Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ADMINISTRASI SEKOLAH DALAM SISTEM


ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Administrasi Pendidikan
Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

Neng Yuna Ayuningtias


Nida Nurul Hidayati
Sinta Pebriani 1.2021.1.0083

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


INSTITUT MADANI NUSANTARA
Jl. Lio Balandongan Sirnagalih (Begeg) No. 74 Kel. Cikondang Kec. Citamiang
Telp / Fax. (0266) 225464 Kota Sukabumi
Email : info@imn.ac.id
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan ke hadirat Ilahi Robbi bahwasannya atas rahmat
serta hidayah-Nya maka kami kelompok 6 bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul “Administrasi Sekolah dalam Sistem Administrasi Pendidikan” ini
dengan lancar. Tak lupa sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah
limpahkan kepada suri tauladan kita, sang pelopor pendidikan yang berhasil
membawa ummat manusia dari zaman kegelapan (jahiliyah) menuju zaman terang
benderang oleh ilmu pengetahuan, yakni habibana wa syafi’ina Muhammad
SAW. tak lupa juga kepada keluarganya, para sahabatnya serta para pengikutnya.
Selain itu, kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pengampu yang senantiasa memberikan bimbingannya. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang turut serta membantu pembuatan makalah
ini. Mulai dari rekan-rekan yang memberi berbagai literatur dan referensi serta
berbagi ilmu tentang pembuatan makalah.

Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai tugas terstruktur


yang harus kami penuhi pada mata kuliah Administrasi Pendidikan. Semoga
makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami yang menyusunnya serta bagi para
pembaca semuanya, walaupun tentunya masih memiliki banyak sekali
kekurangan.

Sukabumi, 01 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Administrasi Sekolah dalam Sistem Administrasi Pendidikan.................3
B. Manajemen Berbasis Sekolah...................................................................3
C. Administrasi Sekolah dalam Lingkungan Fisik dan Sosio Emosional......6
1. Tipe Kepemimpinan Guru di Kelas.....................................................12
2. Penciptaan Kondisi Sosio-Emosional di Kelas....................................13
3. Iklim Kelas yang Demokratis..............................................................16
BAB III..................................................................................................................19
PENUTUP..............................................................................................................19
A. Kesimpulan..............................................................................................19
B. Saran........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan dianggap sebagai sarana penting untuk meningkatkan kualitas


hidup manusia. Melalui pendidikan, seseorang dapat mengembangkan
kecerdasan, keterampilan, serta sikap positif yang memungkinkannya
berinteraksi secara baik dalam masyarakat. Pendidikan juga dianggap sebagai
investasi dengan manfaat jangka panjang, baik secara sosial maupun pribadi,
yang berkontribusi pada kemajuan bangsa dan mengangkat derajat individu.
Selain itu, pendidikan terus mempertajam kemampuan manusia dalam
menyelesaikan berbagai tantangan sehari-hari, menciptakan kepribadian
mandiri, bertanggung jawab, dan memupuk pemahaman, toleransi, serta
apresiasi terhadap sesama.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan


masalah, yaitu:
1. Bagaimana manajemen berbasis sekolah?
2. Bagaimana administrasi sekolah dalam lingkungan fisik dan sosio
emosional?
3. Bagaimana tipe kepemimpinan guru di kelas?
4. Bagaimana penciptaan kondisi sosio emosional di kelas?
5. Bagaimana iklim kelas yang demokratis?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dikemukakan tujuan


penulisan makalah ini, yaitu:

1. Mengetahui manajemen berbasis sekolah.

1
2. Mengetahui administrasi sekolah dalam lingkungan fisik dan sosio
emosional.
3. Mengetahui tipe kepemimpinan guru di kelas.
4. Mengetahui penciptaan kondisi sosio emosional di kelas.
5. Mengetahui iklim kelas yang demokratis.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Administrasi Sekolah dalam Sistem Administrasi Pendidikan

Administrasi sekolah dalam sistem administrasi pendidikan merujuk pada


serangkaian kegiatan dan proses yang dilakukan untuk mengelola dan
mengoordinasikan berbagai aspek operasional sebuah sekolah. Ini mencakup
perencanaan, organisasi, pengarahkan, pengawasan, dan evaluasi berbagai
kegiatan di sekolah.

Dalam konteks administrasi pendidikan, administrasi sekolah bertujuan


untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Tugas-tugas administrasi sekolah melibatkan manajemen sumber daya
manusia, sarana fisik, anggaran, kurikulum, dan proses pembelajaran. Hal ini
juga melibatkan interaksi dengan peserta didik, tenaga pendidik, orang tua,
dan pihak-pihak terkait lainnya.

Selain aspek manajerial, administrasi sekolah juga mencakup peran


sebagai penghubung antara sekolah dan pihak-pihak eksternal seperti
pemerintah, komunitas, dan lembaga-lembaga terkait. Tujuannya adalah untuk
menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif, mendukung
perkembangan peserta didik, dan memastikan terlaksananya misi dan visi
pendidikan.

