Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PENDIDIKAN INKLUSI

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Kebijakan Pendidikan


Dosen Pengampu: Prof. Drs. Ahmad Suriansyah, M.Pd., Ph.D / Dr. Suhaimi,
S.Pd., M.Pd

HAL

AMAN JUDUL

Di susun oleh :
Kelas : 2A
Kelompok : 11
Martini 2020111320098
Noriawati 2020111320007
Wina Novita 2020111320087

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas berupa Makalah
Mata Kuliah Analisis Kebijakan Pendidikan yang berjudul “Pendidikan
Inklusi”.
Shalawat serta salam tak lupa kita panjatkan kepada junjungan alam Nabi
Besar Muhammad SAW, karena hanya dengan petunjuknya dan segala usaha
upaya beliau, kita dapat rasakan kehidupan yang berbudaya, beraturan, dan
menjadikan kita makhluk yang lebih mulia di hadapan Tuhan. Tak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan semua yang turut membantu dalam
menyelesaikan makalah ini terutama kepada Bapak Prof. Drs. Ahmad Suriansyah,
M.Pd., Ph.D / Dr. Suhaimi, S.Pd., M.Pd kami ucapkan ribuan terima kasih atas
bimbingan dan arahannya sehingga mkalah ini dapat kami selesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan daan
pengetahuan seluruh peserta perkuliahan Mata Kuliah Analisis Kebijakan
Pendidikan meningkatkan pelaksanaan atau implementasi strategi di lembaga
masing-masing.

Tapin, Februari 2021

Penulis
Kelompok 11

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Pengertian Pendidikan Inklusif.......................................................................3
B. Pro dan Kontra Pendidikan Inklusif................................................................9
C. Manfaat Pendidikan Inklusif.........................................................................10
BAB III PENUTUP..................................................................................................................14
A. Kesimpulan..................................................................................................14
B. Saran.............................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan inklusif merupakan seseuatu yang baru di dunia pendidikan


Indonesia. Istilah pendidikan inklusif atau inklusi, mulai mengemuka sejak tahun
1990, ketika konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua, yang diteruskan
dengan pernyataan  tentang pendidikan inklusif pada tahun 1994.

Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diperuntukan bagi peserta


didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Oleh karena itu, untuk mendorong
kemampuan pembelajaran mereka dibutuhkan lingkungan belajar yang kondusif,
baik tempat belajar, metoda, sistem penilaian, sarana dan prasarana serta yang
tidak kalah pentingnya adalah tersedianya media pendidikan yang memadai sesuai
dengan kebutuhan peserta didik.

Seiring dengan perjalanan kehidupan sosial bermasyarakat, ada pandangan


bahwa mereka anak-anak penyandang dissabilitas dianggap sebagai sosok
individu yang tidak berguna, bahkan perlu diasingkan. Namun, seiring dengan
perkembangan peradaban manusia, pandangan tersebut mulai berbeda.
Keberadaannya mulai dihargai dan memiliki hak yang sama seperti anak normal
lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan dalam Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa Negara memberikan jaminan
sebenarnya kepada anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan
pendidikan yang berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak
berkebutuhan khusus mendapatkan kesempatan yang sama dengan anak-anak
normal lainnya dalam pendidikan. Hanya saja, jika ditinjau dari sudut pandang
pendidikan, karena karakteristiknya yang berbeda dengan anak normal pada

1
umumnya menyebabkan dalam proses pendidikannya mereka membutuhkan
layanan pendekatan dan metode yang berbeda dengan pendekatan khusus

Pemerintah sebagai faktor utama dalam membuat kebijaksanaan


pendidikan mengupayakan program pemerataan pendidikan dengan
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah suatu
kebijaksanaan pemerintah dalam mengupayakan pendidikan yang bisa dinikmati
oleh setiap warga negara agar memperoleh pendidikan   tanpa memandang anak
berkebutuhan khusus dan anak normal agar bisa bersekolah dan memperoleh
pendidikan yang layak dan berkualitas untuk masa depan hidupnya.

Ruang lingkup media pendidikan inklusif sebaiknya mencakup semua


jenis media pendidikan untuk semua peserta didik termasuk didalamnya anak
berkebutuhan khusus, seperti: Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa,
Tunalaras, Tuna Wicara, Tunaganda, HIV/AIDS, Gifeted, Talented, Kesulitan
Belajar, Lamban Belajar, Autis, Korban Penyalahgunaan Narkoba, Indigo, dan
lain sebagainya.

