Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PEN

PENDIDIKAN INKLUSI DALAM PERSPEKTIF KURIKULUM


PENGGERAK
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen pengampu: Nandang Kosim, M.Pd

Disusun oleh :

Samsul Huda : 1811104086

Siti Suhaemi : 1811104105

Siti Khodijah : 1811104089

Syamsiah : 1811104091

Prodi : Pai VII B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYEKH MANSHUR
PANDEGLANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
lancer.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh
dosen. Tak lupa penyusun ucapkan terimakasih kepada dosen pengajar. Atas bimbingan dan
arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah
mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini . Penulis harap ,dengan membaca
makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan
kita mengenai “PENDIDIKAN INKLUSI DALAM PERSPEKTIF KURIKULUM
PENGGERAK” khususnya bagi penulis.

Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini memang masih jauh dari kata
sempurna , untuk itu dengan senang hati menerima kritik dan saran yang dimaksudkan untuk
penyempurnaan makalah ini.

Pandeglang, Oktober 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan Masalah........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Inklusif..................................................................3
B. Manfaat Pendidikan Inklusif......................................................................4
A. Struktur Kurikulum Sekolah Penggerak (KSP) Tahun 2021 .................6
B. Desain Kurikulum Berbasis Inklusivitas.................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................13
B. Saran..........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan inklusif merupakan seseuatu yang baru di dunia pendidikan Indonesia.


Istilah pendidikan inklusif atau inklusi, mulai mengemuka sejak tahun 1990, ketika konferensi
dunia tentang pendidikan untuk semua, yang diteruskan dengan pernyataan  tentang
pendidikan inklusif pada tahun 1994.

Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diperuntukan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena memiliki kelainan
fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Oleh karena itu, untuk mendorong kemampuan pembelajaran mereka dibutuhkan lingkungan
belajar yang kondusif, baik tempat belajar, metoda, sistem penilaian, sarana dan prasarana
serta yang tidak kalah pentingnya adalah tersedianya media pendidikan yang memadai sesuai
dengan kebutuhan peserta didik.

Seiring dengan perjalanan kehidupan sosial bermasyarakat, ada pandangan bahwa


mereka anak-anak penyandang dissabilitas dianggap sebagai sosok individu yang tidak
berguna, bahkan perlu diasingkan. Namun, seiring dengan perkembangan peradaban
manusia, pandangan tersebut mulai berbeda. Keberadaannya mulai dihargai dan memiliki hak
yang sama seperti anak normal lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa Negara memberikan jaminan
sebenarnya kepada anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan
yang berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan
kesempatan yang sama dengan anak-anak normal lainnya dalam pendidikan. Hanya saja, jika
ditinjau dari sudut pandang pendidikan, karena karakteristiknya yang berbeda dengan anak
normal pada umumnya menyebabkan dalam proses pendidikannya mereka membutuhkan
layanan pendekatan dan metode yang berbeda dengan pendekatan khusus

Pemerintah sebagai faktor utama dalam membuat kebijaksanaan pendidikan


mengupayakan program pemerataan pendidikan dengan penyelenggaraan pendidikan
inklusif. Pendidikan inklusif adalah suatu kebijaksanaan pemerintah dalam mengupayakan

1
pendidikan yang bisa dinikmati oleh setiap warga negara agar memperoleh pendidikan   tanpa
memandang anak berkebutuhan khusus dan anak normal agar bisa bersekolah dan
memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas untuk masa depan hidupnya.

Ruang lingkup media pendidikan inklusif sebaiknya mencakup semua jenis media
pendidikan untuk semua peserta didik termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus,
seperti: Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, Tuna Wicara,
Tunaganda, HIV/AIDS, Gifeted, Talented, Kesulitan Belajar, Lamban Belajar, Autis, Korban
Penyalahgunaan Narkoba, Indigo, dan lain sebagainya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai


berikut:  

1. Apa pengertian pendidikan inklusif?


2. Apa saja pro dan kontra pendidikan Inklusif?
3. Bagaimana Struktur Kurikulum Sekolah Penggerak (KSP) Tahun 2021 ?
4. Bagaimana Desain Kurikulum Berbasis Inklusivitas?

C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sbagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan inklusif.


