Anda di halaman 1dari 21

TENAGA PENDIDIK PADA PENDIDIKAN INKLUSIF

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Inklusif yang diampuh
oleh Neni Nadiroti Muslihah, M.Pd

OLEH:
SITI KOMARIAH 20845020
SRI AYU ZULFANI 20845029
YOSI NURMALASARI
SITI FATMAWATI
DEDE SUHAYA
SUPRIANTI
HUSNI FIRDAUS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR (PGSD)


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU SOSIAL BAHASA DAN SASTRA
INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIS (IPI)
GARUT
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
kepada Kami sehingga Kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Tenaga Pendidik
pada Pendidikan Inklusif”. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Inklusif

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Nabi Besar Muhammad
SAW, yang telah membimbing kita dari jaman jahiliyah menuju jaman yang terang
benderang ini.

Makalah ini didasari tugas yang diberikan oleh Dosen Pendidikan Inklusif. Tujuan
makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para mahasiswa-mahasiswi
tentang Tenaga Pendidik pada Pendidikan Inklusif. Diharapkan pembahasan ini dapat
memberikan gambaran dan sedikit merubah sudut pandang masyarakat umum khususnya
kepada para pembaca bagaimana Tenaga Pendidik pada Pendidikan Inklusif. Makalah ini
juga bisa menjadi reverensi untuk mahasiswa tahun berikutnya dalam penyusunan Makalah.

Tak lupa Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan motivasi dalam penyelesaian makalah ini. Kami telah berupaya untuk
memberikan karya terbaiknya, namun hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan.
Oleh karena itu, jika ada kesalahan dalam penulisan dan isi makalah, Kami mengharapkan
kritik membangun dari para pembaca demi keberlangsungan penulisan yang lebih baik di
waktu yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Garut, 14 November 2021

Penyusun,

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR............................................................................................. i

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

BAB I.  PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
C. Tujuan penulisan................................................................................................ 3
D. Manfaat Penulisan............................................................................................. 3
E. Sistematika Penulisan…………………………………………………………. 3

BAB II. KAJIAN TEORI …………………………………………………………. 5

A. Pendidikan Inklusif........................................................................................... 5
B. Pengertian Pendidik........................................................................................... 5
C. Sikap Guru terhadap Pendidikan Inklusi.............................................................. 5

D. Faktor yang Mempengaruhi Sikap Guru terhadap Inklusi................................ 6


E. Pihak yang Diperlukan dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi............... 7
F. Guru yang Inklusif........................................................................................... 11
G. Pentingnya Pendidikan Inklusi bagi Calon Guru........................................12
H. Profesionalisme Guru dalam Setting Inklusif...................................................13
I. Persiapan Guru Kelas Mengelola ABK dalam Pendidikan Inklusif…………..

BAB III. PENUTUP ............................................................................................... 14

A. Kesimpulan........................................................................................................ 14
B. Saran ................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 16

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan inklusif merupakan seseuatu yang baru di dunia pendidikan
Indonesia. Istilah pendidikan inklusif atau inklusi, mulai mengemuka sejak tahun
1990, ketika konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua, yang diteruskan
dengan pernyataan tentang pendidikan inklusif pada tahun 1994.
Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diperuntukan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa. Oleh karena itu, untuk mendorong kemampuan
pembelajaran mereka dibutuhkan lingkungan belajar yang kondusif, baik tempat
belajar, metoda, sistem penilaian, sarana dan prasarana serta yang tidak kalah
pentingnya adalah tersedianya media pendidikan yang memadai sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
Seiring dengan perjalanan kehidupan sosial bermasyarakat, ada pandangan
bahwa mereka anak-anak penyandang dissabilitas dianggap sebagai sosok individu
yang tidak berguna, bahkan perlu diasingkan. Namun, seiring dengan perkembangan
peradaban manusia, pandangan tersebut mulai berbeda. Keberadaannya mulai
dihargai dan memiliki hak yang sama seperti anak normal lainnya. Hal ini sesuai
dengan apa yang diharapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 dan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat
disimpulkan bahwa Negara memberikan jaminan sebenarnya kepada anak-anak
berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas. Hal ini
menunjukkan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan kesempatan yang
sama dengan anak-anak normal lainnya dalam pendidikan. Hanya saja, jika ditinjau
dari sudut pandang pendidikan, karena karakteristiknya yang berbeda dengan anak
normal pada umumnya menyebabkan dalam proses pendidikannya mereka
membutuhkan layanan pendekatan dan metode yang berbeda dengan pendekatan
khusus
Pemerintah sebagai faktor utama dalam membuat kebijaksanaan pendidikan
mengupayakan program pemerataan pendidikan dengan penyelenggaraan pendidikan
inklusif. Pendidikan inklusif adalah suatu kebijaksanaan pemerintah dalam

