Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Dialah yang menganugrahkan
Al-Qur’an sebagai hudan li al-nas (petunjuk bagi seluruh manusia) dan rohmatan lil
‘alamin (rahmat bagi seluruh alam). Dialah yang telah mengumpulkan Al-Qur’an dalam
dada Nabi Muhammad SAW sampai kesucian-Nya dapat sampai kepada kita hari ini
atas izin Allah SWT.
Sholawat berrangkaikan salam semoga tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW yang menjadi utusan dan manusia pilihan-Nya sebagai penyampai, pengamal,
hingga penafsir pertama Al-Qur’an. Yang membawa kitab pusaka, yang menjadi
penerang bagi seluruh umat dan merupakan penyempurna kitab-kitab samawi
sebelumnya. Atas pertolongan dan hidayah-Nyalah makalah yang membahas tentang
“Mengenal Sejarah Perjuangan Tokoh Agama Islam di Daerah Jawa” dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi orang lain, khususnya bagi penulis
sendiri. Kritik dan saran dari pembaca akan sangat perlu untuk memperbaiki
penyusunan makalah dan akan diterima dengan senang hati. Serta semoga makalah ini
tercatat sebagai amal shaleh dan menjadi motivator bagi penulis untuk menyusun
makalah yang lebih baik dan bermanfaat. Amin.

Medan, Januari 2023

Pemakalah

1
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI .............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Perjuangan Tokoh Agama islam di Tanah Jawa / Jawa Timur...........2
B. Perjuangan Tokoh Pembawa Agama Islam di Jawa Timur ................3
C. Profil Perjuangan Tokoh Pembawa Agama Islam di Jawa Timur.......6
BAB III KESIMPULAN ...........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................14

ii2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belajang
Proses penyebaran Islam di Indonesia umumnya di Jawa tidak dapat
dilepaskan dari peranan para pedagang Islam, ahli-ahli agama Islam dan raja-raja atau
penguasa yang telah memeluk Islam. Proses masuknya Islam ke Indonesia pertama
kali melalui lapisan bawah, yakni masyarakat sepanjang pesisir utara. Dalam hal ini,
pembawa Islam kepada masyarakat Nusantara adalah para saudagar-saudagar
muslim, baik yang datang dari Gujarat maupun Arab dengan cara berdagang. Dari
hubungan ini mereka saling mengenal dan terjadi hubungan yang dinamis di antara
mereka. Para saudagar muslim tidak semata-mata hanya berdagang melainkan juga
berdakwah.
Masuknya Islam ke wilayah Indonesia oleh M. C. Ricklefs dibagi menjadi dua
proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam kemudian
menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia, seperti Arab, India, dan Cina yang
telah beragama Islam bertempat tinggal secara menetap di suatu wilayah Indonesia,
melakukan perkawinan dengan penduduk asli dan mengikuti gaya hidup lokal yang
sedemikian rupa sehingga mereka sudah menjadi orang Jawa, Melayu atau suku
lainnya. Bukti penyebaran Islam masyarakat lokal Indonesia adalah berupa
prasastiprasasti Islam. Seperti, ditemukan adanya makam Fatimah Binti Maimun di
Leran Gresik Jawa Timur, bertarikh tahun 475 H (1082 M) merupakan batu nisan
muslim tertua yang masih ada dan tarikhnya terbaca jelas.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perjuangan tokoh Agama Islam di tanah Jawa / Jawa Timur ?
2. Bagaimana perjuangan tokog pembaga agama Islam di Jawa Timur ?
3. Bagaimana profil perjuangan tokoh pembawa agama Islam di Jawa Timur ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui perjuangan tokoh Agama Islam di tanah Jawa / Jawa Timur
2. Untuk mengetahui perjuangan tokoh pembaga agama Islam di Jawa Timur
3. Untuk mengetahui profil perjuangan tokoh pembawa agama Islam di Jawa Timur

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perjuangan Tokoh Agama Islam di Tanah Jawa / Jawa Timur


