Disusun oleh :
Syamsiah : 1811104091
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh
dosen. Tak lupa penyusun ucapkan terimakasih kepada dosen pengajar. Atas bimbingan dan
arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah
mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini . Penulis harap ,dengan membaca
makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan
kita mengenai “PENDIDIKAN INKLUSI DALAM PERSPEKTIF KURIKULUM
PENGGERAK” khususnya bagi penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini memang masih jauh dari kata
sempurna , untuk itu dengan senang hati menerima kritik dan saran yang dimaksudkan untuk
penyempurnaan makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan Masalah........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Inklusif..................................................................3
B. Manfaat Pendidikan Inklusif......................................................................4
A. Struktur Kurikulum Sekolah Penggerak (KSP) Tahun 2021 .................6
B. Desain Kurikulum Berbasis Inklusivitas.................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................13
B. Saran..........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diperuntukan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena memiliki kelainan
fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Oleh karena itu, untuk mendorong kemampuan pembelajaran mereka dibutuhkan lingkungan
belajar yang kondusif, baik tempat belajar, metoda, sistem penilaian, sarana dan prasarana
serta yang tidak kalah pentingnya adalah tersedianya media pendidikan yang memadai sesuai
dengan kebutuhan peserta didik.
1
pendidikan yang bisa dinikmati oleh setiap warga negara agar memperoleh pendidikan tanpa
memandang anak berkebutuhan khusus dan anak normal agar bisa bersekolah dan
memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas untuk masa depan hidupnya.
Ruang lingkup media pendidikan inklusif sebaiknya mencakup semua jenis media
pendidikan untuk semua peserta didik termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus,
seperti: Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, Tuna Wicara,
Tunaganda, HIV/AIDS, Gifeted, Talented, Kesulitan Belajar, Lamban Belajar, Autis, Korban
Penyalahgunaan Narkoba, Indigo, dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Inklusif
Menurut Budianto (2006), sistem segregasi tidak mampu lagi mengemban misi
utama pendidikan, yaitu memanusiakan manusia. Sistem segregasi cenderung diskriminatif,
esklusif, mahal, tidak efesien, serta outputnyapun belum menjanjikan sesuatu yang positif.
Disebut pula oleh Reynolds dan birch (1988), bahwa model segregasi tidak menjamin
kesempatan anak berkenalinan berkembang potensi secara optimal, karena kurikulum
dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Hal itu secara filosofis model segregasi
tidak logis, karena menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat berinteraksi dengan
masyarakat normal, tetapi faktanya mereka dipisahkan dari masyarakat normal.
1. Pendidikan inklusif yang berjalan terus dalam usaha menemukan cara-cara merespon
keragaman individu anak.
2. Pendidikan inklusif berarti memperleh cara-cara untuk mengatasi hambatan-hambatan
anak dalam belajar
3. Pendidikan inklusif berarti membawa makna anak mendapata kesempatan untuk hadir
di sekolah, berpartisipasi, dan mendaparkan hasil belajar yang bermakna dalam
hidupnya
4. Pendidikan inklusif di peruntukan bagi anak yang tergolong marginal, ekslusif, dan
membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.
4
c) Anak-anak mengembangkan citra yang lebih positif dan diri mereka sendiri dan
mempunyai sikap yang sehat tentang keunikan yang ada pada diri orang lain.
d) Melatih dan membiasakan untuk menghargai dan merangkul perbedaan dengan
menghilangkan budaya “labeling” atau memberi cap negatif pada rang lain.
e) Anak-anak mempelajari model dari orang-orang yang berhasil, meskipun mereka
memiliki tantangan dan hambatan
f) Memunculkan rasa percaya diri melalui sikap penerimaan dan pelibatan di dalam
kelas
g) Anak-anak dengan kebutuhan khusus memiliki kesempatan untuk belajar
keterampilan baru dengan mengamati dan meniru anak-anak lain
h) Anak-anak di dorong untuk menjadi lebih berakal, kreatif koopratif
2. Manfaat bagi guru
a) Guru berkembang secara profesional dengan mengembangkan keterampilan baru dan
memperluas perspektif mereka tentang perkembangan anak.
b) Guru memiliki kesempatan untuk mempelakjari dan mengembangkan kemitraan
dengan masyarakat lainnya sumber daya dan lembaga.
c) Guru belajar untuk berkomunikasi dengan lebih efektif dan bekerja sebagai tim
d) Guru membangun hubungan yang kuat dengan orang tua
e) Guru berusaha meningkatkan kredibilitas mereka sebagai seorang profesional yang
berkualitas.
f) Guru senantiasa mengembangkan kreativitas dalam mengelola pembelajaran di kelas
maupun di luar kelas.
g) Guru tertantang untuk terus belajar melalui perbedaan yang di hadapi di kelas.
h) Guru terlatih dan terbiasa untuk memiliki budaya kerja yang positif , kreatif, inovatif,
fleksibel, dan akomodatif terhadap semua anak didiknya dengan semua perbedaan.
