Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR

Ungkapan syukur Alhamdulillah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah


Subhanahu Wa Ta‟ala atas segala limpahan rahmat, nikmat dan karunia Nya
kepada kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam
senantiasa kita kirimkan kepada baginda Nabi Muhammad Sallallahu „Alaihi
Wasalam, yang telah menjadi teladan bagi umat manusia, kelurga, sahabat dan
para pengikutnya yang tetap istiqomah di jalan Nya.

Makalah ini berjudul “Integrasi, Inklusi, Perbedaan Kemampuan dan


Pengajaran” yang diajukan sebagai salah satu tugas dari mata Psikologi
Pendidikan. Kami sebagai pemakalah yaitu kelompok 2 ingin mengucapkan terima
kasih kepada ayahanda Dr. Adnan, M.S selaku dosen pengampu yang telah
memberikan banyak bimbingan da arahan. Kami menyadari bahwa makalah ini
dapat diselesaikan dengan baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi pembaca. Semoga dengan selesainya makalah ini akan menambah
pengetahuan untuk kita semua, serta dapat diterapkan di dalam proses
pembelajaran.

Makassar 30 November 2022

Pemakalah
ii

D
AFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Defenisi Integrasi...........................................................................................3
2.2 Pendidikan Inklusi........................................................................................18
2.3 Perbedaan Kemampuan dan Pengajaran......................................................28
2.4 Siswa-Siswa Gifted dan Talented.................................................................32
BAB III KESIMPULAN......................................................................................35
3.1 Kesimpulan..................................................................................................35
3.2 Saran.............................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini Pendidikan di Indonesia sendiri masih menghadapi persoalan dan


tantangan yang sangat kompleks. Laporan yang diluncurkan oleh OECD dari
Stanford University mengatakan bahwa standar Pendidikan merupakan alat
prediksi bagi kesejahteraan jangka Panjang sutu negara. Kemudian Indonesia
sedang mengalami disorentasi ekonomi, politik, sosial, budaya dan
Pendidikan.
Pendidikan integrase dan pendidikan inklusi merupakan perkembangan
baru dari pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Pada sekolah yang
memberikan layanan Pendidikan integrase dan Pendidikan inklusif setiap anak
sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara
optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan atau penyesuaian, mulai
dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem
pembelajaran smapai pada penilaiannya.
Pendidikan integrase dan Pendidikan inklusi mensyaratkan pihak sekolah
yang harus menyesuaiakan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik,
bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan.
Pandanagan mengenai Pendidikan yang harus menyesuaikan dengan kondisi
peserta didik ini terkait dengan adanya perbedaan yang terdapat dalam diri
peserta didik. Pandangan lama yang menyetakan dengan Pendidikan dan
proses pembelajaran dikelas lambat laun harus berubah.
Perbedaan individual sesungguhnya merupakan sebuah kodrat atas
kehendak Tuhan Yang Mahakuasa. Tuhan telah menciptakan manusia dengan
perbedaan-perbedaan yang demikian kompleksnya. Tidak hanya berbeda dari
jenis kelamin, Tuhan juga menciptakan manusia berbeda satu dengan yang
lainnya dari segi kemampuan dan keadaan psikologisnya. Dari perbedaannya
yang beragam tersebut maka diperlukan cara belajar dan strategi pengajaran
yang berbeda pula sesuai dengan kemampuan maisng-masing individu. Ability
grouping ini merupakan strategi belajar bersama siswa sebagai kelompok kecil
dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan integrasi?


2. Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusi?
3. Apa perbedaan kemampuan dan pengajaran ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Pendidikan integrase
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dnegan Pendidikan inklusi
3. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan dan pengajaran

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah mengetahui dan
memahaami salah satu model pembelajaran yaitu integrase, inklusi,
perbedaan kemampuan dan pengajaran diimplemetasikan dalam menyusun
rancangan pembelajaran yang dapat menunjang keberhasilan dalam proses
pembelajaran.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Integrasi

A. Definisi Integrasi menurut para ahli


Untuk memahami lebih jauh mengenai program pendidikan integrasi dikutip
beberapa definisi dari para ahli, antara lain:
1. SA.Bratanata (1974)
Pendidikan integrasi yaitu pendidikan bagi anak berkelainan yang
diterima bersama-sama anak normal, dan diselenggarakan di sekolah biasa.
Bentuk penyelenggaraan pendidikan ini telah banyak dinikmati terutama
oleh anak tunanetra yang mampu dan sanggup berkompetisi dengan anak-
anak normal”. Unicef information mengemukakan bahwa “An innovative
programme in Indonesia called “Sekolah Integrasi” or integrated school,
is managing on small but growing scale to introduce blind children in to
ordinary primary schools and give them change of normal education”
(Darodjat Natanegara, 1980).
Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa di Indonesia terdapat
inovasi program pendidikan yang dikenal dengan “sekolah integrasi” atau
sekolah integrasi yang sedang dirintis pada sebuah daerah kecil tetapi
berkembang dengan baik. Tujuan program ini adalah untuk memasukkan
anak-anak tunanetra ke sekolah-sekolah dasar biasa dan memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mengikuti pendidikan biasa atau
pendidikan untuk anak-anak normal.
2. Dwidjosumarto (1996:68)
Pendidikan integrasi adalah system pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada anak luar biasa belajar bersama-sama dengan anak
biasa (normal) di sekolah umum. pendidikan integrasi merupakan salah
satu upaya dalam memberikan layanan pendidikan yang efektif dan
efisien bagi ABK agar potensi mereka dapat berkembang secara optimal.
3. Mulyono Abdurahman (1996)
Mulyono mengemukakan bahwa “pendidikan integrasi paling sedikit
harus memenuhi 4 (empat) kriteria, yaitu:

3
1) mengintegrasikan peserta didik luar biasa (penyandang ketunaan maupun
yang memiliki keunggulan) dengan peserta didik normal dalam suatu
lingkungan belajar, mencakup suatu komitmen dari integrasi lokasi
hingga integrasi penuh;
2) mengintegrasikan dan mengoptimalkan pengembangan potensi yang
mencakup kognitif, afektif, psikomotor dan interaktif;
3) mengintegrasikan hakikat manusia sebagai makhluk sosial ke dalam
suatu bentuk strategi pembelajaran;
4) mengintegrasikan apa yang dipelajari peserta didik saat ini dengan tugas
yang harus diemban di masa mendatang ” (Cahaya netra, 1997:7).
Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk melaksanakan program
pendidikan integrative/integrasi suasana kompetitif yang mendominasi
pendidikan kita harus diubah terlebih dahulu menjadi kooperatif. Dengan
demikian, peserta didik yang berkelainan dan tergolong menyandang
ketunaan diharapkan dapat lebih mampu menyesuaikan diri terhadap
lingkungan sosialnya.
4. Menurut keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992 pendidikan integrasi
merupakan program pendidikan bagi anak berkelainan yang
diselenggarakan bersama-sama anak normal di jalur pendidikan sekolah.
Melalui program pendidikan integrasi tersebut, para peserta didik
dimungkinkan untuk:
(1) saling menyesuaikan diri;
(2) saling belajar tentang sikap, perilaku dan keterampilan;
(3) saling berimitasi dan mengidentifikasi;
(4) menghilangkan sifat menyendiri;
(5) menimbulkan sikap saling percaya;
(6) meningkatkan motivasi untuk belajar;
(7) meningkatkan harkat dan harga diri

B. Jenis- jenis Program Pendidikan Integrasi

Adapun jenis program pendidikan integrasi pada dasarnya ada tiga, yaitu:
integrasi lokasi fisik, integrasi dalam aspek sosial, dan integrasi fungsional atau
integrasi penuh.

4
1. Integrasi lokasi fisik; penyelenggaraan ini di mana ABK mendapatkan
pelayanan khusus dalam kelas/sekolah khusus dengan kurikulum PLB tetapi
lokasi gedung berada dalam satu areal dengan sekolah umum, atau dengan
perkataan lain SLB dan sekolah biasa menempati suatu lokasi yang sama, akan
tetapi kurikulum dan program pendidikannnya berbeda, sehingga kontak antara
ABK dan anak normal tidak diatur dan tidak dilakukan dengan suatu program
tertentu. Namun kontak antara anak normal dengan ABK dapat ditingkatkan
dengan membuat perencanaan yang baik dan matang, baik dalam
penampungan maupun dalam penempatan ABK tersebut, sehingga keterpaduan
dapat berjalan lebih efektif.
2. Integrasi dalam aspek sosial; dimaksudkan bahwa tidak semua kegiatan dalam
proses belajar mengajar melibatkan ABK, mereka dilibatkan dalam kegiatan
tertentu saja, misalnya dalam kegiatan bermain, berolah raga, bernyanyi,
makan, rekreasi dan sebagainya, sehingga dari segi kurikulum sebagian
menggunakan kurikulum SLB dan sebagian lagi menggunakan kurikulum
sekolah umum. Hal ini terjadi mengingat pertimbangan kondisi dan
kemampuan ABK. Oleh karena itu program pendidikan ini sering juga
dikategorikan sebagai program pendidikan integrasi sebagian.
3. Integrasi fungsional atau integrasi penuh; di dalam program ini termasuk
integrasi lokasi dan sosial, di mana ABK dan normal mengarah pada aktivitas
bersama dalam seluruh kegiatan atau proses belajar mengajar. Artinya mereka
menggunakan kurikulum yang sama, guru dan kelas yang sama pula. Integrasi
jenis ini sering disebut sebagai integrasi penuh. Dalam hal-hal tertentu ABK
mendapat bimbingan apabila mendapat kesulitan yang berkaitan dengan
kecacatannya, seperti membaca, menulis Braille, pemahaman geometri bagi
anak tunanetra, bimbingan komunikasi total atau bahasa isyarat bagi anak
tunarungu, bina bicara dan fisio terapi bagi anak tunadaksa dan sebagainya.
Program pendidikan integrasi fungsional ini merupakan bentuk
pengintegrasian yang paling mendekati kewajaran, di mana ABK dan anak
normal dengan usia sebaya secara bersama-sama menjadi murid pada satu
sekolah biasa (reguler) dengan full time dan full kegiatan dari kegiatan
sekolah dan mereka secara bersama pula mendapat pelayanan yang sama
dari guru kelas yang bersangkutan tanpa dibeda-bedakan. Sekolah biasa
yang digunakan untuk menyelenggarakan program pendidikan integrasi

5
fungsional atau integrasi penuh dituntut mampu memberikan pelayanan
secara menyeluruh. Untuk itu perlu disusun perencanaan kelas maupun
program pembelajaran secara teliti dan memperhatikan kemampuan anak
masing-masing, sehingga anak dapat belajar dengan baik.

