Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Pengertian Pendidikan Inklusi, Tujuan Pendidikan Inklusi, Penting Pendidikan Inklusi.


Landansan dan Kebijakan Pendidikan Inklusi, Elemen Pendidikan Inklusi, Prinsip
Pendidikan Inklusi "

Makalah disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Pembelajaran Inklusi

Dosen Pengampu: Abdul Aziz M. Pd

Kelompok1 :

Lusi Yani (190102084)

Paradila Utami ( 190102097 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN (FIP)

UNIVERSITAS HAMZANWADI

2022
KATA PENGHANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pendidikan
Inklusi dengan judul “Pengertian Pendidikan Inklusi, Tujuan Pendidikan Inklusi, Penting
Pendidikan Inklusi. Landansan dan Kebijakan Pendidikan Inklusi, Elemen Pendidikan Inklusi,
Prinsip Pendidikan Inklusi " dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak abdul aziz M.pd.
selaku Dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Inklusi. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan
lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

pringgabaya, 12 Maret 2022


DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................................................i

KATA PENGHANTAR..................................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan masalah............................................................................................................................5
C. Tujuan..............................................................................................................................................5
D. Mamfaat...........................................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................7
A. Pengertian pendidikan inklusi..........................................................................................................7
B. Tujuan pendidikan inklusi...............................................................................................................8
C. Pentingnya pendidikan inklusi.........................................................................................................9
D. Landasan-landasan pendidikan inklusi............................................................................................9
E. Elemen pendidikan inklusi.............................................................................................................11
F. Prinsip-prinsip pendidikan inklusi.................................................................................................17
BAB III......................................................................................................................................................18
PENUTUP.................................................................................................................................................18
A. Kesimpulan....................................................................................................................................18
B. Saran..............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak terkecuali Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami menjadikan Anak
Berkebutuhan Khusus memerlukan layanan pendidikan yang tepat sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik anak. Layanan pendidikan yang memfasilitasi pembelajaran
dengan menggabungkan siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus adalah pendidikan
inklusi. Pendidikan inklusi mulai diperkenalkan di Indonesia setelah Indonesia ikut
menandatangani perjanjian Salamanca tahun 1994. Pendidikan inklusi mulai mendapat
perhatian setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 77 Tahun
2007 Pasal 1 mengenai inklusi sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan untuk semua.
Sejalan dengan Keputusan presiden tersebut, sekarang ini sudah banyak terbentuk
sekolah-sekolah inklusi yaitu sekolah yang dapat menerima siswa berkebutuhan khusus
belajar bersama dengan siswa-siswa normal lainnya.
Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan
mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam
proses pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Dalam menerapkan pendidikan inklusif diperlukan pemahaman akan pelayanan
anak berkebutuhan khusus yang kemungkinan berada di lingkungan sekitar kita.
Diharapkan dengan adanya pemahaman akan anak berkebutuhan khusus akan membantu
dalam mengenali berbagai kelainan yang di alami peserta didik.
Pendidikan adalah prioritas utama yang sangat penting karena pendidikan dapat
mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu. Dari tidak baik menjadi baik,
Pendidikan mengubah semuanya. Begitu penting Pendidikan, sehingga pendidikan
merupakan suatu hak dan kewajiban bagi setiap orang untuk menempuh dan
memperolehnya.
Pendidikan nasional berusaha menciptakan keseimbangan antara pemerataan
kesempatan dan berkeadilan. Pemerataan kesempatan berarti membuka kesempatan
seluas-luasnya kepada semua warga negara dari berbagai lapisan masyarakat untuk
mendapatkan pendidikan sesuai dengan Undang-Undang Dasar tahun 1945, Setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan dan pemerintah wajib untuk menyediakan sarana
dan prasarana pendidikan yang menunjang keberlangsungan pendidikan.
Pemerintah melalui pendidikan nasional diharapkan dapat memberikan
pendidikan yang berkualitas agar tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu
berkembangnya peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksud dengan pendidikan inklusi?
2. Apa saja tujuan pendidikan inklusi?
3. Mengapa pentingnya pendidikan inklusi?
4. Apa saja landasan-landasan pendidikan inklusi?
5. Apa saja elemen pendidikan inklusi?
6. Apa prinsip pendidikan inklusi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan pendidikan inklusi
2. Untuk mengetahui apa tujuan pendidikan inklusi
3. Untuk mengetahui bagaimana pentingnya pendidikan inklusi
4. Untuk mengetahui landasan-landasan pendidikan inklusi
5. Untuk mengetahui elemen pendidikan iklusi
6. Untuk mengetahui prinsip pendidikan inklusi
D. Mamfaat
John David Smith, atau yang lebih dikenal dengan J. David Smith adalah salah
seorang tokoh pemerhati pendidikan dari Amerika Serikat dan beliau banyak
mengungkapkan pemikirannya di dalam sebuah buku termasuk buku tentang pendidikan
Inklusi yang didalamnya terdapat beberapa pemikiran beliau yang juga dapat diterapkan
dalam pendidikan Islam di Indonesia seperti Menciptakan suasana sekolah yang
menghargai Multikultur, kita mengetahui bahwa Indonesia memiliki beragam suku,
budaya dan agama. Jadi di dalam pendidikannya haruslah menghargai setiap suku,
budaya, agama, ras, kelas, kelamin, atau perbedaan lainnya, lebih menganggap sebagai
keserupaan daripada perbedaan. Menciptakan suasana persamaan gender di sekolah, di
dalam pendidikan Indonesia secara umum memang tidak terlihat adanya diskriminasi
gender, semua akan terlihat jika memasuki wilayah kelas di sekolah, seperti contohnya
sebagian guru banyak bicara pada murid laki-laki karena anak laki-laki lebih berani
dibandingkan anak perempuan untuk berbicara selama diskusi dan guru-guru menerima
sikap mereka. bila murid perempuan bicara, sebagian guru tidak mendukung dan
mengoreksi sikap mereka. Anak laki-laki dalam penelitian yang dilakukan oleh Sadker
dan Stulberg mendapat lebih banyak perhatian dibandingkan anak perempuan. Menerima
perbedaan manusia, lembaga sekolah harus menjadi lembaga yang berperhatian, dimana
siswa, guru, supir bus jemputan, penjaga kantin, kepala sekolah dan semua yang lain
menerima penegasan yang positif mengenai kebaikan, empati, dan perhatian. Setiap
orang yang turut serta di dalam pendidikan butuh kesempatan bekerja dan menikmati
kebersamaan, membentuk kedekatan, serta membagi keberhasilan dan kegagalan.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian pendidikan inklusi
Pendidikan Inklusif (PI) merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)
termasuk di dalamnya adalah Peserta Didik Penyandang Disabilitas dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran
dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Pendidikan Inklusi (PI) juga dimaknai sebagai (1) suatu pendekatan inovatif dan
