Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“PENDIDIKAN INKLUSI”

Dosen pengampu:

AHMAD YUSUF, S.Pd,. M.Pd.

Disusun oleh:

Kelompok I (Satu)

ANGGOTA:

1. DIMAS ALDI (921862010001)


2. RISDAYANTI (921862010002)
3. SANDIAWAN (921862010003)
4. LINDA FEBRIANTI (921862010004)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN ANDI MATAPPA

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING 2022-2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pangkajene, 5 oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................................3

BAB I....................................................................................................................................7

PENDAHULUAN.................................................................................................................7

A. Latar Belakang................................................................................................................7

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................7

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................7

D. Manfaat penulisan...........................................................................................................8

BAB II...................................................................................................................................9

PEMBAHASAN...................................................................................................................9

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSI.....................................................................9

B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN INKLUSI..........................................................9

C. TUJUAN PENDIDIKAN INKLUSI.............................................................................14

D. KARAKTERISTIK PENDIDIKAN INKLUSI............................................................17

BAB III................................................................................................................................19

PENUTUP...........................................................................................................................19

A. KESIMPULAN.............................................................................................................19

B. SARAN.........................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan inklusif merupakan layanan yang memberikan kesempatan
kepada semua anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah umum bersama
anak lainnya, Dapa dkk (2007:145). Sehingga pemerintah mengeluarkan
pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan
dikeluarkannya permendiknas (peraturan menteri pendidikan nasional) no 70
tahun 2009 pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tidak hanya
dikhususkan pada sekolah luar biasa (SLB) saja, tetapi sudah dimasukkan kedalam
jalur pendidikan reguler atau yang sering disebut dengan sekolah inklusif.
Berdasarkan hal ini, maka kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk
mengenyam bangku sekolah telah terbuka lebar. Menurut Undang-Undang 1945
pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan”. Sudah jelas dari undang-undang tersebut bahwasannya semua warga
negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas tanpa
memandang dari segi manapun. Karena itu pemerintah memiliki kewajiban untuk
memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu terhadap semua warganya tanpa
terkecuali terhadap anak yang memiliki kelainan khusus (ABK).
B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:


1. Bagaimana gambaran umum persepsi orang tua reguler terhadap pendidikan
inklusif di SD?
2. Bagaimana butir-butir persepsi positif orang tua reguler terhadap pendidikan
inklusif di SD?
3. Bagaimana butir-butir persepsi negatif orang tua reguler terhadap pendidikan
inklusif di SD?
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas penulisan ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan persepsi positif orang tua reguler terhadap pendidikan inklusif di


SD
2. Mendeskripsikan persepsi negatif orang tua reguler terhadap pendidikan inklusif di
SD
3. Mendeskripsikan gambaran umum persepsi orang tua reguler terhadap pendidikan
inklusif di SD
D. MANFAAT PENULISAN

1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan yang berarti
bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang psikologi pendidikan
dan selanjutnya ada usaha yang nyata untuk memberikan persepsi yang positif.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Siswa Manfaat bagi siswa, agar siswa ABK dan siswa non ABK dapat
bersosialisasi dengan baik. Selain itu juga agar siswa non ABK dapat
menghargai perbedaan dan mensyukuri apa yang diberikan sang pencipta.
b) Bagi Guru Manfaat bagi guru, supaya guru tidak membeda-bedakan antara
anak ABK dan anak non ABK dalam memberikan perhatian dan
pembelajaran di kelas.
c) Bagi Sekolah Dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi terhadap
sekolah inklusif sebagai masukan untuk memberikan persepsi yang positif
terhadap orang tua non berkebutuhan khusus (reguler).
d) Bagi Penulis Selain itu juga, penelitian persepsi orang tua terhadap
pendidikan inklusif diharapkan memberikan dorongan motivasi bagi peneliti
lain untuk melakukan penelitian dengan hasil yang lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSI


Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada
umumnya untuk belajar. Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007;82),
pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa
memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi
lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat. Anak-anak
jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi terpencil atau berpindah-pindah.
Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas, linguistik, atau budaya dan
anakanak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termajinalisasi.
Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang
mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah regular ( SD, SMP, SMU,
dan SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar
maupun berkesulitan belajar lainnya. (Lay Kekeh Marthan, 2007:145).
Menurut Staub dan Peck (Tarmansyah, 2007;83), pendidikan inklusi adalah
penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas. Hal
ini menunjukan kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan
bagi anak-anak berkelainan, apapun jenis kelainanya. Dari beberapa pendapat,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan inklusi adalah pelayanan
pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus tanpa memandang
kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya untuk
bersama-sama mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah regular (SD, SMP,
SMU, maupun SMK).
B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN INKLUSI

1. Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif Di Dunia


Lahirnya pendidikan inklusif berawal dari sebuah pengamatan terhadap
sekolah luar biasa yang memiliki asrama dan institusi berasrama lainnya yang
menunjukkan bahwa anak maupun orang dewasa yang tinggal
disana  mengembangkan pola perilaku-perilaku yang biasanya ditunjukan oleh
orang-orang yang berkekurangan.
Perilaku-perilaku ini mencakup kepasifan, stimulasi diri, perilaku repetitif
stereotif, dan kadang prilaku perusakan diri. Anak penyandang cacat yang
meninggalkan sekolah luar biasa berasrama sering kali tidak merasa betah tinggal
dengan keluarganya di komunitas rumahnya. Ini karena setelah bertahun-tahun
disegregasikan/dipisahkan, ia dan keluarga serta komunitasnya akan tumbuh
menjadi orang asing satu sama lainnya.
Banyak orang yang kemudian benar-benar merasa situasi tersebut tidak
benar. Orang tua, guru, dan orang-orang yang mempunyai kesadaran politik pun
mulai memperjuangkan hak-hak semua anak pada umumnya dan hak anak dan
orang dewasa penyandang cacat pada khususnya. Salah satu tujuan utamanya
adalah untuk memperoleh hak untuk berkembang dalam sebuah lingkungan yang
sama dengan orang lain. Mereka menyadari akan pentingnya interaksi dan
komunikasi sebagai dasar bagi semua pembelajaran.
Ini merupakan awal pembaharuan menuju normaliusasi yang pada akhirnya
mengarah pada proses inklusi. Legitimasi awal bagi pelaksanaan pendidikan
inklusi dalam dunia internasional sendiri tertuang dalam Deklarasi Universal Hak
Asasi pada tahun 1948 konvensi ini mengemukakan gagasan mengenai pendidikan
untuk semua ( Education for all / EFA) dimana dinyatakan bahwa pendidikan dasar
harus wajib dan bebas biaya bagi setiap anak. Konfrerensi dunia yang khusus
membahas EFA kemudian baru diadakan pada tahun 1990 dan berlangsung di
Jomtien, Thailand.Para peserta menyepakati pencapaian tujuan pendidikan dasar
bagi semua anak dan orang dewasa pada tahun 2000.Konferensi Jomtien
merupakan titik awal dari pergerakan yang kuat bagi semua negara untuk
memperkuat komitmen terhadap EFA.Dalam pergerakan EFA anak dan orang
dewasa penyandang cacat adalah salah satu kelompok target.Oleh karena itu, dunia
internasional kemudian mengadakan konferensiyang secara khusus membahas
pendidikan kebutuhan khusus.Konferensi ini pertama kali diadakan di Salamanca
pada tahun 1994 dan yang kedua diadakan di Dakar pada tahun 2000. Keduanya
dihadiri oleh Indonesia.Dalam konferensi dunia Salamanca pendidikan inklusi
ditetapkan sebagai prinsip dalam memenuhi kebutuhan belajar kelompok-
kelompok yang kurang beruntung, terpinggirkan, dan terkucilkan. Upaya-upaya
