Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN SEKOLAH INKLUSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu : Sumianto, M.Pd

Kelompok 4 :

Ilhami Cahaya Putri : 1986206029

Aulia Mardatillah : 1986206136

Suci Nazifah : 1986206092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG
2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya


kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah, dan teman-teman seperjuangan yang telah
membimbing kami dalam menyusun makalah ini.

Bangkinang , April 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................. 1
C. Tujuan Makalah ............................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendidikan Inklusif........................................................... 3
B. Manajemen Pendidikan Sekolah Inklusif......................... 5
C. Aplikasi Manajemen Pendidikan Inklusif Dalam
Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus.................. 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................ 17
B. Saran................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Setiap anak berhak memperoleh pendidikan, tanpa melihat ras, suku, agama,
maupun keterbatasan yang dimilikinya. Sekolah sebagai wadah tempat anak
belajar harus mampu menjadi tempat “ternyaman” bagi anak untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya. Namun, nyatanya masih ada anak-
anak berkebutuhan khusus yang mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Oleh
karena itu, sekolah inklusif hadir sebagai konsep yang ditawarkan untuk
menjawab masalah tersebut, dimana anak-anak berkebutuhan khusus belajar
bersama-sama dengan teman-temannya yang normal.

Sekolah inklusif dapat berjalan dengan baik, ketika memiliki manajemen


sekolah yang baik. Kepala sekolah sebagai manajerial hendaknya berupaya untuk
mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif
dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara
optimal.

Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber
daya manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum yang
sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa, kemampuan dan
commitment (tanggung jawab terhadap tugas) tenaga kependidikan yang handal,
sarana-prasarana yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar,
dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi
masyarakat yang tinggi. Bila salah satu hal di atas tidak sesuai dengan yang
diharapkan dan/atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan
efisiensi pengelolaan sekolah menjadi kurang optimal.

Manajemen sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada Kepala


Sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan,

4
mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen
pendidikan suatu sekolah, yang meliputi input siswa, kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana-prasarana, dana dan lingkungan.

B.     Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa masalah, yaitu:

1.      Apakah pengertian pendidikan inklusif?

2.      Bagaimana manajemen sekolah penyelenggara pendidikan inklusif?

3. Apa saja ruang lingkup pelaksanaan manajemen di sekolah inklusif?

C.     Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain:

1.      Untuk mengetahui dan menjelaskan pengertian dari pendidikan inklusif.

2.      Untuk mendeskripsikan manajemen sekolah penyelenggara pendidikan


inklusif.

3. Untuk mengidentifikasi ruang lingkup manajemen sekolah penyelenggara


pendidikan inklusif.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Inklusif
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Ini merupakan amanah
UUD 1945 Pasal 31 ayat 1. Peraturan ini mengindikasikan bahwa setiap warga
negara Indonesia termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki hak yang
sama untuk belajar dan mengakses pendidikan. Anak-anak berkebutuhan khusus
dapat belajar bersama siswa lainnya pada sekolah inklusif yang berbeda dengan
Sekolah Luar Biasa (SLB).
Penerapan sekolah inklusif tertera dalam Permendiknas Republik Indonesia
No. 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi siswa yang memiliki kelainan
dan memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa. Pasal 3 ayat 1
menjelaskan bahwa “Setiap siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, dan sosial atau meiliki kecerdasan dan/ atau bakat istimewa berhak
mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya.”
Stubbs mengungkapkan bahwa pendidikan inklusif merupakan strategi
untuk mewujudkan pendidikan universal guna menciptakan sekolah yang
responsif terhadap beragam kebutuhan aktual anak (Ni’matuzahroh & Nurhamida,
2016:43). Lebih lanjut Ni’matuzahroh & Nurhamida menjelaskan bahwa
pendidikian inklusif sendiri merupakan pendidikan yang menyertakan semua anak
secara bersama-sama dalam suatu iklim dan proses pembelajaran dengan layanan
pendidikan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan siswa tanpa membeda-
bedakan anak yang berasal dari latar suku, kondisi sosial, kemampuan eonomi,
politik, keluarga, bahasa, geografis tempat tinggal, jenis kelamin, agama, dan
perbedaan kondisi fisik atau mental.