strategis untuk memperluas akses pendidikan bagi semua Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) termasuk anak penyandang disabilitas, (2) sebagai bentuk reformasi pendidikan
yang menekankan sikap anti diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan kesempatan,
keadilan dan perluasan akses pendidikan bagi semua, dan (3) sebuah proses dalam
merespon kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui peningkatan partisipasi
dalam belajar, budaya, dan masyarakat, serta mengurangi ekslusivitas di dalam dan dari
pendidikan (Booth, 1996). Berdasarkan definisi di atas maka pendidikan inklusif
diartikan bahwa setiap peserta didik memperoleh layanan sesuai dengan kebutuhan
khususnya di manapun berada, dengan sistem pendidikan yang terbuka, tidak
diskriminatif dan berpusat pada anak yang mengakomodasi semua anak dalam kelas yang
sama. Dengan demikian, PI merupakan sebuah sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai kebutuhan individu peserta didik tanpa
diskriminasi
Pendidikan inklusif adalah penggabungan layanan pendidikan reguler dengan
pendidikan khusus dalam satu sistem yang dipersatukan. Sekolah inklusif adalah sekolah
yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dengan pendidikan reguler untuk
mempertemukan kebutuhan individual anak berkebutuhan khusus.
Adapun konsep pendidikan inklusi yang lebih menekankan pada upaya
pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus (lembaga atau
istitusi menyesuaikan dengan kebutuhan siswa). Penting bagi guru untuk sadari, bahwa di
sekolah
mereka dapat membuat penyesuaian pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus,
manakala mereka memiliki pandangan pendidikan yang komperhensif, yang terpusat
pada anak. Meskipun mungkin masih memerlukan pelatihan tentang metode atau strategi
khusus yang akan di terapkan di sekolah.
Gagasan utama mengenai pendidikan inklusi menurut Johnsen & Skjorten (2004) :
1. Setiap anak merupakan bagian integral dari komunitas lokalnya dan kelas dan
kelompok reguler.
2. Kegiatan sekolah diatur dengan sejumlah besar tugas belajar yang kooperatif,
individualisasi pendidikan dan fleksibelitas dalam pilihan materinya.
3. Guru bekerja sama dan memiliki pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan
kebutuhan pengajaran umum, khusus dan individual, dan memiliki pengetahuan
tentang cara menghargai tentang pluralitas perbedaan individual dalam mengatur
aktifi tas kelas.
Secara fisiologis implementasi inklusi di indonesia mengacu pada beberapa hal :
1. Pendidikan adalah hak mendasar bagi setiap anak, termasuk anak berkebutuhan
khusus.
2. Anak adalah pribadi yang unik yang memiliki karakteristik, minat dan kemampuan
dan kebutuhan belajar yang berbeda.
3. Penyelenggara pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara orang tua,
masyarakat, dan pemerintah.
4. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
5. Setiap anak berhak memperoleh akses pendidikan yang ada di lingkungan sekitarnya.
B. Tujuan pendidikan inklusi
Tujuan pendidikan inklusi adalah untuk menyertakan anak berkebutuhan khusus
dengan anak reguler tanpa perbedaan. Kustawan dan Hermawan (2013: 5)
mengungkapkan bahwa pendidikan inklusi adalah suatu sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberi kesempatan pada seluruh peserta didik yang memiliki kelainan
dan mempunyai potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan
atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta
didik lainnya. Sedangkan Ilahi (2013: 27) menekankan bahwa pendidikan inklusi
sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak
berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat, direguler bersama-sama
dengan teman seusianya.
Dari pengertian tersebut, pendidikan inklusi adalah sekolah yang mengadopsi
pendidikan untuk semua anak bisa belajar dilingkungan yang smaa tanpa adanya
diskrimisatif untuk mewujudkan kesempatan dan saling menghargai keanekaragaman
yang bertujuan untuk mewujudkan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta
didik yang berkebutuhan khusus memperoleh pendidikan yang bermutu untuk
mengembangkan bakat dan minatnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi.