5
g) Semua keluarga harus bekerja untuk mempelajari lebih lanjut tentang perkembangan
anak.
h) Semua keluarga senang melihat anak-anak mereka berteman dengan kelompok yang
beragam anak-anak.
i) Semua keluarga senang melihat kesempatan un tuk mengajar anak-anak mereka
tentang perbedaan-perbedaan individual dan keragaman.
j) Semua keluarga memiliki kesempatan untuk berbicara dengan orang tua lain dan
menyadari bahwa mereka banyak frustasi yang sama , keprihatinan, kebutuhan,
harapan, dan keinginan untuk anak-anak mereka.
4. Manfaat bagi masyarakat
- Mengontrol terlaksananya sekolah penyelanggaran penyelidikan inklunsif di
lingkungannya.
- Sebuah komunitas akan menjadi lebih mudah menerima dan mendukung semua
orang.
- Masyarakat yang lebih beragam mebuat lebih kreatif, dan lebih terbuka terhadap
sebagai kemungkinan dan kesempatan.
- Pendidikan inklunsif membantu anak berkebutuhan khusus untuk menjadi lebih siap
untuk tanggung jawab dan hak-hak kehidupan masyarakat.
- Meningkatkan tanggung jawab terhadap pendidikan anak di sekolah dan di
masyarakat
- Ikut menjadi sumber dan semakin terbuka dan ramah bermitra dengan sekolah
5. Manfaat bagi pemerintah
- Anak berkebutuhan khusu mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan
mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih luas.
- Mempercepat penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun pendidikan
terlaksana berlandaskan pada azaz demokrasi , berkeadilan , dan tanpa diskriminasi
6
C. Struktur Kurikulum Sekolah Penggerak (KSP) Tahun 2021
Kebijakan Program Sekolah Penggerak berupa Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1177/M/2020 tentang Program Sekolah
Penggerak dan kemudian dilanjutkan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 162/M/2021 tentang
Program Sekolah Penggerak memberikan kekuatan yuridis pada pelaksanaan Program
Sekolah Penggerak di wilayah Negara Indonesia.
2. Sekolah Dasar
3. SMP
4. SMA
5. SLB
Karakteristik Kurikulum Program Sekolah Penggerak (PSP)
7
2. Fleksibilitas Pembelajaran
Terdapat pengurangan isi dalam muatan pelajaran ditujukan agar siswa memiliki waktu
yang cukup dan memadai untuk menguasai kompetensi yang hendak dicapai. Kemudian,
siswa juga memiliki kesempatan yang cukup untuk belajar sesuai dengan grade
ketercapaiannya.
3. Karakter Pancasila
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran diupayakan dapat disinergikan dengan
kegiatan sehari-hari dan berorientasi pada pencapaian penumbuhan dan penguatan profil
pelajar Pancasila.
Beberapa aspek yang disempurnakan dari kurikulum sebelumnya antara lain: 1) Struktur
Minimum, berkaitan dengan pengembangan program dan kegiatan sesuai dengan sumber
daya yang tersedia dan visi serta misi satuan pendidikan; 2) Otonom, yang berarti setiap
satuan pendidikan memiliki kebebasan menentukan rancangan materi pembelajaran yang
kontekstual serta sesuai dengan arah kebijakan pemerintah; Sederhana, artinya sekolah
dapat menentukan arah perubahan dengan rancangan yang jelas, dan dapat dipraktikkan
dengan optimal; 4) Gotong Royong; pelibatan beberapa institusi dalam merancang
kurikulum dan bahan ajar.
8
keributan, mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar, lupa menyampaikan pesan
verbal, lebih suka seni dari musik, mencoret-coret tanpa arti ketika berbicara di telpon
atau dalam rapat, biasanya tidak terganggu keributan.
Gaya belajar auditif, peserta didik yang mempunyai gaya belajar auditif lebih bisa
menyerap informasi melalui pendengarannya. Cirinya antara lain, mudah terganggu oleh
keributan, senang membaca keras dan mendengarkan, menggerakkan bibir dan
mengucapkan ketika membaca, lebih suka musik dari seni, biasanya pembicara yang fasih,
suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar.
Gaya belajar kinestetik, peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik lebih
bisa menyerap informasi melalui gerak tubuh. Cirinya antara lain, berbicara pelan, berdiri
dekat ketika berbicara dengan orang lain, menggunakan jari ketika membaca,
kemungkinan tulisannya jelek, belajar melalui manipulasi dan praktis, banyak
menggunakan bahasa tubuh, tidak dapat duduk diam untuk waktu lama, tidak dapat
mengingat geografi kecuali jika pernah berada di tempat itu, selalu berorientasi pada fisik
dan banyak bergerak.
