Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PSIKOLOGI PEMBELAJARAN AUD

PEMBELAJARAN BAGI SISWA


BERKEBUTUHAN KHUSUS / INKLUSI

Dosen Pengampu : Duwi Meilina, M.Pd

OLEH :

ANITA LESTARI

REZA SEPTIANI NINGSIH

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MA’ARIF
WAY KANAN LAMPUNG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Pembelajaran AUD yang berjudul “ Pembelajaran bagi Siswa yang
berkebutuhan Khusus / Inklusi “ yang di ampu oleh ibu Duwi Meilina,M.Pd
Penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Way Kanan 25 Februari 2020


Penyusun

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Inklusif................................................................ 2
B. Tujuan dan Manfaat Pendidikan inklusif................................................. 2
C. Kurikulum Dan Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK)...................................................................................................... 3
D. Langkah-Langkah Proses Pembelajaran Inklusif..................................... 10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.............................................................................................. 13
B. Saran........................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan inklusi merupakan seseuatu yang baru di dunia pendidikan
Indonesia. Istilah pendidikan inklusif atau inklusi, mulai mengemuka sejak tahun
1990, ketika konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua, yang diteruskan
dengan pernyataan salamanca tentang pendidikan inklusif pada tahun 1994.

Pendidikan inklusif  memiliki prinsip dasar bahwa selama memungkinkan,


semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan
ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Tetapi yang membedakan
adalah masyarakatnya, mereka berpandangan bahwa sekolah inklusif hanya untuk
siswa berkebutuhan khusus dan belum sepenuhnya wali murid percaya pada
sekolah inklusif ada yang lebih memilih home schooling untuk anak mereka, yang
menjadi pertanyaan disini adalah bagaimana agar sekolah inklusif tidak dipandang
rendah oleh masyarakat? dan bagaimana sekolah inklusif mendapat kepercayaan
dari masyarakat agar anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus disekolahkan
di sekolah inklusif? itulah yang menjadi tugas pemerintah untuk memberdayakan
sekolah inklusif lebih baik lagi dan mendapat kepercayaan dikalangan
masyarakat.

B. Rumusan Masalah.

1. Apa pengertian pendidikan inklusif?

2. Apa tujuan dan manfaat pendidikan inklusif?

3. Apa saja kurikulum dan model pendidikan inklusif?

4. Langkah-Langkah Proses Pembelajaran Inklusi ?

 
 
BAB II
PEMBAHASAN
 
A.      PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSIF

Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan


anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa
bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil 1994).
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung
semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan
yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan
setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru,
agar anak-anak berhasil (Stainback, 1980).
Sekolah inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu.
Pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua
diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan
berbagai modifikasi dan atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana dan
prasarana, tenaga pendidikan dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada
sistem penilaiannya.

B.      TUJUAN DAN MANFAAT PENDIDIKAN INKLUSIF


Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang
mengikut-sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak
sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan
penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun
sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.
Manfaat pendidikan inklusif adalah :
1. Membangun kesadaran dan konsensus pentingnya pendidikan inklusif
sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif.
2. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi
pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik
dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.

2
3. Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan
masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.
4. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu
pendidikan bagi semua anak.

C.    KURIKULUM DAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK


BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) perlu memerlukan pelayanan pendidikan


secara khusus. Hal ini dikarenakan mengingat mereka memiliki hambatan internal
antara lain fisik, kognitif dan sosial-emosional. Pendidikan bagi anak tersebut
dapat di lakukan baik dalam system segregatif di sekolah luar biasa (SLB)
maupun system inklusif pada sekolah umum/regular yang menyelenggarakan
pendidikan inklusif.
Kategori ABK disini adalah peserta didik yang mengalami hambatan visual
impairments, hearing impairment, mental retardation, physical and health
disabilities, communication disorders, slow learner, learning disabilities, gifted
and talented, ADHD, autis dan multiply handicapped.
 Pendidikan inklusif memiliki ciri-ciri antara lain:
(1) ABK belajar bersama-sama dengan anak rata-rata lainnya
(2) setiap anak memperoleh layanan pendidikan yang layak, menantang dan
bermutu
(3) setiap anak memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhannya
(4) system pendidikan menyesuaikan dengan kondisi anak.
 Pendidikan inklusif memiliki keuntungan antara lain:
(1) dapat memenuhi hak pendidikan bagi semua orang (education for all);
(2) mendukung proses wajib belajar;
(3) pembelajaran emosi-sosial bagi ABK;
(4) pembelajaran emosi-sosial-spiritual bagi anak rerata lainnya;
(5) pendidikan ABK lebih efisien.
Kurikulum adalah seperangkat rencana pembelajaran yang didalamnya
menampung pengaturan tentang tujuan, isi, proses, dan evaluasi.