C. Pentingnya pendidikan inklusi


Dengan adanya pendidikan inklusi ini dapat bermanfaat bagi peserta didik yang
memiliki keterbatasan diantaranya, peserta didik dapat belajar mandiri, lebih kreatif saat
pembelajaran, dapat beradaptasi dan menerima perbedaan, aktif berinteraksi kepada
pendidik dan siswa lainnya serta dapat menanamkan dan mengembangkan kepercayaan
peserta didik. Manfaat pendidikan inklusi bagi sekolah dan guru ialah pendidik dapat
mengembangkan sikap positif terhadap peserta didik, dapat memperoleh kepuasan kerja
untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi dengan keberhasilan peserta didik, dan
memiliki peluang dalam menggali gagasan baru dengan berkomunikasi. Pendidikan
inklusi ini tidak hanya bermanfaat pada peserta didik dan sekolah saja melainkan dapat
bermanfaat juga pada masyarakat yaitu, masyarakat dapat terlibat di sekolah untuk
menciptakan hubungan yang baik antar sekolah dan masyarakat serta dapat menemukan
calon pemimpin yang disiapkan untuk berpartisipasi di masyarakat.
D. Landasan-landasan pendidikan inklusi
Penerapan pendidikan inklusif mempunyai landasan filosofis, yuridis, pedagogis
dan emperis yang kuat.
a. Landasan filosofis
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara Burung
Garuda yang memiliki semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Artinya, bangsa Indonesia
mengakui keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya
merupakan kekayanan bangsa yang tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan
dalam NKRI.Pandangan universal Hak Azasi manusia, menyatakan bahwa setiap
manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan dan hak
pekerjaan.
b. Landasan Yuridis
1. UUD 1945 (amandemen) pasal 31 ayat 1, setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan. Ayat 2, setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
2. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1
setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu. Ayat 2, warga negara yang mempunyai kelainan
fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus.
3. UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 48; pemerintah wajib
menyelenggarakan pendidikan dasar sembilan tahun untuk semua anak. Pasal
49: negara, pemerintah keluarga, dan orang tua wajib memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
4. Undang-undang No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat. Pasal 5: setiap
penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala
aspek kehidupan dan penghidupan.
5. Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan.
6. Permendiknas No.70 Tahun 2009 tentang Pendidikan inklusif bagi peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa.
7. Deklarasi Bandung
c. Landasan Empiris
1. Deklarasi Hak Asasi Manusia, 1948 (Declaration of Human Rights)
2. Konvensi Hak Anak, 1989 (Convention on the Rights of the Child).
3. Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua, 1990 (World Conference
on Education for all).
4. Resolusi PBB nomor 48/96 tahun 1993 tentang Persaman Kesempatan bagi
Orang Berkelainan (the standard rules on the egualization of opportanities for
persons with disabilities).
5. Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inkhusi. 1994 (The Salamanca
Statement on Inclusive Education).
6. Komitmen Dakar mengenai Pendidikan untuk Semua, 2000 (The Dakar
Commitment on Education for Al), dan
7. Deklarasi Bandung (2004) dengan komitmen "Indonesia menuju pendidikan
inklusif.
d. Landasan Religius
Landasan religius adalah landasan yang mencakup asumsi dan teori yang
bersumber dari agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan.
e. Landasan Pedagogis
Landasan pedagogis adalah suatu landasan yang digunakan oleh pendidik untuk
dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik dan mencapai tujuannya, yaitu
membimbing peserta didik ke arah tujuan tertentu, yaitu agar peserta didik dapat
menyelaisaikan masalah dengan mandiri.
E. Elemen pendidikan inklusi