6
B. Manajemen Sekolah Pendidikan Inklusif
Menurut Qomariyah dkk (2017:53) manajemen merupakan proses
pencapaian tujuan melalui pendayagunaan sumber daya manusia dan material
secara efisien. Weihrich & Koontz (2005:4) menyatakan management is the
process of designing and maintaining an environment in which individuals,
working together in groups, efficiently accomplish selected aims. Pendapat ini
menyatakan bahwa manajemen merupakan proses merancang dan memelihara
lingkungan individu-individu yang bekerja sama dalam kelompok secara efisien
untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Dapa dkk (Witasoka, 2016:168) manajemen pendidikan inklusif
adalah proses keseluruhan kegiatan bersama dalam bidang pendidikan inklusif
yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan, dan evaluasi dengan
menggunakan dan memanfaatkan fasilitas yang tersedia baik personil, materil,
maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Manajemen sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada pihak sekolah
untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan,
mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen pendidikan sekolah yang
bersangkutan.Komponen-komponen tersebut meliputi:
1.      Input siswa (kesiswaan),
2.      Kurikulum,
3.      Tenaga kependidikan,
4.      Sarana-prasarana,
5.      Dana,
6.      Lingkungan (hubungan sekolah dengan masyarakat)

Komponen-komponen tersebut merupakan sub-sistem dalam sistem


pendidikan (sistem pembelajaran). Bila terdapat perubahan pada salah satu sub-
sistem (komponen), maka menuntut perubahan/penyesuaian komponen
lainnya.Dalam hal ini, bila dalam suatu kelas terdapat perubahan pada input siswa,
yakni tidak hanya menampung anak normal tetapi juga anak luar biasa, maka
menuntut penyesuaian (modifikasi) pengelolaan kesiswaan, kurikulum (program

7
pengajaran), tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dana, lingkungan, serta
kegiatan belajar-mengajar. Berikut dijabarkan manajemen untuk setiap komponen
tersebut:

1. Manajemen Kesiswaan

Penerimaan siswa baru pada sekolah inklusi hendaknya memberi


kesempatan dan peluang kepada anak luar biasa untuk dapat diterima dan
mengikuti pendidikan di sekolah inklusi terdekat. Untuk tahap awal, agar
memudahkan pengelolaan kelas, seyogyanya setiap kelas inklusi dibatasi tidak
lebih dari 2 (dua) jenis anak luar biasa, dan jumlah keduanya tidak lebih dari 5
(lima) anak. Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan
kesiswaan agar kegiatan belajar-mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib,
dan teratur, serta mencapai tujuan yang diinginkan.

Secara umum terdapat aktivitas manajemen peserta didik. Menurut Tim


Dosen AP UPI (Witasoka, 2016:180) manajemen ini meliputi analisis kebutuhan
peserta didik,rekrutmen peserta didik, seleksi peserta didik, orientasi peserta didik,
penempatan peserta didik (pembagian kelas), pembinaan dan pengembangan
peserta didik, pencatatan dan pelaporan, kelulusan dan alumni (Tim Dosen
Administrasi Pendidikan UPI, 2010, pp. 206–214).

Pada tahapan pertama, sekolah inklusif melakukan analisis kebutuhan


peserta didik. Artinya sekolah memiliki target untuk menetapkan jumlah atau
batasan peserta didik yang akan di terima di sekolah tersebut.Tahapan kedua,
sekolah melakukan kegiatan rekrutmen dengan melibatkan tenaga GPK dalam
menarik peminat siswa berkebutuhan khusus. Sekolah bisa melakukan publikasi
melalui informasi masyarakat sekitar yang menyatakan bahwa sekolah merupakan
sekolah inklusif yang menerima siswa berkebutuhan khusus.

