MANAJEMEN KELAS
KOLABORATIF
Tim SGI
2021
2
KATA PENGANTAR
Ketua Sekolah Guru Indonesia (SGI)
Segala puji dan syukur hanya milik Allah sholawat dan Salam senantiasa terlimpah kepada
baginda Nabi Muhammad S.A.W. semoga kita tercatat sebagai orang yang turut serta
dalam mengajak kepada kebaikan, aamiin.
Sekolah Guru Indonesia (SGI) sebagai salah satu program Dompet Dhuafa diamanahi
untuk menjalankan Program Organisasi Penggerak bekerjasama dengan
Kemendikbudristek RI dan Dinas Pendidikan daerah sasaran dalam upaya meningkatkan
karakter dan kompetensi guru yang diharapkan berdampak pada peningkatan literasi,
numerasi dan karakter siswa, oleh karena SGI berupaya agar pelatihan yang dilakukann
benar-benar dapat berjalan sebagaimana mestinya dan dapat mencapai target output yang
dirancang.
Pembuatan modul ini menjadi salah satu hal yang penting agar guru dapat belajar secara
mandiri dan memiliki bahan bacaan sebagai standar minimal capaian program. Selain itu
kami juga mencoba mengoptimalkan penggunaan LMS (Learning Manajemen System)
yang bersifat open source untuk belajar secara asinkronus dan zoom meeting untuk
pembelajaran sinkronus, terlebih karena pembelajaran tatap muka dibatasi dan tidak dapat
dilakukan karena masih dalam masa pembatasan akibat pandemi.
Semoga dengan adanya modul ini dapat membantu guru-guru dalam belajar dan dapat
mengimplementasikannya di kelas ajar masing-masing selama mengikuti program POP
yang di selenggaran Sekolah Guru Indonesia - Dompet Dhuafa.
Bangga Jadi guru, Guru Berkarakter, Menggerakkan Indonesia!
Salam Takdzim,
Ketua SGI
3
DAFTAR ISI
4
MANAJEMEN KELAS KOLABORATIF
CAPAIAN PELATIHAN
Peserta pelatihan mampu mengembangkan manajemen kelas kolaboratif yang
menunjang kualitas pembelajaran melalui optimalisasi hubungan antarseluruh elemen
utama dalam ekosistem pendidikan
TUJUAN PELATIHAN
1. Peserta Pelatihan mampu memetakan peran dari setiap elemen utama
dalam ekosistem pendidikan
2. Peserta Pelatihan mampu menyusun gagasan inisiasi lima dimensi kolaborasi
dalam tata kelola kelas transformatif yang melibatkan setiap elemen utama
dalam ekosistem pendidikan
3. Peserta Pelatihan mampu membuat rencana pengembangan manajemen
kelas kolaboratif yang melibatkan orang tua dan masyarakat
4. Peserta Pelatihan mampu menerapkan disiplin positif dan budaya
multiliterasi dalam pengembangan manajemen kelas kolaboratif
5
RINGKASAN ALUR BELAJAR
PE MI MP IN
RINGKASAN ALUR BELAJAR PE MI MP IN
PE
Pemahaman Eksploratif
(Asinkronus)
Mengkonstruksi pemahaman terhadap muatan materi pelatihan melalui pendekatan
inkuiri
MI
Mengoptimalkan Interaksi
(Sinkronus)
Mengembangkan kecakapan melalui proses pelatihan yang interaktif dan menyenangkan
MP
Mendesain Perubahan
(Sinkronus)
Menyusun strategi dan tahapan aksi inovatif untuk menyelesaikan beberapa
permasalahan di seputar bidang kecakapan yang tengah dikembangkan
IN
INternalisasi
(Asinkronus)
Menambah wawasan dan menguatkan pemahaman dengan belajar mandiri terstruktur
6
PE
1. Pemahaman Eksploratif
“Ekosistem Pendidikan”
Dalam fase pelatihan kali ini Bapak/Ibu Guru akan mengembangkan manajemen kelas
kolaboratif di kelas ajarnya masing-masing. Manajemen kelas kolaboratif merupakan
upaya untuk menyiapkan iklim akademik yang dinamis dengan melibatkan seluruh
elemen utama dalam ekosistem pendidikan di lingkup sekolah atau satuan pendidikan.