Khusus untuk pembelajaran MIPA, memang tidaklah mudah mengajarkan


dan mengaplikasikan konsep-konsep materi pada anak yang berkebutuhan khusus
atau memiliki bakat istimewa. Tetapi hal itu bukan berarti mata pelajaran MIPA
tidak dapat diberikan kepada mereka. 

Dengan dilatarbelakangai hal tersebut maka dirasa perlu untuk


mempelajari lebih mendalam tentang kajian pendidikan inklusif khususnya pada
mata pelajaran MIPA.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut:  

1.    Apa pengertian pendidikan inklusif?


2. Apa saja pro dan kontra pendidikan Inklusif?
3.    Apa manfaatnya pendidikan inklusif?

2
C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sbagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan inklusif.


2. Untuk mengetahui pro dan kontra pendidikan Inklusif.
3. Untuk mengetahui manfaat pendidikan inklusif.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif lahir sebagai bentuk ketidak puasan penyelenggaran


pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan menggunakan sisitem
segregasi. Sistem segregasi adalah sistem penyelenggalan sekolah yang
diperuntukan bagi anak-anak yang memiliki kelainan atau anak-anak
berkebutuhan khusus. Sistem ini dipandang bertentangan dengan tujuan
pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Dimana tujuaan penyelenggaran
pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah untuk mempersiapkan mereka untuk
dapat berinteraksi dengan mandiri di lingkungan masyarakat. Namun dalam
proses penyelenggaran pendidikan, sistem segregasi justru di pisahkan dengan
lingkungan masyarakat, khususunya terjadi di masyarakat kita berangkat dari
kenyataan tersebut, lahirlah beberapa konsep pendidikan inklusif

Menurut [ CITATION Bud06 \l 1033 ], sistem segregasi tidak mampu lagi


mengemban misi utama pendidikan, yaitu memanusiakan manusia. Sistem
segregasi cenderung diskriminatif, esklusif, mahal, tidak efesien, serta
outputnyapun belum menjanjikan sesuatu yang positif. Disebut pula oleh
[ CITATION Rey88 \l 1033 ] bahwa model segregasi tidak menjamin kesempatan
anak berkenalinan berkembang potensi secara optimal, karena kurikulum
dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Hal itu secara filosofis model
segregasi tidak logis, karena menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat

3
berinteraksi dengan masyarakat normal, tetapi faktanya mereka dipisahkan dari
masyarakat normal.

Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaran pendidikan bagi


anak-anak yang memiliki keterbatasan tertentu dan anak yang lainnya yang
disatukan dengan tanpa mempertimbangakan keterbatasan masing-masing.
Menurutt [CITATION Dir07 \l 1033 ], pendidikan inklusif adalah sistem layanan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak belajar bersama-
sama. Di sekolah umum dengan memerhatikan keragaman dan kebutuhan
individual, sehingga potensi anak dapat berkembang secara optimal. Semangat
pendidikan inkuusif akan memberi akses yang luas-luasnya kepada semua anak,
termasuk anak berebutuhan khusus, untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
dan memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhanya.

Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan direkterat pembinaan SLB ( 2007),


sebagai wadah yang ideal, pendidikan inklusif memiliki empat karateristik makna,
yaitu :

1. Pendidikan inklusif yang berjalan terus dalam usaha menemukan cara-cara


merespon keragaman individu anak.
2. Pendidikan inklusif berarti memperleh cara-cara untuk mengatasi hambatan-
hambatan anak dalam belajar
3. Pendidikan inklusif berarti membawa makna anak mendapata kesempatan
untuk hadir di sekolah, berpartisipasi, dan mendaparkan hasil belajar yang
bermakna dalam hidupnya
4. Pendidikan inklusif di peruntukan bagi anak yang tergolong marginal,
ekslusif, dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.
Definisi inklusif disampaikan oleh Dianne dan Brandy Reese (2002)dalam
[ CITATION Gar15 \l 1033 ] bahwa:
“inclusion can be defined as the act of being present at reguler education
clesses with the support and service needed to successfully achieve
education goals. Inclusion in the scholastic enviroment benefits both the
disabled student and the non-disabled student in obtaining life skills. by
including all student as much possible in general or reguler education all
classes all students can learn to work cooperatively, learn to work with
different kinds of people in taks “

4
Pernyataan Tirocchi tersebut, menunjukan bahwa keberadaan anak
berkebutuhan khusus di kelas regular merupakan sesuatu yang penting untuk
mencapai tunjuan pembelajaran di kelas. keberdaan anak berkebutuhan khusus di
kelas inklusif bermanfaat bagi semua anak, khusunya dalam pengembangan
kompetensi sosial dan peningkatan kecakapan hidup. Hal ini dapat terwujud
manakala anak berkebutuhan khusus kerjasama secara sinergis dengan anak-anak
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sekolah.

