Dosen Pengampu :
DISUSUN OLEH :
KHOLISSOTUN NASIHA
JURUSAN TARBIYAH
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung lama bersamaan dengan
masuknya Islam di Indonesia. Sejumlah literatur tentang sejarah perkembangan
Islam mensinyalir bahwa Islam masuk dan disebar ke Indonesia melalui
pedagang-pedagang yang beragama Islam baik dari Asia maupun Timur Tengah.
Semula pendidikan Islam terlaksana secara informal antara pedagang dan atau
mubaligh dengan masyarakat sekitar. Kegiatan pendidikan berlangsung di mesjid
ataupun di surau/langgar. Setelah berdirinya kerajaan-kerajaan Islam pendidikan
Islam berada dibawah pengawasan dan tanggungjawab kerajaan. Penyelenggaraan
pendidikan Islam tidak hanya di mesjid dan langgar tetapi juga berkembang ke
tempat khusus untuk belajar ilmu agama Islam secara lebih mendalam, teratur dan
tertib dalam penyampaian pesan-pesan ajaran Islam tersebut. Tempat menuntut
ilmu Islam ini dikenal masyarakat sebagai pesantren.
Masuknya penjajah (khususnya penjajah Barat) di Indonesia membawa
banyak perubahan mendasar dalam dinamika pengajaran dan pendidikan agama
Islam di Indonesia. Penjajahan yang memiliki ciri ingin melanggengkan
kekuasaan di negeri jajahannya itu sedikit banyak telah berhasil menanamkan
paradigma di masyarakat tentang perbedaaan antara pendidikan Islam dan
pendidikan Barat. Sehingga memunculkan pandangan bahwa pendidikan Islam di
Pesantren lebih pada masalah keakheratan, sedangkan pendidikan Barat (ilmu-
ilmu umum) lebih bertumpu pada persoalan keduniawian belaka. Paradigma ini
terus berlanjut hingga kini.
Seperti dikemukakan diatas bahwa sesungguhnya pendidikan Islam itu
telah berlangsung sejak lama. bahkan jauh sebelum pendidikan umum
diselenggarakan oleh penjajah Belanda di bumi Nusantara ini. Disisi lain, seperti
telah disinggung dimuka bahwa sumbangan pemikir dan tokoh Islam dalam
pengembangan ilmu pengetahuan (sebagian mengenalnya sebagai ilmu
pengetahuan Barat) tidak diragukan lagi. Ide, gagasan atau pandangan yang digali
dari wahyu Ilahi berupa ayat-ayat qauliyah serta hasil-hasil penelitian sebagai
fenomena kauniyah merupakan landasan berpijak para cendikiawan Muslim
tatkala mengembangkan suatu ilmu .
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia yang semula berangkat
dari kemandirian, bebas pengaruh otoritas kebijakan, sedikit banyak mulai
terpengaruh. Madrasah sebagai bagian dari lembaga pendidikan Islam cukup
dinamis dalam menanggapi kondisi kekinian masyarakat. Pada awalnya
kurikulum Madrasah menitikberatkan pada pendidikan agama dari pada ilmu-ilmu
umum, tapi kini berbalik yakni: 70 persen ilmu umum dan 30 persen agama.
Dengan demikian, berdasakan problematika di atas, maka dalam makalah
ini akan mengupas tentang pendidikan islam di Indonesia yang ada pada sekolah
umum dan agama serta menindak lanjuti solusinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendidikan Agama di sekolah dan madrasah ?
2. Bagaimana usaha Pemerintah untuk meningkatkan mutu madrasah agar
sejajar dengan sekolah umum yang setingkat ?
3. Bagaimana usaha guru professional dalam penyelenggaraan pendidikan islam
di sekolah dan madrasah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hal yang mendasari Pendidikan Agama di sekolah dan
Madrasah
2. Untuk mengetahui usaha Pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan
agam islam.
3. Untuk mengetahui usaha guru professional dalam penyelenggaraan
pendidikan islam di sekolah dan madrasah?