3
Dengan demikian kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum
yang dirancang, diberlakukan dan diimplementasikan dalam satu lembaga atau
satuan pendidikan tertentu.
Selanjutnya silabus merupakan rancangan pembelajaran yang disusun oleh
guru selama satu semester. Sedangkan RPP sebagai rencana pembelajaran yang di
susun guru untuk satu atau bebrapa pertemuan dengan peserta didik.
Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi ABK dapat dikelompokan
menjadi empat, yakni:
1.       DUPLIKASI KURIKULUM
Yakni ABK menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya sama dengan
siswa rata-rata/regular. Model kurikulum ini cocok untuk peserta didik tunanetra,
tunarungu wicara, tunadaksa, dan tunalaras. Alasannya peserta didik tersebut tidak
mengalami hambatan intelegensi. Namun demikian perlu memodifikasi proses,
yakni peserta didik tunanetra menggunkan huruf Braille, dan tunarungu wicara
menggunakan bahasa isyarat dalam penyampaiannya.
2.       MODIFIKASI KURIKULUM
Yakni kurikulum siswa rata-rata/regular disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan/potensi ABK. Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada
peserta didik tunagrahita dan modifikasi kurikulum ke atas (eskalasi) untuk
peserta didik gifted and talented.
3.       SUBSTITUSI KURIKULUM
Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata ditiadakan dan diganti dengan
yang kurang lebih setara. Model kurikulum ini untuk ABK dengan melihat situasi
dan kondisinya.
4.       OMISI KURIKULUM
Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu ditiadakan total,
karena tidak memungkinkan bagi ABK untuk dapat berfikir setara dengan anak
rata-rata.
4.      MODEL PENDIDIKAN INKLUSIF
Pendidikan inklusif pada dasarnya memiliki dua model. Pertama yaitu model
inklusi penuh (full inclusion). Model ini menyertakan peserta didik

4
berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual dalam kelas
reguler.
Kedua yaitu model inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini
mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian
pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-
kelas pull out dengan bantuan guru pendamping khusus.
Model lain misalnya dikemukakan oleh Brent Hardin dan Marie
Hardin. Brent dan Maria mengemukakan model pendidikan inklusif yang mereka
sebut inklusif terbalik (reverse inclusive). Dalam model ini, peserta didik normal
dimasukkan ke dalam kelas yang berisi peserta didik berkebutuhan khusus. Model
ini berkebalikan dengan model yang pada umumnya memasukkan peserta didik
berkebutuhan khusus ke dalam kelas yang berisi peserta didik normal.
Model inklusif terbalik agaknya menjadi model yang kurang lazim
dilaksanakan. Model ini mengandaikan peserta didik berkebutuhan khusus sebagai
peserta didik dengan jumlah yang lebih banyak dari peserta didik normal. Dengan
pengandaian demikian seolah sekolah untuk anak berkebutuhan khusus secara
kuantitas lebih banyak dari sekolah untuk peserta didik normal, atau bisa juga
tidak. Model pendidikan inklusif seperti apapun tampaknya tidak menjadi
persoalan berarti sepanjang mengacu kepada konsep dasar pendidikan inklusif.
Model pendidikan inklusif yang diselenggarakan pemerintah Indonesia yaitu
model pendidikan inklusif moderat. Pendidikan inklusif moderat yang dimaksud
yaitu:
1. Pendidikan inklusif yang memadukan antara terpadu dan inklusi penuh
2. Model moderat ini dikenal dengan model mainstreaming
 Model pendidikan mainstreaming merupakan model yang memadukan antara
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa) dengan
pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam
kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja.
Filosofinya tetap pendidikan inklusif, tetapi dalam praktiknya anak berkebutuhan
khusus disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhannya. Anak berkebutuhan khusus dapat berpindah dari satu bentuk
layanan ke bentuk layanan yang lain, seperti:

5
1)   Bentuk kelas reguler penuh
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari
di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2)  Bentuk kelas reguler dengan cluster
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler dalam kelompok khusus.
3)   Bentuk kelas reguler dengan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang
sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4)   Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari
kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru
pembimbing khusus.
5)   Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkebutuhan khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler,
namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler.
6)   Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler
Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah
reguler.
Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada model di atas tidak
mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap
saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan
sebagian anak berkebutuhan khusus dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi
dengan gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkebutuhan
khusus yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya
berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang
gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler
(sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus
(rumah sakit).

6
1. Model kurikulum pada pendidikan inklusi dapat dibagi tiga, yaitu :
1. Model kurikulum regular penuh
2. Model kurikulum regular dengan modifikasi
3. Model kurikulum PPI

 Pengertian
a.  Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta
didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti
kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama.
b. Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang
dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun
pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan
peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa
berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.
c. Model kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI
yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas,
guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang
terkait.
Kurikulum PPI atau dalam bahasa Inggris Individualized Education
Program (IEP) merupakan karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif.
Konsep pendidikan inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan
adanya penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan
individu. Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih.
Thomas M. Stephens menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan yang
melayani kebutuhan unik peserta didik dan merupakan layanan yang disediakan
dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas
program tersebut akan ditentukan.

 Perbedaan
Perbedaan dari ketiganya sudah nampak pada pengertiannya, yakni :
a. Model kurikulum regular penuh, Peserta didik yang berkebutuhan khusus
mengikuti kurikulum reguler ,sama seperti teman-teman lainnya di dalam

7
kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses
pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajar.
b. Model kurikulum regular dengan modifikasi, kurikulum regular
dimodifikasi oleh guru dengan mengacu pada kebutuhan siswa berkebutuhan
khusus.
c. Model kurikulum PPI, kurikulum disesuaikan dengan kondisi peserta didik
yang melibatkan berbagai pihak. Guru mempersiapkan Program
Pembelajaran Individual (PPI) yang dikembangkan bersama tim pengembang
Kurikulum Sekolah. Model ini diperuntukan bagi siswa yang tidak
memungkinkan mengikuti kurikulum reguler.
 
 Keunggulan dan kelemahan
a.      Model kurikulum regular penuh
Keunggulan:
Peserta didik berkebutuhan khusus dapat mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya. (Freiberg, 1995)
Kelemahan:
Peserta didik berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode
pengajaran dan kurikulum yang ada. Pada saat-saat tertentu, kondisi ini dapat
menyulitkan mereka. Misalnya, saat siswa diwajibkan mengikuti mata pelajaran
”menggambar.” Karena memiliki hambatan penglihatan, tentu saja siswa
disability tidak bisa ”menggambar.” Tapi, karena mata pelajaran ini wajib dengan
kurikulum yang ”ketat”, ”tidak fleksibel,” tidaklah dimungkinkan bagi guru
maupun siswa disability untuk melakukan ”adaptasi atau subsitusi” –untuk mata
pelajaran ”menggambar” tersebut.
b.      Model kurikulum regular dengan modifikasi
Keunggulan:
Peserta didik berkebutuhan khusus dapat diberi pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Kelemahannya:
Tidak semua guru di sekolah regular paham tentang ABK. Untuk itu perlu adanya
sosialisasi mengenai ABK dan kebutuhannya.

