pendidikn agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam
ksatu kelas dan mendapatkan izin dari orang tua atau walinya.

2. Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru


Masa orde baru disebut juga sebagai orde konstusional dan orde
pembangunan. Yakni bertujuan membangun manusia seutuhnya dan
menyeimbangkan antara rohani dan jasmani untuk mewujudkan kehidupan yang
lebih baik. Selain itu pelita IV di bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa makin dikembangkan. Dengan semakin meningkat dan
meluasnya pembangunan, maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa semakin diamalkan baik dalam kehidupan pribadi maupun
kehidupan sosial kemasyarakatan. Kebijakan pemerintah orde baru mengenai
pendidikan islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan
kontruktif khususnya dalam decade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an.
Pada awal-awal masa pemerintah orde baru kebijakan tentang madrasah
bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini
madrasah belum dipandang sebagai bagian dari system pendidikan nasional tetapi
baru bersifat lembaga otonom dibawah pengawaan menteri agama. Dalam decade
1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun
awal-awal tahun 1970-an justru kebijkan pemerintah terkesan berupaya untuk

5
mengisolasi madrasah dari system pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan
adanya langkah yang ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan
berupa keputusan presiden nomor 34 tanggal 18 April 1972 tentang tanggung
jawab fungsional pendidikan dan latihan, yang mencakup tiga hal:
a. Meteri pendidikan dan kebudayaan nertugas dan bertanggung jawabatas
pembinaan pendidikan umum dan kebijakan.
b. Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan
latihan keahlian dan kejuaruan tenaga kerja akan pegawai negeri.
c. Ketua lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas
pembinann dan latihan khusus untuk pegawai negeri.

3. Kebijakan Pendidikan Islam era Reformasi


Pada masa pemerintah orde Soeharto menegaskan kembali tujuan dan cita-
cita pendidikan nasional dengan dikeluarkannya TAP MPR No.II/MPR/1998 dan
UU sisem pendidikan Nasional, No 2 tahun 1989. Tentang pendidikan dan
pengajaran agama, terdapat perbedaan yang sangat mendasar antar UUPP No. 4
Tahun 1950 dan UU No.12 tahun1954 dengan UU No.2 Tahun 1989 tentang
system pendidikan Nasional. Dalam UU di nyatakan bahwa dalam sekolah-
sekolah negeri diadaka pendidikan agama, orang tua murid menetapkan apakah
anakya mengikuti pelajaran itu (pasal 20 ayat 1). Sementara dalam UU N0 2
Tahun 1989 tidak lagi disebutkan dalam sekolah negeri. Yang berarti tidak lagi
membedakan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta dalam memberlakukan
pelajaran agama. Konsekuensi dari kebijakan ini pada dataran operasional
pendidikan telah dikeluarkan beberapa peraturan pemerintah. Di tahun berikutnya
yaitu PP No. 27 tahun 1990 tentang pendidikan prasekolah, PP no 28 Tahun 1990
tentang pendidikan dasar, PP no 29 Tahun 1990 tentang pendidikan menengah dan
PP No. 30 Tahun 1990 tentang pendidikan tinggi dan telah disempurnakakan
dalam PP No. 22 tahun 1999, semua perturan tersebut mengatur pelaksanaan
pendidikan agama di sekolah.
Pada tahun 1994 kebijakan kurikulum agama juga ditempatkan di seluruh
jenjang pendidikan menjadi mat pelajaran wajib anak SD sampai perguruan
tinggi. Pada jenjang pendidikan SD terdapat Sembilan mata pelajaran termasuk
pendidikan agama sedangkan di pendidikan SMP kurikulumnya juga sama dimana
pendidikan agama masuk dalam kelompok program pendidikan umum. Demikian