Menurut Sharon rustemer (2002), yang dilaporkan pada center of study in


inclusive education (CSIE) , pendidikan inklusif didefinisikan sebgai berikut
“inclusive education learning together in ordinary pre-school provision, schools,
colleges and universities with appropriate network of support”. Dengan demikian,
pendidikan inklusif dapat diikuti oleh semua orang dengan tanpa keterbatasan dan
dapat berlangsung di setiap jenjang pendiidkan, mulai dari TK sampai perguruaan
tinggi.

Selanjutnya, SCIES menyatakan bahwa “ inclusion means enabling all


students to participate fully in the life and work of mainstreaming setting,
whatever their needs”. Dengan kata lain, semua siswa tanpa memandang jenis
kebutuhan diperbolehkan unruk bersam-sama hidup dan bekerja dalam
lingkungan umum (lumrah).

Pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang menghargai


manusia:

1. Diciptakan sebagai mahluk yang berbeda-beda (unik)


2. Menghargai dan menghormati bahwa semua orang merupakan bagian dari
masyarakat, dan
3. Diciptakan untuk membangun sebuah masyarakat, sehingga masyarakat normal
ditandai dengan adanya keberagaman dari setiap anggota masyarakat.
Model pendidikan khusus tertua adalah model segregasi yang menempatkan
anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus, terpisah dari teman sebayanya.

5
Sekolah-sekolah ini memiliki kurikulum, metode mengajar, sarana pembelajaran,
system evaluasi, dan guru khusus. Dari segi pengelolaan, model segregasi
memang menguntungkan, karena mudah bagi guru dan administrator. Namun
demikian, dari sudut pandang peserta didik, model segregasi merugikan.
Disebutkan oleh Reynolds dan Birch (1988), antara lain bahwa model segregatif
tidak menjamin kesempatan anak berkelainan mengembangkan potensi secara
optimal, karena kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa.
Kecuali itu, secara filosofis model segregasi tidak logis, karena menyiapkan
peserta didik untuk kelak dapat berintegrasi dengan masyarakat normal, tetapi
mereka dipisahkan dengan masyarakat normal. Kelemahan lain yang tidak kalah
penting adalah bahwa model segregatif relatif mahal.
Model yang muncul pada pertengahan abad XX adalah model
mainstreaming. Belajar dari berbagai kelemahan model segregatif, model
mainstreaming memungkinkan berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi
anak berkelainan. Alternatif yang tersedia mulai dari yang sangat bebas (kelas
biasa penuh) sampai yang paling berbatas (sekolah khusus sepanjang hari). Oleh
karena itu, model ini juga dikenal dengan model yang paling tidak berbatas (the
least restrictive environment), artinya seorang anak berkelainan harus ditempatkan
pada lingkungan yang paling tidak berbatas menurut potensi dan jenis / tingkat
kelainannya.
Secara hirarkis, Deno (1970) mengemukakan alternatif sebagai berikut:
1. Kelas biasa penuh,
2. Kelas biasa dengan tambahan bimbingan di dalam,
3. Kelas biasa dengan tambahan bimbingan di luar kelas,
4. Kelas khusus dengan kesempatan bergabung di kelas biasa,
5. Kelas khusus penuh,
6. Sekolah khusus, dan
7. Sekolah khusus berasrama.

Adapun menurut Heiman (2004), terdapat 4 model pendidikan inklusif,


yaitu:

1. In-and-out

6
2. Two-teachers
3. Full inclusion
4. Rejection of inclusion

Model in-and-out adalah model pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan


khusus dimana anak-anak tersebut keluar masuk kelas reguler pada pembelajaran
tertentu. Model two-teachers adalah model pembelajaran bagi anak anak
berkebutuhan khusus dengan menggunakan dua orang guru, yaitu guru reguler
dan guru pembimbing khusus (GPK). Model full inclusion adalah model
pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus diaman anak-anak
berkebutuhan khusus secara penuh mengikuti proses pembelajaran bersama-sama
dengan siswa-siswa reguler linnya di kelas yang sama. Model rejection of
inclusion adalah model pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus
dimana siswa-siswa berkebutuhan khusus belajar terpisah dengan siswa-siswa
reguler lainnya.