Pada Sesi Pemahaman Eksploratif ini Bapak/Ibu Guru akan mendalami terlebih dahulu
tentang konsepsi ekosistem pendidikan yang berangkat dari pandangan Ki Hajar
Dewantara tentang Tri Pusat Pendidikan. Maka dari itu Bapak/Ibu Guru terlebih dahulu
dapat menjawab tiga pertanyaan di bawah ini.
1. “Di dalam kehidupan anak-anak terdapat tiga tempat yang menjadi pusat
pendidikan bagi dirinya, yakni: 1. Alam keluarga untuk mendidik budi pekerti dan
laku sosial; 2. Alam perguruan sebagai balai wiyata, disamping pendidikan
intelektual juga untuk mencari dan memberi ilmu pengetahuan; 3. Alam
pergerakan pemuda sebagai daerah merdekanya kaum pemuda untuk
pembentukan wataknya.” (Ki Hadjar Dewantara; 2011, 70 dan 74)
Definisi di atas merupakan pandangan Ki Hajar Dewantara tentang Tri Pusat
Pendidikan. Menurut Bapak/Ibu apakah inti pesan yang ingin disampaikan oleh Ki
Hajar dalam pandangannya tentang definisi Tri Pusat Pendidikan tersebut? Lalu
berikanlah contoh nyata dari implementasi konsepsi tersebut dalam tata kelola
pembelajaran di kelas dan sekolah?
7
2. Konsepsi Tri Pusat Pendidikan ini kemudian berkembang menjadi ekosistem
pendidikan. Ekosistem Pendidikan merupakan suatu kesatuan antarelemen pada
suatu lingkungan yang saling terkait dan saling mempengaruhi dalam konteks
menjalankan misi dan nilai-nilai luhur kependidikan yang penuh makna.
Dari hakikat tentang Ekosistem Pendidikan di atas, kira-kira pihak mana saja yang
bisa berperan sebagai elemen-elemen dalam ekosistem pendidikan tersebut, dan
apa saja peran atau bentuk kontribusinya?
Elemen Pendidikan Peranannya
8
Untuk menguatkan pemahaman Bapak/Ibu Guru tentang Manajemen Kelas Kolaboratif,
berikut ini adalah catatan kecil yang bisa dipelajari sebelum mengikuti sesi berikutnya:
9
Ancaman hilangnya pengalaman belajar tidak lain disebabkan karena
tidak dibangunnya dukungan dari berbagai elemen ekosistem
pembelajaran tersebut. Lantas apa yang membuat ekosistem
pembelajaran ini belum bisa terbangun lagi?
Inti dari ekosistem pembelajaran bertujuan untuk terus menghidupkan
lima upaya utama dalam pendidikan, yakni: upaya peneladanan,
pengasuhan, pembiasaan, pembelajaran, hingga usaha penerapan.
Lima proses pendidikan inilah yang akan mendukung perkembangan
fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual sejak anak dalam
kandungan sampai dewasa dalam praktik-praktik kehidupan nyata.
Jadi sebenarnya hakikat pendidikan ini hanya bisa dicapai jika setiap
sekolah mampu berkolaborasi dalam kehidupan bersama-sama
keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Bahkan pembelajaran yang
sebenarnya tidak terjadi di sekolah, melainkan di dalam kehidupan
nyata, tempat peserta didik menjalani kehidupan sehari-hari bersama
keluarga, lingkungan, dan masyarakatnya.
Komunikasi dan koordinasi antara guru, peserta didik, dan juga orang
tua tentu jangan hanya sebatas pemberian tugas berupa soal-soal
pemantik berkognisi rendah. Pembelajaran dari rumah harus tetap
disupervisi sebagai proses yang bermakna dan bertujuan. Prosesnya
ini juga bisa dileburkan dalam aktivitas keseharian peserta didik yang
mengandung unsur penanaman nilai-nilai karakter, dan penerapan
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Dalam ekosistem pembelajaran, antara peserta didik, sekolah,
keluarga, dan juga masyarakat masing-masing memiliki peran dan
kontribusi yang bisa saling menguatkan. Guru di sekolah tidak hanya
berperan dalam menyusun perencanaan dan pemberian tugas saja.