8
c.       Model kurikulum PPI
Keunggulan:
Peserta didik mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan.
Kelemahan:
Guru kesulitan dalam menyusun IEP dan sangat membutuhkan waktu yang
banyak.
Pembelajaran Model Inklusif di Kelas Reguler
Pola pembelajaran yang harus disesuaikan dengan anak berkebutuhan khusus
biasa disebut dengan Individualized Education Program (IEP) atau Program
Pembelajaran Individual (PPI). Program Pembelajaran Individual meliputi enam
komponen, yaitu elicitors, behaviors, reinforcers, entering behavior, terminal
objective, dan enroute. Secara terperinci, keenam komponen tersebut yaitu:
1. Elicitors, yaitu peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan atau
menyebabkan perilaku
2. Behaviors, merupakan kegiatan peserta didik terhadap sesuatu yang dapat ia
lakukan
3. Reinforcers, suatu kejadian atau peristiwa yang muncul sebagai akibat dari
perilaku dan dapat menguatkan perilaku tertentu yang dianggap baik
4. Entering behavior, kesiapan menerima pelajaran
5. Terminal objective, sasaran antara dari pencapaian suatu tujuan pembelajaran
yang bersifat tahunan
6. Enroute, langkah dari entering behavior menujut ke terminal objective
7. Model pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus harus memperhatikan
prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum pembelajaran meliputi
motivasi, konteks, keterarahan, hubungan sosial, belajar sambil bekerja,
individualisasi, menemukan, dan prinsip memecahkan masalah. Prinsip
umum ini dijalankan ketika anak berkebutuhan khusus belajar bersama-sama
dengan anak reguler dalam satu kelas. Baik anak reguler maupun anak
berkebutuhan khusus mendapatkan program pembelajaran yang sama. Prinsip
khusus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing peserta didik
berkebutuhan khusus.

9
D. LANGKAH-LANGKAH PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI

Pendidikan inklusi adalah penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke


dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial, dan konsep diri (visi-misi) sekolah.
Pada sekolah inklusif, setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua
diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi
dan atau penyesuaian mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan
kependidikan, sistem pembelajaran sampai sistem penilaiannya (Anggraini, R.L,
2014).
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusi, antara lain :
1 Penuhi prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi, seperti :
a. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu : metodologi pembelajaran
bervariasi yang bisa memberikan akses bagi semua anak dan mengahargai
perbedaan.
b. Prinsip kebutuhan individual : setiap anak memiliki kemampuan dan
kebutuhan yang berbeda-beda karena iru pendidikan harus diusahakan unutk
menyesuaikan dengan kondisi anak.
c. Prinsip Kebermaknaan : pendidikan inklusi harus menerapkan dan menjaga
komunitas kelas yang ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai
perbedaan.
d. Prinsip Keberlanjuatan : pendidikan inklusi dieslenggarakan secara
berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan.
e. Prinsip keterlibatan : penyelenggaraan pendidikan inklusi harus melibatkan
semua komponen pendidikan terkait.

2. Kurikulum dikembangkan menjadi beberapa model kurikulum, seperti :


a. Duplikasi : mengembangkan atau memberlakukan kurikulum untuk siswa
berkebutuhan khusus secara sama atau serupa dengan kurikulum yng
digunakan siswa pada umumnya.
b. Modifikasi : cara pengembangan kurikulum dengan memodifikasi kurikulum
umum yang diberlakukan untuk siswa-siswa reguler dirubah untuk
disesuaikan dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus.

10
c. Subsitusi : mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan
sesuatu yang lain, karena hal tersebut tidak mungkin diberikan kepada siswa
berkebutuhan khusus.
d. Omisi : upaya untuk menghilangkan sesuatu (sebagian atau keseluruhan) dari
kurikulum umum karena hal tersebut tidak mungkin diberikan kepada siswa
berkebutuhan khusus.

3 Pilih model pembelajaran inklusi, yaitu :


a. Kelas reguler : anak berhambatan belajar bersama anak reguler sepanjang hari
dengan menggunakan kurikulum yang sama.
b. Bentuk kelas reguler dengan cluster : anak berhambatan belajar bersama anak
lain dalam kelas reguler dalam kelompok khusus.
c. Bentuk kelas reguler dengan pull out : anak berhambatan belajar bersama
anak lain di kelas reguler, namun dalam waktu tertentu ditarik dari kelas
reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
d. Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out : anak berhambatan belajar
bersama anak lain di kelas reguler dalam kelompok khusus, namun dalam
waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar
dengan guru pembimbing khusus.
e. Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian : anak berhambatan
belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang
tertentu dapat belajar bersama anak lain di kelas reguler.
f. Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler : anak berhambatan belajar di
kelas khusus pada sekolah reguler (Anggraini, R.L, 2014)
Setelah lebih dari lima tahun menerima ABK sebagai peserta didik Sekolah
Kreativa, maka Sekolah Kreativa melalui Program Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus (PPABK) selain memperhatikan prinsip-prinsip, kurikulum
dan model pembelajaran inklusi dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi,
proses pembelajaran dalam setting inklusi selalu berupaya melakukan beberapa
langkah, seperti :
g. Merancang proses pembelajaran, dengan menyusun Program Pembelajaran
Individual (PPI), dengan melibatkan Kepala Sekolah, Koordinator PPABK,