B. Manajemen Berbasis Sekolah

Reformasi sekolah, atau school reform, merujuk pada ide perubahan


menuju peningkatan mutu dengan fokus pada manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah. Menurut Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2002),
sekolah dianggap sebagai suatu masyarakat kecil yang berperan sebagai
wadah pengembangan siswa, bukan sebagai sebuah birokrasi yang terbebani
oleh tugas administratif. Kegiatan di sekolah dianggap sebagai proses
pelayanan jasa, bukan sebagai proses produksi barang. Siswa dianggap

3
sebagai pelanggan yang datang untuk menerima layanan. Sekolah bukan
hanya tempat untuk menerima layanan, melainkan sebagai entitas yang tidak
menggunakan siswa sebagai bahan mentah yang akan diproses menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi.

Kepala sekolah, guru, konselor, dan staf kependidikan lainnya dianggap


sebagai profesional yang berinovasi untuk kemajuan sekolah, bukan sebagai
birokrat yang hanya patuh pada petunjuk atasan. Konsep sekolah efektif
merujuk pada sekolah yang mandiri, inovatif, dan menciptakan iklim yang
mendukung pengembangan sikap kritis, kreativitas, dan motivasi.

Sekolah yang efektif memiliki akuntabilitas yang kuat terhadap siswa dan
komunitasnya melalui pemberian layanan berkualitas, bukan hanya mematuhi
petunjuk pemerintah. Partisipasi aktif orang tua siswa dan masyarakat
dihargai, karena sekolah dianggap dapat memenuhi kebutuhan mereka,
menghargai ide-ide mereka, dan responsif terhadap aspirasi mereka.
Reformasi pendidikan bertujuan menciptakan sekolah yang efektif dalam
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.

Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Amerika Serikat menjadi


strategi yang efektif untuk mencapai manajemen sekolah yang efektif dan
efisien. Masyarakat pada awalnya mempertanyakan relevansi pendidikan
dengan kebutuhan mereka, sehingga muncul kebutuhan untuk reformasi
manajemen sekolah guna memenuhi tuntutan global di bidang ekonomi.

Reformasi sekolah di Indonesia diarahkan pada membangun sistem


pendidikan yang memberikan kemampuan dasar bagi siswa, sebagai respons
terhadap kondisi pendidikan yang dianggap terpuruk. Direktorat Pendidikan
Menengah Umum (2002:8) telah mengumumkan oleh Menteri Pendidikan
Nasional pada tanggal 2 Mei 2002 bahwa pada tahun tersebut dimulainya
gerakan peningkatan mutu pendidikan. Gerakan ini tidak dapat dihindari harus
dimulai dengan mereformasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah sebagai
lembaga yang memberikan layanan pendidikan untuk memenuhi harapan

4
pendidikan yang bermutu. Reformasi sekolah memiliki makna yang sangat
luas, tidak hanya terbatas pada pengelolaan sekolah, tetapi mencakup
reformasi atau penataan kembali semua institusi yang berhubungan langsung
maupun tidak langsung dengan sekolah.

Penataan sekolah melalui konsep MBS, yang diartikan sebagai


implementasi dari reformasi pendidikan, ditujukan untuk merancang kembali
dan memodifikasi struktur pemerintahan ke arah pemberdayaan sekolah.
Fokus pemberdayaan ini bertujuan untuk meningkatkan otonomi dan
profesionalisme sekolah dalam bidang pendidikan, yang pada akhirnya akan
berdampak pada kualitas pendidikan. Konsep MBS perlu dipahami dengan
baik oleh semua pihak yang terlibat (stakeholders) dalam penyelenggaraan
pendidikan, terutama sekolah, karena implementasinya tidak hanya membawa
perubahan kewenangan dalam kegiatan akademik di sekolah, tetapi juga
membawa perubahan mendasar dalam kebijakan dan orientasi partisipasi
orang tua siswa dan masyarakat.

Model MBS ini adalah ide di mana kekuasaan pengambilan keputusan


terkait pendidikan ditempatkan pada tingkat yang paling dekat dengan proses
belajar mengajar, yaitu di sekolah itu sendiri. Konsep ini didasarkan pada
"self-determination theory" yang menyatakan bahwa jika individu atau
kelompok memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri, mereka
akan memiliki tanggung jawab besar untuk melaksanakan apa yang telah
diputuskan. Dalam pelaksanaan MBS, sekolah memiliki tanggung jawab
untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan memanfaatkan potensi sekolah
secara optimal. Strategi pelaksanaannya didasarkan pada prinsip-prinsip
manajemen dan perencanaan strategis, sehingga setiap sekolah dapat bersaing
dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan.

Sekolah perlu memiliki wewenang untuk mengambil keputusan, terutama


berkaitan dengan:

1. pengelolaan kurikulum, sesuai dengan konsep MBS yang menyeluruh.