Model gaya pembelajaran di atas dalam rangka untuk menggali potensi
keberagaman dari peserta didik, sebagaimana dalam pandangan Gardner (1993) dimana
manusia dilihat dari sudut kehidupan mentalnya khususnya aktivitas inteligensia
(kecerdasan). Manusia memiliki tujuh macam kecerdasan yaitu:
(5) Kecerdasan musikal/ritme: yaitu kemampuan penalaran berdasarkan pola nada atau
ritme. Kepekaan akan suatu nada atau ritme.
9
(6) Kecerdasan visual/ruang/spasial: yaitu kemampuan yang mengandalkan penglihatan
dan kemampuan membayangkan obyek. Kemampuan menciptakan gambaran mental. (7)
Kecerdasan intrapersonal: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran
kebatinannya seperti refleksi diri, kesadaran akan hal-hal rohani.
Dengan mengetahui model gaya pembelajaran dan potensi, maka fungsi kurikulum
akan mempunyai nilai fungsi bagi peserta didik, adapun fungsi kurikulum baik yang rata-
rata kemampuan dan juga termasuk bagi peserta didik yang khusus. Fungsi kurikulum
dalam pendidikan (Rohmadi, 2012:23), yaitu ; 1) fungsi penyesuaian (the adjustive or
adaptive function), 2) fungsi integrasi (the integrating function), 3) fungsi diferensiasi (the
differentiating function ), 4) fungsi persiapan (the propaedeutic function), 4) fungsi
pemilihan (the selective function), dan 5) fungsi diagnostic (the diagnostic function).
Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function), fungsi penyesuaian
mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan
siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan ini sendiri
senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Untuk itu pendidikan harus
menyesuaikan dengan perkembangan dan perubahan di lingkungannya.
Fungsi integrasi (the integrating function), fungsi integrasi mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi- pribadi
yang utuh. Siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan
berintegrasi dengan masyarakatnya.
Fungsi diferensiasi (the differentiating function), fungsi diferensiasi mengandung
makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan
terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik aspek fisik
maupun psikis yag harus dihargai dan dilayani dengan baik.
Fungsi persiapan (the propaedeutic function), fungsi persiapan mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk
melanjutkan studi ke jenjang pendidikan selanjutnya. Disamping itu pendidikan diharapkan
mampu mempersiapkan bagi siswa yang tidak melanjutkan studinya mempunyai kesiapan
dalam kehidupan.
Fungsi pemilihan (the selective function), fungsi pemilihan mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan
10
minatnya. Fungsi pemilih ini sangat erat hubungannya dengan diferensiasi, karena
pengakuan atas dasar pada perbedaan individual, memilih sesuai dengan minat dan bakat
siswa.
Fungsi diagnostic (the diagnostic function), fungsi diagnostic mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa
untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya.
Apabila siswa mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya yang
ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan
yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
Perlunya identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam pembelajaran,
terkait dengan perpaduan kurikulum reguler dengan kurikulum ABK
11
Kaya dengan ide-ide, konsep dan pemikiran imaginasi.
Cara berpikir logis dan kritis.
Super normal Evaluator yang kritis.
Berkebutuhan Kriteria dan gejala
Khusus
Senang mengkritik dengan obyektif.
Suka menganalisa, menguraikan berdasar sebab akibat.
Cenderung bersikap egois.
Tidak mudah bergaul.
Bersikap membangkang.
Mudah terangsang emosinya.
Tuna laras Sering melakukan tindakan merusak, mengganggu.
Sering bertindak melanggar aturan
12
dikembalikan sebagai subyek (dan juga obyek) pendidikan dan bukannya obyek semata-
mata.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan adanya makalah ini penulis berharap pembaca dapat memahami isi dari
makalah ini dan tentu dapat menambah pengetahuan seputar dunia pendidikan
inklusif. Semoga pembaca bisa terus menggali wawasanya dengan terus mencari
referensi lain selain dari makalah ini.
1
DAFTAR PUSTAKA
Al Hajjaj, Al Imam Abi Husain Muslim. (2001). Shahih Muslim, Kairo: Daar Ibnu Al
Haitam.
Cassirer, E., (Terj.: Alois A Nugroho) (1987,). An Essay On Man. Jakarta: Gramedia
Direktorat PSLB Diknas. (2009). Pendidikan Inklusi. Makalah. Workshop Pendidikan
Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Solo: Fak. Psikologi UMS dan Dit. PSLB
Depdiknas.
Foreman, Phil. (2001). Integration and Inclusion. Singapore: Nelson Thomson
Learning.
https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/programsekolahpenggerak/wp-
content/uploads/2021/01/Program-Sekolah-Penggerak_.pdf
https://www.aleepenaku.com/2021/07/struktur-kurikulum-sekolah-penggerak.html