C. Perbedaan individu dan undang-undangnya


Di Amerika serikat, mulai tahun 1975, dengan PL 92-142 (The Education
of Handicapped Act) serangkainan undang-undang telah menyebabkan
terjadinya peubahan revolusioner dalam pendidikan anak-anak dengan
disibilitas. undang-undang yang sekarang disebut Individuals with disabilities
education act, direvisi pada 1990, 1997 dan 2004. yang dikenal dengan nama
IDEA atau IDEIA. ditingkat paling umum, undang-undang ini sekarang
mengharuskan semua negara bagian untuk menyediakan free, appropriate
public education (FAPE) (pendidikan publik gratis yang pantas) untuk semua
siswa dengan disabilitas yang berpartisipasi dalam pendidikan khusus. Tampa
kecuali, undang-undang ini mengharuskan zero reject ( nol penolakan) .
kebijakan ini juga berlaku untuk siswa -siswa dengan penyakit-penyakit yang
dapat ditularkan. ada tiga kepentingan yang menyangkut guru :
1. Individualized Education Program (IEP)
a. Individualized Education Program (IEP) adalah kesepakatan anatara orang
tua dan sekolah tentang pelajaran -pelayanan yang akan diberikan. IEP
ditulis sebuah tim yang didalamnya termasuk orangtua atau wali siswa,
seorang guru pendidikan umum yang menangani siswa, seorang guru
pendidikan khusus kamu seorang wali kelas yang qualified yang dapat
menginterpretasi hasil-hasil evaluasi siswa dan siswa. Bila sekolah dan
orang tua sepakat, tim itu dapat ditambah dengan orang lain yang memiliki
pengetahuan khusus tentang anak misalnya seorang terapis.. program itu
dapat dimutakhirkan setiap tahun dan pemutakhiran itu harus secara
tertulis Prestasi akademik dan kinerja fungsional siswa saat ini
b. Tujuan kinerja yang dapat diukur untuk tahun ini. orang tua harus
menerima laporan kemajuan ke arah berbagai tujuan paling tidak sesering
kartu laporan atau rapor yang dikirimkan ke rumah untuk semua siswa

6
c. Pernyataan tentang pendidikan khusus tertentu dan pelayanan pelayanan
terkait yang akan disediakan kepada siswa dan data yang detail tentang
kapan pelayanan pelayanan itu akan dimulai
d. Penjelasan tentang berapa banyak program yang tidak akan diikuti siswa di
kelas dan setting sekolah regular
e. Pernyataan tentang bagaimana siswa akan berpartisipasi di berbagai
assesmen khususnya yang diharuskan Oleh No Child Left Behind, di
tingkat negara bagian dan tingkat distrik
f. Mulai umur 14 dan umur 16,sebuah pernyataan tentang pelayanan
tradisional transisional yang dibutuhkan untuk memindahkan siswa
kependidikan yang lebih lanjut atau bekerja dalam kehidupan orang
dewasa
2. Hak-hak siswa dan keluarganya
Beberapa ketentuan dalam undang-undang melindungi hak-hak orang tua
dan siswa. Sekolah harus memiliki prosedur untuk menjaga kerahasiaan
catatan sekolah. Praktik-praktik testing tidak boleh mendiskriminasikan
siswa dari latar belakang budaya yang berbeda. Bilamana mungkin siswa
harus dites dengan bahasa asli atau bahasa primernya orang tua harus
memberikan izin tertulis untuk evaluasi awal anak dan program
pendidikan khusus anaknya. Orang tua berhak memiliki semua catatan
yang berhubungan dengan testing, penempatan, dan pengajaran anaknya.
Bila orang tua menghendaki mereka dapat memperoleh evaluasi
independen terhadap anaknya. Orang tua dapat membawa seorang
pengacara atau wakil ke pertemuan pengembangan IEP. Bila orang tua
siswa tidak ada, harus ditunjuk seorang wali untuk ikut dalam rapat
perencanaan itu titikBila orang tua siswa tidak ada, harus ditunjuk seorang
wali untuk ikut dalam rapat perencanaan itu. orang tua harus menerima
orang tua harus menerima pemberitahuan tertulis ( dengan bahasa asli
mereka) sebelum dilakukan evaluasi atau perubahan penempatan apapun
titik terakhir, orang tua berhak untuk menentang program yang
dikembangkan untuk anaknya, dan haknya dalam proses hukum
dilindungi. Bila ingin mengadakan pertemuan dengan keluarga siswa
harus usulan-usulan dalam pedoman kemitraan keluarga dan masyarakat di
bawah ini dapat membuat pertamanya lebih efektif

7
3. Least restrictive enviromental (LRE)
Undang-undang itu mengharuskan negara-negara bagian untuk
mengembangkan prosedur untuk memberikan pendidikan sejauh mungkin
kepada setiap anak dalam Least restrictive enviromental (LRE) Bersama
teman-teman sebayanya di kelas reguler. Jadi IEP seorang siswa harus
merefleksikan bahwa siswa itu dididik dalam lingkungan yang sedapat
mungkin tidak membatasi kebutuhan-kebutuhannya. Selama bertahun-
tahun, pendekatan yang direkomendasikan untuk mencapainya beralih dari
mainstreaming (pengarusutamaan, memasukkan anak-anak dengan
kebutuhan khusus di beberapa kelas pendidikan reguler), ke integrasi
(memasukkan anak-anak dengan kebutuhan-kebutuhan khusus ke dalam
struktur-struktur kelas yang sudah ada yang cocok untuk mereka). Lalu ke
inklusi (merestrukturasikan setting pendidikan untuk membangun perasaan
ikut memiliki pada semua anak).
Para penganjur inklusi percaya bahwa siswa-siswa dengan disabilitas dapat
memperoleh manfaat dari keterlibatan mereka dengan temantemannya
yang tidak memiliki disabilitas dan mestinya dididik bersama mereka di
distrik sekolah reguler di tempat asalnya meskipun dengan begitu berarti
harus dilakukan berbagai perubahan pada persyaratan pendidikan, alat
bantu khusus, pelayanan, dan pelatihan atau konsultasi bagi staf pengajar
regulernya. Akan tetapi, beberapa peneliti mengingatkan bahwa kelas
inklusi bukan penempatan terbaik untuk semua anak. Sebagai contoh,
Naomi zigmond dan rekan-rekan sejawatnya pada tahun 1995 melaporkan
dalam studi mereka terhadap 6 SD inklusi penuh bahwa hanya sekedar
sekitar separuh siswa dengan disabilitas belajar yang dapat mengambil
manfaatnya. Sebuah kontinen pelayanan lengkap harus disediakan
sehingga siswa diajar dengan menggunakan praktik-praktik yang efektif
dalam setting yang cepat, dan itu bisa saja berarti inklusi penuh dan inklusi
parsial atau sekolah-sekolah khusus.
4. Section 504 protection
Tidak semua siswa yang membutuhkan akomodasi khusus di sekolah
dicakup oleh IDEIA atau memenuhi syarat untuk menerima pelayanan
pelayanan yang disebutkan oleh undang-undang itu. Akan tetapi,
kebutuhan pendidikan siswa-siswa itu dapat dicakup oleh peraturan lain.

8
Sebagai konsekuensi gerakan hak-hak sipil pada 1960-an dan 1970-an,
pemerintah federal meloloskan vocational rehabilitation act of 1973.
Section 504 dalam undang-undang itu mencegah diskriminasi terhadap
para penyandang disabilitas semua program yang menerima uang federal,
termasuk sekolah-sekolah negeri.
Melalui section 504, semua anak usia sekolah dipastikan memiliki
kesempatan yang sama untuk ikut dalam kegiatan-kegiatan sekolah.
Definisi “ disabilitas” dalam seption 504 cukup luas. Bila seorang siswa
memiliki kondisi yang secara substansial membatasi partisipasinya di
sekolah, maka sekolah harus mengembangkan rencana untuk memberikan
akses kependidikan kepada siswa tersebut meskipun sekolah yang
bersangkutan tidak menerima dana ekstra untuk itu. Untuk mendapatkan
bantuan melalui Septian 504 siswa harus diakses seringkali oleh sebuah
tim, kemudian sebuah rencana dikembangkan.akan tetapi, berbeda dengan
IDEIA, lebih sedikit peraturan tentang bagaimana hal ini harus terjadi, jadi
masing-masing individu sekolah merancang prosedurnya sendiri. Contoh
akomodasi akomodasi di bawah section 504.
Berikut adalah contoh akomodasi pengajaran yang dapat dimasukkan
ke dalam rencana section 504.
• Dudukan siswa di tempat yang paling dekat dengan tempat guru
memberikan sebagian besar pengajarannya
• Berikan tempat duduk kepada siswa di sebelah teman yang dapat
membantunya bila dibutuhkan
• Dudukkan siswa di tempat yang jauh dari distraksi seperti pintu atau
jendela
• Lipat kertas tugas menjadi dua sehingga siswa tidak begitu merasa
kewalahan menghadapi kuantitas pekerjaan
• Buat pengajarannya telegrafis artinya padat dan jelas
• Izinkan siswa untuk menggunakan kalkulator atau tab recorder
• Gunakan voice recognition software di komputer untuk tugas-tugas
tertulis
• Berikan nilai pada jawaban yang benar bukan jawaban yang salah
• Kirimkan seperangkat text book ke rumah agar siswa tidak harus
mengingat-ingat untuk membawa buku dari sekolah

9
• Sediakan buku atau tape supaya siswa dapat mendengarkan tugastugas
dan bukan membacanya
Americans with Disabilities Act of 1990 (ADA) melarang
deskriminasi terhadap para penyandang disabilitas dalam pekerjaan,
transportasi, akses publik, pemerintah lokal, dan telekomunikasi.
undangundang konprehensif ini memperluas perlindungan section 504
diluar sekolah dan tempat kerja dan menjangkau perpustakaan,
pemerintahan lokal dan negaraa bagian, reestoran, hotel, teater tokoh, dan
transportasi umum.