Untuk kegiatan orientasi, sekolah melibatkan GPK untuk memberikan


pembinaan orientasi bagi peserta. Hal ini dilakukan agar peserta didik dapat
mengenali lingkungan sekolah dengan ada atau tidaknya GPK di sekolah. Sekolah

8
menempatkan peserta didiknya yang berkebutuhan khusus bersamaan dengan
peserta didik lainnya dalam satu kelas reguler sesuai tingkatannya.

Tahapan berikutnya ialah pembinaan dan pengembangan diri peserta didik,


terutama siswa berkebutuhan khusus sehingga mereka memiliki kesempatan yang
sama untuk mendapatkan pembinaan dan pengembangan diri, baik melalui
kegiatan kurikuler maupun kegiatan ekstrakurikuler.

2.      Manajemen Kurikulum

Pada dasarnya perencanaan dan pelaksanaan kurikulum pada sekolah


inklusif hanya melakukan penyesuaian komponen pembelajaran terhadap
kebutuhan siswa yang berkebutuhan khusus. Menurut Mudjito dkk (Witasoka,
2016:170), secara operasional model kurikulum yang digunakan dalam
manajemen kurikulum yang berbaisis inklusif ada tiga jenis, yaitu:

1. Kurikulum Umum (Reguler)


Kurikulum ini diperuntukan untuk siswa biasa dan anak berkebutuhan khusus
yang dapat mengikuti kurikulum umum. Artinya, kurikulum ini
mengikutsertakan siswa berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum
reguler sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama.
2. Kurikulum Modifikasi
Kurikulum ini merupakan perpaduan antara kurikulum umum dengan
kurikulum PPI, untuk anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat mengikuti
kurikulum umum secara penuh. Pada kurikulum ini guru memodifikasi
strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan
lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.
3. Kurikulum yang Diindividualisasikan
Kurikulum ini diperuntukan untuk anak berkebutuhan khusus yang sama
sekali tidak dapat mengikuti kurikulum umum.Model kurikulum Program
Pembelajaran Individual (PPI) merupakan kurikulum yang dipersiapkan guru
program PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan

9
guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga
ahli lain yang terkait.

Penentuan model kurikulum sebaiknya memang disesuaikan


dengankebutuhan dan karakteristik siswa berkebutuhan khusus.Untuk mengetahui
kebutuhan dan karakteristik siswa berkebutuhan khusus tersebut, maka sekolah
inklusif memang seharusnya telah mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus
tersebut.

3.      Manajemen Tenaga Kependidikan

Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar,


melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan
teknis dalam bidang pendidikan.Tenaga kependidikan di sekolah meliputi Tenaga
Pendidik (Guru), Pengelola Satuan Pendidikan, Pustakawan, Laboran, dan Teknisi
sumber belajar.

Guru yang terlibat di sekolah inklusi yaitu Guru Kelas, Guru Mata
Pelajaran, dan Guru Pembimbing Khusus (GPK). Menurut Witasoka
(2016:174)untuk sekolah inklusif, pengelolaan sumber daya manusia berfokus
pada keberadaan GPK, karena sekolah inklusif harus merekrut GPK sebagai salah
satu tenaga pendidik yang bertugas membantu tenaga pendidik lainnya untuk
menyelenggarakan pendidikan inklusif.

Menurut Kustawan (Witasoka, 2016:174) tugas GPK antara lain, menyusun


program pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran; melaksanakan
program pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran; memonitor dan
mengevaluasi program pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran;
memberikan bantuan profesional dalam penerimaan identifikasi, asassmen,
prevensi, intervensi, kompensatoris, dan layanan advokasi; memberikan bantuan
profesional dalam melakukan pengembangan kurikulum, program pendidikan
individual, pembelajaran, penilaian, mediadan sumber belajar, serta sarana dan
prasarana yang aksesibel; menyusun laporan program pembimbingan bagi guru
kelas dan guru mata pelajaran; melaporkan hasil pembimbingan bagi guru kelas

10
dan guru mata pelajaran kepada kepala sekolah, dinas pendidikan
kabupaten/kota/provinsi dan pihak terkait lainnya; menindaklanjuti hasil
pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran.

Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi: (1) Inventarisasi


pegawai; (2) Pengusulan formasi pegawai; (3) Pengusulan pengangkatan,
kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi; (4) Mengatur usaha
kesejahteraan; (5) Mengatur pembagian tugas.

4.      Manajemen Sarana-Prasarana

Pengadaan sarana dan prasarana khusus bagi siswa berkebutuhan khusus


sangat menunjang keberhasilan siswa berkebutuhan khusus berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran dan adaptasi lingkungan. Agar pengadaan sarana dan
prasarana sesuai dengan kebutuhan siswaberkebutuhan khusus dan akses bagi
semua peserta didik, maka seharusnya sekolah merancang perencanaan dan
menganalisis kebutuhan. Tahapan ini dimaksudkan agar fasilitas yang tersedia
dapat bermanfaat dan dapat digunakan oleh setiap siswa berkebutuhan khusus
sesuai dengan kebutuhan dan karakternya. Setelah mengetahui jenis
kebutuhannya, maka sekolah inklusif dapat menentukan peralatan atau
perlengkapan yang dibutuhkan oleh siswa berkebutuhan khusus. (Witasoka,
2016:184)

Manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan,


mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan
mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar dapat
memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar-mengajar.

Selain komponen sekolah seperti tanah, gedung, kantor, gedung sekolah,


laboratorium, dan sebagainya, diperlukan pula alat-alat spesifik seperti ruang
berbagai macam alat peraga bagi anak autis, serta alat-alat bantu pembelajaran
yang semuanya diharapkan dapat menunjang untuk anak dapat belajar secara
efektif dan maksimal.

11
5.      Manajemen Keuangan/Dana

Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang


menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponen-
komponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah
memerlukan biaya.

Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu dialokasikan dana


khusus, yang antara lain untuk keperluan: (1) Kegiatan identifikasi input siswa,
(2) Modifikasi kurikulum, (3) Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat, (4)
Pengadaan sarana-prasarana, (5) Pemberdayaan peranserta masyarakat, dan (6)
Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.

Pada tahap perintisan sekolah inklusi, diperlukan dana bantuan sebagai


stimulasi, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun untuk
penyelenggaraan program selanjutnya, diusahakan agar sekolah bersama-sama
orang tua siswa dan masyarakat (Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah), serta
pemerintah daerah dapat menanggulanginya. Dalam sekolah inklusi juga ditunjuk
satu orang bendahara yang ditugaskan untuk mengelola dana inklusi.

6.      Manajemen Lingkungan (Hubungan Sekolah dengan Masyarakat)

Sekolah sebagai suatu sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem
sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Semakin tinggi tingkat partisipasi
masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, akan semakin maju pula sumber
daya manusia pada daerah tersebut. Sebaliknya, semakin rendah tingkat partisipasi
masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, akan semakin mundur pula
sumber daya manusia pada daerah tersebut.

Oleh karena itu, masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam


pembangunan pendidikan di daerah. Masyarakat hendaknya ditumbuhkan “rasa
ikut memiliki” sekolah di daerah sekitarnya. Termasuk dalam hal ini sekolah-
sekolah inklusi.

12
Untuk menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi
memajukan sekolah inklusi, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan cara
memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang
telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan
sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentangsekolah yang
bersangkutan.