2. Untuk mengetahui pro dan kontra pendidikan Inklusif.
3. Untuk mengetahui Struktur Kurikulum Sekolah Penggerak (KSP) Tahun 2021
4. Untuk mengetahui Desain Kurikulum Berbasis Inklusivitas

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif lahir sebagai bentuk ketidak puasan penyelenggaran pendidikan


bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan menggunakan sisitem segregasi. Sistem
segregasi adalah sistem penyelenggalan sekolah yang diperuntukan bagi anak-anak yang
memiliki kelainan atau anak-anak berkebutuhan khusus. Sistem ini dipandang bertentangan
dengan tujuan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Dimana tujuaan
penyelenggaran pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah untuk mempersiapkan mereka
untuk dapat berinteraksi dengan mandiri di lingkungan masyarakat. Namun dalam proses
penyelenggaran pendidikan, sistem segregasi justru di pisahkan dengan lingkungan
masyarakat, khususunya terjadi di masyarakat kita berangkat dari kenyataan tersebut, lahirlah
beberapa konsep pendidikan inklusif

Menurut Budianto (2006), sistem segregasi tidak mampu lagi mengemban misi
utama pendidikan, yaitu memanusiakan manusia. Sistem segregasi cenderung diskriminatif,
esklusif, mahal, tidak efesien, serta outputnyapun belum menjanjikan sesuatu yang positif.
Disebut pula oleh Reynolds dan birch (1988), bahwa model segregasi tidak menjamin
kesempatan anak berkenalinan berkembang potensi secara optimal, karena kurikulum
dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Hal itu secara filosofis model segregasi
tidak logis, karena menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat berinteraksi dengan
masyarakat normal, tetapi faktanya mereka dipisahkan dari masyarakat normal.

Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaran pendidikan bagi anak-anak


yang memiliki keterbatasan tertentu dan anak yang lainnya yang disatukan dengan tanpa
mempertimbangakan keterbatasan masing-masing. Menurutt dikrektorat pembinaan SLB
(2007), pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua anak belajar bersama-sama. Di sekolah umum dengan memerhatikan
3
keragaman dan kebutuhan individual, sehingga potensi anak dapat berkembang secara
optimal. Semangat pendidikan inkuusif akan memberi akses yang luas-luasnya kepada semua
anak, termasuk anak berebutuhan khusus, untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan
memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhanya.

Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan direkterat pembinaan SLB ( 2007), sebagai


wadah yang ideal, pendidikan inklusif memiliki empat karateristik makna, yaitu :

1. Pendidikan inklusif yang berjalan terus dalam usaha menemukan cara-cara merespon
keragaman individu anak.
2. Pendidikan inklusif berarti memperleh cara-cara untuk mengatasi hambatan-hambatan
anak dalam belajar
3. Pendidikan inklusif berarti membawa makna anak mendapata kesempatan untuk hadir
di sekolah, berpartisipasi, dan mendaparkan hasil belajar yang bermakna dalam
hidupnya
4. Pendidikan inklusif di peruntukan bagi anak yang tergolong marginal, ekslusif, dan
membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.

B. Manfaat Pendidikan Inklusif

Layanan pendidikan inklunsif membantu untuk memastikan bahwa anak-anak dengan


dan tanpa mengalami hambatan dapat tumbuh hidup dan tumbuh bersama. Semua anak,
keluarga, dan masyarakatmendukung penyelnggaraan pendidikan inklunsif. Praktek-praktek
inklunsif membantu menciptakan suasana di mana anak-anak akan lebih mampu ntuk
menerima dan memahami perbedaan di anara mereka sendiri. Anak-anak mulai menyadari
dan menerima bahwa beberapa orang harus menggunakan rusi roda, beberapa orang harus
menggunakan alat bantu dengar , dan beberapa menggunakan tangan dan kaki mereka dengan
cara yang berbeda.

1. Manfaat bagi peserta didik (siswa)


a) Anak-anak mengembangkan persahabatan , persaudaraan , dan belajar bagaimana
bermaindan berinteraksi dengan satu sama lain.
b) Anak-anak mempelajari bagaimana harus bersikap toleran terhadap orang lain.