BAB II
PEMBAHASAN
Hal ini sesuai dengan rumusan UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3
tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu : Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Dari kutipan tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional di atas,
dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional,
pendidikan agama menempati tempat yang strategis secara operasional, yaitu
pendidikan agama mempunyai relevansi dengan pendidikan kehidupan bangsa
dan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya sesuai amanat Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Upaya pendidikan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,
memberikan makna perlunya pengembangan seluruh dimensi aspek kepribadian
seluruh makna perlunya pengembangan seluruh dimensi aspek kepribadian
seluruhnya secara seimbang dan selaras. Konsep manusia seutuhnya harus
dipandang memiliki unsur jasad, akal, dan kalbu serta aspek kehidupannya
sebagai makhluk individu, sosial, susila, dan agama. Kesemuanya harus berada
dalam kesatuan integrlistik yang bulat. Pendidikan agama perlu diarahkan untuk
mengembangkan iman, akhlak, hati nurani, budi pekerti serta aspek kecerdasan
dan keterampilan sehingga terwujud keseimbangan. Dengan demikian, pendidikan
agama secara langsung akan mampu memberikan kontribusi terhadap seluruh
dimensi perkembangan manusia Indonesia seutuhnya seperti tercermin dari semua
unsur yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti yang
dimaksudkan.1
Dalam pelaksanaan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang objeknya
adalah pribadi anak yang sedang berkembang, maka adanya hubungan timbal
balik antara penanggung jawab pendidikan, yaitu yang di dalamnya terdiri dari
kepala sekolah, para guru, staf ketatausahaan, orang tua dan anggota keluarga
lainnya mutlak diperlukan. Hal ini bukan hanya karena peserta didik masih
memerlukan perlindungan dan bimbingan sekolah dan keluarga tersebut, tetapi
juga pengaruh pendidikan dan perkembangan kejiwaan yang diterima peserta
didik dari kedua lingkungan tersebut tidak boleh menimbulkan pecahnya
kepribadian anak. Pengaruh komplikasi psikologis tersebut selain bisa
mengakibatkan frustasi pada diri anak, juga dapat menghambat perkembangan
jiwa anak didik.
Dengan kata lain, suatu kerjasama antara penanggung jawab pendidikan
tersebut perlu diintensifkan, baik melalui usaha guru-guru di sekolah maupun
orang-orang tua murid. Pertemuan antara kedua pendidik (guru dan orang tua)
perlu diadakan secara periodik, kunjungan guru ke rumah orang tua murid yang
diatur secara periodik untuk saling mengadakan pertukaran pikiran dan pendapat
tentang anak didiknya adalah merupakan kegiatan padagogis yang sangat penting
artinya bagi usaha menyukseskan pendidikan agama.
Guru perlu mengetahui sedikit tentang suasana rumah, tempat anak itu hidup,
sehingga guru mengetahui suasana hidup keagamaannya dan bagaimana
pandangannya terhadap perlunya pendidikan agama bagi putra-putrinya.Guru
memerlukan keterangan-keterangan dari orang tua murid mengenai anaknya
masing-masing. Melalui cara demikian, guru akan memperoleh petunjuk-petunjuk
yang berharga yang dapat digunakan guna pendidikan anak di sekolah.
Lingkungan masyarakat juga mempunyai pengaruh pada pendidikan anak di
sekolah. Terhadap pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah, sekolah dan
masyarakat mempunyai hubungan timbal balik, yaitu sekolah menerima pengaruh
masyarakat dan masyarakatnya juga dipengaruhi oleh hasil pendidikan sekolah.
Menjadi tugas sekolah untuk mengenal anak agar mereka belajar hidup di
masyarakat dan belajar memahaminya dan mengenal baik buruknya.
Dengan demikian, dengan cara tersebut diharapkan agar anak memahami dan
menghargai suasana masyarakatnya. Salah satu dari tujuan sekolah adalah
mengantar anak dari dalam kehidupannya di dalam masyarakat. Dengan demikian,
pendidikan agama yang berlangsung dan diselenggarakan masyarakat harus
menjadi penunjang dan pelengkap yang mampu untuk mengembangkan
pengetahuan dan wawasan keagamaan anak. Demikian pula hendaknya yang
terjadi di lingkungan keluarga, pendidikan agama harus menjadi pendorong yang
saling menguatkan, sehingga melalui program keterpaduan dapat dikembangkan
program pendidikan agama yang berkelanjutan, yang saling mengisi dan
menguatkan.
1 Depdiknas, kurikulum 2004 Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah
Atas dan Madrasah Aliya, (Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2003), hlm. 17.