Masuknya Islam ke Indonesia belum dapat diketahui dengan pasti waktu dan
siapa pembawanya. Dalam bukunya L’Arabie et les Indes Neerlandaises, atau Revue de
I’Histoire des Religious, jilid I, Snouck Hurgronje, seorang ahli agama Islam
kebangsaan Belanda, mengatakan bahwa agama Islam masuk ke Nusantara pada abad
ke-13 dan dibawa oleh pedagang dari Gujarat, India. Hal ini berdasarkan bukti-bukti
yang ada, yaitu Pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab
dalam penyebaran agama Islam ke Nusantara. Kedua, hubungan dagang Indonesia-India
telah lama terjalin. Ketiga, inskripsi tertua tentang Islam terdapat di Sumatra
memberikan gambaran hubungan antara Sumatra dengan Gujarat.1
Islam di Indonesia tersebar melalui peranan para ulama, yang disebut dengan
walisongo. Kesembilan wali ini menyebarkan agama Islam dengan menggunakan
caranya masing-masing. Jawa Timur mendapat perhatian besar dari para wali dengan
ditempatkannya 5 wali. Maulana Malik Ibrahim, sebagai wali perintis, mengambil
wilayah dakwahnya di Gresik. Setelah Malik Ibrahim wafat, wilayah ini dikuasai oleh
Sunan Giri. Sunan Ampel mengambil posisi dakwahnya di Surabaya. Sunan Bonang
sedikit ke utara di Tuban. Sedangkan Sunan Drajat di Sedayu. Jawa Tengah kebagian 3
wali dalam penyebaran agama Islam. Sunan Kalijaga di Demak, Sunan Kudus di Kudus,
dan Sunan Muria di daerah pegunungan Muria. Sedangkan Jawa Barat hanya didatangi
oleh 1 wali, yaitu Sunan Gunung Jati yang memilih tempat dakwahnya di Cirebon.2
Islam diperkirakan pertama kali masuk ke Jawa Timur pada abad ke-11. Salah
satu bukti pengaruh Islam telah masuk di Jawa Timur pada abad ke-11 adalah
ditemukannya makam Islam di Gresik, yaitu makam Fatimah binti Maimun yang
menunjuk tahun 1475 H/ 1082 M. Kemudian pada sekitar abad ke-14, di Jawa telah
diperlihatkan bukti mengenai kuatnya peranan masyarakat muslim, yaitu dengan
hadirnya makam-makam kuno berangka tahun 1368 M di Troloyo, dekat pusat Kerajaan
Majapahit.

1
Ahmad Mansyur Suryanegara, Api Sejarah (Bandung: PT Grafindi Media Pertama, 2009), 99
2
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara (Jakarta: Kencana, 2007), 2.

2
Perkembangan Islam di Jawa Timur, bahkan di Pulau Jawa, selanjutnya tidak
dapat dipisahkan dari perjuangan Wali Sanga. Di Jawa Timur, para wali tinggal di
Surabaya, Gresik, dan Lamongan. Mereka menyiapkan fondasi-fondasi yang kuat untuk
membangun pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Hingga pada awal abad ke-16,
Islam telah berkembang pesat di seluruh wilayah Jawa. Kedatangan Sunan Gresik ke
Jawa Timur Mulai abad ke-15, di beberapa daerah pesisir pantai utara Jawa, termasuk di
Gresik, telah menunjukkan adanya kegiatan keagamaan yang diprakarsai oleh para wali.
Perkembangan Islam di Jawa Timur pada awal abad ke-15 Pada 1416, agama
Islam telah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Jawa. Salah satu buktinya dapat
dilihat ketika ada utusan China yang datang ke Jawa Timur pada periode tersebut.
Mereka mengabarkan bahwa di Jawa bagian timur terdapat tiga kelompok masyarakat
berbeda, di antaranya: Orang Islam yang berpakaian bersih dan hidup teratur Banyak
orang China yang telah memeluk Islam Penduduk setempat yang masih terbelakang
Dakwah Wali Sanga di Jawa Timur Selain Sunan Gresik, empat anggota Wali Sanga
lainnya juga berperan dalam perkembangan Islam di Jawa Timur. Empat wali tersebut
adalah Sunan Ampel dengan wilayah di Surabaya, Sunan Bonang di Tuban, Sunan
Drajat di Lamongan, dan Sunan Giri di Gresik. Sunan Ampel adalah putra dari Sunan
Gresik yang datang ke Jawa Timur pada 1443.
Langkah awalnya adalah dengan mendirikan pondok pesantren untuk mendidik
para dai yang ditugaskan menyebarkan agama Islam ke seluruh Jawa. Di antara para dai
didikan Sunan Ampel adalah Sunan Giri, Raden Patah, Sunan Bonang, Sunan Drajat,
dan Maulana Ishak, yang nantinya ditutus untuk mengislamkan Blambangan. Seperti
Sunan Gresik, dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Timur para wali juga
menggunakan metode pendekatan dan pembauran. Dengan begitu, mereka sedikit demi
sedikit mengenalkan agama Islam dari yang paling sederhana hingga ke akidah dan
ibadah. Sedangkan untuk kaum cendekia, para wali juga menggunakan cara dakwah
berpikir logis dan intelek.  

B. Perjuangan Tokoh Pembawa Agama Islam di Jawa Timur


Wali songo terdiri dari kata Wali dan Songo. Wali, artinya orang yang sangat
mulia dan dikasihi Allah. Sedang Songo, artinya sembilan jadi Walisongo adalah Wali
sembilan atau sembilan wali. Adapun yang dimaksud walisongo adalah sembilan orang
wali atau muballigh besar yang berjasa menyebarkan Islam di Pulau Jawa dan
sekitarnya pada sekitar abad ke 15 dan 16 M.

