Anda di halaman 1dari 25

1

MODUL POP SGI

MANAJEMEN KELAS
KOLABORATIF

Tim SGI

SEKOLAH GURU INDONESIA


LEMBAGA PENGEMBANGAN INSANI DOMPET DHUAFA

2021

2
KATA PENGANTAR
Ketua Sekolah Guru Indonesia (SGI)
Segala puji dan syukur hanya milik Allah sholawat dan Salam senantiasa terlimpah kepada
baginda Nabi Muhammad S.A.W. semoga kita tercatat sebagai orang yang turut serta
dalam mengajak kepada kebaikan, aamiin.
Sekolah Guru Indonesia (SGI) sebagai salah satu program Dompet Dhuafa diamanahi
untuk menjalankan Program Organisasi Penggerak bekerjasama dengan
Kemendikbudristek RI dan Dinas Pendidikan daerah sasaran dalam upaya meningkatkan
karakter dan kompetensi guru yang diharapkan berdampak pada peningkatan literasi,
numerasi dan karakter siswa, oleh karena SGI berupaya agar pelatihan yang dilakukann
benar-benar dapat berjalan sebagaimana mestinya dan dapat mencapai target output yang
dirancang.
Pembuatan modul ini menjadi salah satu hal yang penting agar guru dapat belajar secara
mandiri dan memiliki bahan bacaan sebagai standar minimal capaian program. Selain itu
kami juga mencoba mengoptimalkan penggunaan LMS (Learning Manajemen System)
yang bersifat open source untuk belajar secara asinkronus dan zoom meeting untuk
pembelajaran sinkronus, terlebih karena pembelajaran tatap muka dibatasi dan tidak dapat
dilakukan karena masih dalam masa pembatasan akibat pandemi.
Semoga dengan adanya modul ini dapat membantu guru-guru dalam belajar dan dapat
mengimplementasikannya di kelas ajar masing-masing selama mengikuti program POP
yang di selenggaran Sekolah Guru Indonesia - Dompet Dhuafa.
Bangga Jadi guru, Guru Berkarakter, Menggerakkan Indonesia!

Salam Takdzim,
Ketua SGI

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 3


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 4
Capaian dan Tujuan Pelatihan ............................................................................................. 5
RINGKASAN ALUR BELAJAR PE MI MP IN ...................................................................... 6
1. Pemahaman Eksploratif ................................................................................................... 7
2. Mengoptimalkan Interaksi .............................................................................................. 12
3. Mendesain Perubahan ................................................................................................... 16
4. INternalisasi .................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 25

4
MANAJEMEN KELAS KOLABORATIF

CAPAIAN PELATIHAN
Peserta pelatihan mampu mengembangkan manajemen kelas kolaboratif yang
menunjang kualitas pembelajaran melalui optimalisasi hubungan antarseluruh elemen
utama dalam ekosistem pendidikan

Capaian dan Tujuan Pelatihan

TUJUAN PELATIHAN
1. Peserta Pelatihan mampu memetakan peran dari setiap elemen utama
dalam ekosistem pendidikan
2. Peserta Pelatihan mampu menyusun gagasan inisiasi lima dimensi kolaborasi
dalam tata kelola kelas transformatif yang melibatkan setiap elemen utama
dalam ekosistem pendidikan
3. Peserta Pelatihan mampu membuat rencana pengembangan manajemen
kelas kolaboratif yang melibatkan orang tua dan masyarakat
4. Peserta Pelatihan mampu menerapkan disiplin positif dan budaya
multiliterasi dalam pengembangan manajemen kelas kolaboratif

5
RINGKASAN ALUR BELAJAR
PE MI MP IN
RINGKASAN ALUR BELAJAR PE MI MP IN

PE
Pemahaman Eksploratif
(Asinkronus)
Mengkonstruksi pemahaman terhadap muatan materi pelatihan melalui pendekatan
inkuiri

MI
Mengoptimalkan Interaksi
(Sinkronus)
Mengembangkan kecakapan melalui proses pelatihan yang interaktif dan menyenangkan

MP
Mendesain Perubahan
(Sinkronus)
Menyusun strategi dan tahapan aksi inovatif untuk menyelesaikan beberapa
permasalahan di seputar bidang kecakapan yang tengah dikembangkan

IN
INternalisasi
(Asinkronus)
Menambah wawasan dan menguatkan pemahaman dengan belajar mandiri terstruktur

6
PE
1. Pemahaman Eksploratif

“Ekosistem Pendidikan”

Dalam fase pelatihan kali ini Bapak/Ibu Guru akan mengembangkan manajemen kelas
kolaboratif di kelas ajarnya masing-masing. Manajemen kelas kolaboratif merupakan
upaya untuk menyiapkan iklim akademik yang dinamis dengan melibatkan seluruh
elemen utama dalam ekosistem pendidikan di lingkup sekolah atau satuan pendidikan.

Pada Sesi Pemahaman Eksploratif ini Bapak/Ibu Guru akan mendalami terlebih dahulu
tentang konsepsi ekosistem pendidikan yang berangkat dari pandangan Ki Hajar
Dewantara tentang Tri Pusat Pendidikan. Maka dari itu Bapak/Ibu Guru terlebih dahulu
dapat menjawab tiga pertanyaan di bawah ini.