D. Tantangan-Tantangan Yang Lazim Dihadapi


1. Siswa dengan disabilitas belajar
Disabilitas belajar adalah gangguan yang memengaruhi cara seseorang
menerima dan memproses informasi. Gangguan ini biasanya ditemukan sejak
dini, tepatnya di masa kanak-kanak. Penderita disabilitas belajar umumnya
mengalami gangguan dalam membaca, menulis, menghitung, dan memahami
penjelasan dari orang lain. Menurut ahli, disabilitas belajar tidak ada
kaitannya dengan seberapa pintar seseorang. Mereka meyakini bahwa anak
yang memiliki disabilitas belajar hanya melihat, mendengar, atau memahami
segala hal secara berbeda dengan anak pada umumnya. Hal tersebut
kadangkala menyulitkan mereka dalam beraktivitas sehari-hari, terutama saat
sedang belajar di sekolah bersama teman-temannya. kesulitan dengan
hubungan sosial sering tampak pada siswa-siswa LD (ketidakmampuan
belajar), ADHD (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder), dan disabilitas-disabilitas lainnya.
a. karakteristik siswa
Siswa dengan disabilitas belajar tidak semuanya tampak sama.
Karakteristik yang paling lazim adalah kesulitan spesifik di salah satu
bidang akademik atau lebih; koordinasi yang buruk; masalah pemusatan
perhatian; hiperaktivitas dan impulsivitas; masalah dalam
mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi visual dan auditorik;
gangguan berpikir, ingatan, bicara, dan pendengaran; dan kesulitan dalam
menjalin dan mempertahankan pertemanan. Seperti diketahui bahwa banyak
siswa dengan disabilitas lain misalnya gangguan pemusatan perhatian dan

10
banyak siswa normal mungkin memiliki beberapa karakteristik yang sama
yang semakin mempersulit situasinya, tidak semua siswa dengan disabilitas
belajar memiliki masalah-masalah ini, dan hanya sedikit yang memiliki
semua masalahnya. Seorang siswa mungkin 3 tahun tertinggal dalam
membaca tetapi di atas tingkat rata-rata dalam matematika, sementara siswa
lain mungkin memiliki kekuatan dan kelemahan sebaliknya dan siswa yang
ketiga mungkin memiliki masalah mengorganisasikan dan belajar yang ya
mempengaruhi hampir semua bidang subjek. Kebanyakan siswa dengan
disabilitas belajar mengalami kesulitan membaca meskipun masalahmasalah
ini tidak selalu merupakan tanda-tanda disabilitas belajar. kesulitan-
kesulitan ini tampaknya disebabkan oleh masalah hubung menghubungkan
bunyi-bunyi dengan huruf-huruf yang menyusun kata-kata, yang membuat
mengeja menjadi sulit juga bagi mereka.
Siswa dengan disabilitas belajar juga dapat menjadi yakin bahwa
dirinya tidak mampu mengontrol atau memperbaiki belajarnya sendiri. Hal
ini merupakan sebuah keyakinan yang kuat siswa tidak pernah mau
berusaha menemukan bahwa dirinya dapat menciptakan perbedaan dalam
belajar sehingga mereka tetap pasif dan merasa tak berdaya. Sesuai dengan
disabilitas belajar juga dapat mengopensasi masalahnya dan
mengembangkan kebiasaan belajar yang buruk dalam prosesnya atau
mereka dapat mulai menghindari subjek-subjek tertentu karena takut tidak
dapat menangani tugas-tugasnya. Untuk mencegah agar hal semacam ini
tidak terjadi guru seharusnya merujuk siswa ke profesional yang tepat di
sekolah sedini mungkin.
b. Mengajar siswa dengan disabilitas belajar
Salah satu pendekatan yang cukup menjanjikan tampaknya menekankan
pada keterampilan belajar dan metode untuk memproses informasi di subjek
tertentu seperti membaca atau matematika. Hal ini merupakan beberapa
strategi umum yang diambil dari Hardman, Drew dan egan (2005).
(a) Tahun-tahun prasekolah
Buat instruksi verbal singkat dan sederhana (mudah)
(b) Tahun-tahun sekolah dasar

11
Buat instruksi verbal singkat dan sederhana yaitu memerintahkan siswa
untuk mengulang petunjuknya untuk anda untuk memastikan bahwa
mereka paham
(c) Tahun-tahun SMP dan transisi
Ajarkan secara langsung strategi pemantauan diri misalnya memberikan
isyarat kepada siswa untuk menanyakan “apakah saya memperhatikan?”
Menghubungkan materi baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki
siswa. Ajari siswa untuk menggunakan strategi dan perangkat ingatan
eksternal (rekaman suara, membuat catatan, membuat to do list ya itu
daftar apa saja yang akan dilakukan dan lain-lain.
2. Siswa dengan gangguan hiperaktivitas dan gangguan pemusatan perhatian
a. defenisi gangguan hiperaktivitas dan gangguan pemusatan perhatian
Menurut Evita Yuliatul Wahidah (2018: 300), Iffa Dwi Hikmawati
(2014: 9) dan Rizki Amalia (2018:27) bahwa Attention Deficit
Hyperactivity Disorder secara istilah adalah hambatan pemusatan
perhatian disertai kondisi hiperaktif dan impulsif. Gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktif yang sering disebut sebagai Attention Deficit
Hyperactive Disorder (ADHD) yaitu suatu sindrom neuropsikiatrik yang
akhir-akhir ini banyak ditemukan pada anak-anak. Gejala kurang
konsentrasi yang terjadi pada anak ADHD dapat mengganggu masa
perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun
komunikasi (Nuligar Hatiningsih, 2013: 324).
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan suatu kondisi
apabila seorang anak menampilkan beberapa gejala dari gangguan
perhatian dan konsentrasi, impulsivitas dan hiperaktivitas. Gejala-gejala ini
haruslah sudah tampak sejak amat dini sekali (sebelum usia tujuh tahun)
dan bukan disebabkan karena gangguan fisik ataupun gangguan penyakit
jiwa, dan juga bukan disebabkan karena faktor lingkungan yang kurang
menguntungkan baginya (Paternotte dan Jan Buitelaar, 2010:2).
GPPH adalah gangguan perilaku yang paling umum yang muncul
sendirinya di masa kanak-kanak. Hal ini biasanya pertama kali ditemukan
di kelas, saat anak-anak diharapkan untuk duduk diam dan memperhatikan
guru atau tetap melakukan pekerjaannya. Ketidakmampuan anak untuk

12
memenuhi harapan ini kemudian menjadi terlihat jelas. Mereka kesulitan
menahan respons, bertindak tanpa pertimbangan, sering menunjukkan
perilaku sembrono dan ceroboh, dan mencampuradukan kegiatan lain yang
mengganggu tugas yang sedang berlangsung.
GPPH bisa sangat menganggu pendidikan anak dan juga
mengganggu anak-anak lain di kelas yang sama. Ini terlihat dari 4-5 persen
anak-anak sekolah dasar. Anak laki-laki sekitar sepuluh kali besar
kecenderungangannya didiagnosis GPPH dibandingkan perempuan, tetapi
pada masa dewasa rasionya adalah sekitar 2 sampai 1, yang mungkin
menunjukkan bahwa banyak anak perempuan dengan gangguan ini gagal
di diagnosis. Karena gejala dapat bervariasi bebrapa anak menunjukkan
kurangnya perhatian, beberapa anak hiperaktif, dan yang lain
memperlihatkan kedua gejala itu. Kebanyakan peneliti percaya bahwa
gangguan ini memiliki lebih dari satu penyebab. Diagnosis sering kali sulit
karena gejalanya tidak terdefinisikan dengan baik. GPPH sering dikaitkan
dengan agresi, gangguan perilaku, kesulitan belajar, depresi, kecemasan,
dan rendah diri. Sekitar 60 persen anak-anak dengan GPPH terus
menampilkan gejala gangguan ini sampai dewasa, pada saat jumlahnya
tidak proporsional sehingga mengembangkan gangguan kepribadian
antisosial dan gangguan penyalahgunaan zat (Ernts dkk., 1998). Orang
dewasa dengan GPPH juga lebih cenderung menunjukkn gangguan
kognitif dan pekerjaan dengan pencapaian yang lebih rendah dari yang
diperkirakan, berdasarkan pendidikan mereka (Seidman dkk., 1998).
Inidikator- indikator ADHD : attention-deficit hyperactivity disorder yaitu
1) masalah inatensi (gangguan pemusatan perhatian)
• sering tidak memerhatikan detail atau membuat kesalahan-kesalahan
sembrono
• mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugas atau
kegiatan bermain
• tampak tidak mendengarkan ketika diajak bicara secara langsung
• tidak menyimak instruksi dengan baik dan tidak dapat menyelesaikan
tugas- tugas ssekoah (bukan karena perilaku oposisional atau tidak
dapat memahami instruksinya)
• mengalami kesulitan untuk mengorganisassikan tugasatau kegiatan

13
• menghindari, tidak suka, atau enggan terlibat dalam kegiatan yang
membutuhkan usaha mental terus menerus (misalnya tugas disekolah
atau PR)
• Kehilangan barang-barang yang ibutuhkan untuk menyelesaikan tugas
atau melakukan kegiatan
• mudah terdiktraksi oleh stimuli eksternal
• pelupa dalam kegiatan sehari-hari