Elemen-elemen pendidikan inklusi sebagai berikut:
1. Welcoming School
Welcoming school dimaknai sebagai sekolah yang ramah, terbuka dan menjadi
sekolah yang siaga. Ramah dimaksudkan sebuah sekolah menjadi tempat yang
menyenangkan, nyaman dan aman bagi setiap warga sekolah. Terbuka artinya
setiap masyarakat (terutama masyarakat sekitar) bisa dan mudah mengakses
sekolah sebagai tempat untuk belajar, tanpa ada diskriminasi. Siaga artinya
sekolah menjadi tempat untuk meningkatkan sumber daya, mengatasi berbagai
permasalahan, bahkan diharapkan bisa mengentaskan masyarakat dari
keterpurukan masa depan. Beberapa langkah yang bisa dilakukan agar sekolah
mendapat predikat welcoming school antara lain:
a) Peraturan sekolah yang ramah.
b) Jemput bola dengan melakukan pendataan dan memotivasi masyarakat
untuk bersekolah.
c) Mempertimbangkan aksesibilitas.
d) Mempunyai tempat untuk aktivitas orang tua anak.
e) Sekolah yang melindungi siswa dari bahaya kecelakaan, penculikan,
peredaran narkoba, dan kekerasan.
f) Sekolah yang mempertimbangkan kesehatan.
2. Welcoming Teacher
Sampai saat ini profesi pendidik masih mendapat tempat yang mulia di tengah-
tengah masyarakat, walaupun diyakini tidak sebaik pada zaman dulu.
Perkembangan zaman, termasuk perkembangan teknologi, membuat pergeseran
cara pandang masyarakat terhadap guru. Apapun pergeseran yang ada, profesi
guru harus tetap ada, sebab guru menjadi jembatan peralihan generasi ke generasi
selanjutnya. Setidaknya ada empat kompetensi yang banyak dituntut oleh
masyarakat, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi
pedagogi, dan kompetensi social. Bahkan sejak zamannya Ki Hajar Dewantara,
guru dituntut untuk “ing ngarsa sing tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani”.Munculnya paradigma pendidikan inklusif, selain kompetensi di atas,
guru dipersyaratkan mempunyai predikat welcoming teacher.
Welcoming teacher dapat dimaknai menjadi guru yang ramah. Guru yang ramah
bukan hanya berarti guru yang lemah lembut dan santun, akan tetapi mempunyai
arti yang lebih luas yaitu guru yang dapat memenuhi kebutuhan peserta didik.
Secara garis besar kebutuhan siswa dapat dibagi menjadi tiga ranah yaitu
kebutuhan pengembangan kognitif, afektif dan psikomotor. Pendidikan seringkali
mengabaikan kebutuhan afektif dan biasanya lebih menonjolkan pemenuhan
kebutuhan kognitif, bahkan seringkali guru tidak memahami akan kekuatan
kognitif seseorang. Hal yang sering terjadi justru guru “memperkosa” kognitif
anak. Kebutuhan afektif anak antara lain kebutuhan akan rasa kasih sayang, harga
diri, dan penghargaan dan sebagainya. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk menjadi
guru yang berstatus “welcoming teacher” adalah:
a) Guru harus mengetahui kondisi fisik maupun psikis peserta didik,
termasuk kesehatan, intelegensi anak, sifat/karakter anak, dan sebagainya.
b) Guru yang penolong, bukan guru yang mudah memberikan
hukuman/punishment.
c) Guru yang tidak mempermalukan anak.
d) Guru yang dapat mengatasi jika ada anak yang dipermalukan oleh orang
lain.
e) Guru yang empati terhadap hambatan belajar siswa.
f) Guru yang sesegera mungkin berusaha mengatasi hambatan belajar siswa.
g) Guru yang selalu memperhatikan perkembangan anak.
h) Guru yang dapat menjalin hubungan baik dengan orang tua anak dan
pihak-pihak lainnya Inti dari guru yang ramah adalah guru yang sangat
dinantikan kehadirannya oleh siswa. Jika guru tidak hadir maka siswa
merasa ada sesuatu yang hilang.
3. Menekankan Kerja Sama daripada Persaingan Sifat kompetensi (bersaing)
memang ada pada diri manusia. Hal ini sudah menjadi kodrati. Namun, jika sifat
tersebut tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak yang tidak baik
bagi diri seseorang maupun bagi orang lain. Sebagian orang mengatakan bahwa
persaingan berpotensi menimbulkan sesuatu yang menyakitkan. Berbagai
fenomena persaingan terbukti membuat kondisi yang sering tidak kondusif,