4
c) Anak-anak mengembangkan citra yang lebih positif dan diri mereka sendiri dan
mempunyai sikap yang sehat tentang keunikan yang ada pada diri orang lain.
d) Melatih dan membiasakan untuk menghargai dan merangkul perbedaan dengan
menghilangkan budaya “labeling” atau memberi cap negatif pada rang lain.
e) Anak-anak mempelajari model dari orang-orang yang berhasil, meskipun mereka
memiliki tantangan dan hambatan
f) Memunculkan rasa percaya diri melalui sikap penerimaan dan pelibatan di dalam
kelas
g) Anak-anak dengan kebutuhan khusus memiliki kesempatan untuk belajar
keterampilan baru dengan mengamati dan meniru anak-anak lain
h) Anak-anak di dorong untuk menjadi lebih berakal, kreatif koopratif
2. Manfaat bagi guru
a) Guru berkembang secara profesional dengan mengembangkan keterampilan baru dan
memperluas perspektif mereka tentang perkembangan anak.
b) Guru memiliki kesempatan untuk mempelakjari dan mengembangkan kemitraan
dengan masyarakat lainnya sumber daya dan lembaga.
c) Guru belajar untuk berkomunikasi dengan lebih efektif dan bekerja sebagai tim
d) Guru membangun hubungan yang kuat dengan orang tua
e) Guru berusaha meningkatkan kredibilitas mereka sebagai seorang profesional yang
berkualitas.
f) Guru senantiasa mengembangkan kreativitas dalam mengelola pembelajaran di kelas
maupun di luar kelas.
g) Guru tertantang untuk terus belajar melalui perbedaan yang di hadapi di kelas.
h) Guru terlatih dan terbiasa untuk memiliki budaya kerja yang positif , kreatif, inovatif,
fleksibel, dan akomodatif terhadap semua anak didiknya dengan semua perbedaan.

3. Manfaat bagi orang tua dan keluarga


a) Menjadi lebih mengetahui sistem belajar di sekolah.
b) Meningkatkan kepercayaan terhadap guru dan sekolah.
c) Memperkuat tanggung jawab pendidikan dan anak sekolah dan di rumah.
d) Mengetahui dan mengikuti perkembangan belajar anak
e) Semakin terbuka dan ramah bekerja sama dengan guru
f) Mempermudah mengajak anak belajar di sekolah

5
g) Semua keluarga harus bekerja untuk mempelajari lebih lanjut tentang perkembangan
anak.
h) Semua keluarga senang melihat anak-anak mereka berteman dengan kelompok yang
beragam anak-anak.
i) Semua keluarga senang melihat kesempatan un tuk mengajar anak-anak mereka
tentang perbedaan-perbedaan individual dan keragaman.
j) Semua keluarga memiliki kesempatan untuk berbicara dengan orang tua lain dan
menyadari bahwa mereka banyak frustasi yang sama , keprihatinan, kebutuhan,
harapan, dan keinginan untuk anak-anak mereka.
4. Manfaat bagi masyarakat
- Mengontrol terlaksananya sekolah penyelanggaran penyelidikan inklunsif di
lingkungannya.
- Sebuah komunitas akan menjadi lebih mudah menerima dan mendukung semua
orang.
- Masyarakat yang lebih beragam mebuat lebih kreatif, dan lebih terbuka terhadap
sebagai kemungkinan dan kesempatan.
- Pendidikan inklunsif membantu anak berkebutuhan khusus untuk menjadi lebih siap
untuk tanggung jawab dan hak-hak kehidupan masyarakat.
- Meningkatkan tanggung jawab terhadap pendidikan anak di sekolah dan di
masyarakat
- Ikut menjadi sumber dan semakin terbuka dan ramah bermitra dengan sekolah
5. Manfaat bagi pemerintah
- Anak berkebutuhan khusu mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan
mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih luas.
- Mempercepat penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun pendidikan
terlaksana berlandaskan pada azaz demokrasi , berkeadilan , dan tanpa diskriminasi

6
C. Struktur Kurikulum Sekolah Penggerak (KSP) Tahun 2021
Kebijakan Program Sekolah Penggerak berupa Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1177/M/2020 tentang Program Sekolah
Penggerak dan kemudian dilanjutkan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 162/M/2021 tentang
Program Sekolah Penggerak memberikan kekuatan yuridis pada pelaksanaan Program
Sekolah Penggerak di wilayah Negara Indonesia.

Maka, Program Sekolah Penggerak dilaksanakan dengan Kurikulum Sekolah


Penggerak sebagai memperkuat dan peningkatan mutu kurikulum sebelumnya. Oleh
karena itu, terdapat beberapa penyempurnaan dalam kurikulum sekolah penggerak ini.

Dalam surat keputusan MendikbudRistek RI dijelaskan bahwa fokus program


sekolah penggerak adalah peningkatan kompetensi peserta didik secara holistik untuk
mendorong peserta didik memiliki Profil Pelajar Pancasila.