2) Masalah Pengontrolan
• sering meneriakkan jawaban sebelum pertanyaannyaselesai diberikan
• mengalami kesulitan dalam menunggu giliran
• sering mrngitrupsi atau mengganggu orang lain dalam percakapan atau
permainan
3) hiperaktivitas
• sering memainkan tangan dan kakinya dengan gelisah atau
menggeliatgeliat di tempat duduk
• sering bangkit dari tempat duduk ketika diharapkan tetap duduk
• sering menabrak atau memanjat dalam situasi yang tidal tepat (pada
remaja mungkin terbatas pada perasaan resah subjrktif)
• sering mengalami kesulitan untuk bermain atau terlibat dalam kegiatan
waktu luang dengan tenang.  sering bicara secara ekspresif
b) menangani dan mengajar siswa dengan ADHD
Saat ini ada kecenderungan peningkatan penyandaran pada terapi obat
untuk ADHD. Faktanya dari tahun 1990 sampai 1998 terjadi peningkatan
sebesar 700% pada produksi vitaline di Amerika serikat. Vitaline dan
obatobat resep lain seperti adderall dan Cylert adalah stimulan, tetapi
dengan dosis tertentu mereka cenderung memiliki efek-efek paradoksikal
pada banyak anak penderita ADHD. Efek jangka pendeknya termasuk
perbaikan perilaku sosial seperti kerjasama, perhatian, dan kompliance.
Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 70% sampai 80% anak-anak
dengan ADHD menjadi lebih mudah ditangani bila mereka minum obat.
Akan tetapi bagi banyak penderita ada efek samping negatif, seperti
peningkatan detak jantung dan tekanan darah, gangguan pertumbuhan,
insomnia, kehilangan berat badan, dan mual. Sebuah studi berskala besar

14
di Australia menyimpulkan pendekatan intervensi multimodal ditemukan
paling efektif dalam arti menghasilkan perubahan yang lestari. Bagi
kebanyakan orang, tetapi tidak semua, anak dan remaja penanganan
dengan psiko stimulan memiliki efek-efek yang menguntungkan bila hal
itu disertai dengan pendidikan remedial, konseling dan manajemen
perilaku oleh orang tua/guru, yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Apa yang dapat dilakukan guru? Tugas-tugas panjang dapat
membuat siswa dengan gangguan pemusatan perhatian merasa kewalahan,
jadi beri mereka beberapa soal atau paragraf saja untuk setiap kesempatan
dengan disertai konsekuensi yang jelas untuk penyelesaiannya. pendekatan
lain yang cukup menjanjikan adalah dengan mengombinasikan instruksi
dalam belajar dan strategi ingatan dengan latihan motivasional. Tujuannya
adalah membantu siswa untuk mengembangkan skill and will
(keterampilan dan kemauan) untuk memperbaiki prestasinya titik mereka
juga diajari untuk memantau perilakunya dan didorong untuk persisten dan
melihat dirinya "in control " (memegang kendali).
Gagasan tentang “being in control"ini adalah sebuah strategi terapi
baru untuk menanggulangi ADHD, yang menekankan pada personal
agency. Ali Ali menangani anak yang bermasalah, ide David Nylund
(2000) adalah mendaftar kekuatan-kekuatan anak untuk menaklukkan
masalahnya menempatkan anak sebagai pemegang kendali, Alih Alih
melihat masalahnya ada dalam diri anak, Nylund membantu setiap orang
untuk melihat ADHD, masalah, kebosanan, dan musuh-musuh belajar
lainnya sebagai suatu yang ada di luar diri anak untuk melayani apa yang
ingin dicapai oleh anak itu. Fokusnya adalah pada solusi. Langkah-langkah
dalam menangani siswa ADHD adalah sebagai berikut
• Komunikasi yang baik antara guru dengan orang tua siswaADHD
• Membantu anak menemukan kelebihannya dan mengembangkan
bakatnya
• Jangan menuntut anak
• Jangan terlalu protektif
• Menerapkan aturan serta konsekuensi secara perlahan
• memberikan alasan setiap perintah

15
• Jujur pada anak mengenai kondisi yang dialaminya
• Beraktifitas diluar kelas atau olahraga

• Jauhkan dari hal yang mengganggu konsentrasi


• Sabar
4. Siswa dengan gangguan komunikasi
Siswa-siswa yang berumur 6 sampai 21 tahun dan memiliki gangguan
komunikasi adalah kelompok terbesar kedua yang dilayani oleh pendidikan
khusus. Mereka mencakup sekitar 19% dari seluruh siswa yang menerima
pelayanan. Gangguan bahasa dapat timbul dari banyak sumber, karena ada
begitu banyak macam aspek pada individu yang terlibat dalam belajar bahasa.
Anak dengan tidak akan belajar bicara secara normal. Kecelakaan dapat
menyebabkan masalah-masalah neurologis yang mengganggu bicara atau
bahasa. Anak-anak yang tidak didengarkan, atau yang persepsinya terhadap
dunia terdistorsi oleh masalah-masalah emosional akan merefleksikan masalah
itu dalam perkembangan bahasa mereka. Oleh karena bicara melibatkan
gerakan, Handaya apapun pada fungsi motorik yang terlibat dalam bicara dapat
mengakibatkan gangguan bahasa. oleh karena perkembangan bahasa dan
berpikir juga saling terkait, masalah apapun dalam fungsi kognitif dapat
mempengaruhi kemampuan untuk menggunakan bahasa.
Terdapat beberapa gangguan komunikasi yang dihadapi orang sekitar
pada saat berkomunikasi dengan orang yang baru kebutuhan khusus.
• Gangguan bicara
Siswa yang tidak dapat menghasilkan bunyi secara efektif untuk bicara
dianggap memiliki gangguan bicara titik sekitar 5% anak usia sekolah
memiliki bentuk dan daya bicara tertentu. Masalah artikulasi dan gagap adalah
dua masalah yang paling sering dijumpai.
• Gangguan artikulasi
Termasuk mengganti sebuah bunyi dengan bunyi lain,menambahkan bunyi,
mendistorsi bunyi, atau membuang bunyi. Akan tetapi perlu diingat bahwa
kebanyakan anak sudah berumur 6 sampai 8 tahun saat mereka berhasil
melafalkan dengan baik semua bunyi dalam bahasa Inggris dalam percakapan
normal. Selain itu ada perbedaan logat berdasarkan geografi yang tidak
merepresentasikan masalah artikulasi.

16
Gagap pada umumnya muncul antara umur 3 dan 4 tahun titik penyebab gagap
belum jelas tetapi mungkin termasuk berbagai masalah emosional atau
neurologis atau merupakan perilaku yang dipelajari. Apapun penyebabnya,
gagap dapat membuat anak malu dan cemas. Bila gagal pun langsung lebih dari
satu tahun, anak seharusnya dirujuk ke terapis bicara. Intervensi dini dapat
menciptakan perbedaan besar
• Voicing problem (masalah penyuaraan)
Tipe Handaya bicara yang ketiga termasuk bicara dengan pitch, kualitas, atau
tingkat keras lembut yang tidak tepat, atau secara monoton. Sesuai dengan
masalah ini seharusnya dirujuk kepada seorang terapis bicara. Menangani
masalah-masalah adalah langkah yang pertama detik waspadai siswa yang
pelafalan keras lembut suara, kualitas suara, kelancaran bicara, tentang
ekspresi, atau kecepatan bicaranya sangat berbeda dengan teman-teman
sebayanya. Perhatikan juga siswa-siswa yang jarang bicara. Apakah mereka
sekedar pemalu atau mengalami kesulitan dengan bahasa
• Gangguan bahasa
Perbedaan bahasa belum tentu gangguan bahasa titik siswa dengan gangguan
bahasa adalah mereka yang sangat kurang dalam kemampuannya memahami
atau mengekspresikan bahasa, dibandingkan siswa-siswa lain seumurannya dan
kelompok kulturalnya. Siswa yang jarang bicara, yang hanya menggunakan
beberapa kata-kata atau kalimat-kalimat yang sangat pendek atau yang
mengandalkan gestur untuk berkomunikasi harus dirujuk ke profesional
sekolah untuk diobservasi atau di tes.
5. siswa dengan Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual atau juga disebut retardasi merupakan sebuah
kondisi di mana anak memiliki masalah terkait fungsi intelektual dan fungsi
adaptifnya. Seringkali, fungsi intelektual dapat dinilai dengan tes IQ. Fungsi
adaptif berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam melakukan kegiatan
sehari-hari.
Berdasarkan Special Olympics, bagi banyak anak, penyebab disabilitas
intelektualnya tidak diketahui, tetapi penyebab-penyebab yang paling umum
untuk kondisi ini adalah:
1) kondisi genetik (spt. Down syndrome, fragile X syndrome),

17
2) komplikasi ketika kehamilan (mis. akibat ibu minum minuman beralkohol
atau terinfeksi rubella),
3) permasalahan ketika kelahiran (mis. bayi kekurangan oksigen),
4) penyakit-penyakit (spt. meningitis, malnutrisi ekstrim) atau paparan zat
berbahaya (spt. merkuri atau timbal).
2.2 Pendidikan Inklusi
Secara filosofis, pendidikan inklusi hampir sama dengan falsafah bangsa
ini, yaitu Bhineka Tunggal Ika yang berarti meniadakan perbedaan dan
menjadikan satu kesatuan dalam berbagai keberagaman. Hal ini berarti bahwa
bangsa ini sejak dulu telah memahami dan menerapkan adanya nilai kesatuan
dalam berbagai perbedaan. Di bawah ini akan dipaparkan mengenai
pendidikan inklusi secara gambling dan menyeluruh.