4
mengupayakan pendidikan yang bisa dinikmati oleh setiap warga negara agar
memperoleh pendidikan tanpa memandang anak berkebutuhan khusus dan anak
normal agar bisa bersekolah dan memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas
untuk masa depan hidupnya.
Dieni (2015: 113) menyatakan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
di sekolah inklusif, peserta didiknya terdiri atas anak normal dan ABK, selain guru
kelas dan guru mata pelajaran, perlu didukung oleh tenaga pendidik keahlian khusus
dalam proses pembelajaran dan pembinaan ABK secara umum. Salah satu tenaga
khusus yang diperlukan adalah Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang bertugas
sebagai pendamping guru kelas dan guru mata pelajaran dalam melayani ABK agar
potensi yang dimiliki berkembang secara optimal. Faktor tenaga pendidik memiliki
peran yang sangat besar dalam pencapaian kualitas pendidikan secara umum. Standar
kompetensi guru adalah suatu ukuran yang dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan
pengetahuan dan berperilaku layaknya seorang guru untuk menduduki jabatan
fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan. Serta mutu
pendidikan inklusi secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
kurikulum, kualitas tenaga pendidik, sarana-prasarana, dana, manajemen, lingkungan
dan proses pembelajaran (Majid, 2008: 6).
Dengan dilatarbelakangai hal tersebut maka dirasa perlu untuk mempelajari
lebih mendalam tentang tenaga pendidik pada pendidikan inklusif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka muncul rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian Pendidikan Inklusif?
2. Bagaimana Pengertian Pengertian Pendidik?
3. Bagaimana Sikap Guru terhadap Pendidikan Inklusif ?
4. Apa saja Faktor yang Mempengaruhi Sikap Guru terhadap Inklusi ?
5. Siapa saja Pihak yang Diperlukan dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi?
6. Bagaimana Guru yang Inklusif?
7. Seberapa Pentingnya Pendidikan Inklusi bagi Calon Guru?
8. Bagaimana Profesionalisme Guru dalam Setting Inklusif?

5
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian Pendidikan Inklusif.
2. Untuk mengetahui Pengertian Pengertian Pendidik.
3. Untuk mengetahui Sikap Guru terhadap Pendidikan Inklusif .
4. Untuk mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Sikap Guru terhadap Inklusif.
5. Untuk mengetahui Pihak yang Diperlukan dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif.
6. Untuk mengetahui Guru yang Inklusif
7. Untuk mengetahui Pentingnya Pendidikan Inklusi bagi Calon Guru.
8. Untuk mengetahui Profesionalisme Guru dalam Setting Inklusif.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan akan memberikan profil dan informasi berharga tentang
Tenaga Pendidik pada Pendidikan Inklusif pada khususnya. Harapannya dapat
memberikan sumbangan ilmiah dalam memperkaya wawasan ilmu pengetahuan
tentang Pendidikan Inklusif. Diharapkan juga dapat dijadikan bahan kajian untuk
mendalami Pendidikan Inklusif terhadap sekolah-sekolah pada jenjang SD, SMP
dan SMA pada Umumnya.
2. Manfaat Praktis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk
meningkatkan kualitas guru dalam mengelola proses belajar mengajar dalam
Pendidikan Inklusif pada khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya. Serta
menjadi dasar guna mengambil kebijakan pendidikan

E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah melihat dan mengetahui pembahasan yang ada pada
makalah ini secara menyeluruh, maka perlu dikemukakan sistematika yang
merupakan kerangka dan pedoman penulisan makalah. Adapun sistematika
penulisannya adalah sebagai berikut :
Penyajian laporan skripsi ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
1. Bagian Awal Makalah

6
Bagian awal memuat halaman sampul depan, halaman judul, halaman kata
pengantar, halaman daftar isi.
2. Bagian Utama Makalah
Bagian Utama terbagi atas bab dan sub bab yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan makalah.
BAB II KAJIAN TEORI
Bab Kajian Teori ini meliputi :
Kajian teori yang berisi tentang pembahasan pengertian Pendidikan Inklusif,
Pengertian Pengertian Pendidik, Sikap Guru terhadap Pendidikan Inklusif, Faktor
yang Mempengaruhi Sikap Guru terhadap Inklusif, Pihak yang Diperlukan dalam
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, Guru yang Inklusif, Pentingnya Pendidikan
Inklusi bagi Calon Guru, Profesionalisme Guru dalam Setting Inklusif.
BAB III SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari seluruh makalah yang telah dilakukan.
Kesimpulan dapat dikemukakan masalah yang ada pada makalah ini. Sedangkan
saran berisi mencantumkan jalan keluar untuk mengatasi masalah dan kelemahan
yang ada. Saran ini tidak lepas ditujukan untuk ruang lingkup penelitian.
3. Bagian Akhir Makalah
Bagian akhir dari makalah ini berisi tentang daftar pustaka.

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Inklusif
Inklusi adalah praktek yang mendidik semua siswa, termasuk yang mengalami
hambatan yang parah ataupun majemuk, di sekolah-sekolah reguler yang biasanya
dimasuki anak-anak non berkebutuhan khusus (Ormrod, 2008). Pendidikan inklusi
merupakan praktek yang bertujuan untuk pemenuhan hak azasi manusia atas
pendidikan, tanpa adanya diskriminasi, dengan memberikan kesempatan pendidikan
yang berkualitas kepada semua anak tanpa perkecualian, sehingga semua anak
memiliki kesempatan yang sama untuk secara aktif mengembangkan potensi
pribadinya dalam lingkungan yang sama (Cartwright, 1985 dalam Astuti, Sonhadji,
Bafadal, dan Soetopo, 2011). Pendidikan inklusi juga bertujuan untuk membantu
mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar serta membantu meningkatkan
mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus

7
sekolah pada seluruh warga negara (Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusi, 2007).