Program Sekolah Penggerak dilaksanakan pada satuan pendidikan jenjang:

1. PAUD usia 5-6 tahun.

2. Sekolah Dasar

3. SMP

4. SMA

5. SLB
Karakteristik Kurikulum Program Sekolah Penggerak (PSP)

Karakteristik KPSP adalah bahwa kurikulum ini:


1. Berbasis Kompetensi
Oleh karena itu maka ranah hasil belajar yang meliputi aspek pengetahuan dan
keterampilan serta sikap merupakan satu kesatuan rangkaian dalam proses yang
berkelanjutan. Pada akhirnya akan membangun kompetensi yang holistik. Kompetensi
holistik ini sebagai hasil belajar disebut dengan Capaian Pembelajaran (CP).

7
2. Fleksibilitas Pembelajaran
Terdapat pengurangan isi dalam muatan pelajaran ditujukan agar siswa memiliki waktu
yang cukup dan memadai untuk menguasai kompetensi yang hendak dicapai. Kemudian,
siswa juga memiliki kesempatan yang cukup untuk belajar sesuai dengan grade
ketercapaiannya.
3. Karakter Pancasila
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran diupayakan dapat disinergikan dengan
kegiatan sehari-hari dan berorientasi pada pencapaian penumbuhan dan penguatan profil
pelajar Pancasila.
Beberapa aspek yang disempurnakan dari kurikulum sebelumnya antara lain: 1) Struktur
Minimum, berkaitan dengan pengembangan program dan kegiatan sesuai dengan sumber
daya yang tersedia dan visi serta misi satuan pendidikan; 2) Otonom, yang berarti setiap
satuan pendidikan memiliki kebebasan menentukan rancangan materi pembelajaran yang
kontekstual serta sesuai dengan arah kebijakan pemerintah; Sederhana, artinya sekolah
dapat menentukan arah perubahan dengan rancangan yang jelas, dan dapat dipraktikkan
dengan optimal; 4) Gotong Royong; pelibatan beberapa institusi dalam merancang
kurikulum dan bahan ajar.

D. Desain Kurikulum Berbasis Inklusivitas


Kurikulum sebagai konsep dan dokumen akan teruji dengan baik pada proses
pembelajaran berlangsung, dalam implementasi kurikulum terdapat delapan aspek utama
kurikulum yang saling terkait secara berkesinambungan yaitu; peserta didik, faktor
kerangka kerja, tujuan, isi, strategi /metode serta pengorganisasian,asesmen dan evaluasi,
komunikasi, dan kepedulian.
Disini perlunya mengenal beberapa model belajar yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik yang beragam karakternya, yang dimaksud model belajar adalah
suatu usaha dengan perencanaan, proses kombinasi dari berbagai kegiatan untuk
pencapaian secara optimal individu menyerap, mengolah, dan mengatur informasi, ada
beberapa model dan gaya belajar ; model gaya belajar visual, model gaya belajar auditif,
dan model gaya belajar kinestetik.
Gaya belajar visual, peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual lebih bisa
menyerap informasi melalui penglihatannya. Cirinya antara lain, teliti terhadap detail,
pembaca tekun dan cepat, menjawab dengan jawaban singkat, basanya tidak terganggu

8
keributan, mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar, lupa menyampaikan pesan
verbal, lebih suka seni dari musik, mencoret-coret tanpa arti ketika berbicara di telpon
atau dalam rapat, biasanya tidak terganggu keributan.
Gaya belajar auditif, peserta didik yang mempunyai gaya belajar auditif lebih bisa
menyerap informasi melalui pendengarannya. Cirinya antara lain, mudah terganggu oleh
keributan, senang membaca keras dan mendengarkan, menggerakkan bibir dan
mengucapkan ketika membaca, lebih suka musik dari seni, biasanya pembicara yang fasih,
suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar.
Gaya belajar kinestetik, peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik lebih
bisa menyerap informasi melalui gerak tubuh. Cirinya antara lain, berbicara pelan, berdiri
dekat ketika berbicara dengan orang lain, menggunakan jari ketika membaca,
kemungkinan tulisannya jelek, belajar melalui manipulasi dan praktis, banyak
menggunakan bahasa tubuh, tidak dapat duduk diam untuk waktu lama, tidak dapat
mengingat geografi kecuali jika pernah berada di tempat itu, selalu berorientasi pada fisik
dan banyak bergerak.
Model gaya pembelajaran di atas dalam rangka untuk menggali potensi
keberagaman dari peserta didik, sebagaimana dalam pandangan Gardner (1993) dimana
manusia dilihat dari sudut kehidupan mentalnya khususnya aktivitas inteligensia
(kecerdasan). Manusia memiliki tujuh macam kecerdasan yaitu:

(1) Kecerdasan matematis/logis: yaitu kemampuan penalaran ilmiah, penalaran


induktif/deduktif, berhitung/angka dan pola-pola abstrak.

