HAL
AMAN JUDUL
Di susun oleh :
Kelas : 2A
Kelompok : 11
Martini 2020111320098
Noriawati 2020111320007
Wina Novita 2020111320087
Puji dan Syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas berupa Makalah
Mata Kuliah Analisis Kebijakan Pendidikan yang berjudul “Pendidikan
Inklusi”.
Shalawat serta salam tak lupa kita panjatkan kepada junjungan alam Nabi
Besar Muhammad SAW, karena hanya dengan petunjuknya dan segala usaha
upaya beliau, kita dapat rasakan kehidupan yang berbudaya, beraturan, dan
menjadikan kita makhluk yang lebih mulia di hadapan Tuhan. Tak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan semua yang turut membantu dalam
menyelesaikan makalah ini terutama kepada Bapak Prof. Drs. Ahmad Suriansyah,
M.Pd., Ph.D / Dr. Suhaimi, S.Pd., M.Pd kami ucapkan ribuan terima kasih atas
bimbingan dan arahannya sehingga mkalah ini dapat kami selesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan daan
pengetahuan seluruh peserta perkuliahan Mata Kuliah Analisis Kebijakan
Pendidikan meningkatkan pelaksanaan atau implementasi strategi di lembaga
masing-masing.
Penulis
Kelompok 11
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
umumnya menyebabkan dalam proses pendidikannya mereka membutuhkan
layanan pendekatan dan metode yang berbeda dengan pendekatan khusus
2
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
3
berinteraksi dengan masyarakat normal, tetapi faktanya mereka dipisahkan dari
masyarakat normal.
4
Pernyataan Tirocchi tersebut, menunjukan bahwa keberadaan anak
berkebutuhan khusus di kelas regular merupakan sesuatu yang penting untuk
mencapai tunjuan pembelajaran di kelas. keberdaan anak berkebutuhan khusus di
kelas inklusif bermanfaat bagi semua anak, khusunya dalam pengembangan
kompetensi sosial dan peningkatan kecakapan hidup. Hal ini dapat terwujud
manakala anak berkebutuhan khusus kerjasama secara sinergis dengan anak-anak
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sekolah.
5
Sekolah-sekolah ini memiliki kurikulum, metode mengajar, sarana pembelajaran,
system evaluasi, dan guru khusus. Dari segi pengelolaan, model segregasi
memang menguntungkan, karena mudah bagi guru dan administrator. Namun
demikian, dari sudut pandang peserta didik, model segregasi merugikan.
Disebutkan oleh Reynolds dan Birch (1988), antara lain bahwa model segregatif
tidak menjamin kesempatan anak berkelainan mengembangkan potensi secara
optimal, karena kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa.
Kecuali itu, secara filosofis model segregasi tidak logis, karena menyiapkan
peserta didik untuk kelak dapat berintegrasi dengan masyarakat normal, tetapi
mereka dipisahkan dengan masyarakat normal. Kelemahan lain yang tidak kalah
penting adalah bahwa model segregatif relatif mahal.
Model yang muncul pada pertengahan abad XX adalah model
mainstreaming. Belajar dari berbagai kelemahan model segregatif, model
mainstreaming memungkinkan berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi
anak berkelainan. Alternatif yang tersedia mulai dari yang sangat bebas (kelas
biasa penuh) sampai yang paling berbatas (sekolah khusus sepanjang hari). Oleh
karena itu, model ini juga dikenal dengan model yang paling tidak berbatas (the
least restrictive environment), artinya seorang anak berkelainan harus ditempatkan
pada lingkungan yang paling tidak berbatas menurut potensi dan jenis / tingkat
kelainannya.
Secara hirarkis, Deno (1970) mengemukakan alternatif sebagai berikut:
1. Kelas biasa penuh,
2. Kelas biasa dengan tambahan bimbingan di dalam,
3. Kelas biasa dengan tambahan bimbingan di luar kelas,
4. Kelas khusus dengan kesempatan bergabung di kelas biasa,
5. Kelas khusus penuh,
6. Sekolah khusus, dan
7. Sekolah khusus berasrama.
1. In-and-out
6
2. Two-teachers
3. Full inclusion
4. Rejection of inclusion
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari
di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
7
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari
kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru
pembimbing khusus.
8
1. Normalisasi
3. Mainstream
9
4. Pendidikan inklusif
Definisi inklusi menurut new york city board of education adalah suatu
metode yang menyediaakan layanan pendidikan khusus pada lingkungan yang
hampir tidak terbatas.