Anak berkebutuhan khusus dapat berpindah dari satu bentuk layanan ke


bentuk layanan yang lain, seperti:

1) Bentuk kelas reguler penuh

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari
di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.

2) Bentuk kelas reguler dengan cluster

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas


reguler dalam kelompok khusus.

3) Bentuk kelas reguler dengan pull out

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas


reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang
sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

4) Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out

7
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari
kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru
pembimbing khusus.

5) Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian

Anak berkebutuhan khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler,


namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler.

6) Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler

Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah


reguler.

Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada model di atas tidak


mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap
saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan
sebagian anak berkebutuhan khusus dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi
dengan gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkebutuhan
khusus yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya
berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang
gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler
(sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus
(rumah sakit).

Sebelum berkembangnya Pendidikan inklusif, telah dikenal beberapa


konsep yang mengarah menuju pendidikan inklusif. Konsep konsep itu antara
lain:

8
1. Normalisasi

Konsep normalisasi jika diartikan dari struktur bahasa berarti


“menormalkan”, atau membuat normal sesuatu yang tidak normal. Namun, dalam
konteks isu pendidikan, normlisasi berarti memandang setiap orang untuk hidup
dari kacamata kebutuhan hidup orang pada umumnya. Kebutuhan hidup orang
pada umumnya meliputi kebutuhan pendidikan, kesehatan, perlakuan adil dimata
hukum, kualitas hidup layak, dan lain-lain. Dalam pengertian lain, normalisasi
adalah melihat para penyandang cacat, didalamnya termasuk anak berkebutuhan
khusus, dari perspektik masyarakat secara umum.

Normalisasi memandang bahwa penyandang cacat dan ABK merupakan


bagian dari masyarakat secara umum. Dulu kita mengenal kebijakan tentang
penanggulangan masalah-masalah penyandang cacat merupakan tanggung jawab
departemen sosial. Kini kebijakan itu sudah tidak relevan. Kebijakan
penanggulangan penyandang cacat dan anak-anak brkebutuhan khusus adalah
tanggung jawab semua pihak.

2. Integrasi (pendidikan terpadu)

Pendidikan terpadu merupakan istilah umum mengenai kehadiran seseorang


anak disekolah reguler. Istlah ini juga mengacu pada proses mentransfer siswa ke
wilayah yang kurang tersegresi. Ada sistem integrasi seorang anak yang masuk
kelas reguler namun berada diunit khusus atau kelas terpisah, tetap dapat
dikategorikan terintegrasi. Ini karena ia lebih berkesempatan berinteraksi dengan
anggota komunitas sekolah umum daripada jika ia diisolasi dalam sekolah khusus.
Pada sistem integrasi kesempatan untuk berinteraksi dapat terjadi jika anak
tersebut diintegrasikan ke dalam sekolah reguler.

3. Mainstream

Istilah mainstream tidak jauh berbeda dengan integrasim mainstream


merupakan sistem pendidikan diaman sesorang siswa terdaftar atau berpartisispasi
dikelas reguler.

9
4. Pendidikan inklusif

Definisi inklusi menurut new york city board of education adalah suatu
metode yang menyediaakan layanan pendidikan khusus pada lingkungan yang
hampir tidak terbatas.
B. Pro dan Kontra Pendidikan Inklusif

Meskipun pendidikan inklusif telah diakui di seluruh dunia sebagai salah


satu uapaya mempercepat pemenuhan hak pendidikan bagi setiap anak, namun
perkembangan pendidikan inklusif mengalami kemajuan yang berbeda-beda di
setiap negara. Sebagai inovasi baru, pro dan kontra pendidikan inklusif masih
terjadi dengan alasan masing-masing. Sebagai negara yang ikut dalam berbagai
konvensi dunia, Indonesia harus merespon secara proaktif terhadap
kecenderungan perkembangan pendidikan inklusif. Salah satunya adalah dengan
cara memahami secara kritis tentang pro dan kontra pendidikan inklusif.

