Anda di halaman 1dari 12

Makalah

METODE DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah


Ilmu Pendidikan Islam

Dosen pengampu: Dian Febrianingsih, S.Pd., M.S.I

Oleh
B. Sulthon

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STITI KP Paron Ngawi
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah Ta'ala, karena atas karunia
dan petunjuk-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah perorangan yang
berjudul “KISAH SUNAN GRESIK, SUNAN AMPEL, SUNAN GIRI” dalam
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam, Prodi Pendidikan Agama Islam
semester II, STITI KP Paron.

Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curah kepada baginda Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta umatnya
yang senantiasa berpegang teguh pada ajarannya hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada dosen Ilmu


Pendidikan Islam, Ibu Dian . yang telah memberikan tugas dan ilmunya kepada penulis,
khususnya mengenai seluk beluk pendidikan Islam.

Penulisan makalah ini sangat penting untuk diketahui terutama kepada para
mahasiswa Prodi PAI semester II dimana dalam proses pembelajaran pendidikan Islam
terutama, harus memperhatikan berbagai aspek, salah satunya adalah metode
pendidikan Islam.

Dimana dengan metode yang tepat sebagai pendidik dalam menyampaikan suatu
bahan pembelajaran, maka tujuan pendidikan Insya Allah akan tercapai. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua. Amiin

Ngawi, Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

2.1. Pengertian Metode dan Metode dalam Pendidikan Islam..................................2

2.2. Pendekatan Metode Pendidikan Islam................................................................3

2.3. Prinsip-prinsip Metode Mengajar.......................................................................6

2.4. Aspek dalam tujuan pendidikan Islam................................................................7

2.5. Metode Mengajar dalam Pendidikan Islam........................................................7

2.6. Teknik Mengajar dalam Pendidikan Islam.......................................................13

BAB III PENUTUP.........................................................................................................16

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................16

3.2 Saran.................................................................................................................16

Daftar Pustaka.............................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ketika Islam mulai memasuki Nusantara, jejaknya tidak hanya berupa kehadiran
agama, tetapi juga membawa serta warisan spiritual dan intelektual yang menjadi
landasan bagi perkembangan peradaban di wilayah tersebut. Dalam perjalanan sejarah
keislaman di Indonesia, muncul tokoh-tokoh penting yang dikenal sebagai Wali Songo.
Mereka adalah sembilan tokoh sufi yang berperan penting dalam penyebaran Islam dan
pembentukan masyarakat Muslim di Nusantara.

Wali Songo, yang secara harfiah berarti sembilan wali, merupakan figur sentral
dalam sejarah keislaman Indonesia. Mereka terkenal karena peran mereka dalam
menyebarkan ajaran Islam secara damai dan membangun pesantren sebagai pusat
penyebaran ilmu agama. Para wali ini dikenal dengan ajaran tasawuf (mistisisme Islam)
yang mereka praktikkan dan ajaran yang mereka sampaikan kepada masyarakat.

Pada masa itu, sebagian besar penduduk Nusantara masih menganut kepercayaan
animisme dan Hindu-Buddha. Kedatangan Wali Songo menjadi titik balik dalam sejarah
agama di Indonesia, di mana mereka berhasil mengakomodasi ajaran Islam dengan
budaya lokal, sehingga mempercepat penerimaan dan penyebaran Islam di pulau-pulau
Nusantara.

Pada makalah ini akan membahas mengenai tiga wali yaitu sunan gresik, sunan
ampel dan sunan giri. Adapun pembahasan terbatas pada tiga wali diharapkan agar
dapat dipahami secara jelas dan terperinci.

1.2 Rumusan Masalah

Maka, berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan bahwa:

1) Bagaimana peran Sunan Gresik dalam perkembangan Islam di nusantara?


2) Bagaimana peran Sunan Ampel dalam perkembangan Islam di nusantara?
3) Bagaimana peran Sunan Giri dalam perkembangan Islam di nusantara?