3
Berikut nama-nama tokoh-tokoh pembawa agama Islam di Jawa Timur.
1. Syekh Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim dikenal juga dengan sebutan Syekh Maghribi. Beliau
berasal dari Gujarat India. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa beliau berasal
dari Iran, dan apa pula yang mengatakan beliau berasal dari Arab keturunan Zainul
Abidin bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Beliau menetap di Gresik dan wafat pada
tanggal 12 Rabi’ul Awwal 882 H atau 1419 M, kemudian dimakamkan di Gresik Jawa
Timur.
2. Raden Rahmat (Sunan Ampel)
Sunan Ampel nama aslinya adalah Raden Rahmat, lahir pada tahun 1401 M di
Champa, sebuah negeri kecil yang terletak di Kamboja (Indo Cina). Ibunya berasal dari
Champa dan ayahnya dari Arab. Sunan Ampel kawin dengan Dewi Condrowati, putri
Raja Majapahit Prabu Kertabumi, yang disebut juga dengan Nyi Ageng Manila. Dari
perkawinannya ini, dianugerahi empat orang anak, ada yang mengatakan enam orang
anak, di antaranya ialah Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) dan Syarifuddin
(Sunan Drajat). Atas permintaan istri pertamanya itu Raden Rahmat kawin lagi dengan
Siti Karimah, putri Ki Ageng Supa Bungkul.
Raden Rahmat menjumpai Arya Damar, patih kerajaan Majapahit dan berhasil
mengajaknya masuk Islam. Setelah masuk Islam namanya berganti Aryadillah. Beliau
juga pendiri pondok pesantren Ampeldenta Surabaya. Dari pondok pesatren inilah lahir
kader-kader pejuang Islam yang tangguh. Makam Sunan Ampel di Ampel Surabaya.
3. Sunan Bonang
Sunan Bonang nama aslinya adalah Maulana Makdum Ibrahim, beliau lahir pada
tahun 1465 M dan, anak Sunan Ampel dari istri Dewi Condrowati (Nyi Ageng Manila),
putri Raja Majapahit Prabu Kertabumi. Jadi Sunan Bonang masih keturunan Prabu
Kertabumi, Raja majapahit. Maulana Makdum Ibrahim, belajar ilmu agama dari
ayahnya sendiri, juga belajar ke Pasai pada Syekh Awwalul Islam. Kemudian Sunan
Bonang oleh ayahnya, Sunan Ampel liperintah berdakwah di daerah Lasem, Rembang
dan Tuban. Beliau wafat pada tahun 1525 dan menurut pendapat yang kuat, makam
beliau yang asli berada di Tuban, Jawa Timur.

4
4. Sunan Giri Murid Dari Sunan Ampel
Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq dari Belambangan Jawa Timur. Beliau
dikenal juga dengan nama Raden Paku, Sultan Abdul Faqih dan Ainul Yaqin. Pada
masa mudanya beliau pernah belajar ke luar negri yaitu Mekkah, Malaka dan Iran,
sekembalinya dari merantau dari luar, beliau kembali ke Jawa dan berguru ke Sunan
Ampel. Beliau berdakwah meliputi daerah Madura, Sulawesi, Nusa Tenggara dan
Maluku. Ketika Sunan Ampel wafat, Sunan Giri diakui Raja Majapahit sebagai kepala
Masyarakat Ngampel dan Gersik. Beliau membangun pusat penyebaran Islam di sebuah
bukit, sekarang dikenal dengan Giri Kebomas Gersik Jawa Timur. Di Giri Kebomas
Gersik inilah, Sunan Giri wafat dan dimakamkan.
5. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati adalah keturunan Arab yang lahir dan dibesarkan di
Samudera Pasai, kemudian menetap di Cirebon Jawa Barat. Beliau dikenal juga dengan
nama Fatahillah, Syarif Hidayatullah dan Makdum Rahmatullah. Pada masa Raden
Trenggono memerintah di Demak, Fatahillah banyak membantu tugas dakwah dan
penyiaran agama Islam. Lalu beliau dikawinkan Raden Trenggono dengan adiknya.
Beliau berhasil mengislamkan rakyat Banten, Cirebon, Jepara, Kudus, Tuban dan
gresik. Wafat di Cirebon pada tahun 1570 M dan dimakamkan di Gunung Jati, Cirebon.
6. Sunan Kalijaga
Nama aslinya ialah Raden Mas Syahid beliau putra Ki Tumenggung Wilatikta
seorang pembesar Mojopahit di Demak. Istrinya bernama Dewi Saroh binti Maulan
Ishak dan perkawinan ini dianugerahi tiga anak, yaitu Raden Umar Said (Sunan Muria),
Dewi Rukayah dan Dewi Sufiyah.
Adalah seorang wali yang berjiwa besar, seorang pujangga dan filosuf, juga
seorang muballigh yang dakwanya mudah diterima oleh rakyat. Beliau seorang
pengarang buku-buku pewayangan yang dijiwai dengan ruh Islam, seperti Tembang
Macapat, kitab-kitab Babad dan lain sebagainya. Beliau juga seorang desainer yang
pertama kali menciptakan baju takwa, seorang seniman pencipta lagu (tembang), di
antara ciptaannya yang paling terkenal ialah Lir Ilir. Wafat dan dimakamkan di desa
Kadilangu di Demak. Selain Sunan Kalijaga Seorang Wali Yang Berjiwa Besar dan
Seorang Pujangga, Sunan Kudus Terkenal Ahli Ilmu Tauhid

