Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SKI

“PERAN WALI SONGO TERHADAP PERADABAN INDONESIA


DAN TELADAN SPIRITUAL DAN INTELEKTUAL ”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5:


NAMA :
1. NABILA YUDA APRILIA
2. HELVI RAMAYANI
3. PARIS JIHARDI HANIFAH
4. LIGU SUSTAPE

KELAS : XII IPS 1

KEMENTERIAN AGAMA
MAN 1 MUSI BANYUASIN
TAHUN PELAJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,

serta karunia-Nya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah agama ini

dengan baik. Penulisan makalah yang bersifat sederhana ini, dibuat berdasarkan tugas

kelompok yang di berikan oleh guru pembimbing kami dalam materi yang berjudul “PERAN

WALI SONGO TERHADAP PERADABAN INDONESIA DAN TELADAN SPIRITUAL

DAN INTELEKTUAL ”

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, kami semua dapat menyusun,

menyesuaikan, serta dapat menyelesaikan sebuah makalah ini. Di samping itu, kami

mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yan telah banyak membantu kami dalam

menyelesaikan pembuatan sebuah makalah ini, baik dalam bentuk moril maupun dalam bentuk

materi sehingga dapat terlaksana dengan baik.

Kami, sangat menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini memang masih banyak

kekurangan serta amat jauh dari kata kesempurnaan. Namun, kami semua telah berusaha

semaksimal mungkin dalam membuat sebuah makalah ini. Di samping itu, kami sangatt

mengharapkan kritik serta saran nya dari semua teman-teman demi tercapainya kesempurnaan

yang di harapkan dimasa akan datang.

Sekayu,
Penulis,
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...........................................................................................................................

Daftar Isi .................................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................................

A. Latar Belakang .....................................................................................................

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................

C. Tujuan Masalah ...................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN...........................................................................................................

a. Peranan Wali Songo dalam Peradaban Islam di Indonesia ........................................

b. Bagaimana Model Penyebaran Islam Wali Songo.....................................................

c. Bagaimana Kemajuan Islam Periode Wali Songo .....................................................

d. Teladan Spiritual dan Intelektual ...............................................................................

BAB III. PENUTUP

a. Simpulan ...................................................................................................................

b. Saran .......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Islam tersebar keseluruh penjuru dunia dengan cepat. Dalam waktu ± 23 tahun, islam
sudah tersebar ke seluruh jazirah arabia berkat dakwah nabi Muhammad SAW. Cepatnya
penyebaran islam itu tidak berarti bahwa dakwah yang dilakukkan nabi berjalan mulus begitu
saja. Banyak halangan dan rintangan berat yang dihadapi beliau dari kaum kafir Quraisy.
Semenjak Rasulullah meninggal, banyak sahabat beliau yang melanjutkan dakwah dan
menyebarkan agama islamke seluruh penjuru dunia. Begitupun di Indonesia, agama Islam masuk
melalui perdagangan oleh pedagang asal India.
Pada abad 15 para saudagar muslim telah mencapai kemajuan pesat dalam usaha bisnis
dan dakwah hingga mereka memiliki jaringan di kota-kota bisnis di sepanjang pantai Utara.
Komunitas ini dipelopori oleh Walisongo yang membangun masjid pertama di tanah Jawa,
Masjid Demak yang menjadi pusat agama yang mempunyai peran besar dalam menuntaskan
Islamisasi di seluruh Jawa. Walisongo berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir dari
hadramaut. Beliau dikenal sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi dari arab saudi dan
daerah arab lain yang tidak menganut syiah.
Penyebaran agama Islam di Jawa terjadi pada waktu kerajaan Majapahit runtuh disusul
dengan berdirinya kerajaan Demak. Era tersebut merupakan masa peralihan kehidupan agama,
politik, dan seni budaya. Di kalangan penganut agama Islam tingkat atas ada sekelompok tokoh
pemuka agama dengan sebutan Wali. Zaman itu pun dikenal sebagai zaman “kewalen”. Para wali
itu dalam tradisi Jawa dikenal sebagai “Walisanga”, yang merupakan lanjutan konsep pantheon
dewa Hindhu yang jumlahnya juga Sembilan orang. Adapun Sembilan orang wali yang
dikelompokkan sebagai pemangku kekuasaan pemerintah yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga,
dan Sunan Gunung Jati.

B. Rumusan Masalah
a. Peranan Wali Songo dalam Peradaban Islam di Indonesia.
b. Bagaimana Model Penyebaran Islam Wali Songo?
c. Bagaimana Kemajuan Islam Periode wali Songo?
d. Teladan Spiritual dan Intelektual ?

C. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui dengan jelas peranan Wali Songo dalam peradaban Islam di Indonesia.
b. Memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peranan Wali Songo dalam Peradaban Islam di Indonesia.


Ada sembilan ulama yang sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa.
Mereka dikenal dengan sebutan “Wali Songo” Wali Songo mengambangkan agama Islam
menjelang dan setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, atau sekitar abad ke-14 sampai abad ke-16.
Dalam Babad Tanah Jawi dikatakan bahwa dalam berdakwah, para Wali ini dianggap sebagai
kepala kelompok mubaligh untuk daerah penyiaran tertentu. Selain dikenal sebagai ulama,
mereka juga berpengaruh besar dalam kehidupan politik pemerintahan. Karena itu, mereka diberi
gelar “Sunan” (Susuhunan; junjungan) gelar yang biasa digunakan untuk para raja di Jawa.

Wali Songo dan Dakwah Islam


Dalam menyiarkan Islam, Wali Songo tidak hanya akrab dengan masyarakat umum, tetapi
juga dengan penguasa kerajaan. Ketika menyiarkan Islam, mereka menggunakan berbagai bentuk
kesenian tradisional masyarakat setempat. Mereka menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalam
kesenian tersebut. Karena itu, upaya mereka terasa tidak asing dan sangat komunikatif bagi
masyarakat setempat. Usaha ini membuahkan hasil, tidak hanya mengembangkan agama Islam,
tetapi juga memperkaya kandungan budaya Islam.

1. Sunan Gresik atau Syiekh Maulana Malik Ibrahim


Beliau juga dikenal dengan sebutan syiekh Magribi, karena ia diduga berasal dari wilayah
Magribi (afrika Utara). Ia diperkirakan lahir sekitar pertengahan abad ke-14. Ia berasal dari
keluarga muslim yang taat, dan belajar agama sejak kecil. Meskipun demikian, tidak diketahui
siapa gurunya hingga ia kemudian mejadi seorang ulama.
Sunan Gresik merupakan pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Ia berdakwah secara intensif
dan bijaksana. Sunan Gresik bukanlah orang Jawa, tetapi ia mampu beradaftasi dengan
masyarakat setempat. Upayanya untuk menghilangkan sistem kasta pada masyarakat pada masa
itu merupakan dakwahnya. Namun sumber lain mengatakan bahwa jauh sebelum Sunan Gresik
datang ke Pulau Jawa, sudah ada masyarakat Islam di daerah Jepara dan Leran. Cita-cita dan
perjuangannya menyebarkan Islam di Jawa dilanjutkan oleh anaknya, Sunan Ampel.

2. Sunan Ampel
Ia memulai dakwahnya dari sebuah pesantren yang didirikan di Ampal Denta (dekat Surabaya).
Oleh karena itu, ia dikenal sebagai pemimbina pondok pesantren pertama di jawa Timur. Suna
Ampel merupakan putera dari Sunan Gresik yang meneruskan perjuangan Sunan Gresik
menyiarkan Islam di tanah Jawa. Ia dikenal dengan Wali yang tidak setuju terhadap adat-istiadat
masyarakat Jawa pada masa itu. Misalnya, kebiasaan mengadakan sesaji dan selamatan. Namun
para wali lain berpendapat bahwa hal itu tidak dapat dihilangkan dengan segera. Mereka
mengusulkan agar adat-istiadat semacam itu lebih baik diberi warna islami. Akhirnya, Sunan
Ampel setuju walaupun ia tetap khawatir kalau hal itu akan berkembang menjadi Bid’ah. Ajaran
Sunan Ampel yang terkenal adalah “Falsafah Moh Limo” atau “tidak Mau Melakukan Lima
Hal”.
1. Moh Main atau Tidak mau berjudi.
2. Moh Ngombe atau Tidak minum-minuman keras (mabuk-mabukan)
3. Moh Maling atau Tidak mencuri.
4. Moh Madat atau tidak mau menghisap candu, ganja, dan lain-lain.
5. Moh Madon atau Tidak berzina.