1. “Di dalam kehidupan anak-anak terdapat tiga tempat yang menjadi pusat
pendidikan bagi dirinya, yakni: 1. Alam keluarga untuk mendidik budi pekerti dan
laku sosial; 2. Alam perguruan sebagai balai wiyata, disamping pendidikan
intelektual juga untuk mencari dan memberi ilmu pengetahuan; 3. Alam
pergerakan pemuda sebagai daerah merdekanya kaum pemuda untuk
pembentukan wataknya.” (Ki Hadjar Dewantara; 2011, 70 dan 74)
Definisi di atas merupakan pandangan Ki Hajar Dewantara tentang Tri Pusat
Pendidikan. Menurut Bapak/Ibu apakah inti pesan yang ingin disampaikan oleh Ki
Hajar dalam pandangannya tentang definisi Tri Pusat Pendidikan tersebut? Lalu
berikanlah contoh nyata dari implementasi konsepsi tersebut dalam tata kelola
pembelajaran di kelas dan sekolah?

7
2. Konsepsi Tri Pusat Pendidikan ini kemudian berkembang menjadi ekosistem
pendidikan. Ekosistem Pendidikan merupakan suatu kesatuan antarelemen pada
suatu lingkungan yang saling terkait dan saling mempengaruhi dalam konteks
menjalankan misi dan nilai-nilai luhur kependidikan yang penuh makna.
Dari hakikat tentang Ekosistem Pendidikan di atas, kira-kira pihak mana saja yang
bisa berperan sebagai elemen-elemen dalam ekosistem pendidikan tersebut, dan
apa saja peran atau bentuk kontribusinya?
Elemen Pendidikan Peranannya

3. Dalam kehidupan di sekolah atau dalam praktik pembelajaran di kelas, menurut


Bapak/Ibu Guru bagaimana cara mengintegrasikan semua peran elemen-elemen
ekosistem pendidikan tersebut?

8
Untuk menguatkan pemahaman Bapak/Ibu Guru tentang Manajemen Kelas Kolaboratif,
berikut ini adalah catatan kecil yang bisa dipelajari sebelum mengikuti sesi berikutnya:

MENGEMBALIKAN EKOSISTEM PEMBELAJARAN

Satu tahun lebih dunia pendidikan (formal) tersandera pandemi Covid-


19. Masih tingginya angka penyebaran virus, mengakibatkan sekolah
tetap menjadi satu-satunya fasilitas publik yang belum bisa dibuka
secara luas.
Interaksi belajar-mengajar yang sebelum pandemi hanya terjadi di
dalam ruangan kelas, bisa bertransformasi ke dalam banyak
modifikasi. Ini perlu disikapi secara serius. Titik tekannya tidak hanya
sebatas berinovasi dalam mengelola pembelajaran virtual berbasis
teknologi dan internet.
Program belajar dari rumah, telah memunculkan habitasi baru di luar
pola interaksi antara guru, siswa, dan sumber belajar. Komponen lain
yang bisa dilibatkan dalam interaksi belajar ini tentunya adalah orang
tua di rumah. Bahkan dalam skala terbatas, dan tetap menjaga
protokol kesehatan juga bisa melibatkan masyarakat dan lingkungan di
sekitar rumah. Di tengah pembatasan sosial, gagasan besar Ki Hadjar
Dewantara terkait dengan pemikiran Tri Pusat Pendidikan nampaknya
mulai bisa didengungkan kembali.
Semua elemen yang bisa berinteraksi langsung dengan kehidupan
sehari-hari peserta didik bisa saling terhubung untuk membentuk suatu
sinergi yang mendukung proses pembelajaran di saat pandemi.
Terlebih "Proses belajar dapat terjadi kapan saja dan di mana saja
terlepas dari ada yang mengajar atau tidak. Proses belajar terjadi
karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya" (Arief S.
Sadiman, 2010: 1). Inilah yang kemudian disebut dengan ekosistem
pembelajaran.
Ekosistem pembelajaran itu sendiri telah diperkuat oleh 14 prinsip
pembelajaran dalam Kurikulum 2013 yang ditetapkan melalui
Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan
Dasar dan Menengah. Dua dari 14 prinsip tersebut menegaskan
bahwa pembelajaran dapat berlangsung di rumah, di sekolah, dan juga
di masyarakat; Pembelajaran juga menerapkan prinsip bahwa siapa
saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja
adalah kelas. Jadi membentuk kesatuan ekosistem pembelajaran
bukan semata hanya didorong oleh pandemi Covid-19, melainkan
sudah menjadi desain besar dalam perencanaan strategis pendidikan
kita.