5
7. Sunan Kudus
Nama aslinya ialah Ja’far Shadiq putra dari Raden Usman Haji yang bergelar
Sunan Ngudung di Jipangpanolan sebelah utara Blora. Beliau termasuk keturunan dari
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Menyiarkan agama Islam di Jawa Tengah bagian pesisir
utara dan sekitarnya, khususnya di Kudus. Beliau terkenal ahli di bidang ilmu Tauhid,
Ushul, Hadis, Mantiq dan Ilmu Fiqih, juga sebagai seorang pujangga. Di antara
ciptaanya Gending Maskumambang dan Mijil. Beliau membangun masjid yang terkenal
dengan Masjid Menara Kudus, Sunan Kudus wafat dan dimakamkan di Kudus.
8. Sunan Muria
Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga, nama kecilnya Raden Prawoto, lalu
bergelar Raden Umar Said atau Raden Said. Istri beliau bernama Dewi Soejinah, putri
dari Sunan Ngudung, kakak dari Sunan Kudus. Dari perkawinannya ini mendapatkan
seorang anak bernama Pangeran Santri yang kemudian bergelar Sunan Ngadilungu.
Berdakwah di desa-desa yang jauh dari kota, mendidik rakyat disepanjang lereng
gunung muria sebelah utara kota Kudus. Sebagai sarana dakwahnya, beliau
menciptakan Gending Sinom dan Kinanti. Wafat dan dimakamkan di atas Gunung
Muria, di Kudus.
9. Sunan Drajat
Sunan Derajat adalah putra Sunan Ampel, nama aslinya Syarifuddin. Beliau
terkenal sebagai seorang wali yang berjiwa sosial, suka menolong fakir miskin, anak
yatim dan sebagainya. Beliau berdakwah dan menyebarkan Islam di daerah Jawa Timur
dan sekitarnya, khususnya di Sedayu. Sunan Derajat wafat dan dimakam kan di desa
Drajat kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.

C. Profil Perjuangan Tokoh Pembawa Agama Islam di Jawa Timur


Sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia khususnya di Jawa Timur tidak
lepas dari peran para wali songo (wali sembilan). Konon, wali songo yang pertama kali
menyebarkan agama Islam di tanah Jawa adalah Sunan Gresik.3
Sunan Gresik merupakan seorang wali yang memiliki semangat tinggi dalam
menyebarkan agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-14. Sebagian orang menyebut
jika Sunan Gresik adalah keturunan Arab. Tapi ada juga yang menyebut keturunan

3
Mudzirin Yusuf et al. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka, 2006), 15.

6
Uzbekstan dan Persia. Sunan Gresik dikenal sebagai sosok yang tak kenal lelah dalam
menyebarkan agama Islam di Jawa. Atas ikhtiar dan rida dari-Nya, ia berhasil
mengislamkan masyarakat Jawa.
Bukan hanya itu, ia juga berhasil mencetak murid-murid yang akhirnya
membantu dalam menyebarkan agama Islam di Jawa maupun Indonesia secara
keseluruhan. Nama asli Sunan Gresik adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim. Ia juga
dikenal dengan sebutan Maulana Maghribi. Namun, sebutan populer hingga saat ini
adalah Sunan Gresik. Sebutan populer tersebut diambil dari tempat Syekh Maulana
Malik Ibrahim berdakwah yaitu di Gresik, Jawa Timur yang datang pada tahun 1371.
Salah satu target dakwah Sunan Gresik adalah masyarakat di sekitar pelabuhan yang
mayoritas beragama Hindu dan Budha.4
Sunan Gresik mendirikan pesantren di Desa Sembalo, Kecamatan Manyar,
Kabupaten Gresik. Pesantren dijadikan sebagai pusat pembelajaran ilmu agama Islam.
Murid-murid Sunan Gresik di pesantren ini sangat antusias untuk belajar lebih dalam
seputar agama Islam.
Selain pesantren, Sunan Gresik juga membangun masjid. Konon masjid yang
bernama Masjid Pesucinan ini adalah yang pertama dibangun di tanah Jawa. Hingga
kini masjid tertua di Pulau Jawa tersebut tetap digunakan sebagai sarana untuk
beribadah. Sebagai wali yang pertama menyebarkan agama Islam di Jawa, Sunan Gresik
sangat cerdas dalam cara dakwahnya. Bapak Sunan Ampel ini sukses menarik simpati
masyarakat Jawa untuk belajar Islam. Banyak yang awalnya beragama Hindu dan
Budha kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat. Kesuksesan cara dakwah Sunan
Gresik dapat dilihat dari jumlah pemeluk agama Islam yang terus bertambah. Selain
dikenal sebagai seorang wali yang menyebarkan Islam, kakek Sunan Bonang dan Sunan
Drajat ini juga menjadi seorang tabib. Ia banyak mengobati masyarakat terutama dari
kalangan menengah ke bawah secara gratis.
Sunan Gresik memanfaatkan kemampuan mengobati orang itu sebagai strategi
berdakwah. Nilai-nilai yang mencerminkan Islam ia terapkan dalam praktik pengobatan
ini. Dalam pengobatannya, Sunan Gresik tak membeda-bedakan golongan masyarakat.
Golongan masyarakat kelas atas, tengah, maupun bawah di mata Sunan Gresik adalah