A. Pengertian Pendidikan Inklusi


Pendidikan harus mengedepankan asas keterbukaan dan demokrasi pada
semua orang. Pendidikan di sini dimaksudkan agar pendidikan dapat
diperoleh semua kalangan masyarakat tanpa memandang latar belakang
masyarakat tersebut. Prinsip ini sesuai dengan yang termaktub dalam UU No.
20 tahun 2003 pasal 4 ayat 1 yang berbunyi “pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa”. Hal ini berarti bahwa pendidikan memberikan
tawaran untuk hidup berkeadilan, karena dalam pendidikan tidak
membedabedakan kasta ataupun golongan termasuk juga para kaum
disabilitas.
Di dunia pendidikan, para kaum disabilitas bukannya tidak diberi
peluang untuk memperoleh pendidikan. Sejak dahulu sudah ada lembaga yang
mengatur tentang pendidikan para kaum disabilitas. Seperti halnya dibuatkan
sekolah luar biasa (SLB) bagi penyandang diasbilitas. Namun komunitas
kecil yang terdiri dari sesame kaum diasbilitas yang belajar bersamaan kurang
memberikan pengaruh yang signifikan dalam memandirikan siswa diasbilitas.
Mereka hanya bergaul sesamanya dan kurang mendapat pengetahuan dunia
luar. Padahal tujuannya adalah memandirikan serta memberikan ruang untuk
bersosialisasi dan beraktualisasi bagi anak-anak tersebut.

18
Pendidikan inklusi hadir sebagai solusi tentang permasalahan tersebut.
Konsep ini menawarkan bahwa pendidikan dapat diakses dengan mudah oleh
semua kalangan, termasuk para penyandang disabilitas. Mereka akan
diberikan input pelajaran seperti anak normal pada umumnya meskipun ada
keterbatasan tertentu dari mereka. Luasnya cakupan pendidikan inklusi ini
akan memberikan dampak pada mereka sebagai upaya tidak merasa
termarginalkan dengan khalayak umum lainnya. Keberadaan pendidikan
inklusi bukan saja sebagai penampung bagi anak berkebutuhan khusus di
sekolah terpadu, melainkan juga sebagai tempat untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki mereka.
Beberapa ahli memberikan pendapat yang berbeda mengenai pengertian
dari pendidikan inklusi.
b. Ilahi (2013: 24) menyatakan bahwa pendidikan inklusi didefinisikan
sebagai sebuah konsep yang menampung semua anak yang berkebutuhan
khusus ataupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan menulis.
Semua anak tanpa terkecuali dapat dengan mudah memperoleh
pendidikan yang sesuai. Terlebih lagi Illahi berfokus pada anak yang
mengidap kesulitan membaca dan menulis. Tujuannya yaitu supaya para
penyandang kesulitan membaca dan menulis mampu mengatasi
kelemahannya dan mampu bermasyarakat dengan baik
c. Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007;82), pendidikan inklusi
adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang
kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi
lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat.
Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi terpencil atau
berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas,
linguistik, atau budaya dan anak- anak dari area atau kelompok yang
kurang beruntung atau termajinalisasi. Pendidikan inklusi adalah sebuah
pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan
pendidikan khusus di sekolah regular ( SD, SMP, SMU, dan SMK) yang
tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun
berkesulitan belajar lainnya. (Lay Kekeh Marthan, 2007:145)
d. Menurut Garnida (2015: 48) pendidikan inklusi merupakan sistim
penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan

19
tertentu dan anak-anak lainnya yang disatukan dengan tanpa
mempertimbangkan keterbatasan masingmasing. Selanjutnya, Staub dan
Peck (Effendi, 2013: 25) mengemukakan bahwa pendidikan inklusi
adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara
penuh di kelas regular. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler
merupakan tempat belajar yang relevan dan terbuka bagi anak
berkelainan, apapun kelainanya dan bagaimanapun gradasinya.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah
konsep pendidikan terpadu bagi semua anak untuk memperoleh
pendidikan yang layak, khususnya bagi anak penyandang disabilitas yang
diselenggarakan di sekolah formal. Penggunaan kurikulum dalam
pendidikan inklusi juga harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa, baik
siswa reguler maupun siswa berkebutuhan khusus. Hal ini dimaksudkan
agar tidak terjadi ketimpangan proses pemberian ilmu dari guru oleh
siswa. Selain itu, hal ini akan menguntungkan proses belajar mengajar
baik dilihat dari sisi guru maupun dari sisi siwa berkebutuhan khusus.

A. Landasan Pendidikan Inklusi

 Landasan Yuridis
Selain memiliki landasan filosofis, pendidikan inklusi di Indonesia
tentunya mempunyai landasan hukum tersendiri sebagai pijakan untuk
melaksanakan program tersebut. Pertama, UUD 1945 (amandemen)
pasal 31 ayat (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, ayat
(2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya. Kedua, UU No. 23 th 2002 tentang
Perlindungan Anak pasal 48 pemerintah wajib menyelenggarakan
pendidikan dasar minimal Sembilan tahun untuk semua anak, pasal 49
negara, pemerintah, keluarga dan orang tua wajib memberikan
kesempatan yang seluasluasnya kepada anak untuk memperoleh
Pendidikan.
Ketiga, UU No. 20 th 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
pasal 5 ayat (1) setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu., ayat (2) warga negara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial

20
berhak memperoleh pendidikan khusus., ayat (3) warga negara di daerah
terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak
memperoleh pendidikan layanan khusus., ayat (4) warga negara yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus. Kemudian pasal 11 ayat (1) Pemerintah dan
Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
tanpa diskriminasi, ayat (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Selanjutnya pasal 12 ayat (1) setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak: (b) mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya; (e) pindah ke program pendidikan
pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara. Dan pasal 32 ayat (1)
pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa, ayat (2) pendidikan layanan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau
terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
Keempat. Peraturan Pemerintah No. 19 th 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan pasal 2 ayat (1) Lingkungan Standar Nasional
Pendidikan meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi
lulusan, standar pendidik dan kependidikan,standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Juga
dijelaskan bahwa satuan pendidikan khusus terdiri atas SDLB, SMPLB,
SMALB. Kelima, surat edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.
380/C.C6/MN/2003 perihal pendidikan inklusi: menyelenggarakan dan
mengembangkan di setiap Kabupaten/Kota sekurang- kurangnya empat
sekolah, yang terdiri dari SD, SMP, SMA dan SMK.

B. Implementasi Pembelajaran Inklusi

21
Sistem pendidikan inklusi di Indonesia sebenarnya bukan hal baru,
karena sejak dulu para leluhur bangsa ini telah menanamkan nilai kesatuan
dalam berbagai perbedaan. Kalangan umum masih beranggapan bahwa sistim
pendidikan ini tergolong hal baru di Indonesia. Sistim pendidikan inklusi
merupakan layanan pendidikan bagi anak disabilitas yang ditempatkan pada
sekolah reguler bersama anak reguler lainnya. Diyakini, sistim pendidikan ini
merupakan solusi dan alternatif bagi ABK dalam memenuhi kebutuhan
pendidikannya.
Anak berkebutuhan khusus secara fleksibel bisa pindah dari satu bentuk
layanan kelas dengan layanan kelas lainnya, layanan kelas menurut Hallahan
dan Kauffman (1991) antara lain: (1) kelas reguler (inklusi penuh), dimana
ABK bersama anak reguler belajar bersama menggunakan kurikulum reguler,
(2) kelas reguler dengan cluster, ABK bersama anak normal belajar dalam
kelompok khusus, (3) kelas reguler dengan pull out, ABK bersama anak reguler
belajar bersama namun di waktu tertentu ABK tersebut ditarik ke ruang sumber
belajar dengan guru pembimbing khusus (GPK), (3) kelas reguler dengan
cluster dan pull out, ABK bersama anak reguler belajar bersama dalam
kelompok khusus namun di waktu tertentu ABK tersebut ditarik ke ruang
sumber belajar dengan GPK, (4) kelas khusus dengan pengintegrasian, ABK
belajar di sekolah reguler namun di bidang tertentu mereka dapat bergabung
dalam kelas regular, (5) kelas khusus penuh, ABK belajar disekolah regular
namun dipisahkan dengan siswa regular.

C. Prinsip Pembelajaran Inklusi


Kegiatan pembelajatran hendaknya dirancang dengan menyesuaikan
kebutuhan, kemampuan, dan karakter peserta didik serta mengacu pada
kurikulum yang dikembangkan. Pada dasarnya prinsip pembelajaran inklusi
memiliki dua prinsip, yaitu prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum
yang diterapkan pada pembelajaran inklusi adalah sebagai berikut: (a) prinsip
motivasi, guru hendaknya selalu memotivasi siswa agar selalu bergairah dalam
belajar, (b) prinsip latar/konteks, guru menjelaskan materi dengan menggunakan
contoh di lingkungan sekitar siswa, (c) prinsip keterarahan, guru harus
menentukan tujuan pembelajaran secara tepat dan menggunakan strategi
pembelajaran yang tepat pula, (d) prinsip hubungan sosial, guru harus

22
mengupayakan pembelajaran yang interaktif untuk menggalakkan interaksi
siswa dengan guru maupun sesama siswa, (e) prinsip belajar sambil bekerja,
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dan
menemukan hal baru selama pembelajaran, (f) prinsip individualisasi, guru
mengupayakan agar peserta didk mampu mandiri setelah pembelajaran, (f)
prinsip menemukan, guru mendororng siswa untuk terlibat aktif baik dari segi
fisik, mental, social maupun emosional, (g) prinsip pemecahan masalah, guru
hendaknya sering memberikan persoalan untuk melatih siswa memecahkan
masalah (Garnida, 2015: 115). Selain prinsip umum, terdapat prinsip khusus
yang harus diperhatikan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran.
Khususnya dalam melakukan pembelajaran inklusi, Johnsen dan Skjorten
(2003) mengemukakan prinsip- prinsip pelaksanaan pembelajaran antara lain:
(a) Tunanetra, meliputi: prinsip kekonkretan, prinsip pengalaman yang menyatu,
dan prinsip belajar sambil melakukan, (b) Tunarungu/Tunawicara, meliputi:
prinsisp keterarahan wajah, prinsip keterarahan suara, dan prinsip keperagaan,
(c) CIBI, meliputi: prinsip percepatan belajar/akselerasi, dan prinsip pengayaan,
(d) Tunagrahita, meliputi: prinsip kasih sayang, prinsip keperagaan, dan prinsip
habilitasi dan rehabilitasi, (e) Tunadaksa, yaitu: pelayanan medik, meliputi
menentukan bentuk terapi dan frekuensi latihan, serta menjalin kerjasama
dengan GPK jika diperlukan; pelayanan pendidikan, meliputi mendorong siswa
untuk memperoleh rekomendasi dari psikolog dan pembuatan program
pendidikan yang disesuaikan kebutuhan; dan pelayanan social untuk
berinteraksi di lingkungannya, (f) Tunalaras, meliputi: prinsip kebutuhan dan
keaktifan, prinsisp kebebasan yang terarah, prinsip penggunaan waktu luang,
prinsip kekeluargaan dan kepatuhan, prinsip setia kawan dan idola serta
perlindungan, prinsip minat dan kemampuan, prinsip emosional, sosial, dan
perilaku, prinsisp disiplin, serta prinsisp kasih sayang.