3. Sunan Giri atau Raden Paku


Ia merupakan putra dari Maulan Ishak. Ia sempat diadopsi oleh Nyai Ageng Pinatih ketika masih
bayi dan sempat diberi nama joko Samudro; karena Raden Paku ditemukan di tengah Selat Bali.
Sunan Giri sempat mondok di Pesantren Ampel Denta milik Sunan Ampel sebelum
memperdalam ilmu di Pasai, tempat Maulana Ishak menyiarkan Islam.
Sekembalinya ke tanah Jawa, Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri. Ia juga banyak
mengirim juru dakwah ke Bawean, bahkan juga ke Lombok, Ternate dan Tidore di Maluku.

4. Sunan Bonang atau Syiekh Maulana Makdum Ibrahim


Cara penyebarannya ialah menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang
menggemari Wayang dan Musik Gamelan. Untuk itu, ia menciptakan gendang-gending yang
memiliki corak keislaman.
Sunan Bonang yang bernama asli Syiekh Maulana Makdum Ibrahim ini pernah belajar agama di
Pesantren Ampel Denta dan di Pasai bersama Sunan Giri. Sekembalinya dari Pasai, ia
memutuskan untuk memusatkan kegiatan dakwahnya di Tuban dengan mendirikan Pesantren. Ia
wafat di Tuban pada tahun 1525.

5. Sunan Kalijaga atau Raden Said putra Adipati Tuban


Ia dikenal sebagai budayawan dan seniman. Nama aslinya adalah Raden Said putra Adipati
Tuban yaitu Temenggung Wilatikto. Ia menciptakan anak cerita wayang yang bernafaskan islami.
Ia juga menciptakan wayang kulit dan wayang beber. Dan ia juga pencipta dari lagu daerah Jawa
yang berjudul Lir-Ilir.
Sebelum mempelajari agama islam lebih dalam, ia adalah seorang perampok. Namun yang ia
rampok bukanlah rakyat jelata, melainkan para penarik pajak yang meminta pajak dengan
kekerasan dan sangat mencekik kehidupan masyarakat setempat. Ia pun sempat diusir dari Tuban,
dan pergi ke hutan Jatiwangi. Di sana ia dikenal dengan sebutan Brandal Lokajaya. Ia mendapat
gelar sunan Kalijaga karena ia sempat disuruh menjaga sungai (bertapa) selama tiga tahun. Ia
adalah murid dari Sunan Bonang. Ia juga menciptakan berbagai macam alat musik seperti
Gamelan dan Bedug untuk media dakwahnya.
6. Sunan Kudus atau Ja’far Sadiq
Ia adalah putra dari Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung dari Jipang Panolan. Untuk
melancarkan penyebaran islam, Sunan Kudus membangun sebuah masjid di daerah Loran pada
tahun 1549 M. Masjid itu diberi nama Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar. Wilayah di sekitarnya
disebut Kudus, merupakan nama yang diambil dari dari nama Kota al-Quds (Yarusalem) di
Palestina, yang pernah ia kunjungi. Masjid itu kemudian dikenal dengan nama Masjid Menara
Kudus karena di sampingnya terdapat menara tempat duduk masjid.
Sunan Kudus atau Ja’far sadiq digelari wali al-‘ilmi (orang berilmu luas) oleh para wali songo
karena memiliki keahlian khusus dalam bidang agama. Karena keahlian nya itu, ia banyak
didatangi para penuntut ilmu dari berbagai wilayah. Ia juga dipercaya untuk mengendalikan
pemerintahan di daerah Kudus. Karenanya, ia menjadi pemimpin agama sekaligus menjadi
pemimpin daerah.

7. Sunan Drajad atau Raden Qosim


Ia merupakan putra dari Sunan Ampel dan Dewi Condrowati. Dalam catatan sejarah Wali Songo,
Raden Qosim disebut dengan seorang wali yang hidupnya paling bersahaja, walaupun dalam
urusan dunia ia juga sangat rajin mencari rezki. Adapun ajaran Sunan Drajad yang terkenal
adalah
 Menehono teken marang wong kang wuto (Berikanlah tongkat pada orang buta)
 Menehono mangan marang wong kang luwe (Berikanlah makanan pada orang yang lapar)
 Menehono busono marang kang mudo (Berikanlah pakaian pada orang yang telanjang)
 Menehono ngiyup marang wong kang kudanan (Berikanlah tempat berteduh pada orang
yang kehujanan)
 Ia berdakwah di daerah Drajad dan meninggal di daerah itu juga. Makamnya berada di
desa Drajad, kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.