4
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II
(Jakarta:
PN Balai Pustaka, 1992), 451

7
sama. Inilah yang disukai oleh masyarakat. Keahlian mengobati orang yang sakit juga
terdengar hingga telinga sang raja Majapahit. Akhirnya Sunan Gresik diundang untuk
mengobati istri raja yang sedang sakit.
Dalam pengobatannya, Sunan Gresik tak membeda-bedakan golongan
masyarakat. Golongan masyarakat kelas atas, tengah, maupun bawah di mata Sunan
Gresik adalah sama. Inilah yang disukai oleh masyarakat.
Keahlian mengobati orang yang sakit juga terdengar hingga telinga sang raja Majapahit.
Akhirnya Sunan Gresik diundang untuk mengobati istri raja yang sedang sakit.
Salah satu dari penyebar Islam Wali Songo di wilayah Jawa Timur adalah Sunan
Ampel. Jejak dakwahnya amat terkenal, mulai dari peninggalan Masjid Agung Demak
hingga ajaran Moh Limo yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Sunan
Ampel bernama lengkap Raden Muhammad Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat, lahir
di Champa (Kamboja) sekitar 1401. Ia tergolong keturunan bangsawan, anak dari ulama
besar Syekh Maulana Malik Ibrahim, sekaligus juga keponakan dari Raja Majapahit.
Karena gonjang-ganjing politik di Champa, sekitar abad 15, Raden Rahmat melakukan
perjalanan ke daerah Jawa untuk menunaikan misinya menyebarkan agama Islam.
Dalam perjalanannya ke tanah Jawa, Raden Rahmat sempat singgah di
Palembang dan berhasil mengislamkan adipati Palembang Arya Damar yang diam-diam
berganti nama Ario Abdillah. Ia juga singgah di Tuban dan berlabuh di Majapahit.
Karena hubungan baiknya dengan Raja Majapahit kala itu, Prabu Brawijaya, Raden
Rahmat diberi sebidang tanah di Ampeldenta, Surabaya. Di sanalah basis pertama
dakwah Raden Rahmat berdiri. Karena ia menyebarkan Islam di kawasan Ampeldenta,
ia dikenal sebagai Sunan Ampel. Di kawasan Surabaya itu, dakwahnya dimulai dengan
mendirikan pesantren Ampeldenta, ia mendidik kader-kader penyebar Islam.5
Di antara murid-murid Sunan Ampel yang terkenal adalah Sunan Giri, Raden
Patah, Raden Kusen, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat. Dakwah Islam yang dilakukan
Sunan Ampel bersamaan dengan lemahnya posisi kerajaan Majapahit. Kendati Prabu
Brawijaya menolak masuk Islam, namun ia menghormati posisi Sunan Ampel dan
mengizinkan dakwahnya, asalkan tidak dilakukan dengan pemaksaan. Sebelum
membangun pesantren, Sunan Ampel menarik perhatian masyarakat dengan
membagikan kerajinan dalam bentuk kipas yang terbuat dari akar-akaran dan ayaman