5
2. Pengambilan keputusan terkait dengan perekrutan dan manajemen guru
serta pegawai administrasi.
3. Pengambilan keputusan terkait dengan manajemen keseluruhan sekolah.

Dalam implementasi MBS, terdapat empat faktor kunci yang perlu dicatat,
yaitu:

1. Kekuasaan,
2. Pengetahuan dan keterampilan,
3. Sistem informasi, dan
4. Sistem penghargaan.

Pemberian wewenang untuk mengambil keputusan ini menunjukkan


bahwa sekolah, pada semua tingkat dan jenis, membutuhkan otonomi
profesional untuk memperluas ruang pemberdayaan dalam sistem administrasi
pendidikan. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa penerapan model MBS
pada dasarnya adalah memberikan otonomi yang lebih luas kepada sekolah,
dengan tujuan akhir meningkatkan kualitas hasil pendidikan melalui
peningkatan kinerja dan partisipasi semua pihak terkait. Sekolah, di semua
tingkat dan jenis pendidikan, serta pemerintah daerah khususnya
kabupaten/kota, diharapkan dapat mengambil peluang dari otonomi sekolah
ini dengan melakukan reformasi awal untuk mewujudkan otonomi tersebut.
Dengan sifat otonominya, diharapkan sekolah tidak lagi menjadi institusi
mekanik, birokratik, dan kaku, melainkan menjadi institusi yang organik,
demokratik, kreatif, dan inovatif untuk melakukan pembaharuan diri (self
reform). Untuk mencapai hal ini, peran aktif legislatif, komisi pendidikan,
eksekutif, asosiasi pendidikan, orang tua siswa, dan masyarakat sangat
membantu, dengan asumsi bahwa semua pihak memiliki pandangan yang
sejajar tentang pentingnya kualitas pendidikan yang kompetitif di wilayahnya.
C. Administrasi Sekolah dalam Lingkungan Fisik dan Sosio Emosional

Secara umum, dalam suatu masyarakat, sekolah dianggap sebagai


masyarakat mini yang tercermin melalui karakteristik para penghuninya,

6
termasuk pengelola sekolah. Menurut Direktorat Pendidikan Menengah
Umum (2002:10), masyarakat sekolah dapat dibagi menjadi tiga tingkatan
utama berdasarkan fungsinya. Pertama, tingkatan kelas (regulator)
mencerminkan karakter pembelajaran di kelas yang dipengaruhi oleh aturan
dan regulasi guru, termasuk suasana psikologis yang nyaman dan
pembelajaran yang menarik. Kedua, tingkatan mediator (profesi) mencakup
karakter profesional pengelola sekolah, seperti kepala sekolah, guru, konselor,
dan tenaga teknis/administratif. Ini melibatkan kepemimpinan, dedikasi,
motivasi, kompetensi, kreativitas, dan kolaborasi individu pengelola sekolah.
Ketiga, tingkatan sekolah (manajemen) mencerminkan karakter kolektif warga
sekolah dan iklim sekolah secara keseluruhan. Pengaruh kepemimpinan dan
manajerial dari berbagai strata pemimpin dan manajer di sekolah sangat
memengaruhi tingkatan ini, termasuk budaya sekolah, kejelasan visi dan misi,
serta caring dan sharing. Proses pendidikan di sekolah merupakan hasil
interaksi ketiga tingkatan tersebut, dengan karakteristik kepala sekolah dan
guru sebagai penggerak utama yang menentukan arah dan kualitas kehidupan
sekolah.

Dikarenakan peran krusial kepala sekolah dan guru, reformasi dini dalam
sekolah untuk menyambut inisiatif Mis perlu dimulai dengan mengalami
perubahan dalam karakter para pengelolanya. Oleh karena itu, reformasi diri
yang esensial bagi sekolah melibatkan perbaikan dalam proses pendidikan
yang dimulai dengan transformasi psikologis, budaya, dan sosial para
pengelolanya. Dalam konteks ini, gambar tersebut menjelaskan bahwa pada
tingkat kelas (regulator), pembelajaran yang efektif ditandai oleh
pemberdayaan siswa secara aktif, bukan hanya sekadar mengingat atau
mengulang, melainkan menekankan internalisasi konsep sehingga menjadi
bagian dari nurani siswa dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran yang efektif juga mempromosikan sikap demokratis dan


fokus pada bagaimana siswa belajar (learning to learn). Hal ini memberikan
kecakapan hidup kepada siswa sebagai bekal untuk hidup mandiri di

7
masyarakat. Pada tingkat mediator (profesi), kepala sekolah memiliki peran
kunci dalam menggerakkan roda kehidupan sekolah dengan
mengkoordinasikan sumber daya pendidikan. Kepemimpinan kepala sekolah
menjadi faktor utama yang memotivasi sekolah untuk mencapai visi, misi,
tujuan, dan sasaran melalui program-program terencana.