B. Pengertian Pendidik
Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari WJS, Poerwadarminta
pengertian pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan,
bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.
Pendidik dalam bahasa Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz,
Mudarris, Mu’alim dan Mu’adib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen,
pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya. Beberapa kata di atas
secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik, karena keseluruhan kata tersebut
mengacu kepada seorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau
pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukan
adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan
yang diberikan. Dari istilah-istilah sinonim di atas, kata pendidik secara fungsional
menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan
pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja
dan dimana saja. Secara luas dalam keluarga adalah orang tua, guru jika itu disekolah,
di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau kyai dan lain sebagainya.

C. Sikap Guru terhadap Pendidikan Inklusi


Sikap guru terhadap pendidikan inklusi adalah gambaran yang positif dan
negatif dari komitmen guru dalam mengembangkan anak berkebutuhan khusus yang
menjadi tanggung jawab guru dan juga menggambarkan sejauh mana anak
berkebutuhan khusus diterima di sebuah sekolah. Melalui sikap positif dari guru, anak
berkebutuhan khusus akan lebih mendapatkan keuntungan pendidikan semaksimal
mungkin (Olson, 2003). Sikap guru yang negatif menggambarkan harapan yang
rendah terhadap anak berkebutuhan khusus di kelas inklusi (Elliot, 2008).

D. Faktor yang Mempengaruhi Sikap Guru terhadap Inklusi


Avramidis dan Norwich (2002) merangkum berbagai penelitian mengenai
faktor yang mempengaruhi sikap guru, sebagai berikut :
1. Siswa
Konsep guru terhadap siswa berkebutuhan khusus biasanya bergantung pada jenis
hambatan siswa, tingkat keparahan hambatan siswa, dan kebutuhan siswa akan
pendidikan (Clough and Lindsay, 1991 dalam Avramidis and Norwich, 2002).
Persepsi guru mengenai jenis hambatan siswa dapat dibedakan berdasarkan tiga
dimensi, yaitu hambatan fisik dan sensori, kognitif dan perilaku emosional yang
dimiliki siswa.
2. Guru
Faktor guru terbagi dalam beberapa variabel, yaitu :
a. Gender
Faktor gender ini berkaitan dengan isu gender terhadapa inklusi. Beberapa
peneliti menemukan bahwa guru perempuan memilikitoleransi yang lebih
tinggi dibandingkan guru laki-laki terhadap integrasi untuk siswa
berkebutuhan khusus (Aksamit, Morris, and Leunberger, 1987; Thomas,1985;
Eichinger, Rizzo, and Strotnik, 1991dalam Avramidis and Norwich, 2002)
melihat bahwa bahwa terdapat kecenderungan pada guru perempuan dalam
menunjukkan sikap positif terhadap ide mengenai integrasi terhadap anak
yang memiliki masalah perilaku dibandingkan guru laki-laki.

8
b. Usia dan Pengalaman Mengajar
Guru yang lebih muda dan dengan pengalaman mengajar yang masih sedikit
memiliki sikap yang mendukung terhadap integrasi (Centerand Ward, 1987;
Berryman, 1989; Clough and Lindsay, 1991 dalam Avramidis and Norwich,
2002). Harvey (1985 dalam Avramidis dan Norwich, 2002) menemukan
bahwa terdapat keengganan pada guru yang telah berpengalaman
dibandingkan dengan guru pelatihan yang bersedia menerapkan program
integrasi kepada siswa berkebutuhan khusus. Hal ini dapat menjadi sebuah
alasan bahwa guru baru yang memenuhi syarat memiliki sikap yang positif
terhadap program integrasi.
c. Tingkat Kelas yang Diajar
Salvia dan Munson (1986 dalam Avramidis dan Norwich, 2002) menjelaskan
bahwa seiring dengan bertambahnya usia siswa, maka sikap positif yang
dimiliki guru akan berkunjung, dan menunjukkan fakta bahwa guru yang
mengajda materi pelajaran dan krang memperhatikan perbedaaan individu
siswa.dan krang memperhatikan perbedaaan individu siswa. Penjelasan
tersebut diperkuat ole Clough and Lindsay (1991 dalam Avramidis dan
Narwich, 2002) yang menjelaskan bahwa bagi guru yang lebih memperhatikan
materi pelajaran, kehadiran siswa berkebutuhan khusus di dalam kelas mereka
menjadi masalah tersendiri dalam praktek pengurusan aktivitas kelas.
d. Pengalaman Kontak dengan Siswa Berkebutuhan Khusus
Sebuah hipotesis mengenai kontak dengan siswa berkebutuhan khusus
menyebutkan bahwa sejalan dengan pelaksanaan guru dalam program inklusi,
sehingga kontak dengan siswa berkebutuhan khusus semakin dekat, maka
sikap yang dimiliki guru semakin positif (Yukuer, 1988 dalam Avramidis dan
Norwich, 2002).
e. Pelatihan
Faktor lain yang mempengaruhi sikap guru yang menarik adalah pengetahuan
yang dimiliki mengenai siswa berkebutuhan khusus yang dikembangkan
melalui pelatihan yang didapat. Faktor ini dipertimbangkan menjadi faktor
penting dalam mempengaruhi sikap guru terhadap pelaksanaan kebijakan
inklusi. Tanpa rencana untuk memberikan pelatihan kepada guru mengenai
pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus, maka akan sulit untuk
mengikutsertakan siswa tersebut ke dalam kelas mainstream (Avramidis and
Norwich, 2002).
f. Keyakinan Guru
Jordan, Lindsay, dan Stanovich (1997 dalam Avramidis and Norwich, 2002)
menjelaskan bahwa guru yang beranggapan bahwa kebutuhan khusus
merupakan sesuatu yang melekat dengan siswa, memiliki cara mengajar yang
kurang efektif dibandingkan dengan guru yang beranggapan bahwa
lingkungan di sekitar siswa dapat menjadi pelengkap bagi masalah atau
hambatan yang dimiliki siswa.
g. Pandangan Sosio-Politik
Faktor ini menjelaskan mengenai sikap guru terkait dengan keyakinan
personal (pandangan terhadap politik dan sosial-politik) dan sikap personal
(Avramidis and Norwich, 2002). Lebih lanjut, faktor ini juga menjelaskan