1
1.3 Tujuan Penulisan

Dan tujuan dibuatnya makalah ini adalah:

1) Agar pembaca mengetahui peran Sunan Gresik dalam perkembangan Islam di


nusantara.
2) Agar pembaca mengetahui peran Sunan Ampel dalam perkembangan Islam di
nusantara.
3) Agar pembaca mengetahui peran Sunan Giri dalam perkembangan Islam di
nusantara.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Peran Sunan Gresik Dalam Perkembangan Islam Di Nusantara

Sunan Gresik, nama aslinya adalah Syeh Maulana Malik Ibrahim. Datang di Pulau Jawa
tahun 1380, dan wafat di Gresik tahun 1419. Beliau bukan saja seorang ulama, tetapi
juga ahli sosiologi. Ayahnya Barebat Zainal Alam, berasal dari Gujarat, India. Tetapi
ibunya, wanita dari Champa. Rombongan Syeh Maulana dari Champa tiba di Gresik
tahun 1381. Lalu menetap di desa Leran, sembilan km dari kota Gresik. Adapun
rombongan ini terdiri dari 40 orang datang dengan sebuah kapal dengan maksud akan
mengislamkan Majapahit yang ketika itu mulai runtuh. Maka jadilah beliau wali
pertama dari sembilan wali yang terbentuk kemudian hari.

Dengan jalan berdagang, membuka toko, beliau mencoba mendekati rakyat,


mengakrabi, membantu dan mengajari hal-hal yang belum dikenal oleh mereka. Lalu
menjadi tabib, dan karena banyak orang berhasil ditolong, maka namanya pun kian
harum. Doa-doanya dianggap mujarab. Obat-obatnya bermanfaat. Apalagi karena beliau
tidak meminta bayaran. Sehingga oleh mereka dianggap sebagai dewa penolong. Maka
jadilah beliau tokoh kharismatik dan dihormati.

Begitulah asal mulanya. Dan setelah paham akan bahasa Jawa dan adat istiadat orang-
orang daerah itu, mulailah beliau melancarkan dakwah Islamiahnya. Pelan-pelan,
sehingga orang-orang sekitarnya tidak kaget, terutama karena umumnya mereka sudah
kenal baik dengan Syeh Maulana. Resep “sinkritisme” pun dipakainya. Beliau merasa
tidak perlu melarang agama Hindu yang masih berjalan. Atau Hindu-Jawa yang sudah
terlanjur merasuk di kehidupan penduduk. Yang penting, Islam berhasil ditanamkan.

Beliau mendapat sambutan luas justru karena dalam Islam tak ada perbedaan kelas atau
kasta seperti dalam Hindu. Penduduk jadi merasa dimanusiakan. Mereka tak lagi
dianggap Waisa atau Sudra. Kendatipun pekerjaannya hanya petani atau nelayan.
Namun sebaliknya mereka yang merasa keturunan bangsawan, lalu pergi meninggalkan
daerah itu secara diam-diam.

3
Beliau pula yang merupakan orang pertama mendirikan pesantren dan masjid di Jawa.
Di sinilah orang lalu belajar mengaji dan berjamaah. Dan berbondong-bondonglah
orang datang ke Leran, untuk belajar agama Islam. Selanjutnya, mulailah lahir mubaliq-
mubaliq yang lalu menyebarkan Islam kemana-mana.

2.2. Peran Sunan Ampel Dalam Perkembangan Islam Di Nusantara

Sunan Ampel adalah putra tertua Maulana Malik Ibrahim. Nama aslinya adalah Raden
Rahmat dilahirkan pada tahun 1401 M di Campa dari seorang ibu keturunan Raja
Campa. Nama Ampel sendiri, dilekatkan pada sebuah tempat ia bermukim, yaitu Ampel
atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya, kota Wonokromo
sekarang. Terdapat beberapa versi mengenai kedatangannya ke Pulau Jawa. Ada yang
menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke Pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama
adik kandungnya bernama Sayid Ali Murtadha. Sebelum sampai ke Jawa, mereka
singgah dulu di Palembang. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1440 M. Setelah tiga tahun
di Palembang, kemudia ia melabuh ke daerah Gresik. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan
ke Majapahit untuk menemui bibinya seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati,
yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri
Kertawijaya.