Sementara itu, pada tingkat sekolah (manajemen), penerapan MBS secara


bertahap memberikan otonomi kepada sekolah untuk merencanakan,
mengorganisir, melaksanakan, dan mengontrol program peningkatan mutu,
tanpa harus bergantung pada petunjuk birokrasi pendidikan. Reformasi diri di
tingkat sekolah harus dimulai dengan sikap positif dan komitmen kuat dari
seluruh warga sekolah untuk memanfaatkan otonomi yang diberikan, yang
perlu didukung oleh peraturan dan undang-undang yang memfasilitasi sistem
otonomi sekolah. Tanpa regulasi yang mendukung, budaya birokratik dan
intimidasi terhadap sekolah dapat tetap berlanjut.

Kepala sekolah yang sebelumnya bersifat otoriter mengalami transformasi


menjadi kepala sekolah yang bersifat kolaboratif, menciptakan iklim sekolah
yang demokratis untuk mengakomodasi aspirasi seluruh warga sekolah. Guru
yang sebelumnya mengajar berdasarkan petunjuk atasan mengalami
perubahan menjadi guru yang berpikir mandiri, mengembangkan kreativitas,
dan melakukan inovasi, mendorong jiwa inquiry pada murid-muridnya. Tipe
ideal sekolah menggambarkan ciri profesional dengan penekanan pada
kemampuan adaptasi terhadap kompleksitas dan memberikan kepuasan kerja
bagi anggotanya. Sekolah yang berorientasi profesional berubah dari orientasi
birokratik menjadi orientasi profesional, karena dianggap bahwa sekolah yang
berfokus pada produksi dalam model birokratik tidak dapat menghasilkan
pendidikan berkualitas tinggi.

Oleh karena itu, tujuan dan fungsi keseluruhan sekolah, termasuk bentuk
dan strukturnya, berorientasi pada profesionalisme, bukan hanya kegiatan
teknis yang bersifat rutin. Fungsi ini mampu mengakomodasi karakteristik

8
unik teknologi pembelajaran dan teknologi organisasi pendidikan di sekolah
maupun di kelas. Teknologi ini berkaitan dengan metode dan karakteristik sub
sistem pengajaran di kelas oleh guru dan profesional kependidikan yang
menjadikan sekolah sebagai institusi yang melaksanakan aktivitas profesional,
memberikan jasa pelayanan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan peserta
didik.

Pengelolaan kelas menjadi kunci keberhasilan guru dalam melaksanakan


kegiatan pembelajaran. Tidak hanya memerlukan kemampuan menguasai
materi pelajaran dan strategi mengajar, tetapi juga kemampuan menciptakan
suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Kondisi kelas yang optimal
memungkinkan kegiatan belajar mengajar berjalan sesuai perencanaan dan
mencapai tujuan yang diinginkan. Guru perlu secara sengaja merencanakan
dan mengusahakan kondisi belajar yang optimal, mencegah kondisi
merugikan, dan mengembalikan ke kondisi yang diharapkan jika terjadi
gangguan. Usaha ini dikenal sebagai manajemen kelas, yang melibatkan
pengaturan kondisi pendukung belajar, baik terkait siswa sebagai peserta didik
maupun fasilitas yang melibatkan ventilasi udara, penerangan, kebersihan
ruang kelas, tempat duduk, papan tulis, ruang kelas, halaman sekolah, hingga
program belajar mengajar dan pelayanan belajar. Keseluruhan pengaturan
kondisi pendukung belajar yang optimal diharapkan dapat menciptakan proses
belajar yang efektif.

Dengan penguasaan keterampilan-keterampilan tersebut, guru dapat


mengelola pembelajaran secara efektif, karena tanpa dukungan keterampilan
dan profesionalisme tersebut, guru akan kesulitan menciptakan kondisi yang
mendukung proses belajar mengajar yang efektif. Untuk menciptakan kondisi
yang diinginkan, seorang guru perlu memiliki keterampilan pedagogik yang
penting, serta memahami faktor-faktor yang dapat mendukung terciptanya
kondisi pembelajaran yang menguntungkan. Guru juga perlu dapat
mengantisipasi masalah yang mungkin timbul dan merusak iklim belajar
mengajar, serta mampu mengatasinya dengan berbagai pendekatan dan

9
strategi dalam pengelolaan kelas, dengan mengetahui kapan dan untuk
masalah apa pendekatan tersebut digunakan.

Kegiatan pengelolaan kelas bukanlah kegiatan sederhana atau rutin yang


dapat dilakukan secara sembarangan, melainkan suatu kegiatan profesional
pelayanan belajar yang terencana dan harus ditangani dengan sungguh-
sungguh. Pengaruhnya terhadap keefektifan pembelajaran sangat besar, namun
di lapangan masih terlihat bahwa kegiatan ini belum ditangani dengan serius,
lebih bersifat rutin. Guru seringkali hadir hanya untuk memenuhi jam
pelajaran, tanpa memberikan perhatian lebih setelah jam pelajaran selesai.
Seharusnya, tugas guru di kelas lebih difokuskan pada kegiatan pengajaran,
seperti perencanaan pembelajaran, penyampaian materi, evaluasi tugas siswa,
dan lainnya. Guru juga perlu memahami bidang-bidang terkait mengajar,
seperti metodologi mengajar, evaluasi kemajuan belajar, dan penguasaan
materi pelajaran, karena penguasaan pengelolaan kelas saling melengkapi
untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan baik.