9
mengenai keyakinan guru terhadap etnis dan budaya dari anak berkebutuhan
khusus dan keyakinan tentang dukungan pemerintah terhadap pendidikan
inklusi.
3. Lingkungan Pendidikan
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sikap positif guru adalah ketersediaan
dukunan fasilitas di dalam kelas dan level sekolah (Centerand and Ward, 1987;
Myles and Simpson, 1989; Clough and Linsay, 1991 dalam Avramidis and
Norwich, 2002). Dukungan yang dimaksud dalam hal ini adalah, sumber daya
fisik seperti, perlengkapan mengajar, perlengkapan IT, lingkungan fisik yang
mendukung, dan lain-lain. Serta sumber daya manusia seperti guru khusus,
terapis, kepala sekolah, orangtua, dan lain-lain. Selain faktor yang disebutkan oleh
Avramidis dan Norwich, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi sikap guru
terhadap inklusi. Jobe Rust dan Bussie (1996) melihat sikap guru terhadap inklusi
melalui faktor jenis guru dan latar belakang pendidikan guru. Jenis guru yang
dimaksud adalah guru khusus atau guru reguler, sedangkan latar belakang
pendidikan guru terkait dengan pendidikan terakhir yang dimiliki guru.

E. Pihak yang Diperlukan dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi


Tenaga kependidikan merupakan salah satu unsur penting dalam  pendidikan
inklusif. Tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusif mendapat  porsi tanggung
jawab yang jelas berbeda dengan tenaga kependidikan pada  pendidikan noninklusif.
Perbedaan yang terdapat pada individu meniscayakan adanya kompetensi yang
berbeda dari tenaga kependidikan lainnya. Tenaga kependidikan secara umum
memiliki tugas seperti menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti,
mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan  pelayanan teknis dalam bidang
pendidikan.
Membicarakan siapa yang diperlukan dalam sebuah penyelenggaraan
pendidikan pastinya adalah membicarakan sumber daya manusia. Hal ini sangat
memegang peranan penting sekali atas berjalannya suatu sistem atau organisasi, tanpa
sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas baik tentunya segala suatu tidak
berjalan dengan baik pula.
Yang dimaksud dengan sumber daya manusia (SDM) dalam penyelenggraan
pendidikan inklusi adalah seluruh pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak
langsung dalam pengelolaan dan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan dalam
sebuah satuan pendidikan (sekolah). Dalam hal ini tenaga pendidik (guru) adalah
salah satu komponen yang utama bersama kepala sekolah dan pihak-pihak pengambil
keputusan (stakeholder). Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar dan pendidikan menengah (Dir. Pembinaan SLB, 2007).
Direktorat Pembinaan SLB (2007) menetapkan pengertian, tugas, dan
kedudukan masing-masing dijelaskan seperti di bawah ini:
1. Kepala Sekolah

10
Kepala sekolah pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif
memiliki tugas mengkoordinasi, mengakomodasi, dan menyelenggarakan kegiatan
belajar mengajar di sekolahnya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
kegiatan. Koordinasi juga dilakukan berkenaan dengan tugas-tugas dan
pengembangan profesionalisme guru-guru yang menyangkut kompetensi umum
dan khusus berkenaan dengan pelayanan anak berkebutuhan khusus.
2. Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran
Guru kelas adalah pendidik/pengajar pada suatu kelas tertentu di Sekolah umum
yang sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan, bertanggungjawab atas
pengelolaan pembelajaran dan adiministrasi di kelasnya. Kelas yang diambil tidak
menetap, dapat berubah-rubah pada setiap tahun pelajaran sesuai dengan kondisi
sekolah. Guru kelas biasanya ada  pada kelas-kelas rendah, (kelas 1, 2 dan 3).
Guru mata pelajaran pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif mempunyai
tugas sama dengan guru mata pelajaran pada umumnya, namun untuk guru mata
pelajaran pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif perlu dibekali dengan
tambahan pengetahuan tentang pendidikan khusus.
Guru mata pelajaran bersama-sama dengan guru pendidikan khusus  menyusun
rancangan pembelajaran adaptif sesuai dengan kondisi siswanya tanpa
mengabaikan  substansi  mata pelajaran selanjutnya membelajarkan, memonitor
dan mengevaluasi hasil belajar siswa. Guru kelas dan guru mata pelajaran harus
menciptakan manajemen kelas yang kondusif, suasan belajar dan strategi
pembelajaran yang  menarik dan mengerti kebutuhan masing-masing anak.
Beberapa hal yang harus dilakukan guru kelas dan guru mata pelajaran
diantaranya adalah :
a. Disiplin dalam pengelolaan waktu kelas, setiap kelas mempunyai time table
yang di dalamnya tercantum waktu untuk menyerut pensil, ke kamar mandi,
waktu istirahat dan waktu pulang.
b. Membuat media yang dapat membuat peserta didik merasa dihargai terhadap
suatu apapun yang mereka lakukan setiap harinya.
c. Membuat media pembelajaran yang menarik dan inovatif, seperti
menggunakan komputer dan teknologi dalam pembelajaran.
d. Melakukan pembelajaran yang kooperatif, sehingga peserta didik didorong
bekerja sama dalam melakukan tugas yang menciptakan sikap toleransi, saling
tolong menolong, menghargai dan tanggung jawab.