D. Proses Pembelajaran Inklusi


a. Pembelajaran Anak Lamban Belajar
Para pakar pendidikan berpandangan bahwa anak lamban belajar lebih baik
menempuh pendidikan di sekolah reguler. Hal ini dapat dipahami karena anak
lamban belajar hanya mempunyai sedikit perbedaan dari anak normal dalam
perkembangan intelektualnya. Penempatan anak lamban belajar di sekolah reguler

23
dapat membawa pengaruh positif, baik untuk anak lamban belajar itu sendiri
maupun untuk anak normal di sekolah reguler yang bersangkutan. Anak lamban
belajar dapat berinteraksi dengan anak normal, meningkatkan partisipasi dalam
kelompok, dan belajar menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial. Selain itu, siswa
normal dapat mengubah pandangan dan menghilangkan pandangan negatif terhadap
anak disabilitas.
Agar anak lamban belajar terpenuhi kebutuhan belajarnya, Garnida (2015)
menyarankan pendidik harus memperhatikan pemberian waktu yang
lama/disesuaikan dalam memberikan pelajaran, ketelatenan dan kesabaran guru
dalam membimbing, memperbanyak latihan dari pada menghapal dan
pemahaman, menuntut guru untuk menggunakan media yang variatif, dan
diperlukan adanya pelajaran remedial. Caughan (2011: 285) menyebutkan bahwa
pembelajaran anak lamban belajar dianjurkan agar isi pengajaran disesuaikan
dengan kapasitas anak, frekuensi pelajaran diperpendek dari setiap minggunya,
penyajian media audio-visual untuk menyediakan pengalaman unik dalam
pembelajaran, menekankan keefektifan keterampilan siswa, serta memberi
materi dengan mempraktekkan secara berulang. Jadi secara keseluruhan,
kebutuhan pembelajaran siswa lamban belajar adalah ketelatenan guru
memberikan pembelajaran dan dilakukan secara kontinyu. Pemberian materi
yang disesuaikan kebutuhan siswa, pemberian materi yang berulang, lebih
mengutamakan praktek pemahaman dari pada hafalan serta diperlukan adanya
pembelajaran remedial.
b. Pembelajaran Anak Autis
Berikut tindakan dalam proses pembelajaran anak autis menurut Garnida
(2015: 20) yang dapat dilakukan antara lain: pengembangan strategi dan metode
belajar secara berkelompok, diperlukan beberapa teknik untuk mengurangi atau
menghilangkan perilaku negatif yang sering mengganggu pelajaran (stereotip),
guru perlu mengembangkan ekspresi dirinya secara verbal dengan berbagai
bantuan/media, serta guru mampu menyiasati lingkungan belajar anak yang tak
terkendali sehingga situasi belajar mampu dikendalikan. Pendidikan dan
pengajaran anak autistik pada umumnya dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-
prinsip terstruktur, terpola, terprogram, konsisten dan kontinyu (Dikdasmen
Depdiknas, 2004).

24
Terstruktur, pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan
prinsip terstruktur, artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajaran
dimulai dari bahan ajar/ materi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh
anak. Setelah kemampuan tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang
setingkat di atasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi
sebelumnya. Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami
makna dari instruksi "Ambil bola merah". Maka materi pertama yang harus
dikenalkan kepada anak adalah konsep pengertian kata "ambil", "bola". Dan
"merah". Setelah anak mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkah
selanjutnya adalah mengaktualisasikan instruksi "Ambil bola merah" kedalam
perbuatan kongkrit. Struktur pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik
meliputi struktur waktu, struktur ruang, dan struktur kegiatan.
Terpola, kegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang
terpola dan terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai
dari bangun tidur sampai tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya
harus dikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur. Namun, bagi anak
dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang, dapat dilatih dengan
memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungannya,
supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas yang berlaku (menjadi
lebih fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih mudah menerima
perubahan, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan dapat
berperilaku secara wajar (sesuai dengan tujuan behavior therapy). Terprogram,
prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang ingin
dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan erat
dengan prinsip dasar sebelumnya. Sebab, program materi pendidikan harus
dilakukan, secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak, sehingga
target program pertama tersebut menjadi dasar target program yang kedua,
demikian pula selanjutnya.
Konsisten, dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak
autistik, prinsip konsistensi mutlak diperlukan. Artinya: apabila anak berperilaku
positif memberi respon positif terhadap susatu stimulus maka guru pembimbing
harus cepat memberikan respon positif (reward/ penguatan), begitu pula apabila
anak berperilaku negatif. Hal tersebut juga dilakukan dalam ruang dan waktu lain
yang berbeda (maintenance) secara tetap dan tepat, dalam arti respon yang

25
diberikan harus sesuai dengan perilaku sebelumnya. Konsisten memiliki arti
tetap, bila diartikan secara bebas konsisten mencakup tetap dalam berbagai hal,
ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru pembimbing berarti tetap dalam bersikap,
merespon dan memperlakukan anak sesuai dengan karakter dan kemampuan
yang dimiliki masing-masing individu anak autistik. Sedangkan arti konsisten
bagi anak adalah tetap dalam mempertahankan dan menguasai kemampuan
sesuai dengan stimulan yang muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda.
Orang tua pun dituntut konsisten dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan
bersikap dan memberikan perlakukan terhadap anak sesuai dengan program
pendidikan yang telah disusun bersama antara pembimbing dan orang tua
sebagai wujud dari generalisasi pembelajaran di sekolah dan di rumah. Kontinyu,
pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Maka, prinsip pendidikan dan pengajaran
yang berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik. Kontinyu, di
sini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program
pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan
tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan di rumah
dan lingkungan sekitar anak. Kesimpulannya, terapi perilaku dan pendidikan
bagi anak autistik harus dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan dan
integral (menyeluruh dan terpadu)

E. Karakteristik Pendidikan Inklusi


Karakteristik dalam pendidikan inklusi tergabung dalam beberapa hal seperti
hubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber dan
evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Hubungan
Ramah dan hangat, contoh untuk anak tuna rungu: guru selalu berada di
dekatnya dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum. Pendamping
kelas( orang tua ) memuji anak tuna rungu dan membantu lainnya.
b. Kemampuan
Guru, peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda serta
orang tua sebagai pendamping.
c. Pengaturan tempat duduk

26
Pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti, duduk berkelompok di
lantai membentuk lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama sehingga
mereka dapat melihat satu sama lain.
d. Materi belajar
Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh
pembelajarn matematika disampaikan melalui kegiatan yang lebih menarik,
menantang dan menyenangkan melalui bermain peran menggunakan poster dan
wayang untuk pelajaran bahasa.
e. Sumber
Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh meminta
anak membawa media belajar yang murah dan mudah didapat ke dalam kelas
untuk dimanfaatkan dalam pelajaran tertentu.
f. Evaluasi
Penilaian, observasi, portofolio yakni karya anak dalam kurun waktu tertentu
dikumpulkan dan dinilai (Lay Kekeh Marthan, 2007:152).

Dalam pendidikan inklusi terdapat siswa normal dan berkebutuhan


khusus, dalam rangka untuk menciptakan manusia yang berkembang seutuhnya
maka diperlukan adanya pembinaan peserta didik, melalui pembinaan ini maka
diharapkan peserta didik mampu berkembang dan memiliki keterampilan secara
optimal.

F. Kurikulum Sekolah Inklusi

Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak, yang selama


ini anak dipaksakan mengikuti kurikulum. Oleh sebab itu hendaknya
memberikan kesempatan untuk menyesuaikan kurikulum dengan anak. Menurut
Tarmansyah (2007:154) untuk modifikasi kurikulum merupakan model
kurikulum dalam sekolah inklusi. Modifikasi pertama adalah mengenai
pemahaman bahwa teori model itu selalu merupakan representasi yang
disederhanakan dari realitas yang kompleks. Modifikasi kedua adalah mengenai
aspek kurikulum yang secara khusus difokuskan dalam pembelajaran yang akan
dibahas lebih banyak dalam praktek pembelajaran. Kurikulum yang digunakan di
sekolah inklusi adalah kurikulum anak normal (regular) yang disesuaikan
(dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa. Lebih
lanjut, menurut Direktorat PLB (Tarmansyah,2007:168) modifikasi dapat

27
dilakukan dengan cara modifikasi alokasi waktu, modifikasi isi/materi,
modifikasi proses belajar mengajar, modifikasi sarana dan prasarana, modifikasi
lingkungan untuk belajar, dan modifikasi pengelolaan kelas. Dengan kurikulum
akan memberikan peluang terhadap tiap-tiap anak untuk mengaktualisasikan
potensinya sesuai dengan bakat, kemampuannya dan perbedaan yang ada pada
setiap anak.