Setiap guru harus bekerja lebih ekstra dalam menyusun modul atau
bahan belajar mandiri yang tidak saja diperuntukkan bagi siswa,
namun juga bisa digunakan oleh orang tua dan masyarakat dalam
menjalankan peran pedagogiknya. Tanpa modul ini, pembelajaran
jarak jauh tidak akan bisa berjalan secara efektif. Ibarat mobil mewah,
tapi tidak memiliki mesin.
Dua dekade yang lalu, isu pendidikan nasional kita dipenuhi oleh ide-
ide transformasi dari pendekatan pembelajaran pasif yang didominasi
oleh “ceramah” guru, menuju pendekatan pembelajaran aktif yang
banyak didukung oleh ide-ide progresif-konstruktivis dalam pendidikan.
Namun isu pendidikan, terutama sejak masa pandemi ini, mendorong
terjadinya pergeseran dari pendekatan pembelajaran aktif yang
terbatas hanya di dalam ruangan kelas, menjadi pembelajaran untuk
pemecahan masalah-masalah nyata yang secara otentik terjadi di
sekeliling kehidupan sosial peserta didik.
10
Pembelajaran jarak jauh yang berlangsung dari rumah semestinya
juga bisa mendekatkan sekolah dengan cita-cita besar dari kurikulum
2013. Dengan peningkatan tanggung jawab keluarga sebagai elemen
paling dominan dalam ekosistem pembelajaran, maka proses belajar
mandiri peserta didik harus didesain dan dikembangkan oleh sekolah
melalui kegiatan-kegiatan eksploratif yang kaya pemaknaan dan
proses pendalaman pemahaman. Pembelajaran jarak jauh tetap
memberi pengalaman langsung kepada peserta didik agar dalam
melakukan pemecahan masalah.
Selain berperan sebagai sumber belajar alternatif bagi peserta didik,
orang tua dan masyarakat juga didorong untuk menjadi fasilitator
pembelajaran. Hal ini bertujuan agar iklim atau budaya akademik bisa
terbangun di rumah dan di lingkungan sekitar rumah. Model penilaian
secara otomatis juga akan mengalami perubahan. Penilaian otentik
yang menekan pada pengukuran sikap dan pencapaian keterampilan
akan jauh lebih dominan ketimbang penilaian formatif-kognitif. Di titik
inilah ekosistem pembelajaran juga membutuhkan peran orang tua
dan masyarakat dalam memberikan penilaian sebagai umpan balik
bagi perkembangan belajar peserta didik.
11
MI
2. Mengoptimalkan Interaksi
Dalam dua sesi bagian pertama sinkronus atau tatap maya dalam jaringan (daring) kali
ini, dengan didampingi oleh instruktur kelas masing-masing, Bapak/Ibu Guru akan saling
berinteraksi dalam menelaah konsep Manajemen Kelas Kolaboratif secara lebih
mendalam serta lebih praktis. Selama kurang lebih 2 JP, konsep Manajemen Kelas
Kolaboratif ini akan difokuskan kepada lima pengembangan dimensi kolaborasi dalam
tata kelola kelas transformatif yang melibatkan setiap elemen utama dalam ekosistem
pendidikan.
Berikut ini beberapa resume atas sesi sinkronus yang akan membahas secara rinci
tentang Manajemen Kelas Kolaboratif:
1. Dalam paradigma pembelajaran masa depan, misi utama guru bukan sekedar
mengajar, tapi berbagi tanggung jawab pengajaran dengan murid-muridnya. Guru
mengajar dan murid belajar, adalah paradigma pendidikan lama. Di era
mendatang ini, murid bukan hanya subjek pembelajaran, tapi juga adalah mitra
dalam mengajar. Lagi-lagi guru adalah pemimpin, dan semestinya bisa berbagi
tugas atau berkolaborasi untuk memfasilitasi penyiapan bahan ajar dengan
murid-muridnya.