(2) Kecerdasan verbal/bahasa: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan kata/bahasa


tertulis maupun lisan. (sebagian materi pelajaran di sekolah berhubungan dengan
kecerdasan ini).

(3) Kecerdasan interpersonal: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan


berelasi dengan orang lain, berkomunikasi antar pribadi.

(4) Kecerdasan fisik/gerak/badan: yaitu kemampuan mengatur gerakan badan, memahami


sesuatu berdasar gerakan.

(5) Kecerdasan musikal/ritme: yaitu kemampuan penalaran berdasarkan pola nada atau
ritme. Kepekaan akan suatu nada atau ritme.

9
(6) Kecerdasan visual/ruang/spasial: yaitu kemampuan yang mengandalkan penglihatan
dan kemampuan membayangkan obyek. Kemampuan menciptakan gambaran mental. (7)
Kecerdasan intrapersonal: yaitu kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran
kebatinannya seperti refleksi diri, kesadaran akan hal-hal rohani.

Dengan mengetahui model gaya pembelajaran dan potensi, maka fungsi kurikulum
akan mempunyai nilai fungsi bagi peserta didik, adapun fungsi kurikulum baik yang rata-
rata kemampuan dan juga termasuk bagi peserta didik yang khusus. Fungsi kurikulum
dalam pendidikan (Rohmadi, 2012:23), yaitu ; 1) fungsi penyesuaian (the adjustive or
adaptive function), 2) fungsi integrasi (the integrating function), 3) fungsi diferensiasi (the
differentiating function ), 4) fungsi persiapan (the propaedeutic function), 4) fungsi
pemilihan (the selective function), dan 5) fungsi diagnostic (the diagnostic function).
Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function), fungsi penyesuaian
mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan
siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan ini sendiri
senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Untuk itu pendidikan harus
menyesuaikan dengan perkembangan dan perubahan di lingkungannya.
Fungsi integrasi (the integrating function), fungsi integrasi mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi- pribadi
yang utuh. Siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan
berintegrasi dengan masyarakatnya.
Fungsi diferensiasi (the differentiating function), fungsi diferensiasi mengandung
makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan
terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik aspek fisik
maupun psikis yag harus dihargai dan dilayani dengan baik.
Fungsi persiapan (the propaedeutic function), fungsi persiapan mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk
melanjutkan studi ke jenjang pendidikan selanjutnya. Disamping itu pendidikan diharapkan
mampu mempersiapkan bagi siswa yang tidak melanjutkan studinya mempunyai kesiapan
dalam kehidupan.
Fungsi pemilihan (the selective function), fungsi pemilihan mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan

10
minatnya. Fungsi pemilih ini sangat erat hubungannya dengan diferensiasi, karena
pengakuan atas dasar pada perbedaan individual, memilih sesuai dengan minat dan bakat
siswa.
Fungsi diagnostic (the diagnostic function), fungsi diagnostic mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa
untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya.
Apabila siswa mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya yang
ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan
yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
Perlunya identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam pembelajaran,
terkait dengan perpaduan kurikulum reguler dengan kurikulum ABK

Berkebutuhan Kriteria dan gejala


Khusus
Kepalanya miring atau maju ke depan.
Mata yang sering kabur dan pandangan kabur.
Tuna netra Sering berkedip terus atau menutup salah satu matanya.
Sering mencari benda kecil dengan meraba sana sini.

Sering tampak bengong atau melamun.


Kepalanya dering miring.
Tuna rungu Sering bersikap tak acuh.
Jika bicara sering menggunakan tangan.
Jika bicara sering terlalu keras atau terlalu pelan.

Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh.


Kesulitan dalam gerakan.
Tuna Daksa Terdapat bagian anggota gerak yang tidak sempurna
Terdapat cacat pada alat gerak.
Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan
sikap tubuh tidak normal
Hiperaktif/tidak dapat tenang.