G. Asesmen

Sebelum mulai dengan penyusunan program pembelajaran, guru harus


mengetahui level keberfungsian anak. Menurut Tarmansyah (2007:183) ,
assesmen adalah suatu proses upaya mendapatkan informasi mengenai
hambatan- hambatan dan kemampuan yang sudah dimiliki serta
kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, agar dapat dijadikan dasar membuat
program pembelajaran sesuai dengan kemampuan individu anak. Ada beberapa
gejala yang dapat dijadikan petunjuk dalam mengenal anak secara dini, yang
diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan tingkah laku: tingkah laku mencerminkan kemampuan,


pemahaman, pengetahuan dan keterampilan seseorang. Melalui tingkah laku
kita dapat mengamati kemampuan seseorang.

b. Berdasarkan kondisi fisik: kondisi fisik juga mencerminkan keadaan umum


dari anak, apakah anak dalam keadaaan sakit, cacat, atau kondisi fisik lainnya
lemah baik disebabkan faktor psikologis maupun neorologis.

c. Berdasarkan keluhan: biasanya anak yang bermasalah sering mengeluh, susah


mengerjakan soal, malas belajar, marah-marah, pusing, sakit perut, atau pasif
dalam rangsangan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa asesmen dalam
sekolah penyelenggara Pendidikan inklusi sangat diperlukan, karena
didalam sekolah tersebut didalamnya terdapat siswa yang memiliki
karakteristik dan kemampuan yang berbeda-beda, dengan melakukan
observasi dengan pengamatan keseharian yang didasarkan tingkah laku,
kondisi fisik dan keluhan maka dapat dijadikan petunjuk apa yang harus
dilakukan oleh guru.

28
2.3 Perbedaan Kemampuan dan Pengajaran

A. Pengelompokkan Antarkelas (Ability Grouping)

Ability grouping ini merupakan strategi belajar bersama siswa sebagai


kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Menurut
(Andra, 2019) mengatakan model pembelajaran ini untuk memotivasi siswa
agar lebih berani untuk mengemukakan pendapat, menghargai pendapat
sesama teman, dan saling memberi pendapat. Dengan menggunakan model ini
juga pembelejaran lebih menekankan bagaimana peserta didik dapat mencerna
dan mengemukakan sebuah hasil pembahasan materi pelajaran secara
berkelompok pada ruang lingkup di dalam kelas. Maka dari itu, metode ability
grouping ini lebih menuntut siswa untuk lebih aktif dalam proses
pembelajaran. Menurut Hakim dalam (Andra, 2019) mengemukakan bahwa
aktivitas yang timbul dari siswa ini akan mengakibatkan pula terbentuknya
pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan
prestasi. Oleh karenanya, dengan menggunakan metode ini, diharapkan
prestasi siswa dapat meningkat karena siswa bisa lebih aktif di kelas.

Steenbergen-Hu (2016) mendefinisikan ability grouping sebagai praktik


pengajaran yang mempunyai ciri-ciri: (a) melibatkan penempatan siswa di
kelas atau kelompok kecil yang berbeda berdasarkan capaian awal dari siswa
meliputi keterampilan, kesiapan dan kemampuan; (b) bertujuan menciptakan
lingkungan homogen yang memudahkan guru mengelola pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan menguntungkan bagi peserta didik
dari interaksi dengan teman sebaya yang setara dalam akademik; (c)
penempatan tidak bersifat permanen sampai peserta didik menyelesaikan
jenjang pendidikan (Steenbergen-Hu, Makel, & Olszewski-Kubilius, 2016).
Dengan definisi yang demikian, ability grouping dapat dibedakan dengan
tracking yang cenderung menempatkan peserta didik dalam program yang
tetap sampai lulus dari jenjang pendidikan tersebut, seperti jalur akademik dan
vokasi.

Baru-baru ini terjadi gerakan untuk untracking, atau mengajar siswa di


kelompok-kelompok kemampuan-campuran, tetapi memberikan bantuan
ekstra bagi mereka yang mengalamai kesulitan dan pengayaan bagi mereka
yang belajar lebih cepat (Corno, 1995; Oakes & Wells, 2002). Jeannie Oakes

29
dan Amy Wells (2002) mendeskripsikan beberapa cara mengajar efektif di
sekolah menengah tanpa tracking:
1. Mengeliminasi jalur-jalur remedial dan hanya memiiki satu jalur reguler
dan satu jalur advanced.
2. Menawarkan opsi-opsi tugas kehormatan atau menantang pull-out
activities disetiap pelajaran.
3. Megharuskan semua siswa untuk mengambil pelajaran-pelajaran inti yang
sama, lalu memberikan kesempatan untuk memilih pelajaran-pelajaran
advanced setelah pelajaran intinya selesai.
4. Mendorong siswa kelompk minoritas untuk ikut mendaftar di jalur
penempatan advanced.
5. Menyediakan waktu tambahan selama intercessions yang siswanya dapat
memperoleh bantuan ekstra. „
6. Menyediakan tutoring sebelum dan usai sekolah.
7. Sediakan staf untuk homework help center (pusat bantuan PR) yang terdiri
dari atas guru, orangtua dan anggota masyarakat yang bersedia menjadi
relawan.
8. Alih-alih menggunakan “dumbing down” conten (isi pelajaran yang
tingkatnya diperendah dengan anggapan pemahaman siswa kurang),
ajarkan strategi strategi belajar untuk menghadapi materi yang sulit kepada
siswa.

B. Pengelompokkan Dalam-Kelas dan Fleksibel


Pengelompokan yang fleksibel adalah strategi yang sangat efektif untuk
menciptakan budaya kelas inklusif yang menghormati variabilitas pelajar.
Gunakan data untuk menempatkan siswa ke dalam kelompok kecil untuk
instruksi. Kelompok Anda harus sering berubah dalam menanggapi hasil
pelajaran dan kebutuhan siswa. Siswa dapat dikelompokkan pada tingkat
keterampilan yang sama atau dengan tingkat keterampilan yang berbeda-beda.
Pengelompokan yang fleksibel akan menjadi praktik kelas utama saat Anda
kembali ke pembelajaran tatap muka. Pengelompokan yang fleksibel dapat
mendukung pembelajaran yang dipercepat dan memenuhi kebutuhan

30
keterampilan dasar. Ini juga meningkatkan keterlibatan siswa Anda dan
mendukung kebutuhan sosial-emosional mereka.
 Cara Menerapkan Pengelompokan Fleksibel
a. Tentukan tujuan pembelajaran untuk pelajaran Anda untuk menentukan
jenis kelompok yang Anda butuhkan. Mulailah dengan gagasan yang
jelas tentang keterampilan atau konsep apa yang Anda ingin siswa
kuasai. Ini akan membantu Anda dalam dua cara. Pertama, tujuan
pembelajaran akan membantu Anda lebih berhati-hati tentang kelompok
apa yang akan dibuat, termasuk siswa mana yang termasuk dalam
kelompok dan ukuran kelompok. Kedua, dengan mengingat tujuan akhir,
Anda dapat membuat pos pemeriksaan untuk memantau kemajuan setiap
siswa dan menyesuaikan kelompok bila perlu.
b. Tinjau data untuk memutuskan siswa mana yang akan dikelompokkan
bersama. Setelah Anda memikirkan tujuan pembelajaran, Anda dapat
beralih ke data siswa untuk memandu keputusan Anda tentang cara
mengelompokkan siswa. Misalnya, meninjau tiket keluar dari hari
sebelumnya dapat menunjukkan kepada Anda siswa mana yang tidak
sepenuhnya menguasai tujuan pembelajaran.
c. Tetapkan pedoman bagaimana kelompok akan berinteraksi. Bekerja
dengan siswa Anda untuk menciptakan harapan untuk kerja kelompok.
Misalnya, Anda mungkin menetapkan ekspektasi bahwa kelompok kecil
memiliki pencatat waktu, pencatat, dan seseorang yang bertanggung
jawab atas materi. Anda juga dapat menguraikan hanya satu orang dalam
kelompok yang berbicara pada satu waktu dan semua anggota kelompok
memiliki kesempatan untuk berbicara selama jam kerja. Harapan yang
jelas sangat penting untuk kelompok yang efektif.
d. Anjurkan siswa untuk melakukan refleksi. Luangkan waktu di akhir
pelajaran bagi siswa untuk berbicara tentang apa yang mereka pelajari.
Proses pembekalan ini dapat membantu Anda membuat keputusan untuk
kelompok berikutnya yang akan Anda bentuk, seperti siswa mana yang
mungkin memiliki pertanyaan atau kesalahpahaman yang belum
terselesaikan.
 Cara penggunaan pengelompokan fleksibel lainnya adalah nongraded
elementary school. Siswa dengan tingkat umur (misal 6,7, dan 8) disatukan

31
dalam satu kelas, tetapi mereka dikelompokkan secara fleksibel dikelas itu
untuk pengajaran berdasarkan prestasi motivasi, dan minat dalam
subjeksubjek yang berbeda. pengelompokan lintas kelas ini tampaknya efektif
untuk siswa-siswa dengan semua tingkat kemampuan selama pengelompokan
itu memungkinkan guru untuk memberikan pengajaran yang lebih langsung
kepada kelompok-kelompok. Akan tetapi, harus bijaksana tentang
pengelompokan mengirimkan anak-anak kelas 4 yang sudah tampak besar ke
kelas 2, ia menjadi satu-satunya tertua dan ukuran tubuhnya membuat tampak
sangat besar di antara siswa-siswa lainnya, kemungkinan besar tidak akan
bekerja dengan baik. Selain itu, bila kelas litas umur dibuat hanya karena ada
terlalu sedikit siswa untuk tingkat kelas dan bukan untuk lebih dapat
memenuhi kebutuhan belajar siswa maka hasilnya tidak akan positif.

2.4 Siswa-Siswa Gifted dan Talented


Anak gifted bisa merujuk dari pendapat ahli. Istilah kemampuan dan
kecerdasan luar biasa sering dipadankan dengan istilah “gifted” atau berbakat.
Meskipun hingga saat ini belum ada satu definisi tunggal yang mencakup
seluruh pengertian anak berbakat. Sebutan lain bagi anak gifted ini misalnya
genius, bright, dan talented.