9
Ancaman hilangnya pengalaman belajar tidak lain disebabkan karena
tidak dibangunnya dukungan dari berbagai elemen ekosistem
pembelajaran tersebut. Lantas apa yang membuat ekosistem
pembelajaran ini belum bisa terbangun lagi?
Inti dari ekosistem pembelajaran bertujuan untuk terus menghidupkan
lima upaya utama dalam pendidikan, yakni: upaya peneladanan,
pengasuhan, pembiasaan, pembelajaran, hingga usaha penerapan.
Lima proses pendidikan inilah yang akan mendukung perkembangan
fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual sejak anak dalam
kandungan sampai dewasa dalam praktik-praktik kehidupan nyata.
Jadi sebenarnya hakikat pendidikan ini hanya bisa dicapai jika setiap
sekolah mampu berkolaborasi dalam kehidupan bersama-sama
keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Bahkan pembelajaran yang
sebenarnya tidak terjadi di sekolah, melainkan di dalam kehidupan
nyata, tempat peserta didik menjalani kehidupan sehari-hari bersama
keluarga, lingkungan, dan masyarakatnya.
Komunikasi dan koordinasi antara guru, peserta didik, dan juga orang
tua tentu jangan hanya sebatas pemberian tugas berupa soal-soal
pemantik berkognisi rendah. Pembelajaran dari rumah harus tetap
disupervisi sebagai proses yang bermakna dan bertujuan. Prosesnya
ini juga bisa dileburkan dalam aktivitas keseharian peserta didik yang
mengandung unsur penanaman nilai-nilai karakter, dan penerapan
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Dalam ekosistem pembelajaran, antara peserta didik, sekolah,
keluarga, dan juga masyarakat masing-masing memiliki peran dan
kontribusi yang bisa saling menguatkan. Guru di sekolah tidak hanya
berperan dalam menyusun perencanaan dan pemberian tugas saja.
Setiap guru harus bekerja lebih ekstra dalam menyusun modul atau
bahan belajar mandiri yang tidak saja diperuntukkan bagi siswa,
namun juga bisa digunakan oleh orang tua dan masyarakat dalam
menjalankan peran pedagogiknya. Tanpa modul ini, pembelajaran
jarak jauh tidak akan bisa berjalan secara efektif. Ibarat mobil mewah,
tapi tidak memiliki mesin.
Dua dekade yang lalu, isu pendidikan nasional kita dipenuhi oleh ide-
ide transformasi dari pendekatan pembelajaran pasif yang didominasi
oleh “ceramah” guru, menuju pendekatan pembelajaran aktif yang
banyak didukung oleh ide-ide progresif-konstruktivis dalam pendidikan.
Namun isu pendidikan, terutama sejak masa pandemi ini, mendorong
terjadinya pergeseran dari pendekatan pembelajaran aktif yang
terbatas hanya di dalam ruangan kelas, menjadi pembelajaran untuk
pemecahan masalah-masalah nyata yang secara otentik terjadi di
sekeliling kehidupan sosial peserta didik.

10
Pembelajaran jarak jauh yang berlangsung dari rumah semestinya
juga bisa mendekatkan sekolah dengan cita-cita besar dari kurikulum
2013. Dengan peningkatan tanggung jawab keluarga sebagai elemen
paling dominan dalam ekosistem pembelajaran, maka proses belajar
mandiri peserta didik harus didesain dan dikembangkan oleh sekolah
melalui kegiatan-kegiatan eksploratif yang kaya pemaknaan dan
proses pendalaman pemahaman. Pembelajaran jarak jauh tetap
memberi pengalaman langsung kepada peserta didik agar dalam
melakukan pemecahan masalah.
Selain berperan sebagai sumber belajar alternatif bagi peserta didik,
orang tua dan masyarakat juga didorong untuk menjadi fasilitator
pembelajaran. Hal ini bertujuan agar iklim atau budaya akademik bisa
terbangun di rumah dan di lingkungan sekitar rumah. Model penilaian
secara otomatis juga akan mengalami perubahan. Penilaian otentik
yang menekan pada pengukuran sikap dan pencapaian keterampilan
akan jauh lebih dominan ketimbang penilaian formatif-kognitif. Di titik
inilah ekosistem pembelajaran juga membutuhkan peran orang tua
dan masyarakat dalam memberikan penilaian sebagai umpan balik
bagi perkembangan belajar peserta didik.

11
MI
2. Mengoptimalkan Interaksi

“Lima Dimensi Kolaborasi”

Dalam dua sesi bagian pertama sinkronus atau tatap maya dalam jaringan (daring) kali
ini, dengan didampingi oleh instruktur kelas masing-masing, Bapak/Ibu Guru akan saling
berinteraksi dalam menelaah konsep Manajemen Kelas Kolaboratif secara lebih
mendalam serta lebih praktis. Selama kurang lebih 2 JP, konsep Manajemen Kelas
Kolaboratif ini akan difokuskan kepada lima pengembangan dimensi kolaborasi dalam
tata kelola kelas transformatif yang melibatkan setiap elemen utama dalam ekosistem
pendidikan.
Berikut ini beberapa resume atas sesi sinkronus yang akan membahas secara rinci
tentang Manajemen Kelas Kolaboratif:
1. Dalam paradigma pembelajaran masa depan, misi utama guru bukan sekedar
mengajar, tapi berbagi tanggung jawab pengajaran dengan murid-muridnya. Guru
mengajar dan murid belajar, adalah paradigma pendidikan lama. Di era
mendatang ini, murid bukan hanya subjek pembelajaran, tapi juga adalah mitra
dalam mengajar. Lagi-lagi guru adalah pemimpin, dan semestinya bisa berbagi
tugas atau berkolaborasi untuk memfasilitasi penyiapan bahan ajar dengan
murid-muridnya.
2. Pengembangan manajemen kelas kolaboratif mesti dimulai dari filosofi lima
upaya utama yang harus muncul dalam setiap proses pendidikan, yakni:
Peneladanan, Pengasuhan, Pembiasaan, Pembelajaran, dan Penerapan. Lima
proses ini dikembangkan dari pendapat Mantan Mendikbud Fuad Hassan (2004:
52) tentang tiga upaya dalam setiap proses pendidikan, yakni: "Pembiasaan,
pembelajaran, dan peneladanan... Hal ini perlu ditekankan agar tidak ada lagi-lagi
penafsiran yang mempersempit upaya pendidikan sekedar dalam lingkup
penyekolahan (schooling), dan selanjutnya sistem pendidikan diartikan sistem
persekolahan belaka”.
3. Dari lima upaya dalam proses pendidikan tersebut, maka transformasi
manajemen kelas kemudian dikembangkan dalam lima bentuk kolaborasi, yakni:
a. Kolaborasi KETELADANAN bersama banyak Pemimpin dan Pendidik
Inspiratif:
Guru harus adaptif dengan pemanfaatan berbagai sumber belajar yang
kontekstual dan nyata, bukan hanya abstrak ataupun maya. Di sini proses