Kemampuan guru dalam menciptakan dan memelihara situasi serta kondisi


kelas yang kondusif dalam pembelajaran memungkinkan proses belajar
mengajar berlangsung secara efektif. Efektivitas pengelolaan kelas yang
dilakukan oleh guru mencakup aspek lingkungan fisik, seperti ruang kelas dan
peralatan administratif, serta aspek sosio-emosional siswa yang berpartisipasi
dalam kegiatan belajar di kelas.

Isu utama dalam manajemen sekolah berkaitan dengan pengaturan kondisi


fisik atau lingkungan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar (PBM),
termasuk ruang belajar, kebersihan ruang kelas, penataan tempat duduk,
ventilasi, pencahayaan, dan penyimpanan barang-barang serta alat
pembelajaran. Ruang belajar yang optimal di sekolah memungkinkan siswa
bergerak dengan leluasa tanpa merasa berdesakan atau saling mengganggu
selama kegiatan belajar. Ruang kelas yang dihiasi dengan gambar menarik,

10
kata mutiara, dan lukisan yang memiliki nilai pendidikan dapat menjadi faktor
penyembuh bagi siswa yang kurang disiplin.

Para guru merancang dan mengatur penempatan tempat duduk,


memungkinkan interaksi antara guru dan siswa selama pembelajaran sehingga
guru dapat mengontrol perilaku siswa. Pengaturan tempat duduk yang baik
dengan jumlah siswa yang ideal (antara 20-30 orang per kelas) dapat
memengaruhi kelancaran proses belajar mengajar. Guru memiliki kebebasan
dalam mengatur tempat duduk, menggunakan pola berbaris belajar atau, jika
metode pengajaran adalah diskusi, menggunakan penataan tempat duduk
dalam kelompok, lingkaran, setengah lingkaran, atau pola lain yang sesuai
dengan kebutuhan.

Semua ini dapat diimplementasikan dengan mudah jika keseimbangan


antara jumlah siswa dan fasilitas kelas terpenuhi. Guru juga memberikan
perhatian terhadap pengaturan cahaya dan ventilasi, dengan memastikan
bahwa kelas dilengkapi dengan jendela dan ventilasi sesuai standar kesehatan.
Hal ini memastikan masuknya udara dan cahaya yang memadai, menciptakan
kelas yang sehat dan nyaman untuk belajar. Pemeliharaan dan penggunaan alat
dan fasilitas lainnya, seperti buku pelajaran, alat peraga pendidikan, gambar
edukatif, lemari penyimpanan hasil pekerjaan siswa, dan perlengkapan belajar,
perlu diatur dengan rapi dan tertib untuk memudahkan akses dan tidak
menghambat gerak siswa saat belajar.

Pengelolaan kelas bukan hanya kegiatan sederhana atau rutin, melainkan


layanan belajar profesional yang terencana. Pengelolaan kelas berdampak
besar pada keefektifan pembelajaran, namun di lapangan masih terlihat
pengelolaan kelas yang bersifat rutin, di mana guru hadir hanya untuk
memenuhi jam pelajaran tanpa memberikan perhatian lebih setelahnya. Guru
seharusnya lebih fokus pada kegiatan pengajaran, seperti perencanaan
pembelajaran, penyampaian materi, dan evaluasi tugas siswa. Pengaturan
sarana dan prasarana pendidikan, termasuk perawatan dan pemeliharaan,

11
seharusnya dilakukan dengan kesadaran bersama antara guru dan siswa untuk
menjaga fasilitas sekolah dengan baik. Aspek penting lainnya dalam
manajemen kelas adalah pengembangan sosio-emosional yang dilakukan oleh
guru, mencakup tipe kepemimpinan, sikap terhadap siswa yang tidak disiplin,
pembinaan hubungan yang baik dengan siswa, dan pendekatan sosio-
emosional dalam mengelola kelas. Dengan demikian, pengelolaan kelas
melibatkan pengaturan suasana pembelajaran, kondisikan siswa untuk belajar,
dan mengendalikan suasana yang menyenangkan guna mencapai tujuan
pembelajaran.

1. Tipe Kepemimpinan Guru di Kelas

Aspek-aspek tersebut dipengaruhi oleh dinamika kegiatan belajar


mengajar di kelas, di mana guru memegang peran sentral sebagai
pemimpin. Tipe kepemimpinan seseorang, khususnya guru, akan
mencitrakan atmosfer dalam organisasi atau kelas yang dipimpinnya.
Menurut Raka Joni (1985), kepemimpinan yang cenderung otoriter dari
seorang guru dapat menciptakan sikap submisif atau apatis pada siswa,
namun di sisi lain, dapat menumbuhkan sikap agresif.