2. Pengembangan manajemen kelas kolaboratif mesti dimulai dari filosofi lima
upaya utama yang harus muncul dalam setiap proses pendidikan, yakni:
Peneladanan, Pengasuhan, Pembiasaan, Pembelajaran, dan Penerapan. Lima
proses ini dikembangkan dari pendapat Mantan Mendikbud Fuad Hassan (2004:
52) tentang tiga upaya dalam setiap proses pendidikan, yakni: "Pembiasaan,
pembelajaran, dan peneladanan... Hal ini perlu ditekankan agar tidak ada lagi-lagi
penafsiran yang mempersempit upaya pendidikan sekedar dalam lingkup
penyekolahan (schooling), dan selanjutnya sistem pendidikan diartikan sistem
persekolahan belaka”.
3. Dari lima upaya dalam proses pendidikan tersebut, maka transformasi
manajemen kelas kemudian dikembangkan dalam lima bentuk kolaborasi, yakni:
a. Kolaborasi KETELADANAN bersama banyak Pemimpin dan Pendidik
Inspiratif:
Guru harus adaptif dengan pemanfaatan berbagai sumber belajar yang
kontekstual dan nyata, bukan hanya abstrak ataupun maya. Di sini proses
12
belajar tidak hanya di sekolah, tapi bisa di mana saja. Begitupun dengan
sumber belajar, guru bisa mengundang tokoh pemimpin dan pendidik
inspiratif dari banyak kalangan untuk bisa mengajar siswa-siswa di dalam
kelas, baik luring maupun daring. Berikut beberapa contohnya:
- Membuat kegiatan pembelajaran kelas gabungan dengan siswa-siswa dari
sekolah lain.
- Mengundang guru, dosen, atau pakar pada bidang tertentu untuk
mengajar di kelas
- Mengunjungi tokoh-tokoh publik yang berpengaruh kepada masyarakat
untuk bisa mendapat cerita pengalaman
13
Untuk memastikan pembelajaran tatap muka berjalan dengan aman, kondusif
dan nyaman, maka guru selaku manajer di kelas memiliki tanggungjawab
untuk memastikan kelas menjadi lingkungan belajar sehat secara fisik,
emosional dan sosial. Lingkungan belajar yang dimaksud tentu bukan hanya
ruang kelas semata, namun juga seluruh lingkungan di sekolah.
Maka dari itu perlu dibangun kolaborasi bersama dengan seluruh warga
sekolah, dalam mewujudkan budaya sekolah berbasis pada nilai-nilai yang
telah ditetapkan bersama-sama. Beberapa wujud kolaborasi tersebut antara
lain adalah:
- Mengelola bank sampah bersama-sama
- Operasi semut harian dan Piket kebersihan pekanan bersama
- Seminar non-formal dengan menghadirkan tokoh-tokoh inspiratif dari
guru, tenaga kependidikan dan perwakilan siswa dari tiap-tiap kelas
- Menonton film edukasi bersama
14
terintegrasi. Berikut beberapa contoh keterlibatan masyarakat yang bisa
diterapkan dalam pembelajaran:
- Menjadikan anggota masyarakat sebagai sumber pengetahuan langsung
bagi siswa
- Berkolaborasi atau bergotong royong bersama masyarakat untuk
mengerjakan projek-projek tertentu
- Mengadakan aksi-aksi sosial yang memberi dampak positif bagi
masyarakat
- Mengundang beberapa tokoh masyarakat untuk terlibat dalam
penyusunan dan refleksi kurikulum di sekolah
- Mengundang partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan di sekolah
f. Dari lima dimensi kolaborasi yang telah dipaparkan di atas, silahkan Bapak/Ibu
berdiskusi untuk menginisasi beberapa rancangan aksi nyata yang bisa
dilakukan dalam mengembangkan manajemen kelas kolaboratif di kelas ajar
masing-masing.