Program pendidikan agama pada ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus
diusahakan agar tidak tumpang tindih, tidak saling melemahkan dan tidak jadi
bertentangan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, prinsip keterpaduan
pendidikan agama Islam akan tercapai dengan baik. Selanjutnya, perlu ditegaskan
kembali di sini bahwa pendidikan agama berfungsi membentuk manusia
Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa serta
berakhlak mulia dan mampu menjaga kerukunan hubungan antarumat beragama.
Adapun tujuan pendidikan agama, yaitu untuk berkembangnya kemampuan
peserta didik dalam mengembangkan, memahami, menghormati dan
mengamalkan nilai-nilai agama Islam, penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni. Perlu diingat bahwa dalam pelaksanaan pendidikan agama harus
memerhatikan prinsip dasar sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pendidikan agama harus mengacu pada kurikulum pendidikan
agama yang berlaku sesuai dengan agama yang dianut peserta didik.
2. Pendidikan agama harus mendorong peserta didik untuk taat menjalankan
ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama sebagai
landasan etika dan moral dalam berbangsa dan bernegara.
3. Pendidikan agama harus dapat menumbuhkan sikap kritis, kreatif, inovatif,
dan dinamis sehingga menjadi pendorong peserta didik untuk menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Pendidikan agama harus mampu mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan
rasa hormat internal agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain.
5. Satuan pendidikan yang berciri khas agama dapat menciptakan suasana
keagamaan dan menambah muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan,
seperti tambahan materi, jam pelajaran, dan kedalamannya.
2. Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah
Secara historis, pada tahap-tahap awal perjalanan madrasah tidaklah begitu
mulus, kendatipun didirikan dengan nama madrasah, semula yang dikehendaki
ialah suatu lembaga pendidikan dengan sistem klasikal, yang didalamnya anak
didik mendapatkan ilmu pengetahuan agamaan umum secara berimbang. Tetapi
prakteknya hanya dicerminkan oleh sistem klasikalnya saja, sementara kurikulum
yang diajarkan tetap semata-mata bidang studi agama. Karena itu banyak
madrasah pada tahap-tahap awal ini tidak bedanya dengan pesantren tradisional
yang sudah lama berjalan.
Dari kenyataan-kenyataan tersebut, maka oleh Departemen Agama
diadakanlah upaya-upaya untuk peningkatan kualitas madrasah, yang salah satu
aspeknya adalah kurikulum. Untuk masalah kurikulum ini, dalam
perkembangannya telah beberapa kali diadakan perubahan, dari yang muatannya
lebih banyak pengetahuan agama dari pada pengetahuan umum sampai dengan
diberlakukannya kurikulum 1994 yang memuat kurang lebih 10% pendidikan
agama dan 90% pengetahuan umum.
Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan pada madrasah merupakan
perpaduan antara sistem pondok pesantren dengan sistem yang berlaku pada
sekolah-sekolah modern. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara
berangsur-angsur, mulai dari mengikuti system klasikal. Sistem pengajian kitab,
diganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu, walaupun masih menggunakan
kitab-kitab yang lama. Kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan terhadap
sejumlah bidang pelajaran tertentu.
Pada perkembangan berikutnya sistem pondok mulai ditinggalkan dan berdiri
madrasah-madrasah yang mengikuti sistem yang sama dengan sekolah-sekolah
modern. Namun demikian, pada tahap-tahap awal madrasah tersebut masih
bersifat diniyah yang hanya mengajarkan pengetahuan agama.