Para guru di sekolah disarankan menggunakan tipe kepemimpinan


yang demokratis ketika melaksanakan tugasnya di kelas. Ini tercermin
dalam perilaku guru yang bersahabat, saling mempercayai, dan berusaha
menyelesaikan kesulitan belajar secara bersama-sama. Dalam mengatasi
masalah kepemimpinan, melibatkan siswa secara aktif, menghargai
pendapat mereka, dan memperlakukan siswa sebagai individu yang
bertanggung jawab dan berharga. Guru yang menggunakan metode diskusi
dalam proses belajar mengajar menunjukkan adanya perubahan peran
guru, yang tidak hanya sebagai pihak yang memberi informasi, tetapi juga
sebagai fasilitator dan pembimbing dalam interaksi kelas.

Pelaksanaan ini lebih fokus pada interaksi antara guru dan siswa,
memberi mereka kesempatan untuk berbicara terbuka mengenai

12
pengalaman dan perasaan mereka. Meskipun para guru umumnya
menerapkan kepemimpinan demokratis, kadang-kadang diperlukan
pendekatan otoriter jika siswa sulit diajak musyawarah atau menunjukkan
apatis. Oleh karena itu, penggunaan tipe kepemimpinan bervariasi sesuai
dengan kebutuhan, memastikan bahwa tindakan guru mampu memotivasi
dan memberikan semangat kepada siswa dalam menjalani kegiatan belajar.

2. Penciptaan Kondisi Sosio-Emosional di Kelas

Kelas sebagai arena pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Materi (PBM)


menghadirkan beragam perilaku siswa, baik yang bersifat positif maupun
negatif. Perilaku positif siswa di kelas mencakup aspek seperti menghargai
pendapat orang lain, memberikan tanggapan psikologis yang positif, serta
memberikan perhatian kepada guru yang sedang mengajar. Tindakan
positif ini diperhatikan dan diperkuat dengan memberikan respons yang
mendukung, seperti memberikan perhatian lebih. Dengan respons ini,
diharapkan frekuensi perilaku positif tersebut meningkat setiap kali
kegiatan belajar berlangsung.

Di sisi lain, perilaku negatif siswa juga teramati melalui observasi,


seperti melanggar peraturan, mengganggu kelas, berbicara tanpa perlu,
atau bahkan merendahkan teman sekelas. Ketika guru menemui perilaku
negatif ini, mereka segera berupaya menghentikannya dengan pendekatan
yang manusiawi. Hal ini diperlukan karena perilaku negatif dapat
menghambat proses Pembelajaran Berbasis Materi (PBM) dan menjadi
hambatan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Guru menunjukkan
respons yang tanggap, kesabaran, dan tetap menjalin hubungan
persahabatan dengan siswa dalam menghadapi perilaku negatif tersebut.

Secara umum, guru memiliki keyakinan bahwa perilaku siswa yang


kurang baik dapat diperbaiki. Mereka menerima dengan lapang dada jika
siswa melanggar aturan, menyadari kesalahan mereka, dan berusaha
bertindak adil. Guru berupaya menciptakan kondisi yang membuat siswa

13
menyadari kesalahan mereka, memberikan dorongan untuk memperbaiki
perilaku, dan di sinilah kredibilitas guru dan kemampuan profesional
sebagai pendidik diuji.

Guru-guru dalam menjalankan manajemen kelas berupaya


menciptakan kondisi sosio-emosional yang mendukung, serta aktif dalam
membangun hubungan "rapport" dengan siswa selama proses
Pembelajaran Berbasis Materi (PBM). Mereka memberikan peluang
kepada setiap siswa untuk terlibat dalam segala kegiatan di kelas PBM
sesuai dengan kemampuan masing-masing, sehingga terjalin suasana
saling menghargai dan menghormati antara guru dan siswa. Dengan
hubungan yang baik ini, suasana kelas terlihat hangat dan dinamis,
memberikan siswa kenyamanan untuk mengemukakan pendapat atau
bertanya dengan etika.

Dalam mengelola tingkah laku yang diinginkan, guru menggunakan


berbagai pendekatan. Ketika membina tingkah laku positif, mereka
menerapkan pendekatan perubahan tingkah laku dengan memberikan
penguatan positif. Sementara itu, untuk mengatasi atau menghentikan
tingkah laku yang tidak diinginkan, guru menggunakan peringatan, dan
jika perlu, menerapkan sanksi sesuai aturan pendidikan. Tujuannya adalah
agar siswa tidak mengulangi perilaku yang melanggar peraturan.