Setelah menetap di Jawa, Sunan Ampel kemudian menikah dengan putri adipati Tuban.
Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putra dan putri. Salah seorang
keturunannya yang menjadi penerus usaha dakwahnya adalah Sunan Bonang dan Sunan
Drajat. Ketika Kesultanan Demak hendak didirikan, Sunan Ampel turut serta di dalam
pembentukan kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya,
Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan
Demak pada tahun 1475 M.

Ampel Denta, merupakan daerah rawa yang dihadiahkan raja Majapahit kepadanya. Di
tempat inilah, Sunan Ampel membangun dan megembangkan pondok pesantren, yang
kemudian dikenal dengan sebutan pesantren Ampel Denta. Untuk mewujudkan
keinginannya itu, ia banyak merangkul masyarakat sekitar untuk membantu mendirikan
lembaga pendidikan Islam tersebut. Pada pertengahan abad ke-15 M, pesantren Ampel
Denta menjadi pusat pendidikan Islam yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara,
bahkan hingga ke manca negara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden

4
Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok
Jawa dan Madura.

Biografi Wali Songo Sunan Ampel

Materi agama yang disampaikan dalam pendidikan di lembaga pendidikan itu masih
sangat dasar. Hal ini didasari atas kenyataan bahwa masyarakat sekitar Ampel Denta
belum memiliki pengetahuan ajaran Islam yang memadai. Sehingga ajaran yang
disampaikan lebih ditekankan pada aspek-aspek aqidah dan ibadah. Sunan Ampel pula
yang mengenalkan istilah, "Mo Limo" (moh main, moh ngombe, moh maling, moh
madat, moh madon). Yakni seruan untuk "tidak berjudi, tidak minum minuman keras,
tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina". Istilah ini sarat dengan
makna moral yang sangat dalam, yang hingga kini masih dipertahankan di dalam
kehidupan masyarakat Jawa khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Usaha kerja keras yang dilakukan Sunan Ampel dalam pengembangan masyarakat
Islam di Ampel Denta, membuahkan hasil. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya
penduduk sekitar dan luar Ampel Denta yang datang belajar kepadanya di pondok
pesantren Ampel Denta, sehingga daerah tersebut menjadi pusat pendidikan Islam.
Selain itu, ia juga terus mengembangkan agama Islam hingga luar Ampel Denta,
terutama di Demak. Di kota inilah Sunan Ampel wafat pada tahun 1491 M, dan
dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya, Jawa Timur.

2.3. Peran Sunan Giri Dalam Perkembangan Islam Di Nusantara

Nama asil Sunan Giri adalah Muhammad Ainul Yaqin. Nama kecil Sunan Giri adalah
Raden Paku. Ia lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada tahun 1442 M. Ada juga
yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya
yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya, seorang putri raja Blambangan yang
bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut oleh Nyai Semboja.
Ayahnya adalah Maulana Ishak, saudara kandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana

5
Ishak berhasil mengislamkan istrinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh
karena itulah, ia meninggalkan keluarga istrinya berkelana ke Samudera Pasai.

Sunan Giri menuntut ilmu di pesantren Ampel Denta, lembaga pendidikan yang
didirikan oleh Sunan Ampel. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa
cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan
Gresik. Dalam bahasa Jawa, giri berarti bukit. Oleh karena itu, ia memperoleh julukan
dengan sebutan Sunan Giri. Lembaga pendidikan Islam yang didirikannya itu tidak
hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, juga dijadikan
sebagai pusat pengembangan masyarakat. Dalam perjalanannya, pesantren ini tumbuh
dan berkembang dengan sangat pesat, karena banyak santri dari berbagai daerah
berdatangan ke pesantren Giri ini. Melihat perkembangan yang sangat pesat ini, konon
raja Majapahit sempat merasa khawatir jika Sunan Giri melakukan gerakan
pemberontakan. Untuk mengantisipasi hal ini, raja Majapahit memberi keleluasaan
kepadanya untuk ikut terlibat dalam pemerintahan, selain mengembangkan lembaga
pendidikan itu. Dalam perkembangan selanjutnya, pesantren itu pun berkembang
menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin
pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.