8. Sunan Muria atau Raden Umar Syaid


Ia adalah putera sunan Kalijaga dan Dewi Saroh. Ia dikenal sebagai seorang anggota Wali Songo
yang mempertahankan kesenian Gamelan sebagai media dakwah yang ampuh untuk merangkul
masyarakat Jawa. Selain dengan kesenian, ia juga berdakwah dengan cara memadukan adat
setempat dengan warna islami. Adapun adat setempat yang dipadukan dengan warna islami
adalah sebagai berikut:
Selamatan ngesur tanah (kenduren setelah ngubur nayat)
Nelung dinani (kenduren setelah 3 hari mengubur mayat)
Mitung dinani (kenduren setelah 7 hari ngubur mayat)
Matang puluh, nyatus dino, Mendhak pisan, mendhak pindo, dan nyewu.

9. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah


Nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Pada usia 20 tahun dia berguru pada Syiekh di daratan
Timur Tengah. Setelah selesai menuntut ilmu, pada tahun 1470 dia berangkat ke tanah Jawa
untuk mengamalkan ilmunya. Istrinya yang pertama adalah Nyai Babadan, wanita itu dinikahi
pada tahun 1471. Dia adalah putri dari Ki Gedeng Babadan. Perkawinannya dengan Nyai
Babadan ini tidak dikaruniai seorang anak pun, lalu pada tahun 1475, ia kawin lagi dengan Nyai
Kawungten, adik dari Bupati Banten.
Ia sempat menikah dengan Syarifah Baghdad, yang merupakan adik dari Syiekh Abdurrahman.
Namun dari sekian banyak istrinya, Sunan Gunung Jati pernah menikah dengan putri cantik dari
daratan Cina, Ong Tien. Sekitar tahun 1479, ia pergi ke Cina. Di sana ia membuka pengobatan
sambil berdakwah. Ia mendapat gelar Maulana Insanul Kamil.

B. Model Penyebaran Islam Wali Songo


Secara umum Wali Songo menyiarkan Islam dengan memadukan budaya setempat sebagai
media dakwah. Mereka membiarkan budaya dan kepercayaan masyarakat setempat yang sulit
dirubah. Namun bagian adat yang mudah dirubah, maka dengan segera mereka
menghilangkannya. Mereka melakukannya karena menghindari konfrontasi dengan masyarakat
secara langsung. Dan tentunya mereka melakukan hal itu agar mudah berkomunikasi dengan
masyarakat, dengan cara itu masyarakat bisa dengan mudah menerima mereka dan mengamalkan
apa yang diajarkan. Anggota Wali Songo yang memakai cara pendekatan itu adalah
 Sunan Kali Jaga
 Sunan Bonang
 Sunan Muria
 Sunan Kudus dan
 Sunan Gunung Jati.
Sunan Kali Jaga malah membiarkan masyarakat membakar kemenyan, dan ia juga sempat
menciptakan alat musik berupa Gamelan. Memang pada dasarnya hal ini termasuk Bid’ah,
namun jika tidak dengan cara ini masyarakat sangat sulit untuk didekati.

C. Kemajuan Islam Periode wali Songo


Selama menyiarkan agama Islam, Wali Songo banyak mengalami hambatan. Ada fitnah,
dan budaya setempat yang sulit dirubah. Namun dengan kesabaran dan tekat yang kuat, akhirnya
sebagian masyarakat Jawa masuk Islam meskipun tidak sedikit yang melakukan bid’ah. Hal itu
bagi Wali Songo bukanlah masalah besar. Dan mereka meyakini suatu saat nanti akan ada orang
yang dapat menghilangkan budaya masyarakat setempat yang tertmasuk bid’ah.
Permasalahan yang cukup terkenal sampai saat ini mengenai wali Songo adalah perkara Syiekh
siti Jenar. Ia adalah seorang ahli agama dari Persia. Ia mengaku dirinya adalah Allah. Para wali
sangat menentangnya, dan memutuskan hukuman mati bagi syiekh siti Jenar. Meskipun Syiekh
Siti Jenar mati, namun ajarannya tetap menyebar. Bahkan ia sempat mempunyai banyak murid.
Sebelum Syiekh Siti Jenar dihukum mati, ia sempat mengeluarkan ancaman kepada para Wali.
Dan ancaman itu pun benar terjadi, di Mataram 6000 ulama Sunni dibantai oleh Sunan
Amangkurat I.
. Akulturasi dengan budaya sebelumnya membuat budaya islam makin diminati
masyarakat. Dan salah satu dampak yang muncul adalah berdirinya kerajaan-kerajaan yang
bercorak islam, antara lain Kerajaan Samudera Pasai, Aceh, Demak, Pajang, Mataram Islam,
Cirebon, Banten, Makasar, Ternate, dan Tidore.