misalnya dalam pertandingan sepak bola. Para pemain bisa saja suportif, namun
terkadang para suporter yang sering tidak bisa menerima kekalahan, sehingga
justru membuat kegaduhan bahkan tidak jarang berujung kerusakan dan beberapa
orang menjadi korban kematian.Nuansa kompetensi juga selalu ada di lembaga
pendidikan disebut sekolah. Kompetensi sering dijadikan cara oleh sekolah
maupun orang tua untuk memotivasi belajar siswa. Memang tidak bisa dipungkiri
bahwa kompetensi cukup efektif untuk bisa meningkatkan motivasi belajar,
bahkan prestasi belajar siswa. Motivasi bisa dimunculkan dengan cara yang lebih
ramah yaitu pendidikan inklusif yaitu bagaimana menekankan kerja sama
daripada persaingan. Elemen ini sebenarnya tidaklah sulit untuk dilakukan. Sebab
secara kodrati manusia juga dituntut untuk kerja sama. Dalam ilmu social,
manusia disebut sebagai makhluk social yang maknanya manusia tidak bisa hidup
sendiri, aktivitas kerja sama dalam belajar menjadi unsur yang penting dalam
mengimplementasikan paradigma pendidikan inklusif. Kerja sama akan peserta
didik siswa menjadi manusia yang santun, berlatih empati dan tentu untuk
mengasah kepedulian sosial. Kerja sama juga akan membuat siswa untuk saling
melengkapi dan menerima. Kerja sama membuat semua siswa tidak ada yang
berperan. Manusia berbudaya, berkarakter, saling menghargai, saling menyayangi
sesama. Jika seseorang mempunyai kelebihan, hidup akan bermakna jika saling
berbagi. Jika manusia ada sesuatu yang kurang, tentu membutuhkan
uluran/bantuan orang lain
4. Kurikulum yang Fleksibel
Idealnya, setiap individu siswa memerlukan kurikulum yang berbeda,
karena setiap manusia adalah unik/berbeda. Salah satu keunikan menurut teori
multipel intelegensi (MI) yang dicetuskan oleh Prof. Dr. Howard Gawerd (1987)
seorang psikolog dan ahli pendidik dari Hardvard University. Teori ini tidak
hanya mengunggulkan kecerdasan IQ semata, namun sebenarnya setiap individu
memiliki banyak kecerdasan. Setiap individu memiliki satu atau lebih kecerdasan
yang menonjol dalam dirinya. Semua kecerdasan kerja sama secara unik dalam
mengelola dan mereproduksi kembali informasi yang dibutuhkan. Menurut MI
ada Sembilan jenis kecerdasan yang telah ditemukan. Kesembilan jenis
kecerdasan adalah verbal-linguistik, logika-matematika, spasial, kinestetik-
jasmani, music intrapersonal, interpersonal, natural, dan spiritual.
Sekolah tidak harus membuat kurikulum tersendiri. Kurikulum yang
dipakai adalah kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut. Namun kurikulum
yang dipakai harus berpeluang untuk dimodofikasi, manakala ada siswa yang
mengalami hambatan untuk diterapkannya kurikulum yang ada siswa yang justru
melampaui kurikulum yang ada. Kurikulum yang demikian disebut kurikulum
yang fleksibel. Modifikasi kurikulum perlu dilakukan agar setiap siswa
mendapatkan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi individu siswa. Penetapan
siswa yang memerlukan modifikasi kurikulum ditentukan dari hasil identifikasi
dan asesmen.Dedi Supriadi, 2003 mengemukakan: Sesungguhnya, kehendak
untuk membangun pendidikan yang lebih inklusif dan populasi merupakan
keinginan lama di Indonesia. Jauh sejak Negara ini memulai pelaksanaan wajib
belajar pendidikan 6 tahun pada tahun 1984, kemudian wajib belajar 9 tahun
mulai 1994, telah dirasakan perlunya perubahan perspektif dalam menempatkan
peserta didik. Perspektif yang elitis, eksklusif, segregatif, dan hanya
memperhatikan kelompok mayoritas yang masih berlaku pada saat ini tidak bisa
lagi dipertahankan tatkala pendidikan juga harus dapat menjangkau kelompok
anak-anak kurang beruntung, termasuk anak-anak berkelainan. Filosofinya pun
berubah dari “mengubah anak agar sesuai dengan tuntutan sekolah” menjadi
“mengubah sekolah atau sistem agar sesuai dengan anak” dengan kata lain,
“adapting the system, not the children”, tanpa ada perubahan ini, niscaya sasaran
wajib belajar tidak akan pernah tercapai karena ada pagar-pagar yang