Dimensi Kolaborasi Rancangan Aksi Nyata yang bisa dilakukan di Kelas Ajar
masing-masing
1. Kolaborasi KETELADANAN
bersama banyak Pemimpin
dan Pendidik Inspiratif:
2. Kolaborasi PENGASUHAN
bersama seluruh Orang Tua:
3. Kolaborasi PEMBIASAAN
Kepribadian bersama
segenap Civitas Sekolah:
4. Kolaborasi PEMBELAJARAN
berbasis Multiliterasi
bersama Peserta didik:
5. Kolaborasi PENERAPAN
Kepemimpinan Peserta
Didik bersama Masyarakat:
15
MP
3. Mendesain Perubahan
Dalam dua sesi bagian kedua sinkronus atau tatap maya dalam jaringan (daring) kali ini,
dengan didampingi oleh instruktur kelas masing-masing, Bapak/Ibu Guru akan saling
berinteraksi dalam memulai pembuatan kerangka Manajemen Kelas Kolaboratif yang
melibatkan orangtua dan masyarakat di kelas ajarnya masing-masing.
Berikut ini beberapa aktivitas dalam sesi sinkronus yang akan memulai dalam membuat
rencana Manajemen Kelas Kolaboratif:
1. Covid-19 telah memberikan dampak yang beragam bagi pendidikan. Kondisi ini
menghendaki adanya proses perbaikan dalam sistem Pendidikan dengan membangun
sistem yang menguatkan antara sekolah dan keluarga dalam rangka mendukung
peserta didik belajar di kala pandemi (OECD, September 2020).
Dalam laporan terbaru dari Global Education Monitoring tahun 2020 yang
dikeluarkan oleh UNESCO pada 8 September kemarin kembali menguatkan peran
guru untuk menghubungkan ruang-ruang kelas ajar dengan pengalaman-pengalaman
dalam kehidupan melalui aktivitas pembelajaran berbasis pada permasalahan. Hal ini
tentu membutuhkan kapasitas guru-guru yang mampu mengenali beragam latar
belakang kondisi dan kemampuan setiap peserta didik, sehingga mampu
mewujudkan layanan pembelajaran yang bisa dilakukan oleh semua siswa secara
optimal dan menyenangkan.
Dalam laporan tersebut juga mengingatkan banyak negara tentang pentingnya
penegakan etos sekolah, atau yang sering juga diterangkan dengan menggunakan
istilah budaya atau iklim sekolah. Etos Sekolah ini berisi nilai-nilai atau norma yang
diikuti oleh semua warga sekolah, termasuk pemangku kepentingan di sekitarnya,
untuk bersama-sama menghadirkan suatu kondisi sosial yang mendorong tercapainya
misi pedagogis dari setiap satuan pendidikan.
Lagi-lagi penegakan etos sekolah ini sudah tentu membutuhkan keterlibatan aktif dari
para orang tua dan anggota masyarakat lainnya dalam setiap aktivitas di sekolah dan
dalam setiap agenda dari kepengurusan komite sekolah. Laporan ini juga mengutip
paparan OECD di tahun 2019b tentang hasil PISA yang mengindikasikan bahwa hanya
12% dari orang tua di negara-negara OECD yang mau terlibat aktif dalam membantu
16
aktivitas ekstrakurikuler, dan hanya 17% yang mau ikut berpartisipasi aktif dalam
kegiatan di sekolah-sekolah negeri.
Berdasarkan paparan di atas, Bapak/Ibu Guru selanjutnya bisa membuat gagasan
tentang memperkuat peran komite sekolah dalam pengembangan manajemen kelas
kolaboratif. Silahkan tuliskan gagasan tersebut secara rinci dalam tabel di bawah ini:
Peran Komite Sekolah dalam pengembangan manajemen kelas:
17
guru sebagai pendidik tidak hanya bagi anak-anak didiknya, namun juga warga
masyarakat yang ada di sekelilingnya. Masyarakat dan sekolah semestinya bukan
satuan sosial yang terpisah. Jangan sampai kurikulum di sekolah tercerabut dari
kehidupan nyata masyarakatnya. Peran guru pemimpin dalam hubungan keduanya
adalah sebagai jembatan pemersatu. Sekolah dan masyarakat adalah satu.
Berdasarkan contoh di atas, Bapak/Ibu Guru selanjutnya bisa membuat rencana aksi
keterlibatan orang tua dan masyarakat di dalam pengembangan manajemen kelas
kolaboratif di kelas ajarnya masing-masing. Rencana ini diharapkan bisa
diimplementasikan oleh Bapak/Ibu Guru dalam satu pekan ke depan.