Tampaknya, ide-ide pembaharuan yang berkembang di dunia Islam dan
kebangkitan nasional bangsa Indonesia sangat besar pengaruhnya, sedikit demi
sedikit pelajaran umum masuk ke dalam kurikulum madrasah, dan terus berproses
sebagaimana digambarkan terdahulu. Buku-buku pelajaran agama mulai disusun
khusus sesuai dengan tingkatan madrasah, sebagaimana halnya dengan buku-buku
pengetahuan umum yang berlaku di sekolah-sekolah umum. Bahkan kemudian
timbullah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem perjenjangan dan bentuk-
3 Zuhairini & Abdul Ghofur, Metodelogi Pembelajaran PAI, 2004, hal. 30-31
bentuk sekolah-sekolah modern, seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI) untuk tingkatan
dasar, Madrasah Tsanawiyah (MTs) untuk tingkatan SMP, Madrasah Aliah (MA)
untuk tingkatan SMA, dan ada pula Kuliah Muallimin (pendidikan guru) yang
disebut normal Islam.4
Dalam tahap selanjutnya, penyesuaian tersebut demikian terpadunya,
sehingga kabur perbedaannya, kecuali pada kurikulum dan nama madrasah yang
diembeli dengan Islam. Kurikulum madrasah masih mempertahankan agama
sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan prosentase yang berbeda. Pada
waktu pemerintah RI dalam hal ini Kementrian Agama mulai mengadakan
pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah, melalui
Kementrian Agama, merasa perlu menentukan kriteria-kriteria madrasah. Kriteria
yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk madrasah-madrasah yang berada
dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata
pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu.5
Adapun pengetahuan umum yang diajarkan pada madrasah pada masa-masa
awal adalah:
1. Membaca dan menulis (huruf latin) bahasa Indonesia
2. Berhitung
3. Ilmu bumi
4. Sejarah Indonesia dan Dunia
5. Olahraga dan kesehatan. 6
BAB III
9 Sardiman AM., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 1996, hal. 131-132
10 Ibid. hal. 134
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Seperti yang dikatakan terdahulu, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang religius. Terbukti dengan adanya bekas-bekas peninggalan sejarah
menunjukkan hal itu. Pada tanggal 1 Juni 1945 di muka Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Soekarno yang kemudian menjadi
presiden pertama RI mengatakan bahwa pentingnya bangsa Indonesia bertuhan,
dan mengajak segenap bangsa Indonesia untuk mengamalkan agama yang
menjadi kepercayaannya.
Kemudian setelah kemerdekaan eksistensi pendidikan agama di sekolah
umum sedikit demi sedikit mendapat perhatian. Hal ini terlihat dari kebijakan-
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sehingga akhirnya pada undang-
undang no. 20 /2003 pendidikan agama diselenggarakan tidak hanya oleh
pemerintah tapi kelompok masyarakat, dan pemeluk agama telah diperbolehkan
untuk berpartisifasi menyelanggarakan melalui jalur formal, nonformal dan
informal.
2. Usaha Pemerintah untuk meningkatkan mutu madrasah agar sejajar dengan
sekolah umum yang setingkat. Usaha itu diwujudkan dengan keluarnya Surat
Keputusan Bersama Tiga Menteri yang kemudian dikenal dengan SKB 3 M. yang
dimaksud dengan SKB 3 M yaitu keputusan bersama antara Menteri Agama
dengan SK No. 6 Tahun 1975, Menteri P&K dengan SK No. 37/U/1975 dan
Menteri Dalam Negeri dengan SK No. 36 Tahun 1975, tertanggal 24 Maret 1975
tentang Peningkatan Mutu Madrasah.
Yang dimaksud dengan madrasah SKB 3 M yaitu lembaga pendidikan
yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang
diberikan sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum. Sedangkan
sebelum SKB 3 M, komposisi kurikulum madrasah yaitu70% pelajaran agama
dan 30% pelajaran umum.
Adapun tujuan SKB 3 M ialah meningkatkan mutu madrasah agar tingkat
pelajaran umum di madrasah mencapai tingkat yang sama dengan sekolah umum
yang setingkat, yakni: (1) Madrasah Ibtidaiyah [MI] untuk tingkatan dasar, (2)
Madrasah Tsanawiyah [MTs] untuk tingkatan SMP, (3) Madrasah Aliyah [MA]
untuk tingkatan SMA.
Dengan pernyataan tingkat mutu tersebut maka:
1) ijazah marasah memiliki nilai yang sama dengan nilai ijazah dari sekolah
umum yang setingkat;
2) murid madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang setingkat; dan
3) lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebih
tinggi.
Untuk mencapai tingkatan yang sama dengan sekolah umum, usaha
peningkatan yang akan dilakukan meliputi: (1) masalah kurikulum; (2) buku
pelajaran, alat pelajaran dan sarana pelajaran pada umumnya; dan (3) masalah
pengajar/pendidik.
Dengan usaha peningkatan tersebut maka tingkat pendidikan umum pada
madrasah akan setingkat dengan pendidikan umum pada sekolah umum, sehingga:
1) standar pelajaran umum MI sama dengan standar pelajaran umum di SD;
2) standar pelajaran umum di MTs sama dengan standar pelajaran umum di
SMP;
3) standar pelajaran umum di MA sama dengan standar pelajaran umum di
SMA.