menghalangi akses anak kependidikan. Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa
salah satu elemen pendidikan inklusif yaitu kurikulum yang fleksibel menjadi
sebuah persyaratan utama jika sekolah (dalam hal ini guru) mengetahui kondisi
dan kemampuan (potensi) yang dimiliki oleh peserta didik oleh peserta didik dan
hambatan yang dimiliki anak. Kemampuan guru di bidang identifikasi dan
asesmen menjadi hal yang penting untuk bisa mengimplementasikan fleksibilitas
kurikulum. Identifikasi berarti menemukenali. Asesmen berarti segala upaya
untuk mengumpulkan informasi tentang diri anak, misalnya seseorang yang
mempunyai bakat dan minat music, maka anak dibuatkan kurikulum yang dapat
mengembangkan potensi musiknya. Masih banyak potensi-potensi lainnya (tidak
hanya bakat dan minat saja) seperti cara belajar anak, fisik anak, dsb. Hambatan
belajar anak tidak kalah pentingnya untuk diketahui. Proses identifikasi dan
asesmen untuk menemukan hambatan belajar anak juga menjadi prioritas sebelum
menangani anak. Jika hambatan belajar anak tidak terdeteksi oleh guru hal ini
sangat berpotensi terhadap buruknya perkembangan belajar anak dan
menyebabkan siswa tidak termotivasi belajar, karena kesulitan demi kesulitan
menghimpit anak. Hambatan belajar anak perlu diketahui sebagai bahan
pertimbangan untuk penanganan yang diwujudkan dalam program pembelajaran.
Beberapa jenis modifikasi yang dapat dilakukan antara lain:
a. Modifikasi Proses Modifikasi proses sebisa mungkin menjadi alternatif
pertama jika menurut hasil identifikasi dan asesmen, siswa sebenarnya
mampu mengikuti kurikulum yang ada. Modifikasi proses diperlukan
dengan alasan siswa akan mengalami hambatan jika kurikulum yang ada
dilaksanakan /diajarkan sama seperti anak-anak pada umumnya.
Kurikulum dapat diikuti oleh siswa jika dimodifikasi dalam prosesnya.
Modifikasi proses terdiri dari modifikasi dalam prosesnya. Modifikasi
proses terdiri dari modifikasi alat peraga, seting ruang, metode/cara
mengajar, toleransi terhadap cara belajar siswa yang berbeda.
b. Modifikasi Konten/isi kurikulum Modifikasi ini terdiri dari:
1. Modifikasi menurunkan tingkatan kesulitan pelajaran.
2. Modifikasi substitusi, yaitu materi yang diajarkan kepada ABK
diganti dengan materinya bukan kepada mata pelajarannya.
Pengganti mata pelajaran harus didukung oleh argumentasi yang
benar.
c. Modifikasi omisi, penghilang materi/mata pelajaran.
d. Modifikasi ini diterapkan jika sudah tidak memungkinkan lagi ada
pengganti materi/ mata pelajaran yang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan anak Perencanaan pembelajaran bagi anak-anak yang
mengalami hambatan (lebih spesifik bagi peserta didik yang masuk dalam
kategori ABK) diwujudkan dalam IEP/PPI (Program Pembelajaran
Individual).
5. Akomodasi yang layak
Akomodasi yang layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan
diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi
manusia dan kebebasan fundamental untuk Penyandang Disabilitas berdasarkan
kesetaraan. Di Indonesia pemberian akomodasi yang layak terhadap penyandang
disabilitas diatur melalui PeraturanPemerintah nomor 13 tahun 2020.
Bentuk akomodasi yang layak berdasarkan ragam penyandang disabilitas
bagi peserta didik penyandang disabilitas fisik berupa:
1. Ketersediaan aksesibilitas untuk menuju tempat yang lebih tinggi dalam
bentuk: bidang miring, lift dan bentuk lainnya.
2. Pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan
sesuai dengan kondisi fisik Peserta Didik Penyandang Disabilitas
berdasarkan keterangan dokter dan/ atau dokter spesialis sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; fleksibilitas proses
pembelajaran, fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan, fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/atau
capaian pembelajaran, fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian
kompetensi, fleksibilitas waktu penyelesaian tugas dan evaluasi, asistensi
dalam proses pembelajaran dan evaluasi, dan/atau bentuk lain yang dapat