tindak lanjut bagi pendidikan kebutuhan khusus hingga sekarang diamanatkan
kepada UNESCO.
2. Sejarah PerkembanganPendidikan Inklusif Di Indonesia
Di Indonesia pendidikan Inklusi sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1986
namun, dalam bentuk yang sedikit berbeda. Sistem pendidikan tersebut awalnya
dinamakan pendidikan terpadu dan disahkan dengan surat keputusan mentri
pendidikan dan kebudayaan No. 002/U/1986 Tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Terpadu di Indonesia. Pada pendidikan terpadu anak penyandang
cacat juga ditempatkan di sekolah umum namun, mereka harus menyesuaikan diri
pada sistem sekolah umum. Sehingga, mereka harus dibuat ‘Siap’ untuk
diintegrasikan kedalam sekolah umum. Apabila ada kegagalan pada anak maka
anak dipandang yang bermasalah. Sedangkan, yang dilakukan oleh pendidikan
Inklusi adalah sebaliknya, sekolah dibuat siap dan menyesuaikan diri terhadap
kebutuhan anak penyandang cacat.Apabila ada kegagalan pada anak maka sistem
dipandang yang bermasalah. Sehingga pada tahun 2004 Indonesia
menyelenggarakan konvensi nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung
dengan komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif. Untuk memperjuangkan
hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan simposium
internasional di Bukit tinggi dengan menghasilkan Rekomendasi Bukit tinggi
yang isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan program
pendidikan inklusif sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-
benar memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas dan layak.
Jumlah sekolah pelaksana pendidikan terpadu hingga tahun 2001 adalah
163 untuk tingkat SD/MI dengan jumlah murid 875, 15 untuk tingkat SLTP/MTS
dengan jumlah murid 40 orang, dan 28 untuk tingkat SMU/MA dengan jumlah 59
orang. Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, maka konsep pendidikan
terpadu pun berubah menjadi pendidikan inklusi.
3. Latar Belakang dilaksanakannya Pendidikan Inklusif di Indonesia
Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang–
Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat
disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak
berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Hal
ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh
kesempatan yang sama dengan anak lainnya (reguler) dalam pendidikan.Selama
ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan
melalui tiga macam lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB),
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai
lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang
sama sehingga ada SLB untuk anak dengan hambatan penglihatan (Tunanetra),
SLB untuk anak dengan hambatan pendengaran (Tunarungu), SLB untuk anak
dengan hambatan berpikir/kecerdasan (Tunagrahita), SLB untuk anak dengan
hambatan (fisik dan motorik (Tunadaksa), SLB untuk anak dengan hambatan
emosi dan perilaku (Tunalaras), dan SLB untuk anak dengan hambatan majemuk
(Tunaganda). Sedangkan SLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan
khusus. Sedangkan pendidikan terpadu adalah sekolah reguler yang juga
menampung anak berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, guru, sarana
pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Namun selama ini baru
menampung anak dengan hambatan penglihatan (tunanetra), itupun
perkembangannya kurang menggembirakan karena banyak sekolah reguler yang
keberatan menerima anak berkebutuhan khusus.
Pada umumnya, lokasi SLB berada di ibu Kota Kabupaten, padahal anak–
anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah (kecamatan/desa),
tidak hanya di ibu kota kabupaten. Akibatnya sebagian dari mereka, terutama
yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan
karena lokasi SLB jauh dari rumah, sementara kalau akan disekolahkan di SD
terdekat, sekolah tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu
melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di sekolah
terdekat, namun karena ketiadaan guru pembimbing khusus akibatnya mereka
beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan diatas dapat