12
belajar tidak hanya di sekolah, tapi bisa di mana saja. Begitupun dengan
sumber belajar, guru bisa mengundang tokoh pemimpin dan pendidik
inspiratif dari banyak kalangan untuk bisa mengajar siswa-siswa di dalam
kelas, baik luring maupun daring. Berikut beberapa contohnya:
- Membuat kegiatan pembelajaran kelas gabungan dengan siswa-siswa dari
sekolah lain.
- Mengundang guru, dosen, atau pakar pada bidang tertentu untuk
mengajar di kelas
- Mengunjungi tokoh-tokoh publik yang berpengaruh kepada masyarakat
untuk bisa mendapat cerita pengalaman

b. Kolaborasi PENGASUHAN bersama seluruh Orang Tua:


Setiap Guru berkewajiban untuk menganalisis latar belakang, kondisi fisik,
mental, kemampuan dan kesiapan belajar setiap peserta didik yang dapat
dilakukan melalui asesmen diagnostik. Assesmen ini bisa dilakukan dengan
cara bekerjasama dengan orang tua.
Analisis diagnostic bertujuan untuk memonitor perkembangan non kognitif
dan kognitif siswa selama masa pandemi untuk memenuhi target belajar.
Asesmen diagnostic terdiri dari tiga (tiga) siklus yakni asesmen nonkognitif,
asesmen kognitif, serta tindaklanjut dan evaluasi. Bersama orangtua, guru bisa
melakukan assesment nonkognitif sebagai bagian dari upaya menguatkan
kadar pangasuhan melalui pengukuran dan pemantauan yang akurat
Dalam asesmen nonkognitif, terdapat 3 tahapan yang bisa dilakukan oleh guru
dan juga orangtuanya.
1) Persiapan:
a) Siapkan gambar ekspresi emosi
b) Buat daftar pertanyaan kunci
 Apa saja kegiatanmu selama belajar di rumah? atau Apa
kegiatanmu setelah pulang dari sekolah?
 Hal apa yang paling menyenangkan dan paling tidak
menyenangkan?
 Apa harapan kamu?
2) Pelaksanaan:
a) Berikan gambar emosi kepada siswa
b) Minta siswa mengekspresikan perasaannya dengan bercerita,
menggambar atau tulisan.
3) Tindak lanjut:
a) Identifikasi siswa dengan ekspresi negative dan ajak siswa berdiskusi
b) Menentukan tindakan lanjut dan mengkomunikasikan dengan siswa
dan orangtua bisa diperlukan
c) Ulangi pelaksanaan asesmen nonkognitif di akhir pembelajaran

c. Kolaborasi PEMBIASAAN Kepribadian bersama segenap Civitas Sekolah:

13
Untuk memastikan pembelajaran tatap muka berjalan dengan aman, kondusif
dan nyaman, maka guru selaku manajer di kelas memiliki tanggungjawab
untuk memastikan kelas menjadi lingkungan belajar sehat secara fisik,
emosional dan sosial. Lingkungan belajar yang dimaksud tentu bukan hanya
ruang kelas semata, namun juga seluruh lingkungan di sekolah.
Maka dari itu perlu dibangun kolaborasi bersama dengan seluruh warga
sekolah, dalam mewujudkan budaya sekolah berbasis pada nilai-nilai yang
telah ditetapkan bersama-sama. Beberapa wujud kolaborasi tersebut antara
lain adalah:
- Mengelola bank sampah bersama-sama
- Operasi semut harian dan Piket kebersihan pekanan bersama
- Seminar non-formal dengan menghadirkan tokoh-tokoh inspiratif dari
guru, tenaga kependidikan dan perwakilan siswa dari tiap-tiap kelas
- Menonton film edukasi bersama

d. Kolaborasi PEMBELAJARAN berbasis Multiliterasi bersama Peserta didik:


Forum Ekonomi Dunia (WEF) di awal 2020 telah membahas tentang dunia
persekolahan dalam satu dekade ke depan. Dalam laporannya tersebut,
banyak literatur telah muncul menyarankan lima pendekatan kunci untuk
mendorong inovasi dalam sistem pendidikan, yakni: a) Playful, sebuah
pendekatan yang menciptakan pengalaman yang menyenangkan untuk
memungkinkan anak-anak menemukan makna dalam belajar melalui
pemikiran aktif dan interaksi sosial. B) Eksperiential, suatu pendekatan yang
mengintegrasikan konten ke dalam aplikasi dunia nyata. C) Komputasi, suatu
pendekatan yang mendukung pemecahan masalah yang memungkinkan siswa
memahami bagaimana komputer memecahkan masalah. D) Multiliterasi,
sebuah pendekatan yang berfokus pada keragaman dan berbagai cara
penggunaan bahasa dan berbagi serta menghubungkan pembelajaran dengan
kesadaran budaya.
Berikut beberapa contoh yang bisa dilakukan:
- Melakukan kerja kelompok siswa dalam melakukan riset sederhana untuk
mengkaji suatu permasalahan (problem based learning)
- Saling berkolaborasi untuk membuat artikel sederhana yang kaya
informasi aktual dari beragam sumber tentang suatu permasalahan.
- Membuat postingan di media sosial yang bernilai informatif, edukatif, dan
melawan hoaks.
- Menyelenggarakan aktivitas eksperimental secara berkelompok untuk
pembuktian-pembuktian sains

e. Kolaborasi PENERAPAN Kepemimpinan Peserta Didik bersama Masyarakat:


Perlibatan masyarakat menjadi sebuah keharusan dan juga kebutuhan. Maka
guru harus memiliki kecakapan dalam mengorkestrasi semua stakeholder
pembelajaran sebagai bagian dari suatu ekosistem pendidikan yang

14
terintegrasi. Berikut beberapa contoh keterlibatan masyarakat yang bisa
diterapkan dalam pembelajaran:
- Menjadikan anggota masyarakat sebagai sumber pengetahuan langsung
bagi siswa
- Berkolaborasi atau bergotong royong bersama masyarakat untuk
mengerjakan projek-projek tertentu
- Mengadakan aksi-aksi sosial yang memberi dampak positif bagi
masyarakat
- Mengundang beberapa tokoh masyarakat untuk terlibat dalam
penyusunan dan refleksi kurikulum di sekolah
- Mengundang partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan di sekolah

f. Dari lima dimensi kolaborasi yang telah dipaparkan di atas, silahkan Bapak/Ibu
berdiskusi untuk menginisasi beberapa rancangan aksi nyata yang bisa
dilakukan dalam mengembangkan manajemen kelas kolaboratif di kelas ajar
masing-masing.
Dimensi Kolaborasi Rancangan Aksi Nyata yang bisa dilakukan di Kelas Ajar
masing-masing
1. Kolaborasi KETELADANAN
bersama banyak Pemimpin
dan Pendidik Inspiratif:

2. Kolaborasi PENGASUHAN
bersama seluruh Orang Tua:

3. Kolaborasi PEMBIASAAN
Kepribadian bersama
segenap Civitas Sekolah:

4. Kolaborasi PEMBELAJARAN
berbasis Multiliterasi
bersama Peserta didik:

5. Kolaborasi PENERAPAN
Kepemimpinan Peserta
Didik bersama Masyarakat:

15
MP
3. Mendesain Perubahan

“Manajemen Kelas Kolaboratif


bersama Orangtua dan Masyarakat”

Dalam dua sesi bagian kedua sinkronus atau tatap maya dalam jaringan (daring) kali ini,
dengan didampingi oleh instruktur kelas masing-masing, Bapak/Ibu Guru akan saling
berinteraksi dalam memulai pembuatan kerangka Manajemen Kelas Kolaboratif yang
melibatkan orangtua dan masyarakat di kelas ajarnya masing-masing.
Berikut ini beberapa aktivitas dalam sesi sinkronus yang akan memulai dalam membuat
rencana Manajemen Kelas Kolaboratif:

1. Covid-19 telah memberikan dampak yang beragam bagi pendidikan. Kondisi ini
menghendaki adanya proses perbaikan dalam sistem Pendidikan dengan membangun
sistem yang menguatkan antara sekolah dan keluarga dalam rangka mendukung
peserta didik belajar di kala pandemi (OECD, September 2020).
Dalam laporan terbaru dari Global Education Monitoring tahun 2020 yang
dikeluarkan oleh UNESCO pada 8 September kemarin kembali menguatkan peran
guru untuk menghubungkan ruang-ruang kelas ajar dengan pengalaman-pengalaman
dalam kehidupan melalui aktivitas pembelajaran berbasis pada permasalahan. Hal ini
tentu membutuhkan kapasitas guru-guru yang mampu mengenali beragam latar
belakang kondisi dan kemampuan setiap peserta didik, sehingga mampu
mewujudkan layanan pembelajaran yang bisa dilakukan oleh semua siswa secara
optimal dan menyenangkan.
Dalam laporan tersebut juga mengingatkan banyak negara tentang pentingnya
penegakan etos sekolah, atau yang sering juga diterangkan dengan menggunakan
istilah budaya atau iklim sekolah. Etos Sekolah ini berisi nilai-nilai atau norma yang
diikuti oleh semua warga sekolah, termasuk pemangku kepentingan di sekitarnya,
untuk bersama-sama menghadirkan suatu kondisi sosial yang mendorong tercapainya
misi pedagogis dari setiap satuan pendidikan.
Lagi-lagi penegakan etos sekolah ini sudah tentu membutuhkan keterlibatan aktif dari
para orang tua dan anggota masyarakat lainnya dalam setiap aktivitas di sekolah dan
dalam setiap agenda dari kepengurusan komite sekolah. Laporan ini juga mengutip
paparan OECD di tahun 2019b tentang hasil PISA yang mengindikasikan bahwa hanya
12% dari orang tua di negara-negara OECD yang mau terlibat aktif dalam membantu