Peringatan dan sanksi yang diterapkan oleh guru difokuskan terutama


pada menghentikan tingkah laku siswa yang menyimpang, dengan tujuan
efek pembelajaran (efek jera) yang bersifat mendidik, bukan sanksi fisik.
Guru menggunakan berbagai bentuk peringatan, seperti teguran, sindiran,
atau peringatan langsung kepada siswa yang berperilaku menyimpang,
dengan harapan siswa segera menghentikan perilaku tersebut. Dalam
memberikan penguatan positif dan sanksi kepada siswa, guru
melakukannya secara konsisten, yaitu setiap kali terjadi tingkah laku yang
dimaksud, baik yang positif maupun yang negatif menyimpang.

14
Guru dengan cepat memberikan penguatan positif, seperti memberikan
pujian kepada siswa yang berperilaku baik, dan segera memberikan
hukuman, seperti teguran atau peringatan bahkan ancaman, kepada siswa
yang berperilaku menyimpang. Dalam menangani tingkah laku siswa yang
menyimpang (dimensi kuratif), para guru mengikuti serangkaian tahapan,
termasuk identifikasi masalah dan analisis penyebab terjadinya masalah.

Dalam konteks tersebut, guru mengembangkan dan memilih opsi


solusi alternatif, melaksanakan alternatif yang telah dipilih, dan
mengevaluasi umpan balik dari hasil pelaksanaan alternatif tersebut.
Dalam menjalankan manajemen kelas, guru juga berupaya menciptakan
suasana hangat dan gembira, membangun hubungan interpersonal
harmonis antara guru dan siswa, serta membina relasi positif antar siswa.
Guru terbuka terhadap pendapat dan saran, dan dalam menjalankan tugas
mengajar, memberikan kesempatan kepada setiap murid sesuai dengan
kemampuannya dalam berbagai kegiatan di kelas. Dengan demikian,
selain menggunakan pendekatan tingkah laku, guru juga menerapkan
pendekatan sosio-emosional dalam pengembangan kelas.

Pembelajaran di sekolah tidak hanya bersifat individual, melainkan


dapat melibatkan pembentukan kelompok belajar. Guru mengembangkan
kegiatan yang melibatkan semua siswa atau mendorong kerja sama, seperti
tugas kelompok dan diskusi. Pendekatan ini dianggap efektif oleh guru
karena berpendapat bahwa pembelajaran dalam kelompok dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, guru senantiasa
memperhatikan dan mengembangkan kelompok-kelompok belajar dengan
memberikan bimbingan dan arahan.

Guru di sekolah ini menerapkan berbagai pendekatan, seperti


pendekatan perubahan tingkah laku, pendekatan sosio-emosional, dan
pendekatan proses kelompok, sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang
ingin dicapai. Melalui sistem pengelolaan kelas yang diterapkan, guru

15
berhasil menciptakan situasi yang mendukung proses belajar mengajar,
menciptakan lingkungan yang tenang, nyaman, dan aman. Dengan kondisi
ini, siswa dapat belajar lebih efektif, dan guru dapat melaksanakan tugas
mengajar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

3. Iklim Kelas yang Demokratis

Iklim dalam kelas dapat diartikan sebagai karakteristik yang abadi,


membedakan satu kelas dari yang lain, serta memengaruhi perilaku guru
dan siswa. Selain itu, iklim kelas mencakup perasaan yang dirasakan oleh
guru dan siswa terhadap suasana belajar di dalamnya. Pentingnya
menciptakan iklim belajar yang nyaman dan menyenangkan di kelas
terletak pada kemampuan guru untuk bekerja secara optimal dan
mendorong siswa untuk memiliki motivasi berprestasi dalam kegiatan
belajar-mengajar.

Model kepemimpinan kelas yang dikembangkan oleh guru dapat


mengarah pada pembelajaran yang lebih dinamis dan cenderung
demokratis. Pendekatan demokratis terlihat dari usaha guru dalam
membangun rasa saling percaya, menghargai siswa, serta memberikan
kesempatan untuk partisipasi siswa sesuai dengan kemampuannya,
menciptakan suasana yang harmonis. Penting bagi guru untuk
mengembangkan suasana kelas yang demokratis, sesuai dengan pandangan
Rudolf Dreikurs yang menekankan perlunya suasana demokratis agar
siswa belajar tanggung jawab, diperlakukan dengan rasa hormat dan saling
percaya.

Suasana yang aman dan dihargai seperti ini memungkinkan siswa


untuk merespon psikologis dengan lebih positif, meningkatkan efektivitas
dan kualitas proses belajar-mengajar. Meskipun tipe kepemimpinan guru
yang demokratis dapat membawa suasana kelas yang kondusif, tipe
kepemimpinan otoriter tidak selalu menjadi pilihan yang buruk, terutama

16
dalam menghadapi kondisi kelas yang sulit dikendalikan secara
demokratis.