C. Aplikasi Manajemen Pendidikan Inklusif Dalam Pendidikan Bagi Anak


Berkebutuhan Khusus

Manajemen pendidikan inklusif dalam pendidikan luar biasa merupakan


suatu proses keseluruhan kegiatan secara bersama dalam bidang pendidikan yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan, dan pengawasan dengan
mendayagunakan sumber-sumber yang ada, baik sumber daya manusia maupun
sumber daya lainnya berupa material demi tercapainya tujuan pendidikan secara
efektif dan efisien.

Berikut ini langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam merencanakan


pendidikan inklusif, sebgai berikut:

1.      Identifikasi Kebutuhan Anak

Seluruh anggota tim perlu memahami secara tepat apa yang menjadi kebutuhan
anak. Orang tua diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas dan jujur
mengenai keberadaan anak mereka. Informasi yang tepat akan sangat membantu
terhadap ketepatan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.

2.      Identifikasi Sumber-Sumber Pendukung

Setelah kebutuhan anak telah teridentifikasi kemudian tim membuat daftar semua
hal yang bisa mendukung berhasilnya pelayanan sesuai dengan kebutuhan anak.

3.      Memilih Kelas untuk Anak

Setelah diidentifikasi secara tepat kebutuhan anak dan sarana pendukung yang
ada,tim kemudian dapat menentukan kelas yang sesuai untuk anak berkebutuhan
khusus.

13
4.      Menyiapkan Program Pembelajaran

Materi yang diberkan nantinya harus sesuai dengan kebutuhan anak dan sarana
yang ada.

5.      Membuat Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan sehari-hari meliputi: tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,


tempat pembelajaran, dan sumber-sumber yang dibutuhkan.

6.      Pelatihan Bagi Guru

Setiap guru perlu diberikan pelatihan menyangkut cara menangani anak


berkebutuhan khusus dan cara menciptakan kelas yang kondusif.

Jadi melalui manajemen pendidikan inklusif, anak akan merasa percaya diri,
bangga terhadap diri sendiri serta mampu beradaptasi dengan lingkungan
masyarakat umum. Bagi guru, dapat meningkatkan kemampuan mengajar dengan
berbagai model sesuai kebutuhan masing-masing anak. Bagi orang tua, merasa
bangga karena anaknya memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi. Dan bagi
masyarakat, merasa dihargai karena dilibatkan dalam proses Pendidikan Inklusif.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manajemen sekolah inklusif merupakan salah satu bagian integral dari


penyelenggaraan pendidikan inklusif, karena para siswa sekolah inklusif terdiri
atas anak-anak normal dan anak anak berkebutuhan khusus, sehingga agar anak-
anak berkebutuhan khusus tersebut tidak sampai terabaikan, maka diperlukan
manajemen sekolah inklusif yang sebaik-baiknya untuk merencanakan,
mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan
mengevaluasi komponen-komponen pendidikan suatu sekolah, yang meliputi
input siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dana dan
lingkungan.

B. Saran

Agar dapat tercipta sekolah inklusif yang efektif dan efisien penulis
menyarankan supaya tiap-tiap sekolah yang menyelenggarakan pendidikan
inklusif harus benar-benar mengetahui dan memahami tentang manajemen
sekolah inklusif agar dapat merencanakan, mengorganisasikan, mengelola, dan
mengawasi pendidikan inklusif disekolah tersebut sehingga tujuan pendidikan
dapat tercapai dengan baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ni’matuzahroh & Nurhamidah, Yuni. 2016.Individu Berkebutuhan Khusus dan


Pendidikan Inklusif.Malang: UMM Press

Tim Penyusun Kemenag. 2017. Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di


Madrasah. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kemenag

Witasoka, Dyah.2016.Manajemen SMA Muhamadiyah di Kota Yogyakarta


Pendidikan Inklusif. Yogyakarta:jurnal

Depdiknas. 2007. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.


Pengadaan dan Pembinaan TenagaPendidik. Jakarta : Depdiknas,
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang RI Nomor 70, Tahun 2009, tentang


pendidikan inklusif bagi siswa yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/ atau bakat istimewa.

16

Anda mungkin juga menyukai