Silahkan tuliskan rencana tersebut secara rinci dalam tabel di bawah ini:
Rencana Tanggal Pelaksanaan :
Rencana Tempat Pelaksanaan :
Rencana Langkah-Langkah Pelaksanaan:
18
Dalam proses sinkronus ini, setelah rencana langkah-langkah penyusunan aturan dan
prosedur ini selesai dibuat, beberapa perwakilan dari Bapak/Ibu Guru dipersilahkan
untuk bisa mempresentasikannya kepada peserta yang lain. Peserta lain kemudian diberi
kesempatan untuk bertanya serta memberikan saran atau tanggapan yang membangun.
19
IN
4. INternalisasi
2. Disiplin positif adalah sebuah model disiplin yang difokuskan pada perilaku positif
murid agar menjadi pribadi yang penuh hormat dan bertanggungjawab (Nelsen,
Lott & Glenn, 2000). Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan emosional
dan keterampilan kehidupan yang penting dengan cara penuh hormat dan
membesarkan hati tidak hanya bagi murid tetapi juga bagi orang dewasa (termasuk
orangtua, guru, staf administrasi dan lainnya). Kebalikan dari disiplin positif adalah
disiplin negatif yang berfokus pada hukuman. Disiplin negatif cenderung
menghambat perkembangan sosial, emosional dan keterampilan hidup murid.
Dengan disiplin positif, guru diharapkan dapat mewujudkan budaya positif baik di
kelas maupun sekolah.
20
Upaya dalam membangun budaya positif untuk menciptakan PTM yang aman dan
sehat di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan
kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun
kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam
pembentukan budaya disiplin positif di kelas. Hal ini juga dapat membantu proses
belajar mengajar di masa pandemi aman dan nyaman
Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja
bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas
tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap
guru. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan
murid.
Dalam menyusun kesepakatan kelas, guru perlu mempertimbangkan hal yang
penting dan hal yang bisa dikesampingkan. Kesepakatan harus disusun dengan jelas
sehingga murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan dari
mereka. Kesepakatan yang disusun sebaiknya mudah dipahami dan dapat langsung
dilakukan. Oleh karena itu, dalam kesepakatan kelas gunakan kalimat positif seperti,
“Saling menjaga jarak” ,“gunakan masker slama di dalam kelas”. Kalimat positif
lebih mudah dipahami murid dibandingkan kalimat negatif yang mengandung kata
seperti, “dilarang” atau “tidak”.
Dalam proses manajemen kelas, ada beberapa Asumsi yang dikembangkan oleh Good
dan Brophy (1991: 199), yaitu:
a. Anak-anak itu suka mengikuti aturan karena memang mereka itu mengerti dan
menerimanya.
b. Masalah disiplin kelas dapat dikurangi manakala si anak terlibat secara teratur
dalam aktivitas (belajar) yang bermakna yang mendorong minat dan sikapnya.
c. Manajemen atau pengelolaan (kelas) hendaklah lebih didekati dari tujuan
memaksimalkan atau menghabiskan banyaknya waktu anak untuk terlibat dalam
kegiatan produktif; daripada mendasarkan pada sudut pandangan yang negatif
menekankan pengawasan atas perilaku anak yang menyimpang
d. Tujuan guru adalah mengembangkan self control dalam diri anak dan bukan
semata-mata melakukan pengawasan yang menekan atas diri mereka.
Keterlibatan peserta didik dapat tingkatkan dengan melibatkan siswa sebagai
penanggungjawab protokol kesehatan, penanggung jawab kebersihan dan lainnya.
Dalam proses pembelajaran, guru dapat menerapkan beragam strategi pembelajaran
yang dapat meningkatkan keterlibatan peserta didik, diantaranya:
a. Praktik: Menerapkan suatu pemahaman dalam bentuk tindakan nyata untuk
mengembangkan kompetensi peserta didik.
b. Diskusi: Mencari solusi atau jawaban terhadap suatu pertanyaan yang diberikan
dalam kelompok untuk mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik.
21
c. Refleksi: Mengenali, menandai dan menilai upaya dan capaian belajar yang telah
dicapai untuk menentukan langkah perbaikan/pengembangan selanjutnya.