Penting juga untuk mendiskusikan upaya pembinaan hubungan baik


atau "rapport" dengan siswa dalam pengelolaan kelas. Membangun
suasana seperti ini memungkinkan siswa merasa senang, bersemangat
dalam belajar, sesuai dengan pandangan Ginot yang menekankan
pentingnya kemampuan guru dalam berkomunikasi secara efektif dengan
siswa.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Carl Rogers, yang menyoroti


kepentingan guru bersikap tulus di depan siswa, menerima dan
menghargai mereka sebagai individu, serta memahami perspektif siswa
atau memiliki empati. Oleh karena itu, pembinaan "rapport" atau
hubungan baik dengan murid dianggap sebagai aspek penting yang perlu
dilakukan oleh guru untuk menciptakan kondisi belajar yang kondusif.

Dalam mengelola kelas, guru cenderung menggunakan tiga


pendekatan: pengubahan tingkah laku, proses kelompok, dan sosio-
emosional. Mengingat kompleksitas masalah yang muncul dalam kelas,
sulit bagi guru untuk hanya mengandalkan satu pendekatan. Penggunaan
pendekatan-pendekatan tersebut disesuaikan dengan tujuan dan masalah
yang muncul dalam pengelolaan kelas. Pengembangan program kelas akan
terjadi ketika guru mampu secara optimal memanfaatkan potensi kelas
melalui kegiatan belajar siswa, proses pembelajaran, dan keberadaan guru
yang kompeten. Ini mencerminkan dinamika kelas dan merupakan
manajemen kelas yang dapat diartikan sebagai kemampuan guru untuk
memberdayakan potensi kelas.

Pendekatan pengubahan tingkah laku dipilih untuk memperkuat


tingkah laku positif siswa dan mengatasi tingkah laku negatif, sementara
pendekatan penciptaan iklim sosio-emosional digunakan untuk
meningkatkan hubungan antarindividu guru-siswa dan siswa-siswa.

17
Pendekatan proses kelompok diterapkan jika guru ingin kelompoknya
terlibat dalam kegiatan produktif.

Kegiatan pengelolaan kelas oleh guru diarahkan pada tindakan


preventif dan kuratif, melibatkan pencegahan sebelum munculnya masalah
pengelolaan kelas. Pencegahan ini melibatkan penyediaan kondisi fisik,
seperti pengaturan tempat duduk dan ruangan sesuai dengan jumlah siswa,
serta kondisi sosio-emosional, seperti pembinaan hubungan yang baik
dengan siswa, pengembangan kepemimpinan demokratis, dan
pengembangan sikap sabar dalam menghadapi siswa yang menyimpang.

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa sekolah sebagai organisasi


kerja terdiri dari berbagai kelas, baik dalam bentuk tingkatan maupun
paralel pada kelas yang memiliki tingkat yang sama. Setiap kelas dianggap
sebagai unit kerja mandiri dan menjadi sub-sistem yang merupakan bagian
integral dari sekolah sebagai sistem keseluruhan. Menurut Nawawi
(1982:115), keseluruhan sistem sekolah sangat bergantung pada
penyelenggaraan dan pengelolaan kelas, baik di dalam lingkungan masing-
masing sebagai unit kerja mandiri maupun dalam hubungan kerja antara
satu kelas dengan kelas lainnya. Kelas, sebagai unit kerja yang berdiri
sendiri, memiliki dinamika sosialnya sendiri dan membentuk iklim
demokrasi yang unik, menjadikannya sebagai unit kerja yang bersifat
otonom.

18
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Administrasi sekolah dalam sistem administrasi pendidikan mencakup


sejumlah aspek penting. Ini termasuk perencanaan dan pengelolaan
kegiatan sehari-hari di sekolah, pengaturan sumber daya manusia,
pengawasan, serta evaluasi kinerja. Administrasi pendidikan bertujuan
untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, memfasilitasi
pengembangan kurikulum, dan memastikan kepatuhan terhadap kebijakan
pendidikan. Sistem administrasi pendidikan juga mencakup manajemen
anggaran, alokasi sumber daya, dan interaksi dengan berbagai pemangku
kepentingan, seperti guru, siswa, orang tua, dan masyarakat. Dengan
pendekatan yang baik dalam administrasi sekolah, sistem pendidikan dapat
berjalan lebih efisien dan efektif dalam mencapai tujuan pendidikan.

B. Saran

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan demi
kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya. Selain itu, diperlukan kajian
lebih lanjut lagi baik yang bersumber dari buku maupun jurnal ilmiah.

19
DAFTAR PUSTAKA
Kosasi dan Soetjipto. 1994. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.

Purwanto, DRS. M. Ngalim, MP.2012. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.


Bandung: Rodsa Karya. Cet 12, Tahun 2012. Hlm 106-112.

Tambajong, Dahlia. 2012. Administrasi personal sekolah.


http://www.scribd.com/doc/106457691/administrasi-personil-sekolah.
Diakses pada tanggal 20 Oktober 2014pukul01:00 WIB.

Yippe, Yuliantika. 2012. Administrasi personal sekolah.


http://yuliantika93.blogspot.co.id/2012/10/administrasipersonelsekolah.ht
ml. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2014 pukul 20.55 WIB.

20

Anda mungkin juga menyukai