berakibat pada kegagalan program wajib belajar. Untuk mensukseskan wajib
belajar pendidikan dasar, dipandang perlu meningkatkan perhatian terhadap anak
berkebutuhan khusus, baik yang telah memasuki sekolah reguler (SD) tetapi
belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun yang belum
mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di SD terdekat atau
karena lokasi SLB jauh dari tempat domisilinya.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus
disebutkan bahwa ‘pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik
yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah.Pasal inilah yang memungkinkan
terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelaianan berupa
penyelenggaraan pendidikan inklusi. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat
dengan peraturan pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan
Layanan Khusus.Dengan demikian pelayanan pendidikan bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak lagi hanya di SLB tetapi terbuka di setiap
satuan dan jenjang pendidikan baik sekolah luar biasa maupun sekolah
reguler/umum.Dengan adanya kecenderungan kebijakan ini, maka tidak bisa
tidak semua calon pendidik di sekolah umum wajib dibekali kompetensi
pendidikan bagi ABK. Pembekalan ini perlu diwujudkan dalam Mata Kuliah
Pendidikan Inklusif atau Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
4. Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif
Untuk mengatasi kesenjangan dan diskriminasi bagi anak-anak
berkebutuhan khusus maka pada tahun 1999 Pendidikan Inklusif dipersepsikan
sebagai model pelayanan pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus yang
biasanya terpisah dengan temannya yang normal digabungkan pembelajarannya
di sekolah-sekolah biasa. Menurut Herman (2003:1) bahwa: Sebagian kelompok
berpendapat bahwa pendidikan inklusif tidak semata menggabungkan anak
berkebutuhan khusus ke sekolah reguler namun lebih itu yaitu mencoba memberi
pelayanan kepada seluruh siswa yang ada di sekolah reguler dengan berorientasi
kepada keunikan, karakteristik dan kebutuhan khusus yang ada pada setiap siswa.
Kelompok siswa berkebutuhan khusus, selama mungkin harus mendapat
pendidikan di sekolah umum yang mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan
kebutuhannya.Menurut UNESCO (Kusnaini, 2003:6) “Mengirim mereka ke SLB
atau Kelas Khusus harus merupakan kekecualian, apabila pendidikan di sekolah
umum terbukti tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka, baik pendidikan
maupun sosial”.
Pendidikan inklusif dimulai dari pemikiran bahwa hak mendapatkan
pendidikan merupakan hak asasi manusia yang paling mendasar dan merupakan
sebuah pondasi untuk hidup bermasyarakat.Melalui pendidikan inklusif ini
muncul harapan dan kemungkinan bagi mereka yang tergolong kelompok
minoritas dan terabaikan untuk memperoleh kesempatan pendidikan bersama
dengan teman-teman sebayanya secara lebih inklusif (tidak terpisahkan). Semua
anak memerlukan pendidikan yang membantu mereka berkembang untuk hidup
dalam masyarakat yang normal.Dengan konsep kebijakan ini berarti setiap
sekolah harus menerima dan mendidik siswa di lingkungan terdekat (Juang
Sunanto, 2003). Pendidikan inklusif merujuk pada kebutuhan belajar semua
peserta didik, dengan suatu fokus spesifik pada mereka yang rentan terhadap
marjinalisasi dan pemisahan. Implementasi pendidikan inklusif berarti sekolah
harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual,
sosial, emosi, bahasa atau kondisi lainnya.
C. TUJUAN PENDIDIKAN INKLUSI
Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia dan
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara ( UU No
20 tahun 2003, Pasal 1 ayat 1). Oleh sebab itu inti dari pendidikan inklusi adalah
hak azasi manusia atas pendidikan. Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah
semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak
mendiskriminasikan dengan kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin,
kemampuan dan lain-lain. Tujuan praktis yang ingin dicapai dalam pendidikan
inklusi meliputi tujuan langsung oleh anak, oleh guru, oleh orang tua dan oleh
masyarakat.