1. Pro Pendidikan Inklusif

a. Belum ada bukti empirik yang kuat bahwa SLB merupakan satu-satunya
sistem terbaik untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus.
b. Biaya penyelenggaraan SLB jauh lebih mahal dibanding dengan dengan
sekolah regular.
c. Banyak anak berkebutuhan khusus yang tinggal di daerah-daerah tidak
dapat bersekolah di SLB karena jauh dan/atau biaya yang tidak
terjangkau.
d. SLB (terutama yang berasrama) merupakan sekolah yang memisahkan
anak dari kehidupan sosial yang nyata. Sedangkan sekolah inklusif lebih
‘menyatukan’ anak dengan kehidupan nyata.
e. Banyak bukti di sekolah reguler terdapat anak berkebutuhan khusus yang
tidak mendapatkan layanan yang sesuai.
f. Penyelenggaraan SLB berimplikasi adanya labelisasi anak ‘cacat’ yang
dapat menimbulkan stigma sepanjang hayat. Orangtua tidak mau ke SLB.
g. Melalui pendidikan inklusif akan terjadi proses edukasi kepada masyarakat
agar menghargai adanya perbedaan.

10
2. Kontra Pendidikan Inklusif

a. Peraturan perundangan memberikan kesempatan pendidikan khusus bagi


anak berkebutuhan khusus.
b. Hasil penelitian masih menghendaki berbagai alternatif pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus.
c. Banyak orangtua yang anaknya tidak ingin bersekolah di sekolah reguler.
d. Banyak sekolah reguler yang belum siap menyelenggarakan pendidikan
inklusif karena menyangkut sumberdaya yang terbatas.
e. Sekolah khusus/SLB dianggap lebih efektif karena diikuti anak yang
sejenis.

3. Pendidikan Inklusif Yang Moderat

Jalan keluar untuk mengatasi pro dan kontra tentang pendidikan inklusif,
maka dapat diterapkan pendidikan inklusif yang moderat. Pendidikan inklusif
yang moderat dimaksud adalah:

a. Pendidikan inklusif yang memadukan antara terpadu dan inklusi penuh


b. Model moderat ini dikenal dengan model mainstreaming

Model pendidikan mainstreaming merupakan model yang memadukan


antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa)
dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan ke
dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja.

Filosofinya tetap pendidikan inklusif, tetapi dalam praktiknya anak


berkebutuhan khusus disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhannya.

C. Manfaat Pendidikan Inklusif

Layanan pendidikan inklunsif membantu untuk memastikan bahwa anak-


anak dengan dan tanpa mengalami hambatan dapat tumbuh hidup dan tumbuh
bersama. Semua anak, keluarga, dan masyarakatmendukung penyelnggaraan

11
pendidikan inklunsif. Praktek-praktek inklunsif membantu menciptakan suasana
di mana anak-anak akan lebih mampu ntuk menerima dan memahami perbedaan
di anara mereka sendiri. Anak-anak mulai menyadari dan menerima bahwa
beberapa orang harus menggunakan rusi roda, beberapa orang harus
menggunakan alat bantu dengar , dan beberapa menggunakan tangan dan kaki
mereka dengan cara yang berbeda.

1. Manfaat bagi peserta didik (siswa)


a) Anak-anak mengembangkan persahabatan, persaudaraan, dan belajar
bagaimana bermaindan berinteraksi dengan satu sama lain.
b) Anak-anak mempelajari bagaimana harus bersikap toleran terhadap orang
lain.
c) Anak-anak mengembangkan citra yang lebih positif dan diri mereka
sendiri dan mempunyai sikap yang sehat tentang keunikan yang ada pada
diri orang lain.
d) Melatih dan membiasakan untuk menghargai dan merangkul perbedaan
dengan menghilangkan budaya “labeling” atau memberi cap negatif pada
rang lain.
e) Anak-anak mempelajari model dari orang-orang yang berhasil, meskipun
mereka memiliki tantangan dan hambatan
f) Memunculkan rasa percaya diri melalui sikap penerimaan dan pelibatan di
dalam kelas
g) Anak-anak dengan kebutuhan khusus memiliki kesempatan untuk belajar
keterampilan baru dengan mengamati dan meniru anak-anak lain
h) Anak-anak di dorong untuk menjadi lebih berakal, kreatif koopratif
2. Manfaat bagi guru
a) Guru berkembang secara profesional dengan mengembangkan
keterampilan baru dan memperluas perspektif mereka tentang
perkembangan anak.
b) Guru memiliki kesempatan untuk mempelakjari dan mengembangkan
kemitraan dengan masyarakat lainnya sumber daya dan lembaga.
c) Guru belajar untuk berkomunikasi dengan lebih efektif dan bekerja
sebagai tim