Faktor penolakan dari kalangan intern (guru) yang paling mendominasi karena
tidak terdapatnya fasilitas sekolah serta kompetensi guru yang kurang memadai
untuk melaksanakan pendidikan inklusif. Selain itu juga, timbulnya rasa tidak
percaya diri untuk melaksanakan perubahan-perubahan yang akan terjadi.
Sehingga untuk mengatasi hal tersebut pihak sekolah sangat perlu untuk
menumbuhkan kepercayaan diri di kalangan guru untuk melaksanakan pendidikan
inklusif. Beberapa langkah yang dapat ditempuh diantaranya :

11
a. Membuat seminar/in house training/workshop mengenai pelaksanaan
pendidikan inklusif dan penanganan anak berkebutuhan khusus dengan
mendatangkan ahli-ahli yang berkompeten di bidangnya.
b.  Melakukan studi banding terhadap sekolah yang melaksanakan dan berhasil
melakukan pendidikan inklusif.
c. Meningkatkan kemampuan guru untuk mendukung terlaksananya pendidikan
inklusif, hal ini dilakukan dengan melakukan pelatihan yang berisikan modul
materi dan praktek tentang pengantar pendidikan inklusif, psikologi
perkembangan anak, assesmen dan hambatan perkembangan anak (pelatihan
ini dapat dilakukan setiap hari Jum’at - Sabtu 11.00 – 14.00 WIB). Hasil dari
pelatihan ini diharapkan secara langsung dapat diterapkan di kelas yang
memiliki anak berkebutuhan khusus.
3. Guru Pendidikan Khusus
Guru Pendidikan khusus adalah guru yang mempunyai latar belakang pendidikan
khusus/Pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan tentang
pendidikan khusus/luar biasa, yang ditugaskan di sekolah inklusif. guru
pendidikan luar biasa mempunyai beberapa posisi dan peranan selama proses
pendidikan. Guru pendidikan luar biasa juga mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab. Guru pendidikan luar biasa dapat bertindak sebagai pemberi
layanan langsung, pemberi nasehat, pengawas, pembela, dan lain-lain. Hal itu
menunjukkan bahwa guru pendidikan luar biasa banyak melakukan peranan. Guru
pendidikan luar biasa perlu memiliki kepercayaan diri, identitas dan pribadi yang
professional guna diterapkan dalam pendidikan inklusif.
Untuk rancangan pengembangan sekolah menjadi sekolah inklusi ini maka
memerlukan beberapa tenaga guru pendidikan luar biasa. Beberapa deskripsi tugas
guru pendidikan luar biasa yaitu :
a. Membantu guru kelas dan guru mata pelajaran dalam membuat program
pembelajaran yang mengakomodasi kebutuhan anak.
b.  Membuat dan melaksanakan materi pengembangan sikap dan potensi diri
yang dilakukan oleh guru pendidikan luar biasa. Materi ini dilakukan selama 1
kali seminggu dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran.
c.  Membantu guru kelas dan guru mata pelajaran dalam membuat assesmen.
d. Membantu guru kelas dan guru mata pelajaran dalam mengkondisikan anak
berkebutuhan khusus di dalam kelas (terutama untuk anak yang mengalami
ADHD dan ketidakstabilan emosi).
e. Membuat program pembelajaran untuk masing-masing anak berkebutuhan
khusus agar perilakunya menjadi lebih adaptif.
f. Membuat program layanan kesulitan belajar.
g. Membantu PKS sarana dan prasarana dalam penyediaan alat bantu untuk anak
berkebutuhan khusus dan peningkatan aksesibilitas lingkungan fisik.
4. Komite Sekolah
Peran komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi antara lain
sebagai pemberi pertimbangan  dalam penentuan pelaksanaan kebijakan
pendidikan, pendukung  baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga,

12
pengontrol  dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan
keluaran pendidikan di sekolah, serta sebagai mediator antara pemerintah
(eksekutif) dengan masyarakat di sekolah.
Semua sumber daya manusia yang ada dalam pelaksanaannya tidak berjalan
masing-masing. Pihak-pihak terkait perlu bekerjasama secara berkesinambungan
sehingga penyelenggaraan pendidikan inklusi dapat berjalan secara optimal dan
mampu menanggulangi permasalahan-permasalahan yang muncul di lapangan. 