6
dengan hal SMU dimana pendidikan agama masuk dalam kelompok pengajaran
umum bersama pendidikan pancasila dan kwarganegaraan bahasa dan sastra
Indonesia, Sejarah nasional dan umum, Bahasa inggris, PENJASKES,
Matematika, IPA (fsisika, biologi, kimia) dan IPS (ekonomi, geografi dan
sosiologi)
Dari sudut pandang pendidikan agama kurikulum 1994 hanyalah
penyempurnaan perubahan-perubahan yang tidak memengaruhi jumlah jam
pelajaran dan karakter pendidikan kegamaan siswa, sebagaimana tahun-tahun
sebelumnya. Selanjutnya ada tahun 2003 ditetapkan undang-undang system
pendidikan nasional yang selanjutnya disebut dengan UU SISDIKNAS No. 20
Tahun 2003. Dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 ini pasal yang
mengundang perdebatan adalah pasal 12 bahwa pendidikan agama adalah hak
setiap peserta didik. Hal penting dalam system pendidikan nasional adalah
dicantumkannya madrasah diniyah dan pesantren sebagai pilar pendidikan
Indonesia. Regulasi pendidikan keagamaan dalam UU No.20 tahun 2003 dapat
diduga bertujuan untuk mengakomodinir tuntutan pengakuan terhadap model-
model pendidikan yang selama ini sudah berjalan dimasyarakat secara formal
(misalnya Madrasah diniyah salafiah almualimin ) namun tidak terakterditasi oleh
pemerintah karena kuriulumnya mandiri alias tidak mengikuti kurikulum sekolah
atau madrasah pada umumnya justru kemandirian kurikulum itu harus
dipertahankan dalam rangka memenuhi ragam karakter layanan pendidikan sesuai
kebutuhan masyarakat.

B. PERMASALAHAN PENDIDIKAN ISLAM


Pelaksanaan otonomi daerah telah menimbulkan perubahan besar bukan hanya
dalam bidang pendidikan dan birokrasi tetapi juga dalam bidang pendidikan.
Pendidikan umum yang berada dibawah naungan departemen pendidikan nasional
sudah jelas posisinya. Karena pendidikan termasuk yang kewenangannya diserahkan
kepada daerah atau disentralisasikan, sementara itu pendidikan agama (madrasah dan
pesantren) yang berada dibawah Departemen Agama sampai sekrang masih
doeprdebatkan. Ada keinginan dari lembaga-lembaga pendidikan agama ini juga
didesentralisasikan dalam artian pengelolaanya berada satu atap yaitu dinas
pendidikan di daerah. Dengan berada di bawah satu atap diharakan posisi pendidikan
agama tidak lagi termarginalkan tertama dalam aspek pembiayaan, ia akan masuk

7
dalam anggaran pembiayaan daerah (APBD). Namun disatu sisi masih banyak yang
berkeinginan agar posisi pendidikan agama tetap berada di bawah departemen agama
dengan didekonsentarsikan ke kantor wilayah Departemen Agama provinsi setempat.
Sayangnya sampai saat ini belum terdapat kesamaan visi dalam pengelolaan lembaga
pendidikan islam daerah setempat. Pihak pemerintah daerah umumnya masih
beranggapan bahwa pengelolaan lembaga pendidikan islam bukanlah tanggung jawab
mereka itu merupakan tanggun jawab Departemen Agama (Pusat), sehingga tidak
perlu ada penganggaran secara khusus. Sementara itu pihak Departemen Agama yang
merupakan payung penyelenggaraan lembaga pendidikan islam secara jujur memang
sangat terbatas dalam hal pembiayaan. Tapi sangat disayangkan balik segala
keterbatasan yang dimiliki tersebut kemampuan bargaining dengan pemerintah
daerah juga sangat rendah dan jarang sekali terjadi komunikasi yang baik antara
Departemen Agama dengan pemerintah daerah menyangkut pembiayaan lembaga
pendidikan yang menjadi binaanya. Di sisi lain tidak bisa dipungkiri bahwa peran
pendidikan islam untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia adalah sangat
penting dan urgen, kerna merupakan asset bangsa yang semsetinya harus dibantudan
dipelihara. Sayangnya peran pemerintah terhadap lembga-lembaga pendidikan islam
sejak awal kemerdekaan sampai sekarang sangat minim. Padahal lembaga-lembaga
pendidikan islam baik madarasah atau pesantren yang tersebar di kmpung-kampung
jumlahnya cukup signifikan.
Persoalannya sekarang adalah ketika pendidikan islam masuk dan diakui
dalam perspektif perundang-undangan pendidikan nasional baik UU No. 2 tahun 1989
maupun UU nomor 20 Tahun 2003. Secara realitas pendidikan islam yang dalam
konstalasi pendidikan di Indonesia hampeir mencapai 35%, secara umum masih
banyak teertinggal baik dari segi mutu, sarana parasarana, jumlah guru maupun
pendanaan. Persoalan lain meskipun pendidikan islam diakui dan diatur dalam UU
Sistem Pendidikan Nasional, apakah perlakuannya sama dengan sekolah-sekolah
umum. Hal ini sangat penting diperhatikan mengingat kesenjangan antara pendidikan
umum dengan pendidikan islam masih jauh sekali baik dalam hal fsilitas mauun
kesjahteraan secara indeks biaya perkapit pendidikan persiswanya.
Kebanyakan madrasah swasta bukan hanya tidak mampu memiliki parasarana
dan pendidikan yang memadai tetapi juga tidak mampu memberikan imbalan yang
memadai bagi guru dan tenaga kependidikannya. Akibatnya madrasah-madrasah