1. Tujuan yang ingin dicapai oleh anak dalam mengikuti kegiatan belajar
dalam inklusi antara lain adalah:
o berkembangnya kepercayaan pada diri anak, merasa bangga pada diri sendiri
atas prestasi yang diperolehnya.
o anak dapat belajar secara mandiri, dengan mencoba memahami dan
menerapkan pelajaran yang diperolehnya di sekolah ke dalam kehidupan
sehari-hari.
o anak mampu berinteraksi secara aktif bersama teman-temannya, guru,
sekolah dan masyarakat.
o anak dapat belajar untuk menerima adanya perbedaan, dan mampu
beradaptasi dalam mengatasi perbedaan tersebut.
2. Tujuan yang ingin dicapai oleh guru-guru dalam pelaksanakan pendidikan
inklusi antara lain adalah:
o guru akan memperoleh kesempatan belajar dari cara mengajar dengan setting
inklusi.
o terampil dalam melakukan pembelajaran kepada peserta didik yang memiliki
latar belakang beragam.
o mampu mengatasi berbagai tantangan dalam memberikan layanan kepada
semua anak.
o bersikap positif terhadap orang tua, masyarakat, dan anak dalam situasi
beragam.
o mempunyai peluang untuk menggali dan mengembangkan serta
mengaplikasikan berbagai gagasan baru melalui komunikasi dengan anak di
lingkungan sekolah dan masyarakat.
3. Tujuan yang akan dicapai bagi orang tua antara lain adalah:
o para orang tua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana cara mendidik
dan membimbing anaknya lebih baik di rumah, dengan menggunakan teknik
yang digunakan guru di sekolah.
o mereka secara pribadi terlibat, dan akan merasakan keberadaanya menjadi
lebih penting dalam membantu anak untuk belajar.
o orang tua akan merasa dihargai, merasa dirinya sebagai mitra sejajar dalam
memberikan kesempatan belajar yang berkualitas kepada anaknya.
o orang tua mengetahui bahwa anaknya dan semua anak yang di sekolah,
menerima pendidikan yang berkualitas sesuai dengan kempuan masingmasing
individu anak.
4. Tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh masyarakat dalam pelaksanaan
pendidikan inklusif antara lain adalah:
o masyarakat akan merasakan suatu kebanggaan karena lebih banyak anak
mengikuti pendidikan di sekolah yang ada di lingkungannya.
o semua anak yang ada di masyarakat akan terangkat dan menjadi sumber daya
yang potensial, yang akan lebih penting adalah bahwa masyarakat akan lebih
terlibat di sekolah dalam rangka menciptakan hubungan yang
lebih baik antara sekolah dan masyarakat ( Tarmansyah, 2007:112-113).
Selanjutnya tujuan pendidikan inklusi menurut Raschake dan Bronson (Lay
Kekeh Marthan, 2007: 189-190), terbagi menjadi 3 yakni bagi anak berkebutuhan
khusus, bagi pihak sekolah, bagi guru, dan bagi masyarakat, lebih jelasnya adalah
sebagai berikut:
a) Bagi anak berkebutuhan khusus
o anak akan merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya.
o anak akan memperoleh bermacam-macam sumber untuk belajar dan
bertumbuh.
o meningkatkan harga diri anak.
o anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan menjalin persahabatan
bersama teman yang sebaya.
b) Bagi pihak sekolah
o memperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan dalam
satu kelas.
o mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang memiliki keunikan dan
kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya.
o meningkatkan kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa empati
pada keterbatasan anak.
o meningkatkan kemempuan untuk menolong dan mengajar semua anak
dalam kelas
c) Bagi guru
o membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan
mengakui bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan
o menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus.
o guru akan merasa tertantang untuk menciptakan metode-metode baru
dalam pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan
masalah.
o meredam kejenuhan guru dalam mengajar.
d) Bagi masyarakat
o meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat.
o mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap
anggota masyarakat tentang proses demokrasi.
o membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar
anggota masyarakat. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
tujuan pendidikan inklusi yang ingin dicapai adalah tujuan bagi anak
berkebutuhan khusus, bagi pihak sekolah, bagi guru, bagi orang tua dan
bagi masyarakat.