F. Guru yang Inklusif


Seorang guru senantiasa dituntut untuk selalu mengembangkan pribadi dan
profesinya secara terus menerus, serta dituntut untuk mampu dan siap berperan secara
profesional dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Hal ini sudah jelas disebutkan
di dalam empat kompetensi guru yang harus dimiliki oleh seorang guru,
yaitukompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan
kompetensi professional.
Selanjutnya apa itu inklusif ? istilah inklusif sebenarnya tidak terlepas dari
program pemerintah yaitu tentang pendidikan inklusif yang saat ini sedang gencar-
gencarnya dilaksanakan diberbagai daerah dengan dukungan dari pemerintah pusat.
Pendidikan inklusif itu sendiri merupakan pendidikan yang memungkinkan semua
anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun
perbedaan yang mungkin ada pada mereka.
Artinya bahwa pendidikan inklusif akan memberikan ruang kesamaan hak
dalam memperoleh pendidikan yang layak, terutama bagi anak-anak berkebutuhan
khusus yang jauh dari lembaga-lembaga pendidikan yang khusus untuk mereka yang
memungkinkan mereka dapat belajar bersama-samaa dengan anak normal di sekolah
regular yang ada di lingkungannya atau yang dekat dengan tempat tinggal anak
berkebutuhan khusus.
Sekolah-sekolah inklusi ini menuntut terdapatnya kurikulum, metode
mengajar, sarana pembelajaran, system evaluasi dan guru khusus, yang dapat
diintegrasikan kepada kelas reguler yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk
dapat memberikan wadah dan penanganan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus
dengan anak normal yang ada di dalam kelas tersebut. Dimana untuk melaksanakan
itu bukannya pekerjaan yang gampang, sehingga benar-benar kita membutuhkan
guru-guru yang inklusif didalam pelaksanaan pendidikan inklusif ini secara
sunggunh-sungguh.
Guru yang inklusif adalah guru yang mampu menyesuaikan diri dengan
keadaan siswa yang beraneka ragam baik dari segi intelegensi, kemampuan kognitif,
afektif , psikomotornya  dan keadaan ekonomi social anak dalam satu kelas yang
inklusif dengan cara mengakomodir semua kebutuhan belajar anak dengan melakukan
modifikasi didalam kurikulum, metode mengajar, sarana prasarana, system
evaluasinya agar dapat dipergunakan bagi semua siswa yang ada di dalam lingkup
kelas inklusif tersebut.
Ada tiga kemampuan umum yang harus dimiliki oleh guru pendidikan khusus
yang akan mengarah kepada guru yang inklusif :

13
1. Kemampuan Umum ( general ability ) antara lain adalah memiliki ciri warga
Negara yang religious dan berkepribadian, memiliki sikap dan kemampuan
mengaktualisasikan diri sebagai warga Negara, memiliki sikap dan kemampuan
mengembangkan profesi sesuai dengan pandangan hidup bangsa, memahami
konsep dasar kurikulum dan cara pengembangannya, memahami disain
pembelajaran kelompok dan individual dan mampu bekerja sama dengan profesi
lain dalam melaksanakan dan mengembangkan profesinya.
2. Kemampuan dasar ( basic ability ) meliputi memahami dan mampu
mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, memahami konsep dan mampu
mengembangkan alat asesmen serta melakukan asesmen anak berkebutuhan
khusus, mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran bagi
anak berkebutuhan khusus, mampu merancang, melaksanakan dan mengevaluasi
program bimbingan dan konseling anak berkebutuhan khusus, mampu
melaksanakan manajemen ke-PLB-an, mampu mengembangkan kurikulum  sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus serta dinamika
masyarakat, memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek medis dan implikasinya
terhadap penyelenggaraan pendidikan, memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek
psikologis dan implikasinya terhadap penyelenggaraan pendidikan, mampu
melakukan penelitian dan pengembangan di bidangnya, memiliki sikap dan
prilaku empati terhadap anak berkebutuhan khusus, memiliki sikap professional
dibidangnya, mampu merancang dan melaksanakan program kampanye
kepedulian PLB di masyarakat dan mampu merancang program advokasi.
3. Kemampuan khusus ( specific ability ) kemampuan ini meliputi mampu
melakukan modifikasi perilaku, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran
bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan penglihatan, menguasai konsep dan
keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan
pendengaran/komunikasi, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi
anak yang mengalami gangguan/kelainan intelektual, menguasai konsep dan
keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan anggota
tubuh dan gerakan, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak
yang mengalami gangguan/kelainan perilaku dan sosial dan menguasai konsep
dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami kesulitan
belajar. Selanjutnya dengan dimilikinya ketiga kemampuan dasar diatas oleh
semua guru, maka  diharapkan akan tercipta guru-guru yang inklusif yang juga
memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan yaitu memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap tentang materi yang akan diajarkan/dilatihkan dan tidak
kalah pentingnya adalah memahami karakteristik siswa yang menjadi
tanggungjawabnya, sehingga akan meningkatkan kemampuan dari siswa yang
selanjutnya akan berdampak kepada mengsukseskan wajib belajar yang telah
dicanangkan oleh pemerintah kita, untuk semua yaitu untuk siswa-siswa kita yang
normal maupun siswa-siswa kita yang berkebutuhan khusus.