11
Kaya dengan ide-ide, konsep dan pemikiran imaginasi.
Cara berpikir logis dan kritis.
Super normal Evaluator yang kritis.
Berkebutuhan Kriteria dan gejala
Khusus
Senang mengkritik dengan obyektif.
Suka menganalisa, menguraikan berdasar sebab akibat.
Cenderung bersikap egois.
Tidak mudah bergaul.

Motif belajarnya sangat rendah.


Perhatiannya tidak bertahan lama.
Tuna grahita Kemampuan berbahasa dan komunikasi sangat terbatas.
Tidak mampu mengubah cara hidup.
Jarang menirukan tingkah laku orang tua.
Sering tidak mampu menolong dirinya sendiri.

Bersikap membangkang.
Mudah terangsang emosinya.
Tuna laras Sering melakukan tindakan merusak, mengganggu.
Sering bertindak melanggar aturan

Sering berkata tanpa arti.


Aktivitas kaku, monoton dan berulang.
Autis Sering menirukan perkataan orang lain secara spontan.
Mempunyai gerakan seba cepat.
Tidak senang dan mudah marah terhadap perubahan.
Sering berubah emosi mendadak tanpa sebab.

Tabel : Identifikasi ABK


Sistem pendidikan hendaknya berpusat pada peserta didik, termasuk bagi ABK,
artinya kurikulum, administrasi, kegiatan ekstrakurikuler maupun kokurikulernya, sistem
pengelolaannya harus dirumuskan dan dilaksanakan demi kepentingan peserta didik ABK,
bukan demi kepentingan guru, sekolah atau lembaga lain. Seperti misalnya kemampuan
bernalar, berpikir aktif-positif, kreatif, menemukan alternatif dan prosesnya menjadi
pribadi yang utuh (process of becoming). Disini Peserta didik hendaknya benar-benar

12
dikembalikan sebagai subyek (dan juga obyek) pendidikan dan bukannya obyek semata-
mata.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:


1. Pendidikan inklusif adalah pendidikan regular yang disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik yang memiliki kelainan dan atau memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa pada sekolah regular dalam satu kesatuan yang sistemik.
Pendidkan inklusif mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus yang
mempunyai IQ normal, diperuntukan bagi yang memiliki kelainan, bakat
istimewa, kecerdasan istimewa dan atau yang memerlukan pendidkan layanan
khusus.
2. Manfaat pendidikan inklusif antara lain: Membangun kesadaran dan konsensus
pentingnya pendidikan inklusif sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang
diskriminatif, melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan
analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada
setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah,
mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah
lainnya terhadap akses dan pembelajaran, melibatkan masyarakat dalam
melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak
3. Desain kurikulum inklusi mempunyai prinsip holistik, maka pendidikan
memperhatikan sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan
peserta didik. Anak akan dipandang secara keseluruhan fisik, mental, sosial dan
spiritual.
B. Saran

Dengan adanya makalah ini penulis berharap pembaca dapat memahami isi dari
makalah ini dan tentu dapat menambah pengetahuan seputar dunia pendidikan
inklusif. Semoga pembaca bisa terus menggali wawasanya dengan terus mencari
referensi lain selain dari makalah ini.

1
DAFTAR PUSTAKA

Al Hajjaj, Al Imam Abi Husain Muslim. (2001). Shahih Muslim, Kairo: Daar Ibnu Al
Haitam.
Cassirer, E., (Terj.: Alois A Nugroho) (1987,). An Essay On Man. Jakarta: Gramedia
Direktorat PSLB Diknas. (2009). Pendidikan Inklusi. Makalah. Workshop Pendidikan
Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Solo: Fak. Psikologi UMS dan Dit. PSLB
Depdiknas.
Foreman, Phil. (2001). Integration and Inclusion. Singapore: Nelson Thomson
Learning.

Gardener, H. (1993). Multiple Inteligences, Basic Books: New York , USA.


Greenspan, Stanley I. dan Wieder, Serena. (2009). The Child With Special Need (Edisi
bahasa Indonesia). Jakarta : Yayasan Ayo Main.
Hadis, Abdul. (2006). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus-Austik, Bandung: CV
Alfabeta.

https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/programsekolahpenggerak/wp-
content/uploads/2021/01/Program-Sekolah-Penggerak_.pdf

https://www.aleepenaku.com/2021/07/struktur-kurikulum-sekolah-penggerak.html

Anda mungkin juga menyukai