5
Ahwan Mukarrom, Sejarah Islamisasi Nusantara (Surabaya: Jauhar, 2009), 33

8
rotan. Bagi yang mau mengambilnya, tidak perlu menukarkan dengan uang, melainkan
dengan dua kalimat syahadat. Mengenai kondisi masyarakat kala itu, banyak dari
mereka menganut animisme, bersemadi, judi sabung ayam, minum-minuman keras, dan
lain sebagainya yang bertentangan dengan ajaran Islam. Karena itulah, Sunan Ampel
menekankan prinsip Moh Limo dalam dakwahnya sebagai berikut: Moh Main (tidak
berjudi) Moh Ngombe (tidak mabuk) Moh Maling (tidak mencuri) Moh Madat (tidak
menghisap candu) Moh Madon (tidak berzina).
Selain itu, Sunan Ampel juga mendekatkan istilah Islam dengan bahasa
masyarakat setempat. Kata “salat” diganti dengan “sembahyang” (asalnya: sembah dan
nyang). Tempat ibadah juga tidak dinamai musala melainkan “langgar”, mirip dengan
kata “sanggar”. Kemudian, orang penuntut ilmu diberikan nama santri, yang berasal dari
shastri, yaitu orang yang tahu kitab suci Hindhu. Dakwah Islam Sunan Ampel juga
melalui jalur politik.
Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang merupakan salah satu ulama
anggota Wali Songo sebagai penebar syiar Islam di Jawa pada abad ke-14 Masehi.
Sunan Bonang juga dikenal sebagai seniman yang berdakwah dengan menggunakan
sejumlah perangkat seni, termasuk gamelan, juga karya sastra. Konon, Raden Makdum
Ibrahim adalah penemu salah satu jenis gamelan dengan tonjolan di bagian tengahnya
atau yang kerap disebut bonang. Dari situlah julukan Sunan Bonang disematkan kepada
Raden Makdum Ibrahim.
Raden Makdum Ibrahim lahir pada 1465 M di Surabaya dan tumbuh dalam
asuhan keluarga ningrat yang agamis. Sunan Ampel adalah pendiri sekaligus pengasuh
Pesantren Ampeldenta. Pendidikan Islam diperoleh Raden Makdum Ibrahim pertama
kali dari ayahnya sendiri di pesantren Ampeldenta. Sejak kecil, Sunan Ampel sudah
mempersiapkan putranya itu sebagai penerus untuk mensyiarkan ajaran Islam di bumi
Nusantara.
Beranjak remaja, Raden Makdum Ibrahim pergi ke negeri Pasai, Aceh, untuk
berguru kepada Syekh Maulana Ishak, ayahanda Sunan Giri. Sejak kecil, sudah tampak
kecerdasan dan keuletan Raden Makdum Ibrahim dalam menuntut ilmu. Selain
dibimbing oleh Sunan Ampel dan Syekh Maulana Ishak, Raden Makdum Ibrahim juga
berguru kepada banyak ulama lainnya. Hingga akhirnya, Raden Makdum Ibrahim
diakui keilmuannya yang mumpuni dalam penguasaan fikih, ushuluddin, tasawuf, seni,
sastra, arsitektur, dan bela diri silat. Kelak, keterampilan silat Sunan Bonang berguna

9
ketika ia mengalahkan seorang perampok bernama Raden Said. Raden Said pun tunduk
dan bertobat, kemudian ikut menyebarkan dakwah Islam dan menjadi anggota Wali
Songo yang dikenal dengan nama Sunan Kalijaga.
Dakwah Sunan Bonang dimulai dari Kediri, Jawa Timur. Ia mendirikan langgar
atau musala di tepi Sungai Brantas, tepatnya di Desa Singkal. Diceritakan, Sunan
Bonang sempat mengislamkan Adipati Kediri, Arya Wiranatapada, dan putrinya. Usai
dari Kediri, Sunan Bonang bertolak ke Demak, Jawa Tengah. Oleh Raden Patah, pendiri
sekaligus pemimpin pertama Kesultanan Demak, Sunan Bonang diminta untuk menjadi
imam Masjid Demak. Ada satu lagi versi berbeda terkait penamaan Sunan Bonang yang
disematkan kepada Raden Makdum Ibrahim selain dari kisah bahwa ia adalah penemu
gamelan jenis bonang. Selama menjadi imam Masjid Demak, Raden Makdum Ibrahim
tinggal di Desa Bonang. Versi kedua menyebut julukan Sunan Bonang disematkan
berdasarkan lokasi tempat tinggalnya tersebut.
Sebagaimana Wali Songo lainnya, Raden Makdum Ibrahim menyebarkan Islam
melalui media seni dan budaya. Ia menggunakan alat musik gamelan untuk menarik
simpati rakyat. Konon, Raden Makdum Ibrahim sering memainkan gamelan berjenis
bonang, yaitu perangkat musik ketuk berbentuk bundar dengan lingkaran menonjol di
tengahnya. Jika tonjolan tersebut diketuk atau dipukul dengan kayu, maka akan muncul
bunyi merdu. Raden Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang membunyikan alat musik ini
yang membuat penduduk setempat penasaran dan tertarik. Warga berbondong-bondong
ingin mendengarkan alunan tembang dari gamelan yang dimainkan Sunan Bonang. Ia
menggubah sejumlah tembang tengahan macapat, seperti Kidung Bonang, dan
sebagainya. Hingga akhirnya, banyak orang yang bersedia memeluk agama Islam tanpa
paksaan.
Sunan Giri adalah salah seorang ulama Wali Songo, majelis penyebar dakwah
Islam pertama di Jawa dalam sejarah Indonesia atau Nusantara, pada abad ke-14 Masehi
seiring munculnya Kesultanan Demak dan menjelang runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Selain sebagai ulama dan pendakwah yang giat menyebarkan syiar Islam, Sunan Giri
ternyata juga bertakhta sebagai seorang raja dengan Prabu Satmoto. Ia memerintah
Kerajaan Giri Kedaton pada 1487-1506, berkedudukan di Gresik, Jawa Timur. Sunan
Giri punya banyak nama lain atau julukan, di antaranya adalah Joko Samudro, Raden
Paku, dan Muhammad Ainul Yaqin. Sebelum menyebarkan Islam, ia berguru kepada
Sunan Ampel di Pesantren Ampeldenta, Surabaya.
Di pondok pesantren itu, keilmuan Sunan Giri ditempa. Kharismanya sebagai
bangsawan juga kian kuat karena belajar dari Sunan Ampel yang saat itu juga berstatus