14
G. Pentingnya Pendidikan Inklusi bagi Calon Guru
Pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus, sekarang tidak lagi hanya dapat
dilakukan di Sekolah Luar Biasa (SLB) tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang
pendidikan baik sekolah luar biasa maupun sekolah regular atau umum setelah
dibukannya program sekolah inklusi. Dengan adanya kecenderungan kebijakan ini,
para calon guru perlu dibekali materi mengenai betapa pentingnya pendidikan inklusi
ketika mengajar nanti. Hal ini untuk mengantisipasi, jika pada suatu saat nanti, anak-
anak yang dihadapi nantinya kemungkinan tidak semuanya anak normal artinya ada
anak yang memerlukan pelayanan  dan bimbingan khusus yang
diakibatkan    karena dissabilitas-nya.
Sebelumnya, sebagai calon guru perlu menyadari adanya hal-hal sebagai
berikut yaitu :
1. Semua anak mempunyai hak yang sama untuk tidak di-diskriminasi-kan dan
memperoleh pendidikan yang bermutu.
2. Semua anak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat
kelainan dan kecacatannya.
3. Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi
semua anak.
4. Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan
pembelajaran yang berbeda.

Dengan demikian, dapat dirasakan manfaat pentingnya pendidikan inklusi


bagi calon guru, sebagai bekal nanti pada saat mengajar, antara lain agar guru
mengetahui apa, siapa, dan bagaimana ciri-ciri ABK, agar guru mengetahui
kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan ABK dalam pembelajaran termasuk
fasilitas-fasilitas maupun sarana dan prasarana dalam pembelajaran maupun dalam
kehidupan sehari-hari, agar guru tidak membedakan anak yang normal maupun anak
yang berkebutuhan khusus, karena pendidikan untuk semua, agar guru mengetahui
kurikulum maupun layanan yang diperlukan ABK dalam pembelajaran, agar guru
mengetahui pentingnya peran mereka dalam keberhasilan ABK di masa depan.

H. Profesionalisme Guru dalam Setting Inklusif


Sebagai guru kita harus selalu siap menghadapi berbagai tantangan. Namun
dunia pendidikan akan terus mengalami inovasi, termasuk inovasi yang disesuaikan
kebutuhan masa kini. Kita tahu perkembangan teknologi dan ekonomi berubah sangat
cepat. Perubahan yang cepat ini harus selalu ditanggapi oleh guru sebagai orang yang
telah berjanji pada diri sendiri untuk turut mengbah sikap dan perilaku anak bangsa.
Guru sebagai salah satu komponen yang bertanggung jawab dalam dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa haruslah profesional. Profesional dalam arti yang
luas dan proporsional.Wong, Kauffman dan Lloyd (1991) member ciri-ciri atau sifat
mengenai guru yang efektif bagi siswa penyandang hambatan di kelas regular. Ciri-
ciri tersebut meliputi:
1. Punya harapan bahwa siswa akan berhasil.

15
2. Member pengawasan yang sering pada tugas-tugas siswa serta memberi umpan
balik.
3. Memberi standar-standar, arahan dan harapan pembelajaran
4. Fleksibel dalam menangani siswa.
5. Mempunyai komitmen dalam memperlakukan tiap siswa secara terbuka.
6. Bersikap responsif terhadap pernyataan dan komentar siswa.
7. Melakukan pendekatan tersusun dengan baik dalam pembelajaran.
8. Bersikap hangat, sabar, humoris kepada siswa.
9. Bersifat teguh dan konsisten dalam pengharapan-pengharapan.

Secara umum apa yang harus dan bisa dilakukan guru dalam kerangka
pendidikan inklusif yaitu :

1. Melakukan aktifitas berdasarkan latar belakang pengetahuan dan pendidikan yang


sesuai (appropriate)
2. Bekerja dengan landasan konsep yang sesuai (suitably of basic concept).
3. Berperilaku positif, kreatif dan inovatif.
4. Memiliki sikap sebagai agen pembaharu
5. Berfikir positif proaktif terhadap gagasan perubahan paradigma pembaharuan.
6. Selalu berada pada barisan terdepan dalam implementasi inovasi bidang
pendidikan.
7. Selalu memperlihatkan perilaku progresif mengarah pada perkembangan yang
cukup signifikan.
8. Selalu mengedepankan semangat membangun jejaring kerja (komunikasi dan
kemitraan yang kokoh dan fungsional.
9. Menghargai adanya perbedaan dan keberagaman.
10. Melakukan sinergi dan koordinasi dengan berbagai keberagaman dan perbedaan
yang ada.