8
swasta hanya mampu memiliki jumlah guru dan tenaga kependidikan secara sangat
terbatas. Dilihat dari segi jumlahnya pendidikan madrasah (belum termasuk
pesantren) di Indonesia boleh dikatakan cukup signifikan. Yaitu Madrasah Aliyah
sebanyak 3.277, Madrasah Tsanawiyah sebanyak 10. 792 dan Madrasah Ibtidaiyah
22.799. dengan kondisi yang seperti ini seharusnya pemerintah tidak boleh bersikap
diskriminatif terhadap penyelenggaraan pendidikan islam hal ini tidak saja karena
alasan sejarah yang pernah menempatkan pendidikan islam sebgai satu-satunya
lembaga pendidikan di Indonesia yang tentu saja sangat menentukan keberadaan
bangsa ini juga karena alas an yang juga signifikan itu merupakan asset bangsa yang
harus diselamatkan.
Akibat perlakuan yang berbeda dan cenderung diskriminatif dari pemerintah
maka penyelenggaraan pendidikan islam khususnya yang bersatatus swasta di mana
sebagaian besar menghadapi kesulitan dan keterabtasab biaya mengakibatkan mutu
pendidikan islam yang sangat rendah. Ketertingga;an madrasah dibandngan dengan
sekolah umum menuntut semua pihak untuk menuntaskan permasalahan ini segera.

C. PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI SUBSISTEM PENDIDIKAN NASIONAL


Secara historis pendidikan islam tidak bisa terlepas dalam perjalanan bangsa
Indonesia. Pendidikan islam merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang ada di
Indonesia sebelum colonial Belanda memperkenalkan sekolah pada abad ke 19 dan
sejak saat itulah terjadi dualisme penyelenggaraan pendidikan di mana satu sisi
pendidikan islam terus berjalan. Setelah Indonesia merdeka pendidikan islam tidak
serta merta diamsukkan dalam sistem pendidikan nasional. Organisasi pendidikan
islam memang terus hidup dan berkembang namun tidak memperoleh perhatian
sepenuhnya dari pemerintah. Lembaga-lembaga pendidikan islam dibiarkan hidup
meskipun dalam keadaan yang sangat sederhana. Sekitar tahun 1964 departemen
agama telah meletakkan cita-cita pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi
pendidikan nasional khususnya pendidikan keagamaan. Pengembangan pendidikan
keagamaan semula memang dilakukan oleh masyarakat sendiri melalui berbagai
perkumpulan dan organisasi kemasyrakatan dengan mecoba menyelenggarakan
system pendidikn keagamaan dalam bentuk pesantren diniyah dan madrasah.
Pada sekitar 1970-an baru mulai adanya perhatian pemerintah yang ditujukan
untuk pembinaan madrasah misalnya dengan lahirnya SKB 3 Menteri tahun 1975
antara menteri dalam negeri, menteri agama dan menteri pendidikan dan kebudayaan

9
tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah SKB 3 disusul lagi dengan SKB
antara menteri agama dengan menteri pendidikan dan kebudayaan pada tahun 1984
tentang pengaturan pembakuan kurikulum sekolah umum dan kurikulum madrasah.
Upaya pengembangan dilakukan melalui pendifinisian berbagai kelemahan madrasah
seperti terlalu banyak pelajaran, rendahnya kualitas guru, sarana pendidikan yang
tidak memadai dan kebanyakan siswanya berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Pengakuan secara yuridis terhadap kelembagaan pendidikan islam dengan ciri
khasnya baru dapat dilihat dengan kehadiran UU no 2 tahun 1989 tentang sistem
pendidikan nasional. Dari perjalanan historisnya tersebut meskipun pendidikan islam
tak jarang mendapat tekanan dan kurang mendapat perhtian yang memadai dari
pemerintah namun pendidikan islam berhasil survive dalam berbagai situasi dan
mengarungi masa-masa sulitnya. Hal demikian menyebabkan pendidikan islam
memandang berbagai jeni nilai luhur seperti :
a. Nilai Historis, dimana pendidikan islam telah survive pada masa colonial hingga
zaman kemerdekaan. Pendidikan islam telah menyumbangkan nilai-nilai yang
sangat besar dalam kesinambungan kehidupan bangsa Indonesiadalam kehidupan
masyarakat, dalam perjuangan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan nya.
b. Nilai Religius, pendidikan islam di dalam perkembangan tentunya telh
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai agama islam sebagai slaah satu nilai
budaya bangsa Indonesia.
c. Nilai Moral, pendidikan islam tidak diragukan lagi sebagai pusat pemeliharaan
adan pengembangan nilai-nilai moral yang berdasar atas agama islam.