Dalam catatan sejarah, Giri Kedaton kemudian tumbuh menjadi pusat politik yang
penting di Jawa waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan
Giri bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut
tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tidak lepas dari pengaruh Sunan Giri.
Selain sebagai panglima militer, Sunan Giri diakui juga sebagai mufti, pemimpin
tertinggi keagamaan setanah Jawa. Giri Kedaton yang didirikan Sunan Giri bertahan
hingga 200 tahun. Sepeninggal Sunan Giri, lembaga ini dipegang oleh generasi
sesudahnya, salah seorang penerusnya adalah Pangeran Singonsari, yang dikenal
sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada abad ke-18
M.

Biografi Sunan Giri

6
Selain itu, para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar agama Islam yang
gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Maluku, Ternate, hingga
Nusa Tenggara. Penyebar Islam di Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua
sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau. Dalam bidang
keagamaan, Sunan Giri dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fiqh.
Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Faqih. Ia juga penciptan karya
seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, Ilir-ilir dan Cublak
Suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan
Pucung, lagu bernuansa Jawa namun sarat dengan ajaran Islam.

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Maka kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah:

1) Metode merupakan sarana yang dilakukan secara terorganisir untuk mencapai


suatu tujuan.
2) Metode pendidikan Islam adalah sarana-sarana yang dilakukan pendidik kepada
peserta didik agar tercapai tujuan pendidikan Islam yang bersumber dari al-
Qur’an dan Hadits.
3) Metode-metode ini tidak terlepas dari Pendekatan metode pendidikan Islam
seperti pendekatan Agamis, Biologis, Psikologis dan Sosiologis.
4) Dalam melaksakan metode pendidikan Islam, pendidik hendaknya terlebih
dahulu mengetahui prinsip-prinsip metode mengajar.
5) Masing-masing metode pendidikan tidak dapat dilakukan sendiri atau terpisah,
tetapi dapat dilakukan bersamaan atau menunjang satu sama lain untuk menutupi
kekurangan dari metode tersebut.

3.2 Saran

Maka hendaknya, para pendidik dalam melakukan proses pembelajaran, terutama


dalam pembelajaran Agama Islam, mengacu kepada dasar metode pendidikan Islam
sebagaimana yang telah disebutkan diatas.

Semoga kita semua, sebagai para pendidik dapat melaksanakan tugas pendidik
dengan sebaik-baiknya sehingga tercapai tujuan pendidikan.

8
Daftar Pustaka

Langgulung, Hasan. Asas-asas pendidikan Islam. Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991.

Tafsir, Ahmad. Ilmu pendidikan dalam perspektif Islam. Remaja Rosdakarya, 1992.

Mursyi, Muhammad Munir. "al-Tarbiyah al-Islamiyah." Cairo: Dar al-Kutub (1977).

Nasution, Harun, Harun Nasution, and Bahtiar Effendy. Hak azasi manusia dalam islam.
Yayasan Obor Indonesia, 1987.

Nawawi, Hadari. Pendidikan dalam Islam. Al-Ikhlas, 1993.

Yusuf, Tayar, and Syaiful Anwar. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab.
Rajagrafindo Persada, 1997.

Yusuf, Tayar, and Syaiful Anwar. "Metodologi pembelajaran bahasa." (2002).

Tabrani, Z. A. "Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran dengan Pendekatan


Tafsir Maudhui." Serambi Tarbawi 2.1 (2014).

Fikri, Mumtazul. "Konsep Pendidikan Islam; Pendekatan Metode Pengajaran." Jurnal


Ilmiah Islam Futura 11.1 (2017): 116-128.

PAI, A. Pengertian Pendidikan Agama Islam. "Pendidikan Agama Islam." (1998).

Anda mungkin juga menyukai