I. Persiapan Guru Kelas Mengelola ABK dalam Pendidikan Inklusif


Sejak diberlakukannya UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan luar biasa disebut sebagai Pendidikan Khusus. Pendidikan khusus ini
diselenggarakan bagi peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa, oleh karena itu semua
tenaga kependidikan yang bekerja pada jalur pendidikan sekolah reguler perlu
memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar mengenai pendidikan luar biasa. Hal
ini dikarenakan guru sekolah tidak hanya berhadapan dengan anak-anak pada
umumnya, namun juga dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Dalam menangani
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), guru kelas memiliki tanggungjawab untuk
mengajar dikelas dan mengkoordinasikan integrasi pengajaran dan sosial anak didik

16
sebagai wujud dari pembelajaran inklusif itu sendiri. Salah satu faktor penentu
keberhasilan pendidikan inklusif yang sangat penting adalah adanya tenaga pendidik
atau guru yang profesional untuk membina dan mengayomi anak yang memerlukan
pendidikan khusus. Sehubungan dengan hal tersebut, pelatihan-pelatihan tentang
Anak Berkebutuhan Khusus sangat perlu dilakukan secara merata bagi guru kelas
disekolah-sekolah umum, khususnya sekolah inklusif yang didalamnya terdapat anak-
anak berkebutuhan khusus. Menurut Djamarah Syaiful Bahri, Setiap anak didik
memiliki perbedaan dan karakteristik masing-masing. Atas dasar itulah secara
idealnya seorang guru memberikan perlakuan yang berbeda pula terhadap anak didik
sesuai kebutuhan masing-masing. Hal ini juga berarti bahwa seorang guru seharusnya
mampu memahami karakteristik kelasnya agar pembelajaran dapat efektif dan efisien
sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan perbedaan individual anak.
Kesiapan seseorang untuk menjadi guru ditentukan oleh kemampuan dalam
menguasai bidangnya, minat, bakat, serta keselarasan dengan tujuan yang ingin
dicapai dan sikap terhadap bidang profesinya. Untuk memastikan kesiapan guru kelas
dalam menangani Anak Berkebutuhan Khusus, guru kelas diharuskan memiliki
kompetensi memadai yang dapat diperoleh melalui pembinaan. Pembinaan disini
lebih mengarah pada pembinaan profesi berupa penyetaraan, sertifikasi, pelatihan
ataupun penataran.  

17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.  Tenaga kependidikan merupakan salah satu unsur penting dalam
pendidikan inklusif dan hal-halyang harus diperhatikan dalam ketenaga
pendidikan adalah

a) Setiap satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif


menyediakan tenaga guru dan non guru yang memungkinkan dapat
memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
semua peserta didik.
b) Guru dan tenaga kependidikan lain pada satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusif, wajib mendapatkan sosialisasi dan/
atau pelatihan khusus tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif.
c) Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif yang
memungkinkan, menyediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK) Guru
Pendambing, yang berfungsi sebagai pendukung dan pendamping guru
reguler dalam memberikan pelayanan khusus kepada peserta didik
sesuai dengan kebutuhan khususnya.
d) GPK atau Guru Pendamping dapat diperoleh dari Guru SLB terdekat
dan/ atau dari masyarakat berdasarkan pertimbangan kompetensi dan
kualifikasi pendidikan, serta kemampuan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
e) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan dukungan terhadap
tersedianya SDM khusus bagi sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif.

18
B. SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan diatas dan kesimpulan, Kamii memberikan
saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi guru, perlu memantapkan konsep pembelajaran terpadu jika diharapkan
adanya perpaduan materi pelajaran. Maka perlu diadakan pelatihan pembelajaran
terpadu agar berkurang hambatan guru dalam menyiasati kurikulum yang padat.
Bentuk instrumen nontes dalam evaluasi pembelajaran perlu ditambahkan agar
keefektifan pembelajaran dapat terukur lebih jelas.
2. Bagi Sekolah, perlu menyediakan media, sarana dan prasarana penunjang
pembelajaran agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif.
3. Bagi orang tua, perlu melakukan timbal balik positif kepada pihak Sekolah dan
guru tentang pembelajaran dan hasil belajar anak sehingga terjadi peningkatan
keefektifan pembelajaran terpadu di Sekolah
Menyadari hal tersebut Kami masih jauh dari kata sempurna maka masih
banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya
pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan pembuatan makalah
kedepannya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Amalia.W.2019. Praktek Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar. Cirebon: Mentari Jaya


Ananda R dan Abdillah Pembelajaran Terpadu, (Medan: LPPP1: 2018)
Depdikbud. (1997). Pembelajaran Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.

Guntur Setiawan. 2004. Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan. Bandung: Remaja


Rosdakarya Offset

Harsono, Implementasi Kebijakan dan Politik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002), 67.

Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman Volume 8, Nomor 2, Agustus 2018

Jurnal JRPP, Volume 3 Nomor 2, Desember 2020| 225

M.Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2007), 174.

Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, (Yogyakarta: Insan Media,


2002)70

Teori, Penelitian, dan Pengembangan . Volume: 3 Nomor: 12 Bulan Desember Tahun


2018 Halaman: 1572—1582

Tersedia di https://edel.staff.unja.ac.id/blog/artikel/Pengertian-Pembelajaran.html. Pada 25


Maret 2021

Tersedia di https://ruangguruku.com/pengertian-dan-tujuan-pembelajaran/ Pada 25 Maret


2021

Tim pengembang PGSD. 1996. Pembelajaran Terpadu D-II dan S-2 Pendidikan Dasar.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.

Tisno dan Ida,dkk. 2008. Pembelajaran Terpadu di SD. Jakarta: Universitas Terbuka

20
Tirtoni. F.2018. Pembelajaran Terpadu di SD. Siduarjo: Umsida Press
https://www.kompasiana.com/dianamustafidahunisnujepara/5eeb9076d541df42fe771fd2/pers
iapan-guru-kelas-mengelola-abk-dalam-pendidikan-inklusif

21

Anda mungkin juga menyukai