D. PENDIDIKAN ISLAM DALAM UUSPN


Pendidikan di Indonesia sebagai subsistem pendidikan nasional secara implisit
akan mencerminkan ciri-ciri kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Kenyataan seperti
ini dapat dipahami dari hasil rumusan seminar pendidikan islam se-Indonesia tahun
1960 yang memebrikan pengertian bahwa pendidikan islam ditujukan sebagai
bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran islam dan
hikmah mengarahkan, mengajarkan melatih mengasuh dan megawasi berlakunya
semua ajaran islam. Sementara itu tujuan ideal yang ingin dicapai oleh bangsa
Indonesia lewat proses dan system pendidikan nasional seperti yang termaktub dalam
UUSPN no 20 tahun 2003 adalah:

10
“mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhalak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.”

Dengan melihat dua tujuan pendidikan diatas baik tujuan pendidikan islam
maupn tujuan pendidikan nasional tampak saling tidak terdapat dua kesamaan
dimensi yang ingin diwujudkan yaitu:

a. Dimensi transcendental (lebih dari hanya sekedar ukhrawi) yang berupa


ketakwaan, keimana keiklasan.
b. Dimesi duniawi melalui nilai nilai material sebagai sarananya seperti
pengetahuan, kecerdasan, keterampilan, keintelektualan dan sebagainya.

Dengan demikian keberhasilan pendidikan islam akan membantu terhadap


keberhasilan pendidikan nasional. Begitu sebaliknya keberhasilan pendidikan nasional
secara makro turut membantu pencapaian tujuan pendidikan islam. Oleh karena itu,
keadaan lembaga pendidikan islam mestinya oleh pemerintah harus dijadikan mitra
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. UU No. 20 tahun 2mua003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional merupakan undang-undang yang mengatur penyelenggaraan satu
sistem pendidikan nasional sebagaimana dikehendaki UUD 1945. Dengan demikian
berarti UU No. 20 tahun 2003 merupakan wadah formal terintegrasinya pendidikan
islam dalam sistem pendidikan nasional. Sepintas pasal-pasal yang termuat dalam UU
No. 20 tahun 2003 yang menenmpatkan posisi pendidikan islam dalam kerangka
sisitem pendidikan nasional. Pada dasarnya sebelum UU No. 20 tahun 2003 lahir,
pada UU No. 2 tahun 1989 juga posisi pendidikan islam sudah diatur sedemikian
rupa, hanya saja dalam kerangka pelaksanaannya yang sering mendapatkan kendala,
sehingga pendidikan islam masih dianggap sebagai pendidikan yang terpisah dari
system pendidikan nasional.

Kalau dianalisis lebih lanjut tentang perbandingan anatar pendidikan nasional


dengan pendidikan islam, maka akan lebih terlihat bahwa pada dasarnya pendidikan
islam merupakan bagian tak terpisahkan dari system pendidikan nasional dan akan
selalu berjalan searah dan setujuan.