16
aktivitas ekstrakurikuler, dan hanya 17% yang mau ikut berpartisipasi aktif dalam
kegiatan di sekolah-sekolah negeri.
Berdasarkan paparan di atas, Bapak/Ibu Guru selanjutnya bisa membuat gagasan
tentang memperkuat peran komite sekolah dalam pengembangan manajemen kelas
kolaboratif. Silahkan tuliskan gagasan tersebut secara rinci dalam tabel di bawah ini:
Peran Komite Sekolah dalam pengembangan manajemen kelas:

2. Kesatuan kolaboratif antara sekolah, keluarga, dan masyarakat, serta ditambah


sokongan dari pemangku kepentingan lainnya tampaknya harus menjadi keharusan
baru di saat pandemi masih belum bisa dikendalikan penyebarannya. Layanan
pendidikan berkualitas akan tetap terjaga ketika semua sentra-sentra tersebut mau
saling terhubung dan menjalin kerjasama. Di kala normal sekalipun, peran sekolah
tidak akan pernah cukup untuk memenuhi semua fungsi utama dalam pendidikan
yang seutuhnya.
Jika paradigma ini telah berhasil tumbuh sedari awal, maka perpindahan lokasi
belajar dari sekolah menjadi rumah tidak akan terlalu menjadi masalah.
Ketidakefektifan (baca: kegagalan) pilihan belajar dari rumah adalah bukti masih
lemahnya fundamental atau pilar-pilar asasi dari sistem pendidikan kita. Ini
menunjukkan bahwa sebagian besar aktivitas pendidikan di sekolah masih belum bisa
terhubung secara optimal dengan keluarga dan masyarakat. Masing-masing sentra
bergerak dengan kebutuhan serta arah tujuan yang berbeda.
Selain kompetensi profesional, pedagogik, dan kepribadian; kompetensi sosial juga
sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap guru. Kompetensi sosial guru bukan
hanya berada pada ranah organisasi profesinya, tapi yang besar adalah keberadaan
dirinya sebagai tokoh masyarakat. Hal ini menandakan bahwa dimensi sosial profesi

17
guru sebagai pendidik tidak hanya bagi anak-anak didiknya, namun juga warga
masyarakat yang ada di sekelilingnya. Masyarakat dan sekolah semestinya bukan
satuan sosial yang terpisah. Jangan sampai kurikulum di sekolah tercerabut dari
kehidupan nyata masyarakatnya. Peran guru pemimpin dalam hubungan keduanya
adalah sebagai jembatan pemersatu. Sekolah dan masyarakat adalah satu.
Berdasarkan contoh di atas, Bapak/Ibu Guru selanjutnya bisa membuat rencana aksi
keterlibatan orang tua dan masyarakat di dalam pengembangan manajemen kelas
kolaboratif di kelas ajarnya masing-masing. Rencana ini diharapkan bisa
diimplementasikan oleh Bapak/Ibu Guru dalam satu pekan ke depan.
Silahkan tuliskan rencana tersebut secara rinci dalam tabel di bawah ini:
Rencana Tanggal Pelaksanaan :
Rencana Tempat Pelaksanaan :
Rencana Langkah-Langkah Pelaksanaan:

18
Dalam proses sinkronus ini, setelah rencana langkah-langkah penyusunan aturan dan
prosedur ini selesai dibuat, beberapa perwakilan dari Bapak/Ibu Guru dipersilahkan
untuk bisa mempresentasikannya kepada peserta yang lain. Peserta lain kemudian diberi
kesempatan untuk bertanya serta memberikan saran atau tanggapan yang membangun.

19
IN
4. INternalisasi

“Disiplin Positif dan Budaya Multiliterasi”

Untuk menambah pemahaman Bapak/Ibu Guru dalam mengembangkan Manajemen


Kelas Kolaboratif, berikut ini informasi tambahan tentang konsep disiplin positif dan
pengembangan kelas multiliterat. Setelah dipelajari, diharapkan Bapak/Ibu Guru bisa
mengimplementasikan lebih lanjut di kelas ajarnya masing-masing:

1. Guru profesional menyadari bahwa sepenuhnya memahami bahwa dunia anak


adalah dunia bermain dan penuh dengan alam khayali. Mereka senang
mengeksplorasi sesuatu yang baru dan menantang. Ruang belajar mereka tidak hanya
buku, tapi juga alam sekitarnya. Belajar bagi mereka adalam cara untuk menemukan
sesuatu yang belum pernah mereka temui sebelumnya. Kreativitas adalah kata kunci
bagi proses pengembangan dan perbaikan pembelajaran di kelas. Setidaknya ada dua
hal yang perlu diperhatikan untuk membentuk kelas yang efektif; pertama adalah
pendekatan pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa, kedua adalah penerapan
prinsip-prinsip manajemen kelas yang dinamis.
James H. Stronge (2013: 47-48) menguatkan bahwa guru-guru efektif sedapat
mungkin mampu memperhitungkan segala kebutuhan yang membuat proses
pembelajaran dapat berjalan lancar. Perbedaan utama antara pendidik pemula
dengan pendidik berpengalaman terletak pada kemampuan pendidik senior untuk
membentuk iklim kelas yang positif dan berorientasi pada pembelajaran. Lingkungan
yang serba kondusif tercipta saat para pendidik berpengalaman ini mampu
mempraktikkan keterampilan-keterampilan mengorganisasikan dan mengelola kelas.
Intinya, guru berpengalaman adalah guru efektif mampu membangun sebuah
lingkungan belajar yang kondusif.