menjamin peserta didik penyandang disabilitas fisik untuk mendapat
layanan pendidikan.
F. Prinsip-prinsip pendidikan inklusi
Berdasarkan Kemdikbud (2012), secara umum prinsip-prinsip penyelenggaraan
pendidikan inklusif adalah sebagai berikut:
1. Pemerataan dan peningkatan mutu
Pendidikan inklusif merupakan salah satu strategi upaya pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan, karena lembaga PI dapat menampung semua anak yang
belum terjangkau oleh layanan pendidikan lainnya. PI juga merupakan strategi
peningkatan mutu, karena model pembelajaran inklusif menggunakan metodologi
pembelajaran bervariasi yang bisa menyentuh pada semua anak dan menghargai
perbedaan.
2. Kebutuhan individual
Setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda, oleh karena itu
pendidikan harus diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak.
3. Kebermaknaan
PI harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima
keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
4. Keberlanjutan
PI diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan.
5. Keterlibatan
Penyelenggaraan PI harus melibatkan seluruh komponen pendidikan terkait.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan Inklusif (PI) merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)
termasuk di dalamnya adalah Peserta Didik Penyandang Disabilitas dan memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta
didik pada umumnya.
Pendidikan Inklusi (PI) juga dimaknai sebagai (1) suatu pendekatan inovatif
dan strategis untuk memperluas akses pendidikan bagi semua Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) termasuk anak penyandang disabilitas, (2) sebagai bentuk reformasi
pendidikan yang menekankan sikap anti diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan
kesempatan, keadilan dan perluasan akses pendidikan bagi semua, dan (3) sebuah
proses dalam merespon kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui
peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya, dan masyarakat, serta mengurangi
ekslusivitas di dalam dan dari pendidikan (Booth, 1996). Berdasarkan definisi di atas
maka pendidikan inklusif diartikan bahwa setiap peserta didik memperoleh layanan
sesuai dengan kebutuhan khususnya di manapun berada, dengan sistem pendidikan
yang terbuka, tidak diskriminatif dan berpusat pada anak yang mengakomodasi
semua anak dalam kelas yang sama. Dengan demikian, PI merupakan sebuah sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan atau akses yang seluas-
luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai
kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi
B. Saran
Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sekolah inklusif sehingga anak
yang berkebutuhan khusus yang berbakat dapat menyakurkan bakat mereka.
Pemerintah juga harus mensosialisasikan adanya sekolah inklusif agar sekolah
inklusif diketahui keberadaanya, dan masyarakat tidak lagi meremehkan sekolah
inklusif bahwa anak-anak inklusif juga bisa berprestasi layaknya anak normal.
DAFTAR PUSTAKA

Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan layanan Khusus Pendidikan Dasar.


2013.Pendidikan Inklusif Berbasis Sekolah. Jakarta: USAID.

Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan layanan Khusus Pendidikan Dasar. 2015. Buku
Khusus Tulkit LIRP. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2007. Tulkit LIRP.Jakarta:
Depdiknas.Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2014.
Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif.Jakarta:

Depdiknas Konsep Pembangunan Ruang Pusat Sumber Belajar Sekolah Inklusif, Direktorat
PMPK, Kemdikbud, 2019

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2012). Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif. Jakarta:
Kemdikbud.

Johnsen, B. H. & Skjorten, M. D. 2004. Pendidikan Kebutuhan Khusus; Sebuah Pengantar,


Menuju Inklusi, Buku No. 1. Indonesia; Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai