Anda di halaman 1dari 15

Makalah Pendidikan Inklusif

TENTANG
APLIKASI TEORI PEMBELAJARAN

DOSEN : MAULIDAH HASNAH ANAS, M.Pd.I

DISUSUN OLEH :

SILVIA ZAHRA
ULYAS MIFTAHUN NAJA AMRI

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-HIKMAH
MEDAN SUMATERA UTARA
TA. 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Pendidikan Inklusif ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan
sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan
informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Medan, November 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................1
C. Tujuan.........................................................................................2
i
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................2
A. Jenis Kurikulum Pendidikan Inklusif.........................................2
B. Teori Pembelajaran Terhadap Anak Inklusif.............................6
C. Aplikasi Teori Pembelajaran Terhadap Anak Inklusif...............8
BAB III PENUTUP........................................................................................11
A. Kesimpulan..................................................................................11
B. Saran............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, guru di sekolah
reguler perlu dibekali berbagai pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus.
Di antaranya mengetahui siapa dan bagimana anak berkebutuhan khusus serta
karakteris tiknya. Dengan pengetahuan tersebut diharapkan guru mampu
melakukan identifikasi peserta didik di sekolah, maupun di masyarakat sekitar
sekolah. Identifikasi anak berkebutuhan khusus diperlukan agar keberadaan
mereka dapat diketahui sedini mungkin. Selanjutnya, program pelayanan yang
sesuai dengan kebutuhan mereka dapat diberikan. Pelayanan tersebut dapat berupa
penanganan medis, terapi, dan pelayanan pendidikan dengan tujuan mengembang
kan potensi mereka.
Dalam rangka mengidentifikasi (menemukan) anak berkebutuhan khusus,
di perlukan pengetahuan tentang berbagai jenis dan tingkat kelainan anak, di
antara nya adalah kelainan fisik, mental, intelektual, sosial dan emosi. Selain jenis
kelainan tersebut terdapat anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa atau sering disebut sebagai anak yang memiliki kecerdasan dan bakat
luar biasa. Masing-masing memiliki ciri dan tanda-tanda khusus atau karakteristik
yang dapat digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi anak dengan kebutuhan
pendidikan khusus.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis Kurikulum Pendidikan Inklusif ?
2. Bagaimaan teori Pembelajaran Terhadap Anak Inklusif ?
3. Bagaimana Aplikasi Teori Pembelajaran Terhadap Anak Inklusif ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui jenis Kurikulum Pendidikan Inklusif
2. Untuk mengetahui teori Pembelajaran Terhadap Anak Inklusif
3. Untuk mengetahui aplikasi Teori Pembelajaran Terhadap Anak Inklusif

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jenis Kurikulum Pendidikan Inklusif


Pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang memungkinkan
anak berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama dengan anak reguler di
sekolah reguler. Tujuan pendidikan inklusi adalah untuk menyertakan anak
berkebutuhan khusus dengan anak reguler tanpa perbedaan. Takdir Mohammad
Ilahi mengungkapkan bahwa pendidikan inklusi adalah suatu sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberi kesempatan pada seluruh peserta
didik yang memiliki kelainan dan mempunyai potensi kecerdasan atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan secara bersama- sama dengan peserta didik lainnya.1 Sedangkan Ilahi
(2013: 27) menekankan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan
pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus
dilayani di sekolah-sekolah terdekat, direguler bersama-sama dengan teman
seusianya.2
Dari pengertian tersebut, pendidikan inklusi adalah sekolah yang
mengadopsi pendidikan untuk semua anak bisa belajar dilingkungan yang smaa
tanpa adanya diskrimisatif untuk mewujudkan kesempatan dan saling menghargai
keanekaragaman yang bertujuan untuk mewujudkan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada peserta didik yang berkebutuhan khusus memperoleh pendidikan
yang bermutu untuk mengembangkan bakat dan minatnya sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi.
Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif
pada dasarnya menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum.
Namun demikian karena ragam hambatan yang dialami peserta didik
berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang
sampai yang berat, maka dalam implementasinya, kurikulum reguler perlu
dilakukan modifikasi (penyelarasan) sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
1
Takdir, Ilahi Mohammad. Pendidikan Inklusif. (Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia, 2013), h.44
2
Ibid, h. 45

2
Modifikasi (penyelarasan) kurikulum dilakukan oleh tim pengembang
kurikulum di sekolah. Tim pengembang kurikulum sekolah terdiri dari: kepala
sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus, konselor,
psikolog, dan ahli lain yang terkait.
Dasar Pengembangan Kurikulum untuk melakukan modifikasi dan
pengembangan kurikulum dalam program inklusif harus mengacu kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun perundang-undangan yang
menjadi landasan dalam pengembangan dan implementasi kurikulum dalam
program inklusif, antara lain sebagai berikut :3
1. UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya :
a) Pasal 5 ayat (1) : setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu.
b) Pasal 5 ayat (2) : warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
c) Pasal 5 ayat (3) : warganegara di daerah terpencil atau terbelakang, serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan
khusus.
d) Pasal 5 ayat (4) : warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
e) Pasal 6 ayat (1) setiap warganegara yang berusia tujuh sampai dengan lima
belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
f) Pasal 12 ayat (1.b) : setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan
berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat,
dan kemampuannya.
g) Pasal 36 ayat (1) : pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu
pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
h) Pasal 36 ayat (2) : kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, serta peserta didik.

3
Dirjen Pendidikan Dasar Direktorat pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan khusus
Pendidikan Dasar, 2012.

3
i) Penjelasan Pasal 15 : Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan
pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusiff atau
berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
2. Peraturan Pemerintah No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
khususnya:
a) Pasal 1 ayat (13) : Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
b) Pasal 1 ayat (15) : Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan.
c) Pasal 17 ayat (1) : Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTS/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK/ atau bentuk lain
yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan
peserta didik.
d) Pasal 17 ayat (2) : sekolah dan komite sekolah atau madrasah dan komite
madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan
silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi
lulusan, dibawah supervisi Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab
di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan Departemen
yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs,
MA, dan MAK.
3. Peraturan Mendiknas No. 22/2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
4. Peraturan Mendiknas No. 23/2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
5. Peraturan Mendiknas No. 24/2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang Pelaksanaan
Peraturan Mendiknas No. 22/2006 dan No. 23/2006.

4
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) perlu memerlukan pelayanan
pendidikan secara khusus. Hal ini dikarenakan mengingat mereka memiliki
hambatan internal antara lain fisik, kognitif dan sosial emosional. Pendidikan bagi
anak tersebut dapat di lakukan baik dalam system segregatif di sekolah luar biasa
(SLB) maupun system inklusif pada sekolah umum atau regular yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif.4
Kategori ABK disini adalah peserta didik yang mengalami hambatan
visual impairments, hearing impairment, mental retardation, physical and health
disabilities, communication disorders, slow learner, learning disabilities, gifted
and talented, ADHD, autis dan multiply handicapped.
Pendidikan inklusif memiliki ciri-ciri antara lain:
1. ABK belajar bersama-sama dengan anak rata-rata lainnya
2. Setiap anak memperoleh layanan pendidikan yang layak, menantang dan
bermutu
3. Setiap anak memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhannya
4. Sistem pendidikan menyesuaikan dengan kondisi anak.
Pendidikan inklusif memiliki keuntungan antara lain:
1. Dapat memenuhi hak pendidikan bagi semua orang (education for all);
2. Mendukung proses wajib belajar;
3. Pembelajaran emosi-sosial bagi ABK;
4. Pembelajaran emosi-sosial-spiritual bagi anak rerata lainnya;
5. Pendidikan ABK lebih efisien.
Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi ABK dapat
dikelompokan menjadi empat, yakni:
a.  Duplikasi Kurikulum
Yakni ABK menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya sama
dengan siswa rata-rata atau regular. Model kurikulum ini cocok untuk peserta
didik tunanetra, tunarungu wicara, tunadaksa, dan tunalaras. Alasannya peserta
didik tersebut tidak mengalami hambatan intelegensi. Namun demikian perlu

4
Setiawan, Atang dkk. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. (Bandung:Tim UPI Press,
2006), h. 101

5
memodifikasi proses, yakni peserta didik tunanetra menggunkan huruf Braille,
dan tunarungu wicara menggunakan bahasa isyarat dalam penyampaiannya.
b. Modifikasi Kurikulum
Yakni kurikulum siswa rata-rata atau regular disesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan atau potensi ABK. Modifikasi kurikulum ke bawah
diberikan kepada peserta didik tunagrahita dan modifikasi kurikulum ke atas
(eskalasi) untuk peserta didik gifted and talented.
c.  Substitusi Kurikulum
Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata ditiadakan dan diganti
dengan yang kurang lebih setara. Model kurikulum ini untuk ABK dengan melihat
situasi dan kondisinya.
d.  Omisi Kurikulum
Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu
ditiadakan total, karena tidak memungkinkan bagi ABK untuk dapat berfikir
setara dengan anak rata-rata.

B. Teori Pembelajaran Terhadap Anak Inklusif


Sebelum merancang pembelajaran, seorang guru harus menguasai
sejumlah teori atau filsafat tentang belajar, termasuk beberapa pendekatan dalam
pembelajaran. Teori belajar tersebut sebagian sudah dikenal dalam pelaksanaan
sebelum  Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, dan Kurikulum 2004. Sebagian
bahkan sudah dikenal dalam mata kuliah tentang pendidikan dan pengajaran.
Penguasaan teori itu dimaksudkan agar guru mampu mempertanggungjawabkan
secara ilmiah perilaku mengajarnya di depan kelas.5
Berikut beberapa teori atau pendekatan yang diharapkan dapat mengingatkan kita
dan dapat diterapkan untuk pembelajaran di Pendidikan Khusus.
a. Behaviorisme.
Teori ini di dalam linguistik diikuti antara lain oleh L.Bloomfield dan
B.F.Skinner. Dalam hal belajar, termasuk belajar bahasa, teori ini lebih
mementingkan faktor eksternal ketimbang faktor internal dari individu, sehingga
terkesan siswa hanya pasif saja menunggu stimulus dari luar (guru). Belajar apa
5
Budiyanto, Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal, (Jakarta: Depdiknas,
2005), h. 23

6
saja  dan oleh siapa saja (manusia atau binatang) sama saja, yakni melalui
mekanisme stimulus – respons. Guru memberikan stimulus, siswa merespons,
seperti tampak pada latihan tubian (drill) dalam pelajaran bahasa Inggris.
Pelajaran yang mementingkan kaidah tatabahasa, struktur bahasa (fonem, morfem,
kata, frasa, kalimat) dan bentuk-bentuk kebahasaan merupakan penerapan
behaviorisme, karena behaviorisme lebih mementingkan bentuk dan struktur
bahasa ketimbang makna dan maksud. Seorang guru Pendidikan Khusus dituntut
memiliki kemampuan memberikan skala tingkat intensitas stimulus  disesuaikan
karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus sebagai peserta didiknya.
Manifiestasinya adalah pembelajaran indifidual sebagai sentralnya.
b. Gestalt.
Berbeda dengan behaviorisme yang bersifat fragmentaris (mementingkan
bagian demi bagian, sedikit demi sedikit), teori belajar ini melihat pentingnya
belajar secara keseluruhan. Jika Anda mempelajari sebuah buku, bacalah dari
awal sampai akhir dulu, baru kemudian bab demi bab. Dalam linguistik dan
pengajaran bahasa, aliran ini melihat bahasa sebagai keseluruhan utuh, melihat
bahasa secara holistik, bukan bagian demi bagian. Belajar bahasa tidak dilakukan
setapak demi setapak,dari fonem, lalu morfem dan kata, frasa, klausa sampai
dengan kalimat dan wacana. Bahasa adalah sesuatu yang mempunyai staruktur
dan sistem, dalam arti bahasa terdiri atas bagian-bagian yang saling
berpengaruhdan saling bergantung.6
Pandangan Gestalt ini dapat diterapkan pada anak tunanetra, misalnya
dalam pelajaran Biologi (IPA) dalam menanamkan konsep yang diluar jangkauan
rentang perabaan usahakan berikan imajenasi secara utuh terlebih dahulu baru
bagian perbagian. Contoh: Dalam mengenalkan seekor gajah siswa  tidak harus
meraba seluruh bagian gajah  tetapi cukup sebagian saja yang merupakan cirri
khas dari gajah tersebut. Selebihnya bersifat informative. Oleh karena itu tidak
harus diterapkan secara klasikal, mengingat karakteristik Anak Berkebutuhan
Khusus tidak semuanya memiliki kemampuan untuk memahami sesauatu secara
unit/global.

6
Bahri, Psikologi Pembelajaran, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 72

7
C. Aplikasi Teori Pembelajaran Terhadap Anak Inklusif
Setiap orang mendapatkan hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan
yang layak. Seperti yang tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
Pendidikan tidak hanya untuk golongan tertentu saja, melainkan untuk semua
warga negara, termasuk warga negara yang berkebutuhan khusus. Anak
berkebutuhan khusus berhak pula mendapatkan pendidikan untuk
mengembangkan potensinya. Anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan
akses dan layanan pendidikan sesuai kebutuhannya.
Dadang (2015: 1) menyatakan bahwa “anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda
dengan anak pada umumnya”. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami
hambatan dalam belajar dan perkembangannya. Oleh karena itu, diperlukan
sebuah sistem pendidikan yang mampu menyediakan layanan pendidikan sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing anak. Pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus terus mengalami pembaharuan sehingga muncul istilah
pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi mencerminkan pendidikan untuk semua,
memberikan kesempatan bagi siswa berkebutuhan khusus untuk dapat belajar
bersama-sama dengan teman sebayanya di sekolah umum. Hal tersebut sesuai
dengan Permendiknas RI No. 70 Tahun 2009 Pasal 1 yang menyatakan bahwa:
Pendidikan inklusif merupakan penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan
peserta didik pada umumnya.
Pendidikan inklusi di selenggarakan dengan tujuan seperti yang
dikemukakan oleh Abdul dan Munawir (2009: 79) yang menyatakan bahwa tujuan
pendidikan inklusi di Indonesia adalah:
1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk
mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebuthannya.

8
2. Membantu mempercepat program penuntasan wajib belajar pendidikan dasar
9 tahun yang bermutu.
3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan
menekankan angka tinggal kelas dan putus sekolah.
4. Menciptakan system pendidikan yang menghargai keberagaman, tidak
diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
Tujuan pendidikan inklusi dapat tercapai apabila proses pembelajaran
yang dilakukan dapat berjalan optimal. Keberhasilan proses pembelajaran
disebuah lembaga pendidikan tidak terlepas dari kurikulum. Karena kurikulum
memilki kedudukan yang sentral dalam proses pendidikan karena kurikulum
menggerakkan segala bentuk aktifitas pendidikan guna mencapai tujuan
pendidikan. Kurikulum memberikan rancangan pendidikan yang berfungsi
sebagai pedoman dalam proses pendidikan.
Selain kurikulum, keberhasilan suatu lembaga pendidikan juga ditentukan
oleh manajemen lembaga tersebut. Manajemen dalam arti luas adalah
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Sebuah instansi pendidikan
akan berjalan baik apabila dalam pelaksanaan kurikulumnya terdapat manajemen
yang baik.7
Pada dasarnya manajemen kurikulum pendidikan inklusi juga sama
dengan manajemen kurikulum yang terjadi pada sekolah umumnya. Manajemen
pembelajaran inklusi bagi anak berkebutuhan khusus tersebut terdiri atas proses
yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian untuk mencapai tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Dalam hal ini tujuan yang ingin dicapai dalam
manajemen pembelajaran inklusi bagi anak berkebutuhan khusus adalah
terwujudnya pemerataan penyelenggaraan sistem pembelajaran yang layak dan
berkualitas sesuai dengan kondisi, potensi dan kebutuhan individu siswa agar
terbentuknya manusia sosial yang menjadi bagian integral dalam keluarga,
masyarakat dan bangsa.

7
Busono, Mardianti, Diagnosis dalam Pendidikan, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
kebudayaan, 1988), h. 77

9
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi masih banyak permasalahan
yang muncul seperti yang di kemukakan oleh Ishartiwi (2010: 2-3) yaitu:
1. Masih adanya kesulitan menyelaraskan antara standar layanan persekolah
regular yang selama ini berjalan dan variasi kebutuhan belajar ABK;
2. Sekolah belum mampu menyediakan program yang tepat bagi ABK dengan
kondisi kecerdasan yang dibawah rata-rata (tunagrahita);
3. Belum adanya sistem evaluasi belajar;
4. Belum semua guru regular memiliki kompetensi memberikan layanan
ABKdan masih minimnya guru khusus di sekolah inklusif, meskipun bukan
suatu keharusan (indentik) antara guru khusus dan sekolah inklusif;
5. Masih adanya anggapan keberadaan ABK akan mempengaruhi ketuntasan
hasil belajar akhir tahun, akibatnya ABK dipindahkan di SLB menjelang
ABK;
6. Layanan inklusif masih belum menyatu dalam sistem dan iklim sekolah,
sehingga ada dua label siswa ABK dan siswa regular;
7. Belum semua pengambilan kebijakan termasuk bidang pendidikan memahami
tentang sistem inklusif;
8. Secara pengelolaan pelaksanaan pendidikan inklusif kurang dipersiapkan
dengan komprehensif;
9. Belum optimalnya penyediaan bahan ajar sesuai kebutuhan ABK.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami gangguan yang
signifikan baik aspek psikis, sosial, emosional, dan indrawi yang menghambat
proses pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut, sehingga membutuhkan
layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaaan mereka.
Pendidikan Inklusif muncul sebagai suatu layanan pendidika program pemerintah
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dimana penyelenggaraannya
dengan cara memadukan anak-anak yang berkelainan atau berkebutuhan khusus
bersama anak normal lainnya, menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga
yang bersangkutan.
Tujuan pendidikan inklusif yaitu agar semua anak mendapatkan hak
pendidikan dan  kedudukan yang sama tak terkecuali bagi mereka yang
berkebutuhan khusus. Sekolah reguler yang berorientasi inklusi ini merupakan
alat untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah,
mencapai pendidikan bagi semua, sehingga akan memberikan pendidikan yang
efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi karena akan
menurunkan biaya bagi seluruh sistem pendidikan.

B. Saran
Penyelenggaraan sekolah inklusif harus terus dikembangkan demi
memberikan ruang gerak, ruang belajar tertutama bagi anak-anak yang
berkebutuhan khusus agar mereka tidak dipandang sebelah mata lagi. Untuk itu
pemerintah harus memperhatikan betul, apa saja kebutuhan mereka, baik dari
sarana dan prasana maupun guru pembimbing untuk mereka. Saya berharap
sekali  pemerintah beserta para kaum pemerhati pendidikan untuk terus
memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan tanpa membedakan siswa yang
normal maupun siswa berkebutuhan khusus.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Psikologi Pembelajaran, Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014.

Dirjen Pendidikan Dasar Direktorat pembinaan Pendidikan Khusus dan


Layanan khusus Pendidikan Dasar, 2012.

Budiyanto, Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal,


Jakarta: Depdiknas, 2005.

Busono, Mardianti, Diagnosis dalam Pendidikan, Jakarta: Departemen


Pendidikan dan kebudayaan, 1988.

Hadis Abdul.2006.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik.Bandung;


Alfabeta.

Setiawan, Atang dkk.2006.Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:Tim


UPI Press.

Takdir, Ilahi Mohammad. 2013. Pendidikan Inklusif. Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia

12

Anda mungkin juga menyukai