2. Disiplin positif adalah sebuah model disiplin yang difokuskan pada perilaku positif
murid agar menjadi pribadi yang penuh hormat dan bertanggungjawab (Nelsen,
Lott & Glenn, 2000). Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan emosional
dan keterampilan kehidupan yang penting dengan cara penuh hormat dan
membesarkan hati tidak hanya bagi murid tetapi juga bagi orang dewasa (termasuk
orangtua, guru, staf administrasi dan lainnya). Kebalikan dari disiplin positif adalah
disiplin negatif yang berfokus pada hukuman. Disiplin negatif cenderung
menghambat perkembangan sosial, emosional dan keterampilan hidup murid.
Dengan disiplin positif, guru diharapkan dapat mewujudkan budaya positif baik di
kelas maupun sekolah.

20
Upaya dalam membangun budaya positif untuk menciptakan PTM yang aman dan
sehat di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan
kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun
kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam
pembentukan budaya disiplin positif di kelas. Hal ini juga dapat membantu proses
belajar mengajar di masa pandemi aman dan nyaman
Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja
bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas
tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap
guru. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan
murid.
Dalam menyusun kesepakatan kelas, guru perlu mempertimbangkan hal yang
penting dan hal yang bisa dikesampingkan. Kesepakatan harus disusun dengan jelas
sehingga murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan dari
mereka. Kesepakatan yang disusun sebaiknya mudah dipahami dan dapat langsung
dilakukan. Oleh karena itu, dalam kesepakatan kelas gunakan kalimat positif seperti,
“Saling menjaga jarak” ,“gunakan masker slama di dalam kelas”. Kalimat positif
lebih mudah dipahami murid dibandingkan kalimat negatif yang mengandung kata
seperti, “dilarang” atau “tidak”.
Dalam proses manajemen kelas, ada beberapa Asumsi yang dikembangkan oleh Good
dan Brophy (1991: 199), yaitu:
a. Anak-anak itu suka mengikuti aturan karena memang mereka itu mengerti dan
menerimanya.
b. Masalah disiplin kelas dapat dikurangi manakala si anak terlibat secara teratur
dalam aktivitas (belajar) yang bermakna yang mendorong minat dan sikapnya.
c. Manajemen atau pengelolaan (kelas) hendaklah lebih didekati dari tujuan
memaksimalkan atau menghabiskan banyaknya waktu anak untuk terlibat dalam
kegiatan produktif; daripada mendasarkan pada sudut pandangan yang negatif
menekankan pengawasan atas perilaku anak yang menyimpang
d. Tujuan guru adalah mengembangkan self control dalam diri anak dan bukan
semata-mata melakukan pengawasan yang menekan atas diri mereka.
Keterlibatan peserta didik dapat tingkatkan dengan melibatkan siswa sebagai
penanggungjawab protokol kesehatan, penanggung jawab kebersihan dan lainnya.
Dalam proses pembelajaran, guru dapat menerapkan beragam strategi pembelajaran
yang dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik, diantaranya:
a. Praktik: Menerapkan suatu pemahaman dalam bentuk tindakan nyata untuk
mengembangkan kompetensi peserta didik.
b. Diskusi: Mencari solusi atau jawaban terhadap suatu pertanyaan yang diberikan
dalam kelompok untuk mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik.

21
c. Refleksi: Mengenali, menandai dan menilai upaya dan capaian belajar yang telah
dicapai untuk menentukan langkah perbaikan/pengembangan selanjutnya.
Refleksi bisa dilakukan dalam antar peserta didik berpasangan, berkelompok,
maupun bersama dalam kelas.
d. Umpan Balik: Memberikan umpan balik terhadap hasil pengerjaan tugas peserta
didik dengan tujuan peserta didik mengetahui bagian mana yang sudah dikerjakan
dengan tepat dan bagian mana yang masih perlu diperbaiki.

3. Dalam mewujudkan lompatan besar pendidikan, perlu ada kemauan serta


kemampuan untuk melakukan transformasi kelas ajar yang mengubah banyak pola
interaksi antarelemen pembelajaran. Relasi guru dan murid tidak cukup hanya
berpindah dari pendekatan monologis menuju dialogis, namun juga mesti kolaboratif.
Pendidik beserta seluruh peserta didiknya harus terbiasa bekerjasama dan sama-
sama belajar dalam kedudukan yang sama.
Pengetahuan sebagai konten pelajaran sudah tidak bisa dimonopoli lagi oleh para
pendidik. Di era keterbukaan informasi, tidak mesti guru yang bisa terlebih dahulu
menguasai konten pengetahuan yang terbarukan. Murid-murid dari generasi "Google
Kids" memiliki kecepatan luar biasa dalam mencari, mengolah, bahkan mempublikasi
suatu informasi. Akibatnya guru memang tidak saja kalah oleh mesin pintar, tapi
niscaya juga telah dipecundangi oleh anak-anak didiknya sendiri.
Dalam konteks transformasi kelas ajar, diperlukan rekonsepsi peran guru pada ruang-
ruang pembelajaran yang terbarukan. Pendidik di era transformasi kelas ajar harus
mampu mewujudkan ekosistem pembelajaran yang otentik. Interaksi antara,
pendidik, peserta didik, dan juga sumber belajar, sebagai tiga prasyarat dasar
terjadinya pembelajaran, harus diwujudkan pada locus yang tidak hanya terbatas di
ruangan kelas. Ruang-ruang baru pembelajaran bisa dikembangkan pada spektrum
yang menjangkau semua sumber belajar yang bisa dipelajari siswa secara langsung
dan nyata. Ruang baru pembelajaran bisa berbentuk proyek pemecahan masalah
yang ada di lingkungan sekitar. Sehingga ruang kelas ke depannya tidak harus identik
dengan bangunan ruang kelas sebagaimana yang kita fahami hari ini.