B. Pro dan Kontra Pendidikan Inklusif
a. Belum ada bukti empirik yang kuat bahwa SLB merupakan satu-satunya
sistem terbaik untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus.
b. Biaya penyelenggaraan SLB jauh lebih mahal dibanding dengan dengan
sekolah regular.
c. Banyak anak berkebutuhan khusus yang tinggal di daerah-daerah tidak
dapat bersekolah di SLB karena jauh dan/atau biaya yang tidak
terjangkau.
d. SLB (terutama yang berasrama) merupakan sekolah yang memisahkan
anak dari kehidupan sosial yang nyata. Sedangkan sekolah inklusif lebih
‘menyatukan’ anak dengan kehidupan nyata.
e. Banyak bukti di sekolah reguler terdapat anak berkebutuhan khusus yang
tidak mendapatkan layanan yang sesuai.
f. Penyelenggaraan SLB berimplikasi adanya labelisasi anak ‘cacat’ yang
dapat menimbulkan stigma sepanjang hayat. Orangtua tidak mau ke SLB.
g. Melalui pendidikan inklusif akan terjadi proses edukasi kepada masyarakat
agar menghargai adanya perbedaan.
10
2. Kontra Pendidikan Inklusif
Jalan keluar untuk mengatasi pro dan kontra tentang pendidikan inklusif,
maka dapat diterapkan pendidikan inklusif yang moderat. Pendidikan inklusif
yang moderat dimaksud adalah:
11
pendidikan inklunsif. Praktek-praktek inklunsif membantu menciptakan suasana
di mana anak-anak akan lebih mampu ntuk menerima dan memahami perbedaan
di anara mereka sendiri. Anak-anak mulai menyadari dan menerima bahwa
beberapa orang harus menggunakan rusi roda, beberapa orang harus
menggunakan alat bantu dengar , dan beberapa menggunakan tangan dan kaki
mereka dengan cara yang berbeda.
12
d) Guru membangun hubungan yang kuat dengan orang tua
e) Guru berusaha meningkatkan kredibilitas mereka sebagai seorang
profesional yang berkualitas.
f) Guru senantiasa mengembangkan kreativitas dalam mengelola
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas.
g) Guru tertantang untuk terus belajar melalui perbedaan yang di hadapi di
kelas.
h) Guru terlatih dan terbiasa untuk memiliki budaya kerja yang positif ,
kreatif, inovatif, fleksibel, dan akomodatif terhadap semua anak didiknya
dengan semua perbedaan.
3. Manfaat bagi orang tua dan keluarga
a) Menjadi lebih mengetahui sistem belajar di sekolah.
b) Meningkatkan kepercayaan terhadap guru dan sekolah.
c) Memperkuat tanggung jawab pendidikan dan anak sekolah dan di rumah.
d) Mengetahui dan mengikuti perkembangan belajar anak
e) Semakin terbuka dan ramah bekerja sama dengan guru
f) Mempermudah mengajak anak belajar di sekolah
g) Semua keluarga harus bekerja untuk mempelajari lebih lanjut tentang
perkembangan anak.
h) Semua keluarga senang melihat anak-anak mereka berteman dengan
kelompok yang beragam anak-anak.
i) Semua keluarga senang melihat kesempatan un tuk mengajar anak-anak
mereka tentang perbedaan-perbedaan individual dan keragaman.
j) Semua keluarga memiliki kesempatan untuk berbicara dengan orang tua
lain dan menyadari bahwa mereka banyak frustasi yang sama ,
keprihatinan, kebutuhan, harapan, dan keinginan untuk anak-anak mereka.
4. Manfaat bagi masyarakat
a) Mengontrol terlaksananya sekolah penyelanggaran penyelidikan inklunsif
di lingkungannya.
b) Sebuah komunitas akan menjadi lebih mudah menerima dan mendukung
semua orang.
13
c) Masyarakat yang lebih beragam mebuat lebih kreatif, dan lebih terbuka
terhadap sebagai kemungkinan dan kesempatan.
d) Pendidikan inklunsif membantu anak berkebutuhan khusus untuk menjadi
lebih siap untuk tanggung jawab dan hak-hak kehidupan masyarakat.
e) Meningkatkan tanggung jawab terhadap pendidikan anak di sekolah dan di
masyarakat
f) Ikut menjadi sumber dan semakin terbuka dan ramah bermitra dengan
sekolah
14
5. Manfaat bagi pemerintah
a) Anak berkebutuhan khusu mendapatkan hak pendidikan yang sama
dengan mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih luas.
b) Mempercepat penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
pendidikan terlaksana berlandaskan pada azaz demokrasi , berkeadilan ,
dan tanpa diskriminasi
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
16
17
DAFTAR PUSTAKA
Heiman, T. (2004) “Children with Special Needs: The Role of the Family”.
Tersedia www.open.ac.il/geninfor/openletter/12-14.pdf diakses Februari 2021
Reynolds, M., & Birch, J. (1988). Managing Inclusive and Special Education.
London: Sage Publication Ltd.
18