Refleksi bisa dilakukan dalam antar peserta didik berpasangan, berkelompok,
maupun bersama dalam kelas.
d. Umpan Balik: Memberikan umpan balik terhadap hasil pengerjaan tugas peserta
didik dengan tujuan peserta didik mengetahui bagian mana yang sudah dikerjakan
dengan tepat dan bagian mana yang masih perlu diperbaiki.
4. Ruang baru pembelajaran juga memerlukan penyegaran paradigma tata kelola kelas
ajar yang disebut dengan manajemen kelas multiliterat. Pendekatan manajamen
kelas yang baru ini terbentuk sebagai hasil sintesa dari penegakan adab, pemuliaan
fitrah insani, penerapan manajemen pengetahuan, dan pencapaian kecakapan siswa
berbasis pada proses. Sehingga paradigma lama yang menyatakan manajemen kelas
adalah berisi aturan dan prosedur untuk membangun kesadaran kelas yang tertib
sudah tidak lagi relevan. Manajemen kelas yang lawas gagal dalam mewujudkan iklim
pendidikan persekolahan berbasis ekosistem.
Manajemen kelas yang multiliterat membutuhkan peran guru sebagai pemimpin bagi
anak-anak didiknya. Ini adalah format guru di masa depan, setidaknya untuk satu
22
dasawarsa ke depan. Guru tidak mungkin lagi menempatkan diri sebagai fasilitator
pembelajaran, apalagi sebagai sumber belajar utama.
Saat ruang kelas ajar telah bertransformasi, tugas guru sebagai fasilitator yang
diantaranya membuat atau menyiapkan media pembelajaran sudah tidak lagi efektif.
Dalam format baru guru sebagai pemimpin dalam pembelajaran, segala sumber
belajar bisa ditemukan atau diciptakan bersama-sama dengan murid-muridnya. Tugas
guru pemimpin bukan membuat media pembelajaran, tapi bagaimana Bapak Ibu
guru mampu merancang kelas-kelas ajar sebagai lingkungan bermedia.
Manajemen kelas multiliterat membutuhkan peran guru sebagai pemimpin bagi
anak-anak didiknya. Ini adalah format guru di masa depan, setidaknya untuk satu
dasawarsa ke depan. Bukan lagi sebagai fasilitator pembelajaran, apalagi sebagai
sumber belajar utama.
Saat ruang kelas ajar telah bertransformasi, tugas guru sebagai fasilitator yang
diantaranya membuat atau menyiapkan media pembelajaran sudah tidak lagi efektif.
Dalam format baru guru sebagai pemimpin dalam pembelajaran, segala sumber
belajar bisa ditemukan atau diciptakan bersama-sama dengan murid-muridnya. Tugas
guru sebagai pemimpin bukan membuat media pembelajaran, tapi bagaimana Bapak
Ibu guru mampu merancang kelas-kelas ajar sebagai lingkungan bermedia.
Peran guru sebagai pemimpin merupakan kunci penting bagi keberhasilan gerakan
transformasi kelas ajar. Guru pemimpin tidak sama guru sebagai pimpinan alias bos.
Guru pemimpin memiliki makna bahwa guru adalah figur berpengaruh dalam
menghidupkan semangat peserta didik sebagai jiwa-jiwa pembelajar mandiri. Sebagai
pemimpin, maka tugas guru adalah mendidik siswa-siswanya dengan nilai-nilai dan
praktik-praktik kepemimpinan.
Jika disimpulkan, transformasi kelas ajar memang bukan pekerjaan mudah. Gerakan
ini terkait erat dengan transformasi besar dari format guru hari ini sebagai fasilitator
pembelajaran menjadi pemimpin dalam pembelajaran. Namun, membangun
konstruk pendidikan baru bagaimanapun juga bukanlah perubahan yang bersifat
instan. Ini harus menjadi gerakan yang serius, bukan pekerjaan main-main.
Setelah membaca tambahan informasi di atas, Bapak/Ibu Guru silahkan tulis resume di
dalam tabel di bawah ini:
23
24
DAFTAR PUSTAKA
25