4. Ruang baru pembelajaran juga memerlukan penyegaran paradigma tata kelola kelas
ajar yang disebut dengan manajemen kelas multiliterat. Pendekatan manajamen
kelas yang baru ini terbentuk sebagai hasil sintesa dari penegakan adab, pemuliaan
fitrah insani, penerapan manajemen pengetahuan, dan pencapaian kecakapan siswa
berbasis pada proses. Sehingga paradigma lama yang menyatakan manajemen kelas
adalah berisi aturan dan prosedur untuk membangun kesadaran kelas yang tertib
sudah tidak lagi relevan. Manajemen kelas yang lawas gagal dalam mewujudkan iklim
pendidikan persekolahan berbasis ekosistem.
Manajemen kelas yang multiliterat membutuhkan peran guru sebagai pemimpin bagi
anak-anak didiknya. Ini adalah format guru di masa depan, setidaknya untuk satu

22
dasawarsa ke depan. Guru tidak mungkin lagi menempatkan diri sebagai fasilitator
pembelajaran, apalagi sebagai sumber belajar utama.
Saat ruang kelas ajar telah bertransformasi, tugas guru sebagai fasilitator yang
diantaranya membuat atau menyiapkan media pembelajaran sudah tidak lagi efektif.
Dalam format baru guru sebagai pemimpin dalam pembelajaran, segala sumber
belajar bisa ditemukan atau diciptakan bersama-sama dengan murid-muridnya. Tugas
guru pemimpin bukan membuat media pembelajaran, tapi bagaimana Bapak Ibu
guru mampu merancang kelas-kelas ajar sebagai lingkungan bermedia.
Manajemen kelas multiliterat membutuhkan peran guru sebagai pemimpin bagi
anak-anak didiknya. Ini adalah format guru di masa depan, setidaknya untuk satu
dasawarsa ke depan. Bukan lagi sebagai fasilitator pembelajaran, apalagi sebagai
sumber belajar utama.
Saat ruang kelas ajar telah bertransformasi, tugas guru sebagai fasilitator yang
diantaranya membuat atau menyiapkan media pembelajaran sudah tidak lagi efektif.
Dalam format baru guru sebagai pemimpin dalam pembelajaran, segala sumber
belajar bisa ditemukan atau diciptakan bersama-sama dengan murid-muridnya. Tugas
guru sebagai pemimpin bukan membuat media pembelajaran, tapi bagaimana Bapak
Ibu guru mampu merancang kelas-kelas ajar sebagai lingkungan bermedia.
Peran guru sebagai pemimpin merupakan kunci penting bagi keberhasilan gerakan
transformasi kelas ajar. Guru pemimpin tidak sama guru sebagai pimpinan alias bos.
Guru pemimpin memiliki makna bahwa guru adalah figur berpengaruh dalam
menghidupkan semangat peserta didik sebagai jiwa-jiwa pembelajar mandiri. Sebagai
pemimpin, maka tugas guru adalah mendidik siswa-siswanya dengan nilai-nilai dan
praktik-praktik kepemimpinan.
Jika disimpulkan, transformasi kelas ajar memang bukan pekerjaan mudah. Gerakan
ini terkait erat dengan transformasi besar dari format guru hari ini sebagai fasilitator
pembelajaran menjadi pemimpin dalam pembelajaran. Namun, membangun
konstruk pendidikan baru bagaimanapun juga bukanlah perubahan yang bersifat
instan. Ini harus menjadi gerakan yang serius, bukan pekerjaan main-main.

Setelah membaca tambahan informasi di atas, Bapak/Ibu Guru silahkan tulis resume di
dalam tabel di bawah ini:

23
24
DAFTAR PUSTAKA

Erwinsyah, A. (2017). Manajemen kelas dalam meningkatkan efektifitas proses belajar


mengajar. TADBIR: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 5, 88–105.
Eric P. Echolm. (1998). Masalah Kesehatan Lingkungan sebagai sumber Penyakit. PT.
Gramedia. Jakarta.
Eliana dan Sumiati, S. (n.d.). Kesehatan Masyarakat. 148, 148–162.
Oci, M. (2019). Manajemen Kelas. Jurnal Teruna Bhakti, 1(1), 49.
https://doi.org/10.47131/jtb.v1i1.12
https://www.republika.id/posts/4401/erdy519
https://www.republika.co.id/berita/qkbzmj423/sepuluh-kepemimpinan-guru

25

Anda mungkin juga menyukai