D. Teladan Spiritual dan Intelektual


Walisanga memberikan peranan yang sangat besar terhadap perkembangan dan penyebaran
Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa. Mereka mempunyai kemampuan spiritual dan juga
intelektual yang mumpuni, hal tersebut tercermin dari karya-karya mereka dalam menciptakan
lagu, cerita wayang, dan simbol-simbol agama lain yang mengandung ajaran-ajaran Islam. Selain
ahli dalam bidang keagamaan, kesenian maupun teknologi juga ahli tatanegara. Raden Patah
menjadikan Sunan Kalijaga sebagai penasehat kerajaan, ia menjadi tempat bertanya bagi raja,
terutama dalam masalah-masalah keagamaan maupun politik. Bahkan di antara mereka ada yang
mendirikan kerajaan dan bahkan menjadi raja pertamanya, seperti Sunan Gunung Jati.
Dalam menjalankan dakwah di Jawa, para walisanga lebih mengedepankan kearifan lokal
dalam menyikapi persoalan yang berkaitan dengan perbedaan antara ajaran Islam dengan tradisi
setempat. Sebagai seorang sufi, para wali bersikap toleran dalam menjalankan dakwah. Bahkan
tidak jarang, seni dan tradisi setempat dijadikan media dakwah untuk menarik masyarakat masuk
Islam. Memahami dan menghayati biografi, sejarah, perjuangan, dan peranannya dalam
mengembangkan Islam di Indonesia, maka dapat diambil hikmah dan pelajaran untuk dijadikan
teladan.
1. Semangat yang sangat tinggi dalam mengembangkan ajaran Islam di Indonesia.
2. Sikap keikhlasan para wali yang mewarnai perjuangannya tanpa pamrih, bahkan berani
berkorban demi umat.
3. Sikap keberanian para wali dalam melindungi dan mempertahankan wilayah Islam dari
penjajahan asing.
4. Semangat spiritual para wali tidak pernah putus, hubungan dekat dengan Allah Swt.
sangat menentukan keberhasilan dakwahnya.
5. Kemampuan para wali dalam melihat situasi umat, dan cepat menemukan solusi tepat
untuk kemajuan dakwah Islam. Pemilihan metode dakwah yang tepat, kreatif, dan
persuasif, yang membuahkan hasil maksimal.
6. Cara dakwah Sunan Muria dengan mencari daerah-daerah pedalaman dan desa-desa
terpencil sangat penting ditiru agar tidak didahului dakwah umat lain. 7. Sikap solidaritas
dan kepedulian sosial para wali yang tinggi terhadap nasib rakyat untuk membantu dan
menyantuninya.
7. Sikap para wali menjalin hubungan dengan penguasa dan para raja sangat membantu
keberhasilan dakwah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Wali Songo adalah kelompok ulama yang brejumlah sembilan orang. Mereka menyiarkan
agama Islam di tanah Jawa. Selain itu, mereka juga berpengaruh besar dalam kehidupan politik
pemerintahan. Adapun nama-nama Wali Songo tersebut ialah sebagai berikut:
 Sunan Gresik
 Sunan Ampel
 Sunan Giri
 Sunan Bonang
 Sunan Kalijag
 Sunan Kudus
 Sunan Drajad
 Sunan Muria
 Sunan Gunung Jati
Dalam menyiarkan Islam mereka menggunakan kesenian dan budaya masyarakat
setempat. Sehingga masyarakat merasa tidak asing dan lebih komunikatif. Usaha ini
membuahkan hasil, tidak hanya mengembangkan budaya Islam, tetapi juga memperkaya
kandungan budaya Jawa.
Walisanga adalah ulama penyabar Islam di pulau Jawa yang menyebarkan ajaran Islam
dengan cara damai melalui akulturasi budaya tanpa merusak ajaran Islam yang murni.

B. Saran

Saran yang kami sampaikan ialah sebagai berikut:


Dengan mengetahui sejarah singkat Wali Songo, mari kita bersama-sama meningkatkan iman dan
taqwa kepa Allah SWT. Setelah mengetahui cara Wali Songo menyebarkan islam pada umat
islam terdahulu, marilah kita juga menyiarkan agama islam dengan cara yang disenangi oleh
masyarakat zaman sekarang.
Daftar Pustaka

Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, Kisah Wali Songo, Surabaya, Karya Ilmu,-
M. B. Rahimsyah. AR., Sejarah Wali 9, Tuban, Yayasan Amanah,-

Anda mungkin juga menyukai