D. KARAKTERISTIK PENDIDIKAN INKLUSI


Karakteristik dalam pendidikan inklusi tergabung dalam beberapa hal seperti
hubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber dan
evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Hubungan
Ramah dan hangat, contoh untuk anak tuna rungu: guru selalu berada di
dekatnya dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum.
Pendamping kelas( orang tua ) memuji anak tuna rungu dan membantu lainnya.
2. Kemampuan
Guru, peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda
serta orang tua sebagai pendamping.
3. Pengaturan tempat duduk
Pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti, duduk berkelompok di
lantai membentuk lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama sehingga mereka
dapat melihat satu sama lain.
4. Materi belajar
Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh
pembelajarn matematika disampaikan melalui kegiatan yang lebih menarik,
menantang dan menyenangkan melalui bermain peran menggunakan poster dan
wayang untuk pelajaran bahasa.
5. Sumber
Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh meminta
anak membawa media belajar yang murah dan mudah didapat ke dalam kelas
untuk dimanfaatkan dalam pelajaran tertentu.
6. Evaluasi
Penilaian, observasi, portofolio yakni karya anak dalam kurun waktu tertentu
dikumpulkan dan dinilai (Lay Kekeh Marthan, 2007:152).
Dalam pendidikan inklusi terdapat siswa normal dan berkebutuhan khusus, dalam
rangka untuk menciptakan manusia yang berkembang seutuhnya maka diperlukan
adanya pembinaan peserta didik, melalui pembinaan ini maka diharapkan peserta
didik mampu berkembang dan memiliki keterampilan secara optimal.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai “Evaluasi
Pelaksanaan Program Inklusi di SD, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan evaluasi terhadap komponen context, bahwa pelaksanaan
program inklusi disekolah ini adanya penunjukan dari dinas. Sekolah sudah
mempunyai ijin dan pedoman dalam melaksanakan program inklusi. Sekolah
telah bekerjasama dengan lembaga lain yang terkait. Populasi yang dilayani
sudah sesuai dengan Permendiknas No. 70/2009 pasal 3 ayat 1, dimana ABK
yang dimaksud adalah anak dengan kebutuhan khusus dalam kategori ringan
hingga sedang serta bisa ditangani oleh sekolah.
2. Berdasarkan evaluasi terhadap komponen input, menunjukkan ketersediaan
sarpras secara umum sudah memenuhi kebutuhan semua siswa. Namun
ketersediaan sarpras khusus bagi ABK belum memadai. Kurikulum sudah
dimodifikasi sesuai karakteristik 90 peserta didik. Pelatihan khusus bagi guru
yang ada di sekolah belum merata. Sekolah juga belum memiliki GPK yang
sesuai dengan kompetensinya.
3. Berdasarkan evaluasi terhadap komponen process, Kompetensi guru cukup
memadai dalam menangani ABK, penanganan diberikan secara individual.
Pembiayaan pelaksanaan program di sekolah masih diambil dari alokasi dana
BOS. Selain itu belum ada monitoring lebih lanjut dari dinas terkait.
4. Berdasarkan evaluasi terhadap komponen product, dampak dari pelaksanaan
program terletak pada perkembangan prestasi ABK. Perkembangan akademik
dan non akademik ABK cukup baik. Sementara, jumlah ABK yang terlayani
tergolong variatif dan semua ABK dilayani sekolah dengan menyesuaikan
terhadap keadaan dan kemampuan sekolah.
5. Pendukung pelaksanaan program inklusi yaitu antusias masyarakat sekitar
yang mempunyai ABK menyekolahkan anaknya di SD. Selain pendukung
masih banyak faktor penghambat dalam pelaksanaan program pendidikan
inklusi 91 yaitu belum ada GPK yang sesuai dengan kompetensi, keterbatasan
guru dalam menangani ABK, kesadaran orang tua mengenai program inklusi,
sarpras yang kurang memadai bagi ABK, pendanaan, monitoring dan evaluasi
dari dinas.
B. SARAN
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan
tentang evaluasi program inklusi. Saran yang dapat diberikan dalam pelaksanaan
program pendidikan inklusif di SD Negeri Klero 02 adalah sebagai berikut:
1. Guru dan kepala sekolah perlu mengikuti kegiatan diklat dalam penanganan
ABK, pelatihan khusus dan sejenisnya. Saling berbagi pengalaman dengan
guru lain baik dalam perencanaan pembelajaran, penanganan ABK, dan
evaluasi.
2. Sekolah perlu melibatkan dan bekerja sama dengan orang tua ABK dalam hal
penyampaian evaluasi, perkembangan atau pencapaian prestasi ABK baik di
kelas maupun di luar kelas. Dengan demikian, orang tua bisa berkontribusi
terhadap perkembangan ABK. Sekolah mengusulkan 92 untuk memperoleh
bantuan dana dan sarpras khusus bagi ABK.
3. Dinas perlu melakukan monitoring dan evaluasi secara seksama dan
berkelanjutan terhadap pelaksanaan program inklusi. Program yang sudah
direncanakan apakah sudah sesuai tujuan. Selanjutnya dinas pendidikan dapat
membuat kebijakan perbaikan atau keputusan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.silabus.web.id/pendidikan-inklusi-pengertian-tujuan-
karakteristik-dan-kurikulum/

https://eprints.umm.ac.id/21448/2/jiptummpp-gdl-emilatifah-40476-2-babi.pdf

https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10611/5/
T2_942013001_BAB%20V.pdf

Anda mungkin juga menyukai