A. Definisi Siswa- Siswa Gifted dan Talented


Istilah "berbakat" yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah padanan
dari istilah bahasa Inggris "gifted".
1. Sidney P. Marland, Jr., (1972) mendefinisikan anak berbakat itu sebagai
berikut: "Gifted and talented children are those identified by professionally
qualified persons who by virtue of outstanding abilities are capable of high
performance. These are children who require differentiated educational
programs and/or services beyond those normally provided by the regular
school program in order to realize their contribution to self and society".
(Anak berbakat adalah mereka yang diidentifikasi oleh ahli yang profesional
sebagai memiliki kemampuan yang menonjol untuk berkinerja tinggi.
Anakanak ini memerlukan program pendidikan dan/atau pelayanan yang
dibedakan, melebihi yang biasa disediakan oleh program sekolah reguler,

32
agar dapat merealisasikan kontribusinya terhadap dirinya sendiri maupun
masyarakat.)
2. Marland (1972) mengemukakan bahwa anak yang memiliki kemampuan
untuk berkinerja tinggi itu mencakup mereka yang menunjukkan prestasi
dan/atau kemampuan potensial dalam satu atau beberapa bidang berikut ini:
• kemampuan intelektual umum;
• bakat akademik spesifik;
• kemampuan berpikir kreatif atau produktif;
• kemampuan kepeimimpinan;
• seni pentas atau seni rupa;
• kemampuan psikomotor
3. Robert Sternberg dan Robert Wagner (1982) mendefinisikan keberbakatan
(giftedness) sebagai "a kind of mental self-management". Manajemen
mental kehidupan seseorang yang konstruktif dan bertujuan mempunyai tiga
elemen dasar, yaitu: mengadaptasikan diri pada lingkungan, memilih
lingkungan baru, dan membentuk lingkungan.
4. Joseph Renzulli (1986) mengemukakan bahwa perilaku berbakat
mencerminkan satu interaksi di antara tiga kelompok dasar sifat manusia: (1)
tingkat kemampuan umum dan/atau kemampuan spesifik di atas ratarata, (2)
tingkat komitmen tugas yang tinggi (motivasi), dan (3) tingkat kreativitas
yang tinggi. Menurut Renzulli, anak berbakat adalah mereka yang memiliki
atau berkemampuan mengembangkan gabungan ketiga kelompok sifat
tersebut dan mengaplikasikannya pada bidang kinerja kemanusiaan yang
bernilai.
B. Mengidentifikasi dan Mengajar Siswa-siwa Gifted
Miller (1990), mengemukakan beberapa karakteristik dan perilaku yang
menunjukkan adanya bakat matematika pada anak sebagai berikut:
1. Kesadaran yang sangat tinggi dan rasa ingin tahu yang sangat kuat tentang
informasi numerik.
2. Kecepatan yang luar biasa dalam belajar, memahami, dan menerapkan
ideide matematik.
3. Kemampuan yang tinggi untuk berpikir dan bekerja secara abstrak dan
kemampuan untuk melihat pola-pola dan hubungan matematik.

33
4. Kemampuan luar biasa untuk berpikir dan mengerjakan soal-soal
matematik secara fleksibel dan kreatif, bukan dengan cara biasa.
5. Kemampuan luar biasa untuk mentransfer hasil belajar ke dalam
situasisituasi matematik baru yang belum pernah diajarkan.

C. Mengajar Siswa-siswa Gifted


Terdapat tiga model layanan pendidikan bagi anak-anak berbakat, yaitu
1. Model Inklusi , Dalam model layanan ini, anak-anak berbakat
ditempatkan sekelas (inklusif) dengan anak-anak lain, termasuk anak-anak
penyandang kebutuhan pendidikan khusus lainnya seperti anak
berkesulitan belajar (learning disabled) dan anak cacat. Guru yang telah
memperoleh pelatihan khusus dalam bidang keberbakatan memberikan
perhatian khusus kepada anak-anak berbakat ini agar kebutuhan
pendidikan khususnya terpenuhi. Layanan khusus itu terutama berupa
pemberian materi pengayaan. Dalam model ini, anak berbakat sering
difungsikan sebagai tutor bagi anak-anak lain. (Winebrenner & Devlin,
1996).
2. Tracking System Dalam tracking system, siswa-siswa diklasifikasikan
berdasarkan kemampuannya, dan setiap klasifikasi ditempatkan dalam satu
kelas yang sama. Jadi, anak-anak berbakat akan berada dalam kelas
khusus siswa berbakat sepanjang masa sekolahnya. (Winebrenner &
Devlin, 1996).
3. Model Cluster Grouping Dalam model ini, anak-anak berbakat dari semua
tingkatan kelas yang sama di satu sekolah (biasanya mereka yang termasuk
5% dari siswa berprestasi tertinggi dalam populasi tingkatan kelasnya),
dikelompokkan dalam satu kelas. Kelompok tersebut terdiri dari 5 sampai
8 siswa berbakat, dibimbing oleh seorang guru yang telah memperoleh
pelatihan dalam mengajar anak-anak berkemampuan luar biasa. Jika
terdapat lebih dari 8 anak berbakat, maka mereka dikelompokkan ke dalam
dua atau tiga cluster group. Pada umumnya, satu cluster group itu belajar
bersama-sama dengan anak-anak lain dari berbagai tingkat kemampuan,
tetapi dalam bidang keluarbiasaannya (misalnya matematika), mereka
belajar secara terpisah. (Winebrenner & Devlin, 1996).

34
35
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai Pendidikan integrasi.
Dimana Pendidikan integrase adalah sebuah program untuk memberikan
kesempatan kepada peserta didik yang berkebutuhan khusus (ABK) untuk
dapat belajar belajar Bersama-sama dengan anak-anak biasa (normal)
disekolah umum. pendidikan integrasi merupakan salah satu upaya dalam
memberikan layanan pendidikan yang efektif dan efisien bagi ABK agar
potensi mereka dapat berkembang secara optimal.
2. Secara filosofis, pendidikan inklusi hampir sama dengan falsafah bangsa ini,
yaitu Bhineka Tunggal Ika yang berarti meniadakan perbedaan dan
menjadikan satu kesatuan dalam berbagai keberagaman. Pendidikan harus
mengedepankan asas keterbukaan dan demokrasi pada semua orang.
Pendidikan di sini dimaksudkan agar pendidikan dapat diperoleh semua
kalangan masyarakat tanpa memandang latar belakang masyarakat tersebut.
Prinsip ini sesuai dengan yang termaktub dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal
4 ayat 1 yang berbunyi “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Hal ini
berarti bahwa pendidikan memberikan tawaran untuk hidup berkeadilan,
karena dalam pendidikan tidak membeda-bedakan kasta ataupun golongan
termasuk juga para kaum disabilitas.
3. Pada kemampuan dan pengajaran ada beberapa penglompokkan yaitu:
a. Pengelompokkan antar kelas
b. Penglompokkan dalam kelas dan fleksibel
c. Cara menerapkan penglompokkan fleksibel
d. Siswa-siwa gifted dan berbakat
Anak yang memiliki kemampuan untuk berkinerja tinggi itu mencakup
mereka yang menunjukkan prestasi dan/atau kemampuan potensial dalam
satu atau beberapa bidang.

36
3.2 Saran
Adapun saran dari pemakalah untuk para pembaca adalah agar pembaca
lebih memahami dan memaknai materi tentang integrasi, Inklusi, perbedaan
Kemampuan dan Pengajaran agar dapat menambah wawasan dan bermafaat
dalam proses pembelajaran dan kehidupan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Danial dan Wasriah. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:


Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan UPI.

Daryanto.(2005). Evaluasi Pendidikan: Jakarta: Rineka Cipta


Delisle, J. (1985). Counseling Gifted Persons: a Lifelong Concern. ROEPER
REVIEW, 8 (1), 4-5.

Delisle, J., & Galbraith, J. (1987). THE GIFTED KIDS SURVIVAL GUIDE, II.
Minneapolis: Free Spirit.

Dewantara, Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan


Taman Siswa, 1977.

Effendy, Onong Uchjana. 2013. Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi.


Jogyakarta: Ar-ruzz Media

Galbraith, J. (1983). The Gifted Kids Survival Guide, Ages 11-18. Minneapolis:
Free Spirit. Gardner, H. (1993). Frames of mind. New York: Bantam Books.

Garnida, Dadang. 2015. Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung: Refika


Aditama.

Hallahan, Daniel P., James M. Kauffman, dan Paige C. Pullen, Exceptional


Learners: An Introduction to Special Education, Boston: Pearson Education
Inc., 2009, cet. ke-10.
Hardman, M.L, Drew, C. J., & Egan, M. W. (2005). Humanexeptionality: Society,
school, and family (8th ed.). Bostom : Allyn and Bacon.

Ilahi, Muhammad Takdir. 2013. Pendidikan Inklusi. Jogyakarta: Ar-ruzz Media.

Imron, A. 2012.Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi


Aksara.

Marthan, Lay Kekeh. 2007. Manajemen Pendidikan Inklusif. Jakarta: DIRJEN


DIKTI.

Mulyono, Abdurrahman. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.


Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nylund, D. (2000). Treating Huklebrry Finn :A new narativeapproach to working


with kids diagnosed ADD/ADHD. San Fransisco : Jossey-Bass
Reid, Gavin, Dyslexia and Inclusion; Classroom Approaches for Assesment,
Teaching and Learning, London: David Fulton Publisher, 2005.

38
Reynolds, M. C., & Birch, J. W. (1988). Adaptive Mainstreaming: A Primer for
Teachers and Principals. (3rd ed.). New York: Longman

Tarmansyah. 2007. IKLUSI Pendidikan untuk Semua. Jakarta: DIRJEN DIKTI.

39

Anda mungkin juga menyukai