10
sebagai penguasa Surabaya, anggota senior Wali Songo pula. Ketika kerajaan Majapahit
terpecah-pecah menjadi kadipaten-kadipaten kecil, Sunan Giri mempertahankan
kemerdekaan wilayahnya dan mengangkat dirinya sebagai penguasa Giri Kedaton
hingga ia wafat pada 1506 M. Dilansir dari Disparbud Gresik, saat ini makam Sunan
Giri terletak di atas bukit di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Gresik, Jawa Timur. Baca
juga: Sejarah Masjid Sunan Ampel: Pendiri, Kota Lokasi, & Gaya Arsitektur Sejarah &
Profil Sunan Gresik: Wali Penyebar Islam Pertama di Jawa Sejarah & Profil Sunan
Kudus: Wali Songo Bernama Asli Ja'far Shadiq Nasab dan Kelahiran Sunan Giri Ibu
Sunan Giri adalah Dewi Sekardadu, putri bangsawan Menak Sembuyu dari wilayah
Kerajaan Blambangan atau Banyuwangi. Ayahnya adalah Maulana Ishak, seorang
mubalig yang datang dari Asia Tengah. Hikayat Banjar menyebutkan bahwa Sunan Giri
atau Pangeran Giri masih punya garis keturunan dari Kesultanan Samudera Pasai,
Kerajaan Majapahit, dan salah satu kerajaan di Bali. Dilansir dari laman Desa Giri, jika
ditarik lebih jauh lagi, nasab Sunan Giri sampai ke Nabi Muhammad SAW dari jalur
Husain bin Ali RA, Ali Zainal Abidin, dan seterusnya. Catatan nasab Sunan Giri ini
diterakan oleh Saadah Baalawi dari Hadramaut dan dipercaya sebagai sumber sahih di
beberapa pesantren di Jawa Timur.
Raden Qasim atau Sunan Drajat adalah salah seorang anggota Wali Songo,
majelis penyebar agama Islam dalam sejarah Jawa pada abad ke-14 Masehi. Putra
bungsu Sunan Ampel ini melakukan dakwah Islam dengan prinsip Pepali Pitu atau 7
Dasar Ajaran, selain melalui seni dan budaya. Sunan Drajat lahir di Ampeldenta,
Surabaya, pada 1470 M dengan nama Raden Qasim sebagai putra termuda Sunan
Ampel dengan Nyi Ageng Manila. Ia adalah adik dari Raden Maulana Makdum Ibrahim
alias Sunan Bonang. Selain Raden Qasim, Sunan Drajat memiliki banyak nama atau
julukan lainnya, seperti Masaikh Munat, Raden Syarifuddin, Maulana Hasyim,
Pangeran Kadrajat, atau Sunan Mayang Madu.
Sejarah Hidup Sunan Drajat Raden Qasim memperoleh ilmu keislaman langsung
dari ayahnya, Sunan Ampel, yang memimpin pondok pesantren Ampeldenta, Surabaya.
Setelah beranjak remaja, Raden Qasim merantau ke Cirebon untuk berguru kepada
Sunan Gunung Jati. Di Cirebon, Raden Qasim menikahi putri Sunan Gunung Jati yang
bernama Dewi Sufiyah. Hingga kemudian, Raden Qasim kembali ke Ampeldenta
bersama istrinya. Sesampainya di Ampeldenta, Sunan Ampel meminta Raden Qasim
untuk berdakwah di daerah Gresik. Raden Qasim menuruti perintah ayahnya,
meneruskan perjalanan menuju Gresik. Ia menetap di Desa Banjarwati dan disambut
baik oleh sesepuh kampung yang bernama Kiai Mayang Madu dan Mbah Banjar.