11
guru kelas, guru pembimbing khusus, tenaga ahli, dan orang tua peserta didik
sesuai dengan kebutuhan anak dan memperhatikan aspek akademik dan aspek
non akademik.
h. Mengatur proses belajar yang memperhatikan metode dan teknik guru dalam
mengajar, dan memperhatikan moda belajar anak
i. Guru menyiapkan media pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan
dan memudahkan anak memahami konsep pembelajaran
j. Materi pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak
sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan untuk anak
k. Dalam penyampaian materi ajar, guru menggunakan bahasa yang dikenal dan
dikuasai anak, agar materi yang disampaikan dapat dimengerti anak.
l. Setiap proses pembelajaran perlu dievaluasi untuk menggambarkan
keberhasilan proses belajar mengajar dengan menetapkan sistem penilaian
yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan anak.

Sejalan dengan perkembangan sekolah, pada akhir tahun 2014, Sekolah Kreativa
mendapatkan penghargaan dari Walikota Bogor, sebagai salah satu sekolah
inklusi di Kota Bogor. Sebagai salah satu sekolah inklusi, Sekolah kreativa selalu
berusaha mengakomodasi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), agar terbangun
rasa saling menghargai antara anak dan anak dapat saling membantu.
Berdirinya Sekolah Kreativa sebagai sekolah inklusi, tidak hanya memfasilitasi
orangtua ABK untuk mendapatkan akses pendidikan bermutu, tetapi merupakan
cita-cita besar Sekolah Kreativa menjadi Centre of Excellence sekolah ramah anak
yang dapat memfasilitasi anak mencapai potensi tumbuh kembang dengan
mengacu lima (5) pilar pendidikan (Islamic, Green, Leadership, Children
Friendly, Inclusive) yang di dalamnya terkandung pilar Inclusive (Pedoman Mutu,
2018).

12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa, pendidikan inklusif terbuka untuk umum tidak
hanya untuk anak berkebutuhan khusus saja tetapi siapa saja yang ingin
bersekolah di sekolah inklusif seperti anak penyandang cacat, tunawisma, dan
lain-lain. dengan adanya sekolah inklusif anak-anak berkebutuhan khusus
mempunyai wadah untuk menyalurkan keinginan mereka, bakat dan minat
mereka. sekolah inklusif juga membuktikan bahwa anak-anak inklusif juga berhak
mendapatkan status dan kedudukan yang sama dengan anak-anak pada umumnya,
dan dapat memperoleh pendidikan yang sama. Kita sebagai mahasiswa harus
dapat mensosialaisasikan adanya sekolah inklusif dan dapat menambah minat
masyarakat terhadap sekoah inklusif.

Saran
Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sekolah inklusif sehingga anak yang
berkebutuhan khusus yang berbakat dapat menyakurkan bakat mereka.
Pemerintah juga harus mensosialisasikan adanya sekolah inklusif agar sekolah
inklusif diketahui keberadaanya, dan masyarakat tidak lagi meremehkan sekolah
inklusif bahwa anak-anak inklusif juga bisa berprestasi layaknya anak normal.
 
 
 
 
 

 
 
 

13
DAFTAR PUSTAKA
 
 
 (http://fuadinotkamal.wordpress.com/2011/04/12/pendidikan-inklusif/)
(Diadopsi dari tulisan Dr. Sutji Harijanto)
Under: Pendidikan SLB
http://www.pkplkdikmen.net dan lainnya
http://suswidyanti.blogspot.com/
http://ericha-wardhani.blogspot.com/
 Kementrian Pendidikan Nasional. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional no 70
tahun 2009. 2009.
Anggraini, R.L. Proses Pembelajaran Inklusi untuk Anak Bekebutuhan Khusus
kelas V SD Negeri Giwangan, Yogyakarta. 2014. Yogyakarta. Program Studi
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Yasmina Foundation. Pedoman Mutu. 2018. Bogor.

14

Anda mungkin juga menyukai