11
1. Pada pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…” merupakan cita-cita bangsa Indonesia
yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan nasional. Hal tersbut bila dipandang
dari perspektif konteks pendidikan islam tidaklah bertentangan dan menyalahi
tujuan pendidikan islam. Wajar sekali kedua sistem dikembangkan secra terpadu
karena berorientasi pada tujuan dan wada yang sama.
2. Sebagaimana dikehendaki Founding Father bahwa karakteristik pendidikan
nasional seeprti dirumuskan yaitu pendidikan keverdasan akal budi yang
bersendikan agama dan kebudayaan bangsa dengan tujuan untuk mewujudkan
keselamatan dan kebahagianan masyrakat.
3. Tidak bisa dipungkiri bahwa unsur-unsur budaya islam telah menjadi bagian
integral dari warisan budaya bagsa sehingga pendidikan nasional yang bertujuan
untuk memajukan kebudayaan nasional akan berarti pula memajukan unsur-unsur
budaya islam. Begitu pula pendidikan di pesantren dan madrsah, merupakan suatu
bagian dari warisan budaya bagsa yang di bina dan dikembangkan dalam rangka
pembinaan pendidikan nasional juga bisa berarti memajukan dan mengembangkan
sistem pendidikan islam.
4. Pada bagian lain, system pendidikan pada sekolah-sekolah modern yang juga
merupakan bagian dari warisan budaya bangsa yang kemudian menjadi inti atau
unsur dalam pendidikan nasional, apabila ditinjau dari segi konsep filosofik
pendidikan islam, ternyata bahwa sekolah-sekolah dan system budaya modern
tersebut adalah aktualisasi potensi fitrah manusia dalam system atau lingkungan
budaya bangsa barat. System dan lingkngan yang dikehendaki oleh islam adalah
system dan lingkungan budaya terbuka, yang bercorak universal. Oleh sebab itu,
penerimaan unsur-unsur budaya modern barat ke dalam system lingkungan
budaya islam bukanlah merupakan hal yang bertentangan dengan ajaran islam,
dan dalam hal ini lebih merupakan suatu kewajaran.

Demikian beberapa analisis yang berkenaan dengan bagaimana keterpaduan


pendidikan islam dengan pendidikan nasional sehingga wajar bila dikatakan bahwa
pendidikan islam merupakan bagian atau subsistem dari pendidikan nasional.

12
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Kebijakan pemerintah terhadap pendidikan islam dalam perspektif historis ada 3


yaitu:

 Kebijakan pendidikan islam pada masa orde lama


 Kebijakan pendidikan islam pada masa orde baru
 Kebijakan pendidikan islam pada era reformasi

Dalam berkembangnya pendidikan islam di Indonesia terdapat masalah-masalah yang


diahadapi seperti Pendidikan islam yang menjadi tanggung jawab dari departemen agama
yang tidak menjadi tanggung jawab juga untuk pemerintah daerah dimana semua hal yang
berkaitan dengan oendidikan agama dibebankan kepada departamen pendidikan (pusat).
Pembiayaan untuk penegmbangan pendidikan islam pun terbatas dan tidak dianggarkan
secara khusus dalam APBD. Masih adanya sikap yang diskriminatif terhadap pendidikan
islam di Indonesia dalam perkembangannya enjadi terhambat. Padahal lembaga-lembaga
pendidikan iskam yaitu seperti pesantren dan madrsah yang mempunyai jumlah yang cukup
signifikan tap kurangnya perhatian pemerintah terhadap hal itu pun menghambat perkembang
dari endidikan islam itu sendiri.

Pendidikan islam merupakan subsistem dari pendidika nasional karena mempunyai


tujuan yang tidak jauh berbeda. Pendidikan islam dan pendidikan nasional mempunyai tujuan
yaitu sama-sama ingin memajukan bangsa Indonesia melalui pendidikan. Selama
perkembangnnya juga pendidikan islam memiliki nilai-nilai yang menjadi dasar untuk
berkembangya pendidikan di indonesia seperti nilai historis, religious dan moral dimana
semua itu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam UU SISDIKNAS
No. 20 Tahun 2003. Dalam UUSPN pendidikan islam membantu kebehasilan pendidikan
nasional, karena tujuannya juga sama dengan menegambangkan moral dan nilai religiusitas
peserta didik. Walaupun dalam perkembangannya pendidikan islam belum mendapat
perhatian secara khusus oleh pemerintah baru pada tahun 1970-an pemerintah memebrikan

13
perhatiannya kepada pendidikan islam yang ditujukan untuk pembinaan madrasah-madrasah.
Yang apada dasarnya Pendidikan Islam memang sangat penting adanya untuk perkembangan
pendidikan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah.2015. Kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT. Rajagarfindo Persada

https://masdukiahmad.wordpress.com/2015/05/19/kebijakan-terhadap-pendidikan-islam-di-indonesia/
(SABTU. 26 MEI 2018 , pukul 14: 45)
http://www.anekamakalah.com/2012/07/kebijakan-pemerintah-dalam-pendidikan.html
(SABTU, 26, MEI 2018, pukul 24:38)

14

Anda mungkin juga menyukai