11
Di Desa Banjarwati, Raden Qasim dinikahkan dengan putri Kiai Mayang Madu
yang bernama Nyai Kemuning. Baca juga: Sejarah Masjid Sunan Ampel: Pendiri, Kota
Lokasi, & Gaya Arsitektur Sejarah dan Profil Sunan Ampel: Wali Pendakwah di Jalur
Politik Sejarah Runtuhnya Kerajaan Giri Kedaton oleh Mataram Islam Di wilayah yang
bernama Jelag, daerah yang memiliki medan lebih tinggi dari tempat lainnya di Desa
Banjarwati, Raden Qasim mendirikan surau dan mengajar penduduk setempat. Kendati
tergolong bangsawan, ia amat dekat dengan rakyat. Jiwa sosialnya tinggi serta
mengutamakan kesejahteraan penduduk.
Ketika turun langsung ke masyarakat, Raden Qasim mengajarkan banyak hal
kepada warga, dari cara membangun rumah, membuat alat-alat untuk memikul orang
seperti tandu atau joli, dan lain sebagainya. Pada akhirnya, Raden Qasim dijadikan
imam pelindung oleh penduduk di pedukuhan Drajat. Sejak itulah, Raden Qasim mulai
dikenal dengan nama Sunan Drajat. Baca juga: Sejarah Masjid Gedhe Kauman: Simbol
Akulturasi Kraton Yogyakarta Sejarah Sunan Muria: Wali Songo Termuda, Putra Sunan
Kalijaga Sejarah Giri Kedaton: Kerajaan Ulama Merdeka dari Majapahit 7 Dasar Ajaran
Sunan Drajat Jika Sunan Ampel berdakwah dengan ajaran Moh Limo, Sunan Drajat
berdakwah dengan Pepali Pitu atau 7 Dasar Ajaran. Berikut ini Pepali Pitu sebagai
pijakan kehidupan sehari-hari yang disampaikan oleh Sunan Drajat: Memangun resep
tyasing sasama (Membuat senang hati orang lain). Jroning suka kudu eling lan waspada
(Dalam suasana gembira, hendaknya tetap ingat Tuhan dan selalu waspada).
Laksitaning subrata tan nyipa marang pringga bayaning lampah (Dalam mencapai cita-
cita luhur, jangan menghiraukan halangan dan rintangan). Meper hardaning pancadriya
(Senantiasa berjuang untuk menekan hawa nafsu duniawi). Heneng-Hening-Henung
(Dalam diam akan dicapai keheningan, dalam hening akan dicapai jalan kebebasan
mulia). Mulya guna panca waktu (Pencapaian kemuliaan lahir batin dicapai dengan
menjalani salat lima waktu). Menehono teken marang wong kang wuto. Menehono
mangan marang wong kang luwe. Menehono busana marang wong kang wuda.
Menehono pangiyup marang wong kang kaudanan (Berikan tongkat kepada orang buta.
Berikan makan kepada orang lapar. Berikan pakaian kepada orang tak berpakaian.
Berikan tempat berteduh kepada orang kehujanan).

12
BAB III
KESIMPULAN

Perkembangan Islam di Jawa Timur, bahkan di Pulau Jawa, selanjutnya tidak


dapat dipisahkan dari perjuangan Wali Sanga. Di Jawa Timur, para wali tinggal di
Surabaya, Gresik, dan Lamongan. Mereka menyiapkan fondasi-fondasi yang kuat untuk
membangun pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Hingga pada awal abad ke-16,
Islam telah berkembang pesat di seluruh wilayah Jawa. Kedatangan Sunan Gresik ke
Jawa Timur Mulai abad ke-15, di beberapa daerah pesisir pantai utara Jawa, termasuk di
Gresik, telah menunjukkan adanya kegiatan keagamaan yang diprakarsai oleh para wali.
Proses masuknya Islam ke Indonesia pertama kali melalui lapisan bawah, yakni
masyarakat sepanjang pesisir utara. Dalam hal ini, pembawa Islam kepada masyarakat
Nusantara adalah para saudagar-saudagar muslim, baik yang datang dari Gujarat
maupun Arab dengan cara berdagang. Dari hubungan ini mereka saling mengenal dan
terjadi hubungan yang dinamis di antara mereka. Para saudagar muslim tidak semata-
mata hanya berdagang melainkan juga berdakwah.
Jawa Timur mendapat perhatian besar dari para wali dengan ditempatkannya 5
wali. Maulana Malik Ibrahim, sebagai wali perintis, mengambil wilayah dakwahnya di
Gresik. Setelah Malik Ibrahim wafat, wilayah ini dikuasai oleh Sunan Giri. Sunan
Ampel mengambil posisi dakwahnya di Surabaya. Sunan Bonang sedikit ke utara di
Tuban. Sedangkan Sunan Drajat di Sedayu. Jawa Tengah kebagian 3 wali dalam
penyebaran agama Islam. Sunan Kalijaga di Demak, Sunan Kudus di Kudus,
dan Sunan Muria di daerah pegunungan Muria. Sedangkan Jawa Barat hanya didatangi
oleh 1 wali, yaitu Sunan Gunung Jati yang memilih tempat dakwahnya di Cirebon.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mansyur Suryanegara, Api Sejarah, Bandung: PT Grafindi Media Pertama,


2009

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara Jakarta: Kencana,
2007

Mudzirin Yusuf et al. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia Yogyakarta: Pustaka, 2006

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia


II Jakarta: PN Balai Pustaka, 1992

Ahwan Mukarrom, Sejarah Islamisasi Nusantara Surabaya: Jauhar, 2009

14

Anda mungkin juga menyukai