12
d) Guru membangun hubungan yang kuat dengan orang tua
e) Guru berusaha meningkatkan kredibilitas mereka sebagai seorang
profesional yang berkualitas.
f) Guru senantiasa mengembangkan kreativitas dalam mengelola
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas.
g) Guru tertantang untuk terus belajar melalui perbedaan yang di hadapi di
kelas.
h) Guru terlatih dan terbiasa untuk memiliki budaya kerja yang positif ,
kreatif, inovatif, fleksibel, dan akomodatif terhadap semua anak didiknya
dengan semua perbedaan.
3. Manfaat bagi orang tua dan keluarga
a) Menjadi lebih mengetahui sistem belajar di sekolah.
b) Meningkatkan kepercayaan terhadap guru dan sekolah.
c) Memperkuat tanggung jawab pendidikan dan anak sekolah dan di rumah.
d) Mengetahui dan mengikuti perkembangan belajar anak
e) Semakin terbuka dan ramah bekerja sama dengan guru
f) Mempermudah mengajak anak belajar di sekolah
g) Semua keluarga harus bekerja untuk mempelajari lebih lanjut tentang
perkembangan anak.
h) Semua keluarga senang melihat anak-anak mereka berteman dengan
kelompok yang beragam anak-anak.
i) Semua keluarga senang melihat kesempatan un tuk mengajar anak-anak
mereka tentang perbedaan-perbedaan individual dan keragaman.
j) Semua keluarga memiliki kesempatan untuk berbicara dengan orang tua
lain dan menyadari bahwa mereka banyak frustasi yang sama ,
keprihatinan, kebutuhan, harapan, dan keinginan untuk anak-anak mereka.
4. Manfaat bagi masyarakat
a) Mengontrol terlaksananya sekolah penyelanggaran penyelidikan inklunsif
di lingkungannya.
b) Sebuah komunitas akan menjadi lebih mudah menerima dan mendukung
semua orang.

13
c) Masyarakat yang lebih beragam mebuat lebih kreatif, dan lebih terbuka
terhadap sebagai kemungkinan dan kesempatan.
d) Pendidikan inklunsif membantu anak berkebutuhan khusus untuk menjadi
lebih siap untuk tanggung jawab dan hak-hak kehidupan masyarakat.
e) Meningkatkan tanggung jawab terhadap pendidikan anak di sekolah dan di
masyarakat
f) Ikut menjadi sumber dan semakin terbuka dan ramah bermitra dengan
sekolah

14
5. Manfaat bagi pemerintah
a) Anak berkebutuhan khusu mendapatkan hak pendidikan yang sama
dengan mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih luas.
b) Mempercepat penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
pendidikan terlaksana berlandaskan pada azaz demokrasi , berkeadilan ,
dan tanpa diskriminasi

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas penulis memberikan kesimpulan sebagai


berikut:
1. Pendidikan inklusif adalah pendidikan regular yang disesuaikan
dengan kebutuhan peserta didik yang memiliki kelainan dan atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada sekolah regular
dalam satu kesatuan yang sistemik. Pendidkan inklusif
mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus yang mempunyai
IQ normal, diperuntukan bagi yang memiliki kelainan, bakat istimewa,
kecerdasan istimewa dan atau yang memerlukan pendidkan layanan
khusus.
2. Manfaat pendidikan inklusif antara lain: Membangun kesadaran dan
konsensus pentingnya pendidikan inklusif sekaligus menghilangkan
sikap dan nilai yang diskriminatif, melibatkan dan memberdayakan
masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal,
mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan
mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah,
mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan
masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran, melibatkan
masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu
pendidikan bagi semua anak
B. Saran

Dengan adanya makalah ini penulis berharap pembaca dapat


memahami isi dari makalah ini dan tentu dapat menambah pengetahuan
seputar dunia pendidikan inklusif. Semoga pembaca bisa terus menggali
wawasanya dengan terus mencari referensi lain selain dari makalah ini.

16
17
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto. (2006). Pendidikan Kewarganegaraan. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.


Direktorat, P. S. (2007). Program Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
Khusus. Jakarta: Depdiknas.
Garnida, D. (2015). Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung: Refika Aditama.

Heiman, T. (2004) “Children with Special Needs: The Role of the Family”.
Tersedia www.open.ac.il/geninfor/openletter/12-14.pdf diakses Februari 2021
Reynolds, M., & Birch, J. (1988). Managing Inclusive and Special Education.
London: Sage Publication Ltd